• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Setiap anak mempunyai potensi yang sangat penting untuk dikembangkan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Setiap anak mempunyai potensi yang sangat penting untuk dikembangkan."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian teoritis

2.1.1 Pengertian Kemandirian

Setiap anak mempunyai potensi yang sangat penting untuk dikembangkan. Yang mendasari pengembangan potensi antara lain adalah kemandirian. Pendidik dalam hal ini diharapkan dapat memfasilitasi pembentukan kemandirian dengan selalu memberikan stimulasi. Dalam proses pembelajaran, kemandirian anak sangat bermanfaat dalam pembentukan aspek fisik, afektif dan psikomotor. Hanya saja yang perlu dipahami bahwa kemandirian merupakan aspek psikologis yang membutuhkan stimulus yang terencana dan kontinu. Selain itu, pembiasaan dan pemberian penguatan pada setiap aktivitas dilakukan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Kemandirian adalah sebuah proses yang dijalani oleh seorang anak. Ciri anak yang mandiri adalah apabila seorang anak mampu melakukan beberapa prosedur untuk mencapai suatu tujuan. Prosedur dimaksud dimulai dengan merencanakan, kemudian memperlajari, melaksanakan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Johnson, 2007:171) yang menyebutkan prosedur menuju kemandirian, yakni mampu merencanakan melakukan, mempelajari, dan melaksanakan tindakan atau pemecahan masalah sendiri. Hal ini berarti bahwa kemandirian anak adalah proses yang menitikberatkan kegiatan yang dilakukan oleh anak itu sendiri, mulai dari

(2)

merencanakan, mengerjakan, mempelajari, dan melaksanakan tindakan atau peme-cahan suatu masalah secara mandiri.

Berkaitan dengan kemandirian anak, Ambarwati (2009:62) menguraikan beri dukungan dan penghargaan saat anak mulai belajar mandiri. Ada anak yang sangat mandiri dalam belajar. Ia tak suka kehadiran siapapun termasuk orang tuanya. Biarkan saja anak kita menyelesaikan pekerjaannya. Justru saat itu kita memberikan penghargaan dan dukungan kepadanya karena mempunyai kesadaran untuk belajar secara mandiri.

Siswanto dan Lestari (2012:63) mengemukakan kemandirian merupakan sebagian dari life skill yang harus dimiliki anak. Dengan melatihnya sedari kecil, manfaatnya akan lebih dirasakan anak dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kemandirian pada anak akan terbentuk apabila orang tua maupun guru memahami kebutuhan anak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Yus (2011:49) bahwa pendidikan bagi anak usia dini sebaiknya berpusat pada anak khususnya karakteristik dan kebutuhan anak. Minat, keinginan dan kemampuan anak sebagai bagian yang perlu dipertimbangkan dalam mengidentifikasi kebutuhan anak. Oleh karena itu, peran pendidik sangatlah penting.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa kemandirian adalah sebuah proses yang dijalani oleh seorang anak, dimana ciri-cirinya adalah apabila seorang anak mampu melakukan beberapa prosedur, dimulai dengan merencanakan, kemudian

(3)

memperlajari, melaksanakan sendiri. Kemandirian merupakan sebagian dari life skill yang harus dimiliki anak, karena merupakan salah satu aspek perkembangan anak yang sangat berpengaruh pada optimalisasi potensi. Supriatna (2009:18) bahwa dengan hasil penelitian yang dilakukan Hervard University, terungkap bahwa 85% keberhasilan dalam mendapatkan pekerjaan ditentukan oleh kemandirian mereka, dan hanya 15% ditentukan oleh kepandaian dan pengetahuan mereka. Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemandirian anak pada pembelajaran khususnya motorik halus dalam hal ini, kemandirian mewarnai, melipat dan kemandirian membentuk.

Menurut Antonius (2007) seseorang yang mandiri adalah suatu suasana dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak atau keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan atau perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu (barang atau jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya. Mutadin (2007) menjelaskan bahwa kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Drost (2007) kemandirian adalah individu yang mampu menghadapi masalah-masalah yang

(4)

dihadapinya dan mampu bertindak secara dewasa. ( www. e psikologi.com 2010/08/05).

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak

Anak merupakan individu yang perlu bahkan harus dikembangkan potensinya. Pengembangan potensi tersebut dimaksudkan agar anak mampu mengaktualisasikan dirinya secara menyeluruh serta berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan mandiri. Akan tetapi, usaha mewujudkan manusia yang berkualitas dan mandiri tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, serta eksternal yang berasal dari luar diri anak.

Faktor yang berasal dari dalam diri anak antara lain adalah faktor hereditas. Baradja (2005:65) mengemukakan bahwa hereditas merupakan suatu faktor bawaan seseorang yang diperoleh dari orang tua yang melahirkan. Dalam hal ini hereditas akan membawa pada anak sebagai faktor yang diturunkan orang tuanya kepada anaknya. Selanjutnya, Yusuf (2006:31) menjelaskan hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikhis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.

(5)

Faktor internal lainnya yang turut mempengaruhi kemandirian anak adalah kecerdasan emosi. Dalam kaitan dengan hal ini, Uno (2009:8) menjelaskan anak atau peserta didik yang memiliki kontrol emosi bagus akan mampu mengembangkan bakat yang ia miliki. Bagi anak dini usia yang memiliki bakat menyanyi, saat harus naik pentas ia akan melakukan suatu tindakan, berjoget atau menyanyi dengan penuh percaya diri. Seefeldt dan Wasik (2008: 69) menjelaskan gejolak perasaan anak usia dini sebagian besar ada di permukaan. Anak usia dini sulit memisahkan perasaan dan tindakan. Jika mereka merasakan sesuatu, akan diungkapkan isu, demikian pula jika anak menginginkan sesuatu, mereka usahakan mengambilnya.

Selain faktor internal, terdapat pula faktor eksternal yang dipandang mempengaruhi kemandirian anak. Berkaitan dengan hal ini, Suryana (2008:4) mengemukakan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kemandirian anak prasekolah, termasuk anak TK. Faktor-faktor dimaksud meliputi, faktor orang tua, faktor guru, serta media dan sumber belajar (http://hidayatsoeryana.wordpress. com).

Orang tua merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam menumbuhkan kualitas dan kemandirian anak. Menyadari hal ini, maka peranan orang tua sangatlah dibutuhkan. Setiap orang tua harus menyadari dan memahami makna peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga. Dengan demikian para orang tua juga keluarga harus mampu mengembangkan serta mewujudkan peranan tersebut

(6)

dalam lingkungan keluarganya sendiri, termasuk kepada anak-anaknya yang masih duduk di bangku TK.

Sauri (2006:5) mengemukakan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang sangat vital, terutama bagi kelangsungan pendidikan generasi muda maupun bagi pembinaan bangsa pada umumnya. Pendidikan dalam keluarga pada dasarnya merupakan komunikasi timbal balik antara orang tua dengan anak melalui pembinaan bahasa, tanda-tanda tertentu, simbol-simbol yang bermuatan nilai-nilai yang tergambar dalam perilaku sosial di tengah situasi dan interaksi antaranggota keluarga. Teman sebaya, juga dipandang ikut mempengaruhi kemandirian anak. Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya, maka saat itulah anak mulai mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifat-sifat atau perilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman-temannya

Selanjutnya, Yusuf (2006:128) menjelaskan suasana atau iklim keluarga yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan daam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan

(7)

nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan kepribadian cenderung mengalami kesulitan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Baradja (2005:76) menjelaskan bahwa saat anak memasuki tahapan perkembangan dalam pengertian differensiasi, dimana anak telah mengarti dan memahami orang lain, maka anak sudah tidak lagi melihat segala sesuatunya untuk dirinya, atau apa yang disebut pemusatan pada dirinya. Pada saat itu ia membutuhkan orang lain yang dapat mengerti dan memahami dirinya dan ia mengerti apa yang diinginkan orang lain terhadap dirinya. Pada usia 3-4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan bukan aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain. Anak menyadari bahwa keinginannya berhubungan dengan keinginan orang tua, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Berkembang dengan itu, rasa percaya diri akan tumbuh dan berkembang apabila lingkungan banyak memfasilitasi diri anak dalam berbagai aktivitasnya.

Guru juga merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kemandirian anak. Guru yang banyak mendukung dan memberi kebebasan kepada anak melakukan aktivitas tertentu sepanjang tidak membahayakan anak dan orang lain, dipandang mempercepat tumbuhnya rasa percaya diri dan kemandirian anak. Sebaliknya, guru yang selalu memproteksi dan mengabaikan kebebasan anak, banyak

(8)

memberi komando akan berdampak kurang baik terhadap perkembangan rasa percaya diri dan kemandirian anak.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) merupakan lembaga atau jenjang pendidikan prasekolah, mempuyai tugas untuk mempersiapkan anak-anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan dasar, sikap dan perilaku, keterampilan dan intelektual agar anak dapat melakukan adaptasi atau penyesuaian dengan kegiatan sesunguhnya di sekolah.

Belajar di TK adalah suatu usaha yang positif menuju perubahan-perubahan individu dalam hal kebiasaan, pengetahuan dan perubahan sikap serta perilaku. Hal tersebut menuntut setiap pendidik TK untuk professional dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia dini. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini yang dilaksanakan oleh pendidik telah dituangkan dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 40 dinyatakan bahwa kewajiban pendidik adalah menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Oleh karena itu seorang pendidik PAUD harus senantiasa berupaya meningkatkan mengembangkan kemampuannya terutama dalam pembelajaran. Profesionalisme diperlukan dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan potensi dasar anak didiknya. dimaksud antara lain mampu mengelola pembelajaran sesuai dengan prinsip dan teori pendidikan anak

(9)

usia dini yang berorientasi pada pendekatan permainan (bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain).

Seorang pendidik TK haruslah memiliki kemampuan-kemampuan tertentu, tertutama kemampuan dalam membelajarkan anak dini usia, serta profesional dalam melaksanakan tugas yang diembannya sebagai pendidik. Dalam hal ini, pendidik TK perlu memiliki latar belakang pendidikan yang memadai atau memiliki kualifikasi sebagai pendidik. Hal ini sebagaimana disebutkan Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pada Pasal 1 ayat 7 disebutkan ditetapkan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dimana setiap pendidik atau guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada ayat 2 dijelaskan bahwa kualifikasi akademik pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

(10)

Uraian di atas menunjukkan bahwa seorang pendidik/guru, termasuk pendidik TK dalam melaksanakan kewajiban secara bertanggung jawab dan layak, dimana setiap pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan membelajarkan anak didik dengan mengacu pada konsep pembelajaran anak Taman Kanak-kanak.

Jalal (2011:46) mengemukakan bahwa di Indonesia, negara dengan jumlah penduduk yang besar pun perkembangan jenjang pendidikan pra sekolah seperti TK meningkat pesat. Namun jumlah tenaga pendidik yang mencapai ratusan ribu, belum semuanya memiliki bekal dan ilmu serta pengalaman yang cukup mengenai konsep pembelajaran di TK. Dalam arti bahwa sebagian besar pendidik TK belum memiliki pengalaman mengajar yang optimal. Oleh karena itu para pengelola dan pengajar TK mengikuti pelatihan intensif, untuk mengembangkan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilannya dalam mengajar. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah motivasi dan komitmen pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Pendidik TK hendaknya melakukan perubahan-perubahan individu dalam hal kebiasaan, pengetahuan dan perubahan sikap anak, serta memiliki motivasi dan kesanggupan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik TK untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap anak. Dalam hal ini seorang pendidik TK perlu memiliki rasa peduli, empati dan responsif serta mampu memberi dorongan kepada anak didik untuk mengikuti kegiatan belajar dengan baik guna mencapai kemandirian.

(11)

Menyangkut komitmen, seorang pendidik TK haruslah professional dalam melaksanakan tugas mengajar, baik dalam perencanaan pengajaran, pelaksanaan maupun evaluasi pengajaran. Dalam hal ini pendidik TK harus menguasai menu pembelajaran yang berorientasi perkembangan (fisik, sosial, emosional, kognitif, bahasa dan seni), mampu mengintegrasikan bidang-bidang pengembangan ke dalam tema pembelajaran, serta menguasai pengembangan program yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kemandirian anak.

Mengacu pada uraian tersebut jelaslah bahwa faktor guru/pendidik dipandang ikut berpengaruh dalam mengembangkan kemandirian anak TK. Pendidik TK perlu memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu. Kualifikasi dan kemampuan dimaksud antara lain berpendidikan atau memiliki latar belakang pendidikan sebagai pendidik, mampu mengembangkan diri sebagai pendidik yang profesional, memiliki pengalaman mengajar berdasarkan kualifikasi pendidik yang dimiliki, memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik , serta berkomitmen atau sanggup mewujudkan tujuan pendidikan yang diemban melalui program pendidikan Taman Kanak-kanak.

Faktor media belajar dan sumber belajar dipandang ikut mempengaruhi kemandirian anak. Media belajar dan sumber belajar adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan peran. Gagne (dalam Rahadi, 2003:10) mengartikan media sebagai jenis komponen lingkungan yang dapat merangsang

(12)

seorang anak untuk dapat belajar. Pendapat yang hampir sama dikemukakan pula oleh, Briggs (dalam Rahadi 2003:11) bahwa, media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi anak agar terjadi proses belajar.

Pembahasan mengenai media pembelajaran secara umum tidak terpisahkan dengan media pendidikan. Secara konseptual, media dan sumber belajar merupakan sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Akan tetapi, media dan sumber belajar bagi anak TK sifatnya lebih khusus dan dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan secara khusus bagi anak usia dini. Peran media dan sumber belajar menurut Rohani (2007:6), antara lain adalah: (1) mengatasi perbedaan pengalaman pribadi anak didik. (2) menumbuhkan kemandirian anak dalam belajar dan bermain.

Peran media sangat penting bagi pendidik TK dalam kegiatan belajar mengajar, karena keberadaan dan ketersediaan media dan sumber belajar sangat menunjang proses belajar dan bermain anak TK. Namun demikian, penggunaan media dan sumber belajar yang efektif selalu berkaitan dengan keterampilan pendidik TK dalam menggunakan media tersebut. Keterampilan guru dalam menggunakan media dan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan belajar akan turut membantu guru/pendidik dalam menciptakan kemandirian anak TK dalam belajar dan bermain.

Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor yang dipandang mempengaruhi kemandirian anak, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor

(13)

internal antara lain faktor bawaan atau hereditas, yaitu karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikhis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen. Faktor lain adalah faktor eksternal yang berasal dari lingkungan di luar diri anak, dalam hal ini faktor yang berasal dari orang, guru/pendidik, serta media dan sumber belajar.

2.1.3 Upaya Menumbuhkan Kemandirian pada Anak Usia Dini

Sebagaimana diketahui kemandirian sangat mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan. Siswanto dan Lestari (2012:64) mengemukakan beberapa upaya menumbuhkan kemandirian pada anak meliputi, (a) Tumbuhkan basic trust; (b) Beri contoh konkret; c) Tetapkan batasan secara tepat; (d) Beri kepercayaan pada anak.

a. Tumbuhkan basic trust

Basic trust sebenarnya sudah terbentuk sejak bayi. Namun, setelah balita pun orang tua sebaiknya memberikan respons positif terhadap kebutuhan anak. Dengan begitu anak akan merasa aman dalam kehidupannya. Ketika beradaptasi dengan jenjang prasekolah yang dimasukinya, anak akan merasa aman pada gilirannya lebih berani mengadaptasi tantangan yang ada di depannya. Dengan demikian anak lebih bisa mandiri dalam menyelesaikan persoalan.

(14)

Dalam keseharian sering ditemukan orang tua atau guru di sekolah yang cenderung mempunyai kepribadian tertutup, enggan melakukan sesuatu yang serba baru, ciut menghadapi tantangan. Orang tua maupun guru yang memiliki perilaku seperti ini sulit menjadi panutan bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang berani dan mandiri. Dalam hal ini orang tua maupun guru perlu memberi contoh baik dan konkrit yang dapat ditiru anak. Contohnya, bagi orang tua atau guru yang ingin mengajari anak berenang, maka ia sendiri tidak boleh takut masuk air. Orang tua maupun guru perlu memahami bahwa anak butuh contoh lewat perbuatan nyata, bagaimana seharusnya bersikap berani dan mandiri. Dengan demikian, anak akan memiliki gambaran, sehingga lebih mudah menirunya. Bagi orang tua atau guru yang merasa tidak bisa memberikan contoh konkret, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan, yaitu dengan tidak mentransfer “ketakutan” dan “ketidakmandirian” pada anak secara langsung di depan anak. Kalaupun itu muncul, mintalah orang lain dalam keluarga untuk mengingatkan anda.

c. Tetapkan batasan secara tepat

Larangan yang diberikan pada anak haruslah disertai alas an yang logis. Saat anak mengasah keberaniannya dengan bermain di luar pagar rumah, sebaiknya orang tua tidak menakut-nakuti dengan hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, misal dengan mengatakan si anak akan digigit anjing, digoda hantu, dan sebagainya. Ingat, pola piker anak usia ini masih sangat konkret. Ketakutan itu, yang sebenarnya

(15)

tidak perlu, akan ditangkap otaknya sebagai suatu kenyataan yang benar adanya. Akhirnya, anak jadi tidak berani keluar pagar sama sekali. Ini jelas menghambat pembentukan sikap berani dan mandiri dalam diri anak.

d. Beri kepercayaan pada anak

Berikan kepercayaan pada anak bila anak dirasa sudah sanggup melakukannya. Ketika berada di sekolah atau di rumah, dan anak selesai makan dan ingin menaruh sendiri piring di tempat cucian piring, jangan langsung melecehkannya. Berilah kepercayaan dan kesempatan kepada anak untuk mencoba sendiri. Dalam hal ini sebaiknya orang tua maupun guru tidak perlu merasa khawatir yang berlebihan. Misalnya, khawatir si anak akan memecahkan piring tersebut karena belum mamu mengangkatnya. Kepercayaan yang diperoleh anak akan membuat keberanian dan kemandiriannya kian teruji dan berpeluang untuk berkembang.

2.2 Hakekat motorik halus 2.2.1 Pengertian motorik halus

Menurut Hurlock ( dalam Suyadi 2009;88 ) menjelaskan perkembangan Motorik halus adalah meningkatnya koordinasi tubuh yang melibatkan otot dan saraf yang jauh lebih kecil atau detail. Kelompok otot dan saraf inilah yang nantinya mampu mengembangkan gerak motorik halus, seperti meremas kertas, menyobek, mewarnai, melipat, membentuk dan sebagainya.

(16)

Selanjutnya Sujiono ( 2009;63 ) mengemukakan melalui pengembangan kemampuan motorik, memberikan kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan, aktivitas sensori motor yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangan perceptual motorik.

Disisi lain Sujiono ( 2009;65 ) menyatakan bahwa perkembangan fisik motorik anak pada usia 5 sampai 6 tahun adalah peningkatan perkembangan otot yang kecil, koordinasi antara mata dan tangan yang berkembang dengan baik.

Peningkatan dalam penguasaan motorik halus, dapat menggunakan palu, pensil, gunting dan lain-lain. Hiladayani, dkk ( 2004;87 ) menjelaskan motorik halus yaitu gerakan terbatas dari bagian-bagian yang meliputi otot kecil, terutama di bagian jari-jari tangan. Contohnya adalah menulis, memegang sesuatu dengan ibu jari-jari dan telunjuk.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas tentang kemampuan motorik halus, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik halus sangat mempengaruhi perkembangan aspek lainnya baik dari aspek kognitif, bahasa, seni, maupun aspek lainnya. Pengembangan kemampuan motorik halus memerlukan bimbingan maupun latihan yang intensif serta menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik anak.

(17)

2.2.2 Bentuk-bentuk aktivitas motorik halus anak di TK

Adapun bentuk aktivitas motorik halus anak usia 3 – 6 tahun menurut Hawadi ( 2007;7 ) adalah sebagai berikut : 1) Menggambar, 2) Mengecat, 3) Mencoret, 4) Menggunting, 5) Menempel, 6 ) Menjiplak, 7 ) Mencocok, 8) Mewarnai, 9) Merobek, 10) Melipat, dan 11) Membentuk.

Dari bentuk-bentuk aktivitas motorik halus anak maka aktivitas inilah yang sering dilakukan anak TK dan hal ini yang menjadi dasar peneliti untuk menjadi indikator dalam penelitian ini.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru maupun orang tua dalam melatih dan mengembangkan kemandirian anak. Upaya dimaksud satu diantaranya adalah menetapkan batasan secara tepat ketika anak disuruh melakukan sesuatu. Upaya tersebut dapat diterapkan pada anak ketika melakukan suatu kegiatan tertentu. Misalnya, ketika anak diberikan tugas tertentu, maka guru harus memberitahu bagaimana cara anak mengerjakan, apakah sendiri atau kelompok, kapan tugasnya dimasukkan, apa yang diperoleh anak yang paling cepat mengerjakan tugasnya. Dalam hal lain pun dilakukan langkah-langkah yang sama, misalnya, ketika anak dalam kegiatan mewarnai gambar, melipat kertas, dan kegiatan dalam membuat berbagai bentuk. Keseluruhan langkah-langkah ini dapat dilakukan, apabila guru menerapkan teknik yang relevan dengan tahapan perkembangan anak TK, misalnya dengan menerapkan teknik token economy.

(18)

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa salah satu upaya guru dalam rangka melatih dan meningkatkan kemandirian anak dalam aspek motorik halus dengan menetapkan batasan secara tepat disuruh melakukan sesuatu. Penetapan batasan ini dapat dilakukan jika guru menerapkan teknik yang relevan dengan tahapan perkembangan anak, misalnya dengan teknik token economy.

2.3 Pengertian Token Economy

Token economy adalah salah satu teknik modifikasi perilaku dengan cara pemberian hadiah bernilai ekonomi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Purwanta (2012:148) bahwa token economy adalah salah satu teknik modifikasi perilaku dengan cara pemberian hadian satu kepingan (atau satu tanda, satu syarat) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku sasaran muncul. Kepingan-kepingan ini nantinya dapat ditukar dengan benda yang bernilai ekonomi atau aktivitas pengukuh lain yang diingini subjek.

Selanjutnya, Corey (dalam Komalasari, 2011:167) menjelaskan token economy dapat diaplikasikan untuk membentuk tingkah laku ketika penghargaan dan berbagai reinforcement sosial tidak berhasil digunakan. Teknik token economy merupakan teknik pengubahan perilaku yang dapat meningkatkan kemandirian anak. Hal ini dapat dijelaskan, anak sangat tertarik dengan hadiah yang disiapkan guru. Adanya token yang harus dikumpulkan membuat anak berlomba untuk mendapat jumlah token yang ditentukan guru.

(19)

Wolker (dalam Purwanta, 2012:151) menjelaskan elemen pokok sebagai prinsip dalam token economy yang meliputi:

a. Lingkungan dapat dikontrol; maksudnya bahwa dalam pelaksanaan program kepingan lingkungan yang menimbulkan perilaku dapat diprediksi dan dikendalikan.

b. Sasaran perilaku harus spesifik; maksudnya bahwa perilaku yang akan diubah harus dideskripsikan dengan jelas. Misalnya: mengerjakan tugas yang diperintahkan guru, bermain bersama teman, tidak berkelahi, mengucapkan salam, mandi dengan bersih, datang dan pulang sekolah tanpa harus dengan orang tua.

c. Tujuan dapat terukur; maksudnya bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat diukur kemunculannya. Pengukuran dapat dari segi frekuensi, besaran atau intensitasnya.

d. Bentuk atau jenis benda sebagai kepingan jelas; maksudnya bahwa benda yang digunakan sebagai kepingan (token) tertentu bentuk dan jenisnya dan dapat dikenali dengan baik oleh anak. Misalnya uang-uangan dari plastic. e. Kepingan sebagai hadiah; maksudnya bahwa kepingan tersebut dapat

berfungsi sebagai hadiah bernilai ekonomi bagi anak yang telah menjalankan program sesuai dalam rancangan. Oleh karena itu, kualitas kepingan seyogyanya yang lebih menarik, supaya makna hadiah dapat terpenuhi.

(20)

f. Sesuai dengan perilaku yang diinginkan; maksudnya bahwa bila perilaku yang diinginkan telah muncul atau terjadi, maka segera diberi kepingan. Dalam hal ini ketepatan waktu dalam memberikan dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan prosedur tabungan kepingan.

g. Mempunyai makna lebih sebagai pengukuh; maksudya bahwa kepingan yang diperolehnya mempunyai makna sebagai pengukuh perilaku berikutnya. Misalnya: anak yang mengerjakan tugas mewarnai gambar dan selesai tepat waktu dan hasilnya bagus diberikan 5 kepingan dan dapat ditukar dengan hadiah bernilai ekonomi yang sudah disiapkan. Sebaliknya, yang hasilnya kurang bagus diberikan 1 atau 2 kepingan. Dengan demikian, anak yang memperoleh kepingan lebih banyak akan mempertahankan prestasinya, sedangkan anak yang kepingannya sedikit akan berusaha seperti temannya tersebut. Hal yang sama berlaku pada kegiatan-kegiatan anak lainnya, misalnya bagi anak yang datang sendiri ke sekolah diberikan kepingan yang sesuai.

2.3.1 Langkah-langkah Penerapan Token Economy

Penerapan token ekonomy pada kegiatan pembelajaran mempunyai langkah-langkah tertentu. Dalam kaitan dengan hal ini, Purwanta (2012:152) mengemukakan langkah-langkah penerapan token economy yaitu: (a) tahap persiapan; (b) tahap pelaksanaan; (c) tahap evaluasi.

(21)

a) Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, ada empat hal yang perlu dipersiapkan yaitu: a) menetapkan tingkah laku atau kegiatan yang akan diubah disebut sebagai tingkah laku yang ditargetkan; b) menentukan barang (benda) atau kegiatan apa yang mungkin menjadi penukar kepingan; c) memberi nilai atau harga untuk setiap kegiatan atau perilaku yang ditargetkan; d) menetapkan harga kepingan penukar sebagai pengukuh).

b) Tahap Pelaksanaan

Diawali dengan pembentukan kontrak secara lisan dan anak dapat memahaminya. Pada tahap pelaksanaan guru perlu mencatat peristiwa yang timbul dalam melaksanakan kontrak tingkah laku. Bila tingkah laku yang ditargetkan muncul, maka segera anak mendapatkan hadiah kepingan.

c) Tahap Evaluasi

Pada tahap ini akan diketahui faktor-faktor apa yang perlu ditambah atau pun dikurangi pada pengubahan tingkah laku yang diharapkan. Dalam kaitan dengan hal ini, Komalasari (2011:168) menjelaskan langkah-langkah penerapan token economy, meliputi:

a. Menetapkan target perilaku yang akan dicapai bersama anak; b. Penetapan saat kapan token diberi kepada anak;

(22)

d. Memilih reinforcement yang sesuai;

e. Memilih tipe token yang akan digunakan, misalnya bintang, stempel dan kartu;

f. Menetapkan jumlah dan frekuensi penukaran token.

2.3.2 Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan pada Pelaksanaan Token Economy

Bagi seorang guru yang menerapkan teknik token economy, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Soekadji (dalam Purwanta, 2012:158) menguraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan token economy. Hal-hal dimaksud adalah sebagai berikut.

a) Hindari penundaan

Salah satu keunggulan token economy diperoleh dari pemenuhan persyaratan efektivitas pengukuhan, ialah pemberian pengukuhan dilakukan seketika setelah perilaku sasaran muncul.

b) Berikan token secara konsisten

Pemberian penguatan yang terus menerus (continuous) dan konsisten akan mempercepat peningkatan perilaku sasaran. Pada program token economy, setiap kali perilaku yang telah disetujui dilaksanakan secara konsisten diberi imbalan token sesuai dengan jumlah yang telah disepakati dalam kontrak.

(23)

Sebelum penandatanganan kontrak atau kesepakatan pelaksanaan program token economy, aturan yang akan dipakai harus jelas dan mudah diikuti.

d) Pilih penguatan yang kualitasnya memadai

Agar penguatan yang ditawarkan efektif, perlu dicocokkan macam dan kualitasnya dengan situasi dan kondisi subjek.

e) Kombinasi dengan prosedur lain

Sebaik apapun program token economy, nilai fantasinya mesti ada, diperlukan penerapan bersama dengan program lain.

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa pelaksanaan token economy memerlukan persiapan yang terencana, sistematis dan terintegrasi, sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Teknik ini dipandang relevan dalam mengubah dan mengembangkan potensi maupun perilaku-perilaku tertentu pada seorang atau sekelompok anak. Misalnya dalam meningkatkan kemandirian anak dalam aspek motorik halus pada Taman Kanak-Kanak ( TK )

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Token Economy 1. Kelebihan

a. Pelaksanaannya yang cukup sederhana.

b. penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan yang lain. c. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung

(24)

d. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok.

2. Kekurangan

a. Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri.

b. Bagi konselor yang kurang dapat memberikan reinforcement dengan baik dan hati-hati, pelatihan ini kurang berjalan dengan baik.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoretis, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Jika guru menggunakan teknik token economy, maka kemandirian dalam aspek motorik halus pada anak kelompok B TK Saroja Hutadaa Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo, dapat ditingkatkan”.

2.5 Indikator Kinerja

Indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : 1. Terjadinya peningkatan jumlah anak yang mandiri dari sebelumnya 7 dari 16

anak atau ( 44 % ) menjadi 14 ( 87 % ) dari 16 orang anak.

2. Minimal 87 % aspek kegiatan belajar mengajar yang terlaksana memperoleh nilai pengamatan dengan baik, baik kegiatan guru mapun kegiatan anak. 3. Kemandirian anak dapat mencapai minimal 87 % pada skor “ Mandiri “

Referensi

Dokumen terkait

Pada suatu titik di saluran dimana aliran mencapai kedalaman normal, terjadi loncat air.. Kedalaman air sebelah loncat air

pemberantasan buta bahasa Indonesia dan buta Aksara yang menarik dan efektif, dengan indkator masyarakat Desa terpencil Bodag yang kini mampu berbahasa Indonesia

Variabel gaya kepemimpinan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa manajer mau bekerjasama dengan teman sekerjanya yang ia tidak bisa bekerja sama dengan baik atau

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: Bagaimana pengelolaan usahatani padi sawah sistem irigasi dengan padi sawah

Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Subang Prop4. Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan

medis yang melanda Eropa (Barat- yang didominasi oleh penganut Kristen), secara tidak langsung adalah hasil kebijakan intoleran dari penguasa Timur Tengah dalam menghalangi

Bagaimana landasan konseptual pengembangan Stasiun Tanjung Karang di Lampung dengan desain ikonik fungsional yang terintegrasi dengan moda transportasi umum darat lainnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Karakteristik industri rumah tangga caping; 2) Proses pembuatan caping; 3) Peta persebaran pemasaran industri rumah tangga caping;