• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori

2.1.1. Pengertian Kalimat

Menurut Mawarni (2012:13) mengungkapkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Kemudian kalimat menurut Qonita (2009:308) dijelaskan bahwa kalimat adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan, dapat pula diartikan sebagai perkataan.

Sedangkan definisi kalimat menurut Widyaningsih (2012:1) mengungkapkan bahwa kalimat adalah satuan terkecil yang sekurang-kurangnya harus memiliki subjek (S) dan predikat (P), kalau tidak memiliki unsur subjek dan predikat pernyataan itu bukanlah kalimat. Dengan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa. Selanjutnya dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan suatu bahasa terkecil yang terdiri dari beberapa kata yang memiliki arah dan tujuan (maksud). Baik dalam bahasa lisan maupun tulisan. 2.1.2. Pola Kalimat Dasar

Setelah membicarakan beberapa unsur yang membentuk sebuah kalimat yang benar, kita telah dapat menentukan pola kalimat dasar itu sendiri.

(2)

Berdasarkan penelitian para ahli Widyningsih (2012:3), pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

1) KB + KK : Mahasiswa berdiskusi. 2) KB + KS : Dosen itu ramah.

3) KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah. 4) KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Palembang.

5) KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.

6) KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan. 7) KB1 + KB2 : Rustam peneliti.

Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.

Sedangkan menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat pula berupa kalimat mejemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif0, tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordiatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.

2.1.3. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar. Mari kita lihat sekali lagi pola-pola kalimat dasar tersebut.

(3)

Pola 1

1. Mahasiswa berdiskusi S: KB + P: KK

2. Dosen itu ramah S: KB + P: KS

3. Harga buku itu sepuluh ribu rupiah. S: KB + P: KBil

Pola-pola kalimat dasar ini masing-masing hendaklah dibaca sebagai berikut :

Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi). Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi Contoh lain:

1. Pertemuan APEC sudah berlangsung. S P

2. Teori itu dikembangkan. S P

Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat (ramah). Kalimat itu menjadi Dosen itu ramah. S P

Contoh lain:

1. Komputernya rusak. S P

2. Suku bunga bank swasta tinggi. S P

Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata bilangan (sepuluh ribu rupiah). Kalimat selengkapnya ialah

Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.. S P

Contoh lain:

1. Panjang jalan tol Cawang-Tanjung Priok tujuh belas kilometer. S P

2. Masalahnya seribu satu. S P

Ketiga pola kalimat di atas masing-masing terdiri atas satu kalimat tunggal. Setiap kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata pada unsurnya. Dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya itu, kalimat akan menjadi panjang (lebih panjang daripada kalimat asalnya), tetapi masih dapat dikenali unsur utamanya.

Kalimat 1. Mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di aula. S P K Perluasan kalimat itu adalah

(4)

hasil perluasan subjek mahasiswa dengan semester III. Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan menambahkan keterangan tempat di akhir 2 kalimat. Kalimat 2, yaitu Dosen itu ramah dapat diperluas menjadi

Dosen itu selalu ramah setiap hari. S P K

Kalimat 3, yaitu Harga buku itu sepuluh ribu rupiah dapat diperluas pula dengan kalimat Harga buku besar itu sepuluh ribu rupiah per buah. S P

Memperluas kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti pada contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih. Perluasan kalimat itu, antara lain, terdiri atas:

1. Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, lewat Yogyakarta, dalam republik itu, dan sekeliling kota;

2. Keterangan waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00, tahun depan, kemarin sore, dan minggu kedua bulan ini;

3. Keterangan alat seperti dengan linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek;

4. Keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, seyogyanya, sesungguhnya, dan sepatutnya;

5. Keterangan cara, seperti dengan hatihati, seenaknya saja, selekas mungkin, dan dengan tergesa-gesa;

6. Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah, dan telah.

7. Keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib, untuk anaknya, dan bagi kita;

8. Keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;

(5)

9. Frasa yang, seperti mahasiswa yang Ipnya 3 ke atas, para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin yang memperhatikan rakyatnya; 10. Keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling menggantikan,

seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Jokowi .

Perhatikan perbedaan keterangan alat dan keterangan cara berikut ini. Dengan + kata benda = keterangan alat Dengan + kata kerja/kata sifat = keterangan cara.

Contoh kemungkinan perluasan kalimat tercantum di bawah ini. a) Gubernur/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.

b) Gubernur DKI Jakarta/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/. 2.1.4. Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara. Menurut Zainal (2012:7) dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut :

Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara penjumlahan.

Contoh:

Kami membaca Mereka menulis, Kami membaca dan mereka menulis.

Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih dari dua kalimat tunggal. Contoh:

Direktur tenang. Karyawan duduk teratur. Para nasabah antre. Direktur tenang, karyawan duduk teratur, dan para nasabah antre.

(6)

Kedua kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi jika kalimat itu menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pertentangan.

Contoh:

- Amerika dan Jepang tergolong negara maju.

- Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.

- Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.

Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan dalam menghubungkan dua kalimat tunggal dalam kalimat majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan melainkan seperti kalimat berikut.

- Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan Industri Pesawat Terbang Nusantara terletak di Bandung.

- Ia bukan peneliti, melainkan pedagang.

3. Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan.

Contoh:

- Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja, kemudian disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat dewasa.

- Upacara serah terima pengurus koperasi sudah selesai, lalu Pak Ustadz membacakan doa selamat.

(7)

4. Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan oleh kata atau jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.

Contoh:

Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor pos yang terdekat, atau para petugas menanggilnya ke rumah pemilik televisi langsung.

2.1.5. Kalimat Majemuk tidak Setara

Zainal (2012:9) Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat. Contoh 1 :

- Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal)

- Mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer. (tunggal)

- Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer itu.

Contoh 2

- Para pemain sudah lelah

- Para pemain boleh beristirahat.

(8)

- Karena sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.

Sudah dikatakan di atas bahwa kalimat majemuk tak setara terbagi dalam bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak kalimat ialah pertalian gagasan dengan hal-hal lain.

Mari kita perhatikan kalimat di bawah ini.

Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas, saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.

Anak kalimat:

Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas. Induk kalimat:

Saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.

Penanda anak kalimat ialah kata walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, setelah, sesudah, sebelum, kendatipun, bahwa, dan sebagainya

2.1.6. Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk taksetara (bertingkat).

Misalnya:

1. Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung pulang.

(9)

Penjelasan

Kalimat pertama terdiri atas induk kalimat yang berupa kalimat majemuk setara, kami pulang, tetapi mereka masih bekerja, dan anak kalimat karena tugasnya belum selesai. Jadi, susunan kalimat kedua adalah setara + bertingkat.

2.1.7. Jenis Kalimat Menurut Fungsinya

Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jeis kalimat itu dapat disajikan dalam bentuk positif dan negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa tulisan, perbedaannya dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca.

1. Kalimat Pernyataan (Deklaratif)

Kalimat pernyataan dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan berbahasanya. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca titik).

Misalnya: Positif

1. Presiden Gus Dur mengadakan kunjungan ke luar negeri. 2. Indonesia menggunakan sistem anggaran yang berimbang. Negatif

1. Tidak semua bank memperoleh kredit lunak.

2. Dalam pameran tersebut para pengunjung tidak mendapat informasi yang memuaskan tentang bisnis komdominium di kotakota besar.

(10)

2. Kalimat Pertanyaan (Interogatif)

Kalimat pertanyaan dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca tanda tanya). Pertanyaan sering menggunakan kata tanya seperti bagaimana, di mana, mengapa, berapa, dan kapan.

Misalnya: Positif

1. Kapan Saudara berangkat ke Singapura? 2. Mengapa dia gagal dalam ujian?

Negatif

1. Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan bestek yang disepakati ?

2. Mengapa tidak semua fakir miskin di negara kita dapat dijamin penghidupannya oleh negara?

3. Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)

Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau “melarang” orang berbuat sesuatu. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca titik atau tanda seru).

Misalnya: Positif

1. Maukah kamu disuruh mengantarkan buku ini ke Pak Sahluddin! 2. Tolong buatlah dahulu rencana pembiayaannya.

(11)

Negatif

1. Sebaiknya kita tidak berpikiran sempit tentang hak asasi manusia. 2. Janganlah kita enggan mengeluarkan zakat kita jika sudah tergolong

orang mampu. 4. Kalimat Seruan

Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau yang mendadak. (Biasanya, ditandai oleh menaiknya suara pada kalimat lisan dan dipakainya tanda seru

atau tanda titik pada kalimat tulis). Misalnya:

Positif

1. Bukan main, cantiknya. 2. Nah, ini dia yang kita tunggu. Negatif

1. Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.

2. Wah, target KONI di Asian Games XIII tahun 1998 di Bangkok tidak tercapai.

2.1.8. Hakekat Pendekatan Contextual Teaching And Learning

Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa adalah

(12)

pendekatan kontekstual (CTL). CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas.

Menurut Johnson (2002:24) bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

Definisi pembelajaran kontekstual tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna tersebut bagi kehidupannya.

2.1.9. Karakteristik Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning

Pembelajaran konstekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas dan membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lain. Blanchard (dalam Komalasari:2010:7) mengidentifikasi beberapa karakteristik pendekatan CTL yaitu : 1). Bersandar pada memori mengenai ruang. 2). Mengintegrasikan berbagai subjek materi/disiplin. 3). Nilai informasi didasarkan pada kebutuhan siswa. 4). Menghubungkan informasi dengan pengetahuan awal siswa. 5). Penilaian sebenarnya melalui aplikasi praktis dan pemecahan masalah nyata.

(13)

Selain itu Johnson (dalam Komalasari:2010.7) mengidentifikasi delapan karakteristik CTL :

a). Membuat hubungan penuh makna

Siswa mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat. b). Melakukan pekerjaan penting

Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.

c). Belajar mengatur sendiri

Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, da ada produk hasilnya yang sifatnya nyata.

d). Kerja sama

Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

e). Berpikir kritis dan kreatif

Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.

(14)

f). Memelihara dan individu

Siswa memelihara pribadinya, mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa ada dukungan orang dewasa.

g). Mencapai standar tinggi

h). Penggunaan penilaian sebenarnya

Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi, mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya, guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut dengan ”excelent”.

i). Mengadakan asesmen otentik

Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Menurut Sounders (dalam Komalasari 2010:8) bahwa dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).

1) Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.

(15)

2) Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. 3) Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan

pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.

4) Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.

5) Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Ditjen Dikdasmen (2003:10-19) untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1) Konstruktivisme (constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi

(16)

merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

3) Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi, (2) menggali pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing‟ antar teman,

(17)

antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

5) Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7) Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

(18)

2.1.10. Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi 2004: 103). Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar. Dengan pendekatan kontekstual proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa mempelajari yang bermanfaat dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Selain itu Menurut Lili Nurlaili tahun 2003 (Najib Sulhan 2006:72-73) bahwa pembelajaran yang secara langsung dialami dan diingat siswa dalam pembelajaran kontekstual materi disampaikan dalam konteks yang sesuai dengan lingkungannya dan bermakna bagi siswa.

Pembelajaran kontekstual sangat bermanfaat bagi siswa karena memfokuskan pembelajaran pada lingkungan sekitar siswa berada, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Dalam pembelajaran ini, siswa lebih berkesan karena mereka mengalami sendiri secara langsung (Najib Sulhan 2006:73).

Oleh karena itu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran CTL menurut Bern dan Erickson (2001:5-11) bahwa terdapat 5 lima strategi dalam

(19)

mengimplementasikan pembelajaran CTL yaitu : 1). Pembelajaran berbasi masalah, yaitu pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. 2). Pemblajaran kooperatif yaitu pendekatan yang mengorganisasikan pembelaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3). Pembelajaran berbasi proyek, pembelajaran ini memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata. 4). Pembelajaran pelayanan yakni menyediakan suatu aplikasi praktis suatu pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan dimasyarakat melalui proyek dan aktivitas. 5). Pembelajaran berbasis kerja yaitu pembelajaran dimana kerja, atau seperti tempat kerja, kegiatan terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.

(20)

2.1.11. Pendekatan Kontekstual dalam KTSP

Menurut Nurhadi (2004: 35-36) perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional (behaviorisme/ struktural/ objektivisme) seperti pada tabel perbedaan berikut ini :

KONTEKSTUAL TRADISIONAL

1) Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

2) Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi.

3) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan.

4) Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.

5) Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masingmasing ke dalam proses pembelajaran.

6) Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptkan atau membangun pengetahuan dengan cara memahami pengalaman.

7) Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, seperti: proses bekerja, hasil karya, penampilan, tes, dan lain-lain. 8) Pembelajaran terjadi di berbagai

tempat, konteks, dan setting.

9) Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

1) Siswa adalah penerima informasi secara pasif.

2) Siswa belajar secara individual.

3) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4) Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatihkan.

5) Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarakan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.

6) Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada di luar diri manusia. Hasil belajar diukur hanya dengan tes.

7) Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.

Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar, guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat

(21)

hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka seharihari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Selain itu, siswa dilatih memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk stimulasi, dan masalah yang memang ada dalam dunia nyata. Dengan pendekatan kontekstual siswa belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman dan konteks keseharian yang mereka miliki dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas, dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka (Nurhadi 2004: 4-7).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut 1). Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. 2). Beragam dan terpadu. 3). Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 4). Relevan dengan kebutuhan kehidupan, 5). Menyeluruh dan berkesinambungan. 6). Belajar sepanjang hayat. 7). Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. (www.sma1-sltg.sch.id).

(22)

Dengan demikian, pendekatan kontekstual sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karena melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa akan dibawa tidak hanya masuk ke kawasan pengetahuan, tetapi juga sampai pada penerapan pengetahuan.

2.2. Kajian Yang Relevan

1. Penelitian ini hampir identik dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisna Alulu (2009) dengan judul penelitian adalah ” Peningkatan kemampuan menulis narasi dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning di kelas V SDN 04 Mananggu Kabupaten Boalemo. Hasil yang diperoleh adalah terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menulis narasi setiap tahap yang dilaksanakan. Dari jumlah 22 siswa kelas V diperoleh hasil observasi awal hanya sebanyak 6 siswa atau 27 % meningkat menjadi 19 siswa atau 86%. 2. Andita Sari (2010) dengan judul penelitian adalah Meningkatkan pemahaman

konsep demokrasi kelas V SDN Nganjuk Jawa Timur melalui pendekatan Contekstual Teaching and Learning. Hasil dari penelitian ini adalah dari 21 siswa yang mengikuti pembelajaran hanya 4 atau 19% siswa yang memahami konsep demokrasi dengan baik. Sedangkan sisanya 17 atau 81% siswa kemampuan memahami konsep demokrasi bervariasi mulai dari kurang mampu sampai tidak mampu menguasai konsep demokrasi. Setelah melalui proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contekstual Teaching and Learning dengan melakukan simulasi pemilihan umum. Dari kegiatan tersebut terjadi peningkatan yang signifikan yakni peningkatan banyaknya siswa kelas V yang menguasai konsep demokrasi yaitu 17 atau 81 %.

(23)

Jika dianalisa dari penelitian yang dilakukan tersebut dengan penelitian yang sedang dilakukan sedikit memiliki perbedaan diantaranya fokus penelitian yang dilakukan Lisna Alulu adalah kemampuan menulis narasi sedangkan penelitian yang yang sedang berlangsung adalah kemampuan menyusun kalimat. Namun pada hakekatnya pendekatan yang digunakan adalah sama.

2.3. Hipotesis Tindakan

” Dengan menggunakan pendekatan Contextual teaching and Learning (CTL) kemampuan siswa dalam menyusun kalimat di kelas III SDN 07 Mananggu Kabupaten Boalemo akan meningkat ”

2.4.Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dapat dikatakan berhasil jika peningkatan kemampuan menyusun kalimat siswa menjadi 75 % dari 16 siswa kelas III SDN 07 Mananggu.

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this study was to determine the relationships, in representative soils from the Pampas Region of Argentina, among texture, total organic carbon (TOC) and soil

Media pembelajaran Chemistry Is Fun ini digunakan siswa untuk belajar secara mandiri dan guru sebagai fasilitator, yang artinya guru hanya membimbing dan

Kondisi intervensi B saat di berikan perlakuan perilaku meninggalkan tempat duduk yang di analisis dalam kondisi meliputi panjang kondisi 8 kali pengamatan, estimasi

Metode pendekatan saintifik dapat berkontribusi secara positif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah anak usia 3-6 tahun dilihat dari hasil data penelitian yang

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis MANOVA (Multivariate Analisis of Variance). Analisis deskriptif dipergunakan untuk

Tujuan dari Memorandum Saling Pengertian (MSP) ini adalah untuk meningkatkan kerj a sama antara Para Pihak, melalui pertukaran informasi dan kegiatan lain yang berkaitan,

Visi pembangunan Kabupaten Serang Tahun 2011-2015 tersebut diharapkan mampu mendukung pencapaian visi pembangunan Kabupaten Serang Tahun 2006-2026 sebagaimana

Profil psikologis adalah aspek-aspek psikologis yang melekat yang menjadi karakter dalam diri atlet dan berpengaruh terhadap kesuksesan dan performa atlet