• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKAIAN GAYA BAHASA METAFORA DALAM NOVEL KARYA FIERSA BESARI: KAJIAN SEMANTIK SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAKAIAN GAYA BAHASA METAFORA DALAM NOVEL KARYA FIERSA BESARI: KAJIAN SEMANTIK SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKAIAN GAYA BAHASA METAFORA DALAM NOVEL KARYA FIERSA BESARI: KAJIAN SEMANTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun Oleh : Leny Christi Octaviana

161224012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

i

PEMAKAIAN GAYA BAHASA METAFORA DALAM NOVEL KARYA FIERSA BESARI: KAJIAN SEMANTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun Oleh : Leny Christi Octaviana

161224012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(3)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus, 2. Bapak Teguh Waluyo, 3. Ibu Asteria Muliasari,

4. Ibu Warsiti (alm), 5. Hizkia Waluyo, 6. Engelbert Aditya Waluyo

(4)

v MOTO

Matius 6:34

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah sehari.

Amsal 23:18

(5)

viii ABSTRAK

Octaviana, Leny Christi. 2020. Pemakaian Gaya Bahasa Metafora dalam Novel Karya Fiesra Besari: Kajian Semantik. Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Fakultas Pendidikan dan Keguruan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini membahas mengenai wujud atau jenis, fungsi serta makna gaya bahasa metafora dalam novel Konspirasi Alam Semesta (2017), Catatan Juang Tahun 2017, 11:11 Tahun 2018, Arah Langkah Tahun 2018 dan Tapak Jejak Tahun 2019 karya Fiersa Besari. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis wujud, fungsi dan makna gaya bahasa metafora dalam lima novel karya Fiersa Besari dengan kajian semantik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan. Objek penelitian ini berupa kata, frasa, kalimat dalam lima novel karya Fiersa Besari. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah membaca dan mencatat. Teknik analisis data yang digunakan ialah peneliti mengidentifikasi, mengklasifikasi, menginterpretasi, dan mendeskripsikan berbagai wujud atau jenis, fungsi, dan makna gaya bahasa metofora dalam novel karya Fiersa Besari.

Hasil analisis dan pembahasan penelitian ini telah dilakukan oleh peneliti memberikan 3 (tiga) hal penting yakni pertama, peneliti menemukan 4 (empat) wujud/jenis gaya bahasa metafora dengan 22 (dua puluh dua) data gaya bahasa metafora termasuk ke dalam 4 (empat) metafora antropomorfik, 5 (lima) metafora binatang, 6 (enam) metafora sinestesia, dan 7 (tujuh) metafora abstrak ke konkret. Kedua, peneliti kemudian menemukan 23 (dua puluh) data fungsi gaya bahasa metafora termasuk di dalamnya 10 (sepuluh) data yang termasuk fungsi menjelaskan, 1 (satu) fungsi bertanya, 2 (dua) fungsi meminta atau memohon, 8 (delapan) fungsi mendeskripsikan atau menggambarkan, 2 (dua) fungsi menyatakan rasa benci. Ketiga, peneliti menemukan 25 (dua puluh lima) makna dalam gaya bahasa metafora yang digunakan yaitu makna menyatakan sesuatu atau menerangkan sesuatu, menggambarkan karakter seseorang, menyampaikan pendapat, memuji, menegaskan, menyindir.

Kata kunci: Gaya Bahasa, Metafora, Semantik, Konspirasi Alam Semesta, Catatan Juang, 11.11, Arah Langkah, Tapak Jejak.

(6)

ix ABSTRACT

Octaviana, Leny Christi. 2020. The Use of Metaphorical Language in Fiersa Besari’s Novels: Semantic Study. Indonesian Literature Education Study Program. Faculty of Education and Teachers Training. Yogyakarta Sanata Dharma University.

This study discusses the form or type, function and meaning of metaphorical language styles in the novel Konspirasi Alam Semesta (2017), Catatan Juang (2017), 11:11 (2018), Arah Langkah (2018) and Tapak Jejak (2019) by Fiersa Besari. This study aims to describe and analyze the form, function and meaning of metaphorical language styles in five novels by Fiersa Besari with semantic studies. This research uses a library approach. The object of this research are words, phrases, sentences in five novels by Fiersa Besari. Data collection methods used are reading and taking notes. The data analysis techniques used are the researcher identifies, classifies, interprets, and describes various forms or types, functions, and meanings of the language style of the metaphor in the novel by Fiersa Besari.

The results of the analysis and discussion of this study have been conducted by researchers providing 3 (three) important things, first, the researcher found four forms/types of metaphorical style with 22 (twenty two) metaphorical style data data included in 4 (four) anthropomorphic metaphors, 5 (five) animal metaphors, 6 (six) synesthesia metaphors, and 7 (seven) concrete to abstract metaphors. Second, the researcher then found 20 (twenty) metaphorical style function data including 10 (ten) data including explaining functions, 1 (one) questioning function, 2 (two) requesting or requesting functions, 7 (seven) describing functions or describe, 1 (one) function expresses hate. Third, the researcher found 25 (twenty five) meanings in the metaphorical style of language used, namely the meaning of declaring something or explaining something, describing someone's character, expressing opinions, praising, affirming, insinuating.

Keywords: Language style, Metaphor, Semantic, Konspirasi Alam Semesta, Catatan Juang, 11.11, Arah Langkah, Tapak Jejak.

(7)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian mengenai gaya bahasa metafora. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pemakaian Gaya Bahasa Metafora dalam Novel Karya Fiesra Besari: Kajian Semantik” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan perhatian dan kesabaran telah membimbing, memotivasi dan memberi berbagai

(8)

xi

masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari awal hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku triangulator yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Ibu Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretrariat PBSI yang selalu sabar memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan perkuliahan di PBSI sampai menyusun skripsi ini.

7. Orang tua, Bapak Teguh Waluyo, Ibu Asteria Muliasari, Ibu Warsiti (alm), yang telah memberi cinta, doa serta dukungan baik secara moral maupun material bagi penulis selama menjalani masa kuliah sampai selesai.

8. Adik-adik, Hizkia Waluyo dan Engelbert Aditya Waluyo yang telah memberikan cinta, doa serta dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini. 9. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI) angkatan 2016 kelas A-B yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk dinamika belajar yang pernah dilalui mulai dari awal perkuliahan sampai penulis selesai menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Pendamping dan teman-teman Asrama Mahasiswi Syantikara, Sr. Fernanda CB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bimbingan, dinamika, cinta, doa serta dukungan bagi penulis selama berproses dalam kuliah sampai selesai.

(9)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

MOTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 5 1.5 Batasan Istilah ... 6

(10)

xiii

1.5.1 Semantik ... 6

1.5.2 Gaya Bahasa... 7

1.5.3 Gaya Bahasa Metafora ... 7

1.5.4 Novel ... 7

1.6 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1. Penelitian Relevan... 9

2.2. Kajian Teori ... 13

2.2.1 Semantik ... 13

2.2.2 Gaya Bahasa Metafora ... 16

2.2.3 Jenis-jenis Metafora ... 19

2.2.4 Fungsi Bahasa ... 22

2.2.5 Novel ... 24

2.3 Kerangka Berpikir ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Sumber Data dan Data Penelitian ... 29

(11)

xiv

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5. Teknik Analisis Data ... 30

3.6. Triangulasi Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Deskripsi Data... 32

4.2 Hasil Penelitian ... 33

4.2.1 Wujud Bahasa Metafora yang Terdapat dalam Novel Karya Fiersa Besari ... 33

a. Metafora Antropomorfik ... 33

b. Metafora Binatang ... 35

c. Metafora Sinestesia ... 37

d. Metafora Abstrak ke Konkret... 40

4.2.2 Fungsi Bahasa Metafora yang Terdapat dalam Novel Karya Fiersa Besari ...43

a. Fungsi Menjelaskan ...43

b. Fungsi Bertanya ...47

c. Fungsi Meminta/Memohon ... 47

d. Fungsi Mendeskripsikan ... 48

(12)

xv

4.2.3 Makna Bahasa Metafora yang Terdapat dalam Novel Karya Fiersa

Besari ...51

a. Makna Menyatakan ... 52

b. Makna Menggambarkan Karakter Seseorang ... 54

c. Makna Menyampaikan Pendapat ... 57

d. Makna Memuji ... 60

e. Makna Menegaskan ... 62

d. Makna Menyindir ... 64

4.3 Pembahasan ... 64

4.3.1 Wujud Gaya Bahasa Metafora yang Terdapat dalam Novel Karya Fiersa Besari ... 65

4.3.2 Fungsi Gaya Bahasa Metafora yang Terdapat dalam Novel Karya Fiersa Besari ... 67

4.3.3 Makna Gaya Bahasa Metafora yang Terdapat dalam Novel Karya Fiersa Besari ... 68

BAB V PENUTUP ... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

(13)

xvi

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 77

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dalam segala hal. Bahasa sangat berperan penting bagi manusia karena dapat menghubungkan suatu hubungan sosial antara satu dengan yang lainnya. Melalui bahasa, manusia dapat mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat bersosialisasi. Bahasa tidak hanya digunakan oleh individu, tetapi bisa digunakan oleh suatu kelompok atau komunitas dalam masyarakat. Hubungan dalam masyarakat tidak terlepas adanya sebuah komunikasi. Dalam hubungan ini, pesan yang akan disampaikan oleh setiap peserta komunikasi diwujudkan dalam kode-kode tertentu, yaitu dalam bentuk lisan dan tulis. Komunikasi dapat berjalan baik bila pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan baik pula. Hubungan komunikasi yang demikian disebut peristiwa bahasa (Guntur, 1987). Menurut Kridalaksana (dalam Latifah, 2015) bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan dalam suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.

Ditinjau dari fungsinya, bahasa dapat digunakan dalam berbagai situasi komunikasi, salah satu wujudnya adalah karya sastra. Bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dari situasi komunikasi lainnya. Keistimewaan bahasa dalam karya sastra terbentuk adanya percampuran ekspresi dunia nyata dan dunia kias, antara makna sesungguhnya dan makna kias.

(15)

Sastra merupakan ekspresi pikiran dan bahasa, yang dimaksud ‘pikiran’ di sini adalah pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan mental manusia. Jadi, sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Sumardjo, 1986). Banyaknya penulis yang menuangkan dan mengungkapkan perasaan ke dalam tulisan berupa cerita. Tulisan tersebut tersaji dalam cerpen, novel, dan lain sebagainya. Misalnya, tulisan tersebut menggunakan adanya sebuah gaya bahasa untuk menarik minat pembaca.

Gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa dalam pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Salah satu gaya bahasa yang sering digunakan dalam sebuah karya sastra adalah gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan dapat berupa simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi, alusi, oponim, epitet, sinekdok dan masih banyak lagi. Metafora menjadi salah satu gaya bahasa kiasan yang banyak terdapat dalam buku fiksi. Metafora adalah sejenis gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit, yaitu tanpa ditandai dengan kata pembanding. Menurut Keraf (1984) metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Makna metafora adalah makna kias. Metafora memegang peranan penting dalam menentukan hubungan antara pengetahuan manusia dengan dunia yang ingin dinyatakan.

(16)

Penggunaan gaya bahasa metafora dituangkan dalam bentuk karya sastra seperti dalam novel. Novel merupakan karya fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2010). Novel menjadi bagian dari karya sastra dan sebagai hasil pekerjaan kreasi manusia. Dalam proses penulisan novel, seorang novelis menggunakan gaya bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap makna yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pemakaian gaya bahasa metafora juga ditemukan dalam novel karya Fiersa Besari. Fiersa Besari adalah seorang penulis sekaligus pemusik Indonesia. Beliau lahir di Bandung, 03 Maret 1984. Sebagai penulis, Fiersa telah menghasilkan enam novel. Ia juga terlibat sebagai salah satu pendiri Komunitas Pecandu Buku. Berikut adalah novel karya Fiersa Besari: Garis Waktu Tahun 2016, Konspirasi Alam Semesta Tahun 2017, Catatan Juang Tahun 2017, 11:11 Tahun 2018, Arah Langkah Tahun 2018 dan Tapak Jejak Tahun 2019.

Dalam isi novel karya Fiersa Besari beberapa menampilkan lambang-lambang kias atau bahasa yang bersifat kias. Lambang kias atau bahasa yang bersifat kias itu dipakai untuk mengarah penyampaian gagasan, kritik sosial, perasaan dan sebagainya. Berdasarkan pernyataan tersebut, hal ini menarik untuk dianalisis lebih lanjut terutama pengkajian gaya bahasa metafora dalam novel karya Fiersa Besari. Penulis tertarik untuk meneliti gaya bahasa metafora dalam novel Konspirasi Alam Semesta Tahun 2017, Catatan Juang Tahun 2017, 11:11 Tahun 2018, Arah Langkah Tahun 2018 dan Tapak Jejak Tahun 2019. Penulis memilih novel karya Fiersa Besari karena hasil karya beliau banyak mengandung ungkapan metafora yang layak untuk diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti

(17)

metafora yang terdapat dalam novel-novel karya Fiersa Besari serta maknanya yang terkandung dalam novel tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mengembangkan sebuah penelitian mengenai pemakaian gaya bahasa metafora pada novel karya Fiersa Besari. Pada umumnya, gaya bahasa khususnya metafora dipergunakan seorang novelis untuk memperindah bahasa yang digunakan dalam novel sehingga menarik untuk dibaca. Gaya bahasa yang dipakai seolah-olah berjiwa, hidup, dan segar sehingga dapat menggetarkan hati pembaca. Dalam kehidupan manusia, tampak dari jumlah metafora yang dikeluarkan setiap orang ketika bercakap-cakap, penggunaan metafora yang digunakan dalam bercakap-cakap secara lisan dengan bercakap-cakap secara tertulis berbeda. Saat ini, penggunaan gaya bahasa khususnya metafora lebih banyak digunakan dalam bahasa tulis. Seorang novelis berlomba-lomba merangkai bahasa yang indah untuk memperkenalkan hasil karya mereka.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Wujud gaya bahasa metafora apa sajakah yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari?

2. Fungsi gaya bahasa metafora apa sajakah yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari?

(18)

3. Makna gaya bahasa metafora apa sajakah yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari tujuan yang hendak dicapai. Tujuan peneliti untuk mengangkat permasalahan ini adalah mengetahui penggunaan gaya bahasa metafora yang digunakan penulis.

1. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa metafora yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari.

2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan fungsi gaya bahasa metafora yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari.

3. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan makna gaya bahasa metafora yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari.

1.4Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan, berikut adalah manfaat teoretis dari penelitian ini:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis. b. Memberikan informasi dan wawasan khususnya dalam gaya bahasa

metafora. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberi manfaat bagi peneliti dan pembaca. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

(19)

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dan bahan pustaka bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengadakan penelitian dengan topik yang sama. Sekaligus dapat menjadi pembelajaran bagi peneliti agar mampu menguasai penggunaan gaya bahasa metafora dari sudut pandang semantik.

b. Bagi Pembaca

Secara praktis, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca maupun peneliti lainnya yang menjadi sasaran utama dalam pembelajaran bahasa. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi referensi dan dapat menambah wawasan gaya bahasa metafora dari sudut semantik.

1.5Batasan Istilah

Beberapa istilah perlu diberi batasan untuk menyatukan persepsi dan memberikan gambaran mengenai judul dan keseluruhan isi penelitian ini, peneliti memberikan beberapa batasan istilah yang terdapat dalam penelitian ini sebagai berikut. 1.5.1 Semantik

Semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna dan arti dari sebuah kata, frasa, dan klausa (Suhardi, 2015). Menurut Chaer (2013) kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatikal, dan semantik.

(20)

1.5.2 Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 2007).

1.5.3 Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah salah satu wujud daya kreatif bahasa dalam penerapan makna. Artinya, berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalkannya dan berdasarkan keserupaan atau kemiripan referen. Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Metafora merupakan perbandingan langsung tidak menggunakan kata seperti, bak, bagaikan. Metafora digunakan untuk menjelaskan suatu konsep yang lebih abstrak dengan konsep lain yang lebih konkret (Konveces, 2010)

1.5.4 Novel

Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel mempunyai ciri bergantung pada tokoh, menyajikan lebih dari satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih dari satu emosi (Guntur, 1991). Menurut Nurgiyantoro

(21)

(2009) novel dideskripsikan sebagai sebuah karya prosa fiksi yang cukup panjang tidak terlalu panjang namun tidak terlalu pendek.

1.6Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri atas lima bab. Pada bab I merupakan pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penulisan. Pada bab II berisi tentang tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka terdiri atas hasil penelitian terdahulu yang relevan dan landasan teori yang memuat teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti kemudian dijadikan landasan atas acuan penelitian. Pada bab III merupakan metodologi penelitian yang akan dibahas mengenai jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknik analisis data. Pada bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi deskripsi data penelitian, hasil analisis data dan pembahasan. Bab V berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

(22)

9 BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab landasan teoretis ini dipaparkan penelitian terdahulu yang relevan, kajian pustaka, serta bagian yang terakhir adalah kerangka berpikir yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian. Ketiga hal tersebut diuraikan pada subbab berikut ini.

2.1Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai gaya bahasa sudah banyak dilakukan oleh penelitian yang lain. Penelitian ini sangat beragam sesuai dengan permasalahan yang diamati. Hal yang menjadi keberagaman penelitian mengenai gaya bahasa adalah sumber data yang dianalisis. Peneliti menemukan lima penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan gaya bahasa, penulis menemukan penelitian yang relevan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Widya Wahyuningtyas (2019), Maria Ani Mariani (2019), L. Erline Widyaswari Krisdaninggar (2019), Novelia Gitanurani (2018), Yonatan (2017).

Adapun penelitian pertama yang dilakukan oleh Widya Wahyuningsih berjudul “Metafora dan Fungsi Metafora dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut adalah: 1) mengetahui jenis-jenis metafora dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari. 2) mengetahui fungsi metafora dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari. Objek dari penelitian ini adalah jenis metafora dan fungsi metafora dalam Novel Garis

(23)

Waktu Karya Fiersa Besari” (Wahyuningtyas, 2019). Penelitian tersebut mendeskripsikan hal-hal yang dikaji dalam novel tersebut. Terdapat 55 (lima puluh lima) data penggunaan metafora dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari. Jenis metafora yang terdapat dalam novel tersebut adalah personifikasi, sinestesis, dan dari abstrak ke konkret. Jenis metafora yang paling banyak digunakan dalam novel tersebut yaitu abstrak ke konkret. Fungsi metafora yang terdapat dalam novel tersebut yaitu fungsi puitik, fungsi informasi, fungsi ekspresi, dan fungsi direktif. Fungsi yang paling banyak terdapat dalam novel tersebut yaitu fungsi informasi. Dalam penelitian ini lebih banyak fungsi informasi karena banyak dari metafora-metafora ini menunjukkan pemikiran dan keyakinan untuk disampaikan.

Penelitian kedua dilakukan oleh Maria Ani Mariani (2019) berjudul “Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan pada Novel Anak Bajang Menggiring Angin” Karya Sindhunata: Kajian Semantik” (Mariani, 2019). Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan macam-macam gaya bahasa dalam majas perbandingan yang terdapat pada novel Anak Bajang Menggiring Angin karya Sindhumata. Hasil penelitiannya adalah menemukan empat gaya bahasa dari sepuluh jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan, yakni gaya bahasa perumpamaan atau simile 5 (lima) data, metafora 4 (empat) data, personifikasi 4 (empat) data, dan antitesis 1 (satu) data. Kelima jenis gaya bahasa tersebut, yang paling sering atau dominan oleh pengarang dalam menulis cerita adalah gaya bahasa simili, kemudian urutan kedua gaya bahasa persinifikasi, ketiga metafora, dan urutan ke empat antitesis.

(24)

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh L. Erline Widyaswari Krisdaninggar (2019) berjudul “Topik dan Metafora dalam Syair Lagu Karya Grup Band Dialog Dini Hari” (Krisdaninggar, 2019). Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis topik yang terdapat dalam syair lagu Dialog Dini Hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) topik syair lagu Dialog Dini Hari dan 2 (dua)jenis gaya bahasa metafora pada syair lagu Dialog Dini Hari. Topik syair yang terdapat dalam syair lagu adalah alam, manusia, rindu, dan cinta. Sedangkan, jenis gaya bahasa metafora yang terdapat dalam syair lagu Dialog Dini Hari adalah metafora in presentia dan metafora in absentia.

Penelitian keempat yang dilakukan oleh Novelia Gitanurani (2018) berjudul “Analisis Gaya Bahasa dalam Cerpen Damhuri Muhammad yang Berjudul Juru Masak” (Gitanurani, 2018). Dalam penelitian ini terdapat 25 (dua puluh lima) penggunaan gaya bahasa dalam cerpen tersebut. Gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen tersebut yaitu hiperbola 6 (enam) kalimat, personifikasi 5 (lima) kalimat, metafora 10 (sepuluh) kalimat, perumpamaan 2 (dua) kalimat, sarkasme 1 (satu) kalimat, dan ironi 1 (satu) kalimat. Gaya bahasa yang paling banyak digunakan dalam cerpen yang berjudul “Juru Masak” karya Damhuri Muhammad jika diurutkan adalah gaya bahasa metafora 10 (sepuluh) kalimat, gaya bahasa hiperbola 6 (enam) kalimat, gaya bahasa personifikasi 5 (lima) kalimat, gaya bahasa perumpamaan 2 (dua) kalimat, gaya bahasa sarkasme 1 (satu) kalimat, gaya bahasa ironi 1 (satu) kalimat.

Terakhir, penelitian kelima yang dilakukan oleh Yonatan (2017) yang berjudul “Analisis Metafora dalam Lirik Lagu Iwan Fals Pada Album Tahun

(25)

1981-1983 Berdasarkan Teori Ruang Persepsi Manusia Model Haley” (Yonatan, 2017). Tujuan dalam penelitian ini 1) mendeskripsikan kategori ruang persepsi manusia model Haley yang digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 berdasarkan lambang kiasnya. 2) mendeskripsikan distribusi kategori ruang-ruang persepsi manusia model Haley yang paling menonjol digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983. 3) mendeskripsikan keadaan sistem ekologi yang terlihat dalam metafora lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 berdasarkan distribusi pemakaian kategori ruang persepsi manusia model Haley. Sumber data penelitian ini adalah lirik-lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983. Sumber data terdiri tiga album yaitu album Sarjana Muda tahun 1981 meliputi 10 (sepuluh) judul lagu, album Opini tahun 1982 meliputi 9 (sembilan) judul lagu dan album Sumbang tahun 1983 meliputi 9 (sembilan) judul lagu. Data penelitian berupa frasa, klausa, dan kalimat yang mengandung ungkapan metafora. Terdapat 92 (sembilan puluh dua) metafora dalam lirik-lirik lagu Iwan Fals. Hasil penelitiannya adalah terdapat 9 (sembilan) kategori dalam ruang persepsi manusia model Haley yang digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals tahun 1981-1983 yaitu kategori being, cosmos, energy, living, animase, dan human. Distribusi pemakaian kategori ruang persepsi manusia model Haley yang paling menonjol bila diurutkan yaitu being, human, animase, object, energy, living, cosmos, substance dan terrestrial.

Dari kelima penelitian terdahulu yang relevan di atas, penelitian ini tentu memiliki ciri khas dari penelitian terdahulu yaitu peneliti meneliti lima novel karya

(26)

Fiersa Besari dengan kajian semantik. Penelitian pertama yang relevan berbeda dengan penelitian ini karna penelitian tersebut menggunaan kajian semantik dan hanya menganalisis satu novel saja karya Fiersa Besari, sedangkan penelitian ini menggunakan kajian semantik dan menganalisis lima novel karya Fiersa Besari. Peneliti dapat menyimpulkan dalam penulisan karya sastra perlu adanya bahasa kiasan untuk membuat para pembaca lebih tertarik dengan keindahan sebuah karya sastra itu sendiri. Ciri khas penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang relevan yaitu penelitian ini membahas mengenai gaya bahasa metafora. Penelitian ini menganalisis pemakaian gaya bahasa metafora dalam lima judul novel karya Fiersa Besari menggunakan kajian semantik sedangkan peneliti terdahulu yang relevan hanya menganalisis satu novel saja. Alasan peneliti menganalisis novel karya Fiersa Besari karena novel beliau belum banyak diteliti oleh peneliti terdahulu yang relevan.

2.2Kajian Teori

Berikut ini adalah landasan teori yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai berikut. 2.2.1 Semantik

Semantik mencangkup makna-makna kata, perkembangannya dan perubahannya (Guntur, 1985). Menurut Chaer (2009) kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: Yunani) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Yang dimaksud dengan tanda dan lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik seperti yang dikemukakan

(27)

oleh Ferdinan de Saussure (1966), yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen ini merupakan tanda dan lambang, sedangkan yang ditandai sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang rujuk.

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang makna atau arti, salah satu dari tiga tataran analisis bahasa yaitu fonologi, gramatika, dan semantik. Istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiology, sememik dan semik. Untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna dan arti dari suatu tanda atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang mempunyai cakupan obyek yang lebih luas yaitu mencangkup makna tanda atau lambang pada umumnya. Bermaksud tanda-tanda lalulintas, kode norse, tanda-tanda ilmu matematika. Dalam analisis semantik harus juga disadari karena bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakaiannya maka makna semantik suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan bisa dimakan sebagai lauk dan dalam bahasa Inggris sepadan dengan fish, kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ikan atau

(28)

fish, melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk, teman pemakan nasi. Malah tempe tahu juga sering disebut iwak. Hal tersebut terjadi karena bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Menurut Suwandi (dalam Purnama, 2016) semantik adalah ilmu tentang makna.

Menurut Aminudin (2009) makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia di luar bahasa yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti. Menurut Chaer (dalam Ii, 2015) makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala-gejala ujaran. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti belajar bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti yang diucapkan satu sama lain. Makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala-gejala ujaran. Makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna refernsial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus (Chaer, 2013). Makna yang tersirat dalam gaya bahasa metafora termasuk dalam makna asosiatif atau makna kiasan. Hal ini didukung dengan pendapat Unsiah Frida (2018) makna asosiatif atau makna kiasan yaitu makna yang berhubungan dengan keadaan dari kata tersebut. Sebagai contoh kata kapas diasosiasikan dengan kesucian,

(29)

kelembutan, dan kedamaian. Dalam penelitian ini peneliti hanya berfokus pada makna dalam bidang semantik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang arti atau makna tanpa terikat oleh suatu konteks.

2.2.2 Gaya Bahasa Metafora

Metafora merupakan salah satu jenis majas dari majas perbandingan. Pradopo (2013) berpendapat bahwa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain. Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola, metonimia, personifikasi, metafora, sinekdoke, alusi, simile, asosiasi, eufimisme, epitet, eponym, dan hipalase. Gaya bahasa merupakan semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Gaya bahasa metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Guntur, 2013). Metafora dan perumpamaan dianggap sama tetapi keduanya pada dasarnya juga memiliki perbedaan. Perbandingan dalam metafora terjadi secara implisit, dalam perumpamaan secara eksplisit, biasanya dengan menggunakan kata-kata penghubung, di antaranya adalah seperti, umpama, laksana, bak. Menurut Keraf (2007) kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama.

Berdasarkan penjelasan di atas, metafora didefinisikan sebagai ungkapan bahasa yang digunakan dalam ungkapan bahasa yang tidak sebenarnya. Menurut Ratna (2009) metafora didefinisikan melalui dua pengertian, secara sempit dan luas.

(30)

Pengertian secara sempit, metafora adalah majas seperti metonomia, senekdoke, hiperbola, dan sebagainya. Pengertian secara luas meliputi semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap ‘menyimpang’ dari bahasa baku. Dalam pembicaraan ini metafora lebih banyak ditinjau dalam kaitannya dengan pengertian kedua. Dikaitkan dengan pengertian gaya bahasa secara sempit, sebagai majas yang secara tradisional sudah dikenal luas (lihat juga V:2) yang dibedakan menjadi penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas sindiran. Metafora termasuk salah satu unsur majas kedua, majas perbandingan. Dilihat dari hakikat karya sastra secara keseluruhan, sebagai kualitas estetis, perbandingan dianggap sebagai majas yang paling penting, sebab semua majas pada dasarnya memiliki ciri-ciri perbandingan. Sesuai dengan pendapat Eco (1986:87) di antara semua majas, maka majas metafora menjadi objek filsafat, estetika, dan psikologi.

Di samping itu, menurut Guntur (2013) metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek, dan satu lagi merupakan terhadap kenyataan tadi dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi yang terdahulu tadi. Poerwardarminta (dalam Guntur, 2013) menambahkan bahwa metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai suatu hal yang sama atau seharga dengan hal yang lain yang sesungguhnya tidak sama. Maksud dari metafora ini adalah membandingkan suatu hal yang lain yang berbeda, baik, sifat, wujud, dan lain sebagainya. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas mengenai metafora, secara garis besar metafora adalah penyampaian makna yang tidak sebenarnya dan

(31)

metafora merupakan bahasa kiasan seperti perbandingan, tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, dan sebagainya. Sejalan pula dengan pendapat Purwati, Rosdiani, Lestari, & Firmansyah (2018) metafora adalah semacam analogi yang membandingkan secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cidera mata, dan sebagainya. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata seperti bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya. Sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya sebenarnya sama dengan simile tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan.

Misalnya:

a. Pemuda adalah seperti bunga bangsa  pemuda adalah bunga bangsa, Pemuda  Bunga banga

b. Orang itu seperti buaya darat  orang itu adalah buaya darat Orang itu  Buaya darat

Dari seluruh pendapat para ahli di atas mengenai gaya bahasa metafora, peneliti dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa metafora merupakan suatu gaya bahasa yang terkandung di dalam majas perbandingan yang tersusun rapih, singkat dan padat. Metafora termasuk gaya bahasa yang membandingkan benda-benda lain yang mempunyai sifat yang sama atau serupa. Metafora digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan cara membandingkan apa yang ingin diungkapkan ke hal lainnya. Metafora merupakan bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding. Metafora itu perbandingan secara langsung tidak menggunakan kata seperti: seakan, bak, bagaikan, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain.

(32)

2.2.3 Jenis Metafora

Metafora dibagi menjadi berbagai macam atau jenisnya, menurut Lakoff & Johnson (dalam Haula & Nur, 2019) metafora dibagi menjadi tiga jenis, yaitu metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Dalam metafora struktural suatu konsep yang lain. Pentransferan itu dilakukan berdasarkan korelasi sistematis dari pengalaman hidup sehari-hari. Metafora orientasional berhubungan dengan orientasi pengalaman manusia, seperti naik-turun, dalam-luar, depan-belakang, hidup-mati, dalam-dangkal, dan pusat-keliling. Orientasi ruang muncul didasarkan pada pengalaman fisik manusia dalam mengatur orientasi arah dalam kehidupan. Pengalaman itu menyatu dalam pikiran manusia sehingga mengkonkretkan hal yang abstrak dengan menggunakan dimensi naik-turun. Rasa bahasia, dan sedih dipetakan dalam dimensi naik-turun. Metafora ontologis adalah metafora yang mengonseptualisasikan pikiran, pengalaman, dan proses hal abstrak lainnya ke sesuatu yang memiliki sifat fisik. Dengan kata lain metafora ontologi menjadikan nomina abstrak sebagai nomina konkret.

Beekwan dan Callow (dalam Parera, 2004) juga mengungkapkan pendapatnya bahwa sebuah metafora terdiri atas tiga bagian. Ketiganya jenis itu sebagai berikut: objek adalah butir makna yang dilukiskan dengan metafora, dalam hal ini disebutkan dengan topik, citra adalah kejadian, proses, hal yang hendak dipakai sebagai bandingan. Citra merupakan keterangan kepada objek atau topik, dan titik kemiripan di antara objek dan citra terdapat aspek-aspek khusus yang mempunyai kemiripan. Titik kemiripan itulah yang menjadi komentar bandingan bagi topik atau objek. Dalam perkembangannya, banyak klasifikasi metafora

(33)

berdasarkan jenisnya. Penelitian ini mengacu pada kajian semantik. Menurut tinjauan semantik, Stephen (2014) mengungkapkan ada beberapa jenis metafora di antaranya yaitu metafora antropomorfik, metafora binatang, metafora sinestesia, dan metafora abstrak ke konkret.

1. Metafora Antropomorfik

Menurut Parera (dalam Maghfirah, 2018) Metafora yang tergolong antropomofik merupakan satu gejala semesta. Metafora dalam banyak bahasa dapat dicontohkan dengan jantung kota. Menurut Stephen (2014) menyatakan sebagian besar tuturan atau ekspresi yang mengacu pada benda-benda tidak bernyawa dilakukan dengan mengalihkan atau memindahkan dari tubuh manusia atau bagian-bagiannya, dari makna atau nilai dan nafsu-nafsu yang dimiliki manusia. Jadi, intinya penciptaan metafora antropomorfik bertolak dari tubuh atau bagian tubuh manusia atau nilai atau makna dan nafsu-nafsu kesenangan yang dimiliki manusia. Kemudian, dialihkan atau ditransfer untuk benda-benda yang sebenarnya tidak hidup atau bernyawa. Ungkapan metaforis seperti itu yang dikenal dengan gaya personifikasi.

Contoh: Pohon nyiur melambai-lambai Cintanya bersungut-sungut Taman itu adalah paru-paru kota Kepala desa

Mulut goa 2. Metafora Binatang

Metafora binatang lazim digunakan oleh pemakai bahasa untuk menggambarkan satu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman pemakai bahasa. Jenis metafora ini menggunakan binatang atau bagian tubuh binatang atau sesuatu yang berkaitan dengan binatang untuk pencitraan sesuatu

(34)

yang lain. Pada umumnya didasarkan atas kemiripan bentuk yang cukup jelas sehingga kurang menghasilkan daya ekspresivitas yang kuat.

Contoh: Telur mata sapi Cocor bebek 3. Metafora Sinestesia

Menurut Parera (dalam Maghfirah, 2018) metafora ini merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indra atau pengalihan dari indera satu ke indera yang lain. Ungkapan jenis metafora ini dapat diciptakan dengan pengalihan stimulus dari organ pancaindera yang satu ke organ lainnya, misalnya dari indera pendengaran ke indera penglihatan, dari indera peraba ke indera pendengaran, dan sebagainya. Contohnya, jika berbicara tentang suara yang hangat atau dingin maka disadari bahwa adanya sejenis kesamaan antara temperatur yang hangat dan dingin dengan kualitas suatu tertentu. Begitu pula jika berbicara warna yang keras, bau yang manis, pandangan yang tajam. Metafora jenis ini pada dasarnya adalah suatu pemindahan dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, atau dari tanggapan yang satu ketanggapan yang lain. Misalnya, “kulihat suara’. Secara umum suara adalah sesuatu yang bisa didengar. Namun, dalam tuturan ini ‘suara’ diperlakukan sebagai sesuatu yang dapat dilihat.

Contoh: Kehadirannya disambut dengan senyuman manis Matanya sejuk menatapku

Pahit getirnya kehidupan 4. Metafora dari Abstrak ke Konkret

Menurut Parera (dalam Maghfirah, 2018) metafora ini yaitu menjabarkan pengalaman-pengalaman abstrak ke dalam hal konkret. Contohnya,

(35)

metafora-metafora bahasa Inggris yang berkaitan dengan light ‘sinar, cahaya, lampu’. Sangat banyak ungkapan metaforis yang menggunakan kata light dengan berbagai ciri yang melekat. Misalnya, sorot mata, sinar wajar, otak cemerlang, dunia gemerlap, senyum berseri, dan sebagainya. Metafora jenis ini dapat dinyatakan sebagai kebalikan dari hal yang abstrak atau samar diperlukan sebagai sesuatu yang bernyawa sehingga dapat berbuat secara konkret atau bernyawa.

Contoh: Bintang pelajar Bintang lapangan 2.2.4 Fungsi Bahasa

Fungsi umum dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial (Soeparmo, 2013). Menurut Felicia (2001) dalam berkomunikasi sehari-hari salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Selain itu, menurut Kridalaksana (dalam Suwandi, 2008) bahasa adalah sistem lambang yang bersifat arbitrer, yang dipakai para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi. Batasan pengertian bahasa yaitu (1) bahasa merupakan suatu sistem, (2) sebagai sistem, bahasa bersifat arbitrer, dan (3) sebagai sistem arbitrer, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi, baik dengan orang lain maupun diri sendiri.

Menurut Nababan (1984) fungsi bahasa dibagi menjadi empat, yaitu (1) fungsi kebudayaan yaitu sebagai sarana perkembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan inventaris ciri-ciri kebudayaan, (2) fungsi kemasyarakatan yaitu bahasa menunjukkan peranan khusus suatu bahasa dalam kehidupan masyarakat,

(36)

(3) fungsi perorangan, fungsi ini dibagi menjadi enam, yaitu (a) fungsi instrumental, (b) fungsi menyeluruh, (c) fungsi interaksi, (d) fungsi kepribadian, (e) fungsi pemecahan masalah, dan (f) fungsi khayal dan (4) fungsi pendidikan, fungsi ini dibagi menjadi empat, yaitu (a) fungsi integratif memberikan penekanan pada penggunaan bahasa sebagai alat yang membuat anak didik ingin dan sanggup menjadi anggota dari suatu masyarakat, (b) fungsi instrumental adalah penggunaan bahasa untuk tujuan mendapat keuntungan material, memperoleh pekerjaan, dan meraih ilmu, (c) fungsi kultural ialah penggunaan bahasa sebagai jalur mengenal dan menghargai sesuatu sistem nilai dan cara hidup atau kebudayaan suatu masyarakat, dan (d) fungsi penalaran ialah lebih menekankan pada penggunaan bahasa sebagai alat berpikir dan mengerti serta menciptakan konsep-konsep.

Menurut Chaer dan Leonie Agustine (2004) bahasa mempunyai enam fungsi yaitu (1) fungsi personal atau pribadi menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkan. Mengungkapkan emosi lewat bahasa dan memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya, (2) fungsi direktif yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Pendengar tidak hanya melakukan sesuatu, tetapi melakukan sesuatu kegiatan yang sesuai dengan yang dikendaki pembicara, (3) fungsi fatik berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial, (4) fungsi referensial berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling pembicara atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini melahirkan paham tradisional bahwa pesan itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si pembicara tentang dunia di sekelilinya. (5) fungsi metalingual atau metalinguistik artinya

(37)

bahasa yang digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa yang digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan, dan lain-lain, dan (6) fungsi imajinatif, bahasa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, yang hanya imajinasi (khayalan) saja.

2.2.5 Novel

Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel tidak bergaya padat seperti cerpen karena novel memiliki ruang lebih untuk menggambarkan setiap situasi di dalamnya secara penuh. Menurut Stanton (2007) novel mempunyai ciri bergantung pada tokoh, menyajikan lebih dari satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih dari satu emosi. Menurut Nurgiyantoro (2009) novel dideskripsikan sebagai sebuah karya prosa fiksi yang cukup panjang tidak terlalu panjang namun tidak terlalu pendek. Berdasarkan penjelasan di atas, novel merupakan jenis karya sastra yang ditulis berbentuk naratif mengandung kisah kehidupan tokoh dalam cerita.

Novel merupakan karya sastra yang terbentuk dari apa yang dilihat, dirasakan, dialami, dan dikembangkan dengan imajinasi oleh pengarang. Menurut Ratna (dalam Ii, 2018) karya sastra merupakan sebuah dunia miniatur yang berfungsi sebagai pencatatan peristiwa oleh cendekiawan pola-pola dalam menghidupkan imajinasinya. Peristiwa pada karya sastra seperti novel, cerpen dan

(38)

drama merupakan prototype, kejadian yang pernah terjadi dan mungkin diadakan dalam kehidupan seharinya. Oleh karena itu, karya sastra secara keseluruhan mengambil bahan di kehidupan masyarakat. Novel sebagai karya sastra didukung dengan unsur pembangun novel. Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh sebuah unsur yang disebut unsur intrinsik. Unsur membangun sebuah novel tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh, dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung ikut serta dalam membangun cerita. Hal ini didukung oleh pendapat Nurgiyantoro (2010) yaitu, unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Novel yang digunakan sebagai objek dari penelitian ini adalah lima novel karya Fiersa Besari yaitu novel Konspirasi Alam Semesta Tahun 2017, Catatan Juang Tahun 2017, 11:11 Tahun 2018, Arah Langkah Tahun 2018 dan Tapak Jejak Tahun 2019.

2.3Kerangka Berpikir

Penggunaan gaya bahasa metafora dalam novel seringkali digunakan hampir semua penulis agar menarik minat pembaca serta penggunaan metafora dalam novel menarik untuk dikaji. Analisis gaya bahasa metafora atas dasar teori semantik perlu dilakukan. Kajian semantik mengenai gaya bahasa metafora dapat ditemukan dalam berbagai novel termasuk novel karya Fiersa Besari. Permasahan yang akan dijawab dalam penelitian ini mencangkup: (1) Gaya bahasa metafora apa sajakah yang terdapat novel karya Fiersa Besari (2) Fungsi gaya bahasa metafora apa sajakah yang terdapat novel karya Fiersa Besari. (3) Makna gaya bahasa metafora

(39)

apa sajakah yang terdapat novel karya Fiersa Besari. Berdasarkan uraian tersebut disusun bagan sebagai berikut.

(40)

KERANGKA BERPIKIR

Gambar 2.3.1 Bagan Kerangka Berpikir

Pemakaian Gaya Bahasa Metafora dalam Novel Karya Fiersa Besari

Gaya Bahasa Metafora Kajian Semantik

Makna Gaya Bahasa Metafora Wujud Gaya Bahasa

Metafora

Fungsi Gaya Bahasa Metafora

(41)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab metodologi penelitian ini menguraikan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. Keenam hal tersebut diuraikan pada subbab berikut.

3.1Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini memaparkan pengolahan data tanpa perhitungan secara statistik. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian yang berusaha memberi gambaran secara sistematis dan cermat mengenai fakta-fakta aktual dan sifat-sifat populasi tertentu (Zuriah, 2015). Jadi, penelitian deskriptif hanya menggambarkan apa adanya terkait variabel, gejala, dan keadaan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi, maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat, serta hubungan fenomena yang diteliti. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan beberapa metode alamiah (Lexy J. Moleong, 2006). Dalam

(42)

penelitian ini adalah memberikan gambaran atau deskripsi serta analisis gaya bahasa metafora dalam novel karya Fiersa Besari.

3.2Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah novel karya Fiersa Besari. Peneliti menggunakan lima novel karya Fiersa besari. Novel tersebut antara lain: novel Konspirasi Alam Semesta Tahun 2017, Catatan Juang Tahun 2017, 11:11 Tahun 2018, Arah Langkah Tahun 2018 dan Tapak Jejak Tahun 2019.

Data dapat didefinisikan sebagai deskripsi dari suatu dan kejadian yang kita hadapi (Al-Bahra Bin Ladjamudin, 2005). Menurut Vercellis (2009) data merupakan sebuah representasi fakta yang tersusun secara terstruktur. Data dalam penelitian ini adalah frasa, klausa dan kalimat yang diduga mengandung gaya bahasa metafora.

3.3Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa human instrument, yaitu peneliti sendiri. Peneliti dapat berperan sebagai instrumen dengan mengedepankan kemampuan memproses data secepatnya serta memanfaatkan kesempatan untuk mengklasifikasi data. Sebagai instrumen, peneliti menggunakan kriteria-kriteria yang digunakan untuk menyaring data. Peneliti berbekal pemahaman mengenai teori semantik khususnya gaya bahasa dan pemahaman mengenai sastra. Peneliti sekaligus merupakan perencanaan, pelaksanaan

(43)

pengumpulan data, penafsiran data, dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitian.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik membaca dan teknik mencatat, yaitu mengumpulkan semua gaya bahasa metafora. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan mencatat keseluruhan penggunaan gaya bahasa metafora dalam novel karya Fiersa Besari.

3.5Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen dalam Lexy J. Moleong, 2006). Analisis data untuk pokok permasalahan penelitian ini dengan menggunakan tinjauan semantik.

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peneliti mengidentifikasi berbagai wujud/jenis, fungsi, dan makna gaya

bahasa metofora dalam novel karya Fiersa Besari.

2. Peneliti mengklasifikasi berbagai wujud/jenis, fungsi, dan makna gaya bahasa metofora dalam novel karya Fiersa Besari.

3. Peneliti menginterpretasi berbagai wujud/jenis, fungsi, dan makna gaya bahasa metofora dalam novel karya Fiersa Besari.

(44)

4. Peneliti mendeskripsikan berbagai wujud/jenis, fungsi, dan makna gaya bahasa metafora dalam karya Fiersa Besari.

3.6Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Lexy J. Moleong, 2006). Triangulasi data ini bertujuan untuk memeriksa keabsahan hasil penelitian ini. Selain itu, triangulasi data ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan kedalaman hasil penelitian ini. Lexy J. Moleong (2006) membedakan triangulasi data menjadi empat macam yaitu triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik, dan triangulasi teori. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi penyidik. Triangulasi penyidik merupakan teknik triangulasi yang memanfaatkan peneliti atau pengamat yang lain untuk mengecek penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti meminta bantuan dosen untuk menjadi triangulator yang akan memeriksa hasil penelitian.

(45)

32 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Deskripsi Data

Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa frasa, klausa dan kalimat yang dianggap sebagai gaya bahasa metafora. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari novel karya Fiersa Besari. Data yang diteliti berupa gaya bahasa metafora yang terdapat dalam novel karya Fiersa Besari. Novel Konspirasi Alam Semesta Tahun 2017 terdiri atas 238 halaman, Catatan Juang Tahun 2017 terdiri atas 306 halaman, 11:11 Tahun 2018 terdiri atas 302 halaman, Arah Langkah Tahun 2018 terdiri atas 300 halaman dan Tapak Jejak Tahun 2019 terdiri atas 312 halaman. Dalam novel karya Fiersa Besari yang dianalisis peneliti, peneliti menemukan 4 (empat) gaya bahasa metafora meliputi metafora antropomorfik, metafora binatang, metafora sinestesia, metafora abstrak ke konkret. Dalam penelitian ini, peneliti memilih pendapat Ullman sebagai teori jenis gaya bahasa metafora dalam penelitian ini. Peneliti juga menemukan 5 (lima) fungsi gaya bahasa metafora dalam penggunaan gaya bahasa metafora pada kelima novel karya Fiersa Besari yaitu, fungsi menjelaskan, fungsi bertanya, fungsi meminta/memohon, fungsi mendeskripsikan/menggambarkan, dan fungsi menyatakan rasa benci. Peneliti menggunakan pendapat Kridalaksana sebagai teori fungsi bahasa. Peneliti juga menemukan 6 (enam) makna gaya bahasa metafora dalam penggunaan gaya bahasa metafora pada kelima novel karya Fiersa Besari yaitu makna menjelaskan, makna menggambarkan karakter, makna menyampaikan pendapat, makna memuji, makna menegaskan, dan makna menyindir. Mengingat

(46)

data yang ditemukan cukup banyak, maka dalam penelitian ini masing-masing jenis gaya bahasa metafora, fungsi gaya bahasa metafora dan makna gaya bahasa metafora akan ditampilkan beberapa contoh berdasarkan pemakaian gaya bahasa metafora dalam kelima novel tersebut. Contoh penggunaan gaya bahasa metafora yang ditampilkan dalam penelitian ini berjumlah 70 (tujuh puluh) data.

4.2Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan gaya bahasa metafora apa saja yang terdapat di dalam novel karya Fiersa Besari dan memaparkan gaya bahasa metafora tersebut secara lebih mendalam.

4.2.1 Wujud Gaya Bahasa Metafora

Peneliti mengelompokkan data yang telah ditemukan dan peneliti menjabarkan data yang telah ditemukan secara lebih mendalam. Berikut ini akan dipaparkan gaya bahasa metafora yang digunakan pada novel karya Fiersa Besari: a. Metafora Antropomofik

Metafora yang tergolong antropomofik merupakan satu gejala semesta. Stephen (2014) menyatakan sebagian besar tuturan atau ekspresi yang mengacu pada benda-benda tidak bernyawa dilakukan dengan mengalihkan atau memindahkan dari tubuh manusia atau bagian-bagiannya, dari makna atau nilai dan nafsu-nafsu yang dimiliki manusia. Jadi, intinya penciptaan metafora antropomorfik bertolak dari tubuh atau bagian tubuh manusia atau nilai atau makna dan nafsu-nafsu kesenangan yang dimiliki manusia. Kemudian, dialihkan atau ditransfer untuk benda-benda yang sebenarnya tidak hidup atau bernyawa.

(47)

Ungkapan metaforis seperti itu yang dikenal dengan gaya personifikasi. Berikut adalah penjelasan dari metaora yang disebutkan di atas, metafora-metafora tersebut akan dijelaskan sesuai dengan hal yang dimetafora-metaforakan.

1. Tangan kecilnya itu mengepal, seolah siap meninju congkaknya dunia. 2. Degup jantungku berlarian.

3. Secangkir kopi menendangku keras, melengkapi hari yang kian panas 4. Sebenarnya perutku sudah menyanyikan lagu keroncong sejak tadi,

akhirnya kumakan juga sepiring nasi berhiaskan dendeng itu.

Data (1) di atas terdapat dalam novel Konspirasi Alam Semesta (halaman 220). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada meninju congkaknya dunia. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora antropomorfik/personifikasi pada kata meninju karena terjadi ekspresi manusia yaitu memukul dengan tinju kepada dunia yang tidak bisa digapai. Mengepal berarti menggenggam sesuatu dengan jari yang ditekan kuat-kuat. Pengarang menggunakan kata meninju untuk sebuah kekesalan sehingga dimetaforakan dengan meninju congkaknya dunia.

Data (2) di atas terdapat dalam novel Arah Langkah (halaman 32). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada degup jantungku berlarian. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora antropomorfik/personifikasi pada kata berlarian karena memetaforakan jantung yang berdebar seolah jantung dapat berlari ke mana-mana seperti yang dilakukan manusia.

Data (3) di atas terdapat dalam novel Arah Langkah (halaman 43). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada secangkir kopi menendangku keras.

(48)

Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora antropomorfik/personifikasi pada kata menendang karena menjelaskan bahwa kopi dengan rasa pahit yang kuat seolah dapat menendang keras. Kalimat tersebut menggambarkan bahwa sebuah minuman kopi sebagai sesuatu yang dapat menendang seperti layaknya manusia yang menggunakan bagian tubuh kaki untuk menendang sesuatu.

Data (4) di atas terdapat dalam novel Arah Langkah (halaman 219). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada perutku sudah menyanyikan lagu keroncong. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora antropomorfik/personifikasi pada kata menyanyikan karena menggambarkan kelaparan yang menghasilkan bunyi dalam perut yang seolah-olah bernyanyi layaknya penyanyi.

b. Metafora Binatang

Metafora binatang lazim digunakan oleh pemakai bahasa untuk menggambarkan satu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman pemakai bahasa. Jenis metafora ini menggunakan binatang atau bagian tubuh binatang atau sesuatu yang berkaitan dengan binatang untuk pencitraan sesuatu yang lain. Pada umumnya didasarkan atas kemiripan bentuk yang cukup jelas sehingga kurang menghasilkan daya ekspresivitas yang kuat. Berikut ini penjelasan dari metafora-metafora yang disebutkan di atas, metafora-metafora-metafora-metafora tersebut akan dijelaskan dengan hal yang dimetaforakan. Perhatikan data di bawah ini.

1. Cacing-cacing dalam perut yang telah berdemo membuat mereka sigap dalam menyantap mie rebus.

(49)

2. Aku beruntung bisa datang kesini dan menyaksikan betapa air mengharu biru dengan ikan-ikan yang menari di atas terumbu karang.

3. Sebagai seorang perokok yang saklek, tentu aku memilih untuk cuek bebek, berjudi pada nasib, dan berharap diagnosa dokter tersebut salah. 4. Dan sebelum memakai emosi lalu marah-marah membabi buta.

5. Kami lalu menelusuri jalan setapak yang sesekali meliuk bagai ular. Data (5) di atas terdapat dalam novel Konspirasi Alam Semesta (halaman 44). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada cacing-cacing dalam perut yang telah berdemo. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora binatang karena menyebutkan cacing-cacing di dalam perut manusia. Metafora tersebut merujuk pada binatang kecil, melata, tidak berkaki, tubuhnya bulat atau pipih panjang dan tidak beranggota (ada yang hidup dalam air, tanah, perut manusia, atau perut binatang). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa binatang yaitu cacing yang seolah berdemo di dalam perut.

Data (6) di atas terdapat dalam novel Konspirasi Alam Semesta (halaman 61). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada ikan-ikan yang menari. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora binatang karena menggunakan ikan-ikan yang seolah dapat seperti manusia yang dapat menari. Metafora tersebut merujuk pada vetebrata yang hidup dalam air, berdarah dingin, umumnya bernapas dengan insang, tubuhnya biasanya bersisik, bergerak, dan menjaga keseimbangan badannya dengan menggunakan sirip.

Data (7) di atas terdapat dalam novel Catatan Juang (halaman 61). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada Cuek bebek. Metafora tersebut merupakan sebuah frasa. Data tersebut termasuk metafora binatang karena menggunakan hewan yaitu bebek untuk menjuluki sikap yang dimiliki seseorang.

(50)

Kalimat tersebut menggunakan binatang bebek untuk menggambarkan perilaku seseorang yang menyerupai seekor bebek. Metafora tersebut merujuk pada unggas yang hidupnya di darat, pandai berenang, badannya seperti angsa.

Data (8) di atas terdapat dalam novel Catatan Juang (halaman 84). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada marah-marah membabi buta. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora binatang karena binatang babi digunakan untuk mendeskripsikan sifat dan perilaku yang dimiliki seseorang, sehingga dimetaforakan dengan membabi buta. Data tersebut merujuk pada binatang menyusui yang bermoncong panjang, berkulit tebal, dan berbulu kasar.

Data (9) di atas terdapat dalam novel Arah Langkah (halaman 244). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada jalan setapak yang sesekali meliuk bagai ular. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora binatang karena menggunakan binatang ular untuk mendeskripsikan sebuah jalan, ular dikatakan serupa dengan jalan setapak. Metafora tersebut menggunakan binatang ular dan merujuk pada hewan yang memiliki tubuh tidak terlalu besar dan panjang sebagai penjelasan sebuah jalanan kecil untuk mendatangi suatu tempat tujuan.

c. Metafora Sinestesia

Menurut Parera (dalam Maghfirah, 2018) merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indera atau pengalihan dari indera satu ke indera yang lain. Ungkapan jenis metafora ini dapat diciptakan dengan pengalihan stimulus dari

(51)

organ pancaindera yang satu ke organ lainnya, misalnya dari indera pendengaran ke indera penglihatan, dari indera peraba ke indera pendengaran, dan sebagainya. Metafora jenis ini pada dasarnya adalah suatu pemindahan dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, atau dari tanggapan yang satu ketanggapan yang lain. Misalnya, “kulihat suara’. Secara umum suara adalah sesuatu yang bisa didengar. Namun, dalam tuturan ini ‘suara’ diperlakukan sebagai sesuatu yang dapat dilihat. 1. Terima kasih karena telah mengambil hatiku tanpa sekalipun

menusuknya

2. Realitas membuatnya mengubur dalam-dalam impian menjadi sutradara

3. Kita menjadi pegawai teladan di kantor, tapi tidak mempertanyakan kenapa harus menjilat dan memperkaya bos kita.

4. Sebuah tangan melayang di atas buku yang sedang Suar baca, mengembalikan dari lamunan.

5. Hmmm ... sejak kapan kita menjadi pembenci hujan? 6. Merekaberadu pandang.

Data (10) di atas terdapat dalam novel Konspirasi Alam Semesta (halaman 228). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada mengambil hatiku tanpa sekalipun menusuknya. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut termasuk metafora sinestesia karena menggambarkan sebuah hubungan yang tidak pernah menyakiti pasangannya sehingga dimetaforakan mengambil hatiku. Metafora tersebut merupakan sebuah pengalaman sepasang kekasih yang mengungkapkan perasaannya.

Data (11) di atas terdapat dalam novel Catatan Juang (halaman 50). Penanda gaya bahasa metafora dapat ditemukan pada mengubur dalam-dalam impian menjadi sutradara. Metafora tersebut merupakan sebuah klausa. Data tersebut

Gambar

Gambar 2.3.1  Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui gaya bahasa dalam novel Ratu Kecantikan dan (2) mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam novel Ratu Kecantikan. Penelitian

Masalah yang akan digali dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana gaya bahasa dalam novel Teratak karya Evi Idwati, dan (2) Gaya bahasa apa yang terdapat pada novel

Menurut Stanton (2012) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah bagaimana cara pengarang dalam menggunakan bahasa untuk karya sastra yang dibuatnya. Hal tersebut

Oleh karena itu dalam penelitian ini akan digunakan metode VSMdalam pembangkitan FAQ otomatis dan solusi yang relevan untuk keluhan pelanggan di UPT PUSKOM

untuk mendapatkan data yang akurat dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian dan wawancara pada sekolah PAUD Mekar Melati, dan sesuai dengan apa

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk menemukan gaya bahasa dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye. Penelitian ini bertujuan

Masalah yang akan digali dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana gaya bahasa dalam novel Teratak karya Evi Idawati, dan (2) Gaya bahasa apa yang terdapat pada novel Teratak

Melalui penelitian ini peneliti berharap dapat menemukan dan mengetahui lebih lanjut mengenai bentuk dan makna pada kalimat-kalimat yang mengandung gaya bahasa simile dalam