• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kristalisasi dalam industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kristalisasi dalam industri"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KRISTALISASI DALAM INDUSTRI :

“VARIABEL PROSES DAN PRODUK KRISTAL”

Pendahuluan

Kristalisasi adalah salah satu dari berbagai macam cara proses pemisahan/separasi yang banyak digunakan sebagai metoda untuk pemurnian, artinya memisahkan salah satu senyawa dari campuran senyawa-senyawa sehingga diperoleh produk berupa kristal yang lebih murni.

Dengan pengertian tersebut proses kristalisasi dapat dilakukan dengan 2 metoda yaitu :

kristalisasi dari larutan/solution dan kristalisasi dari lelehan/melt.

Kebanyakan proses kristalisasi di industri kimia menggunakan metoda kristalisasi dari larutan sedangkan metoda kristalisasi dari lelehan banyak ditemui di industri gelas kristal dan semikonduktor seperti kristal Silicon dan Ga-As untuk pembuatan chips integrated circuit. Untuk pelatihan ini dibatasi permasalahannya pada kristalisasi dari larutan saja, sehingga kata kristalisasi disini juga mengandung pengertian kristalisasi dari larutan. Dalam industri antara kristalisasi dan presipitasi seringkali dibedakan, yang semestinya sama. Bedanya adalah presipitasi merupakan proses kristalisasi yang tidak dikontrol kondisi operasinya sehingga umumnya diperoleh produk yang halus ukurannya/berbentuk bubuk.

Banyak proses di industri memakai proses kristalisasi untuk membuat berbagai macam produk organic & anorganik untuk bahan makanan & minuman, kimia pertanian, pengolahan hasil tambang sampai bahan farmasi & laboratorium yang sering disebut fine chemicals (kimia adi).

Sasaran dari semua industri ini adalah mendapatkan produk kristal yang kemurniannya memenuhi bakumutu yang ditetapkan dan kisaran ukuran produk kristalnyapun sesuai permintaan pasar. Ketidak sesuaian kemurnian dan ukuran produk kristal ini akan membuat ongkos produksi menjadi mahal karena mengharuskan dilakukannya reprosesing lagi yaitu dengan melarutkan kembali dala solven kemudian dilakukan rekristalisasi.

(2)

Variabel-Variabel dalam Proses Kristalisasi.

Definisi kristalisasi : terbentuknya fasa padat kristalin dari suatu solute yang ada didalam

larutan, maka diperlukan pengertian dasar mengenai larutan, solute dan kelarutan.

Suatu solute dapat mengkristal dari larutannya apabila konsentrasi solute tersebut telah

melewati konsentrasi saturasinya atau dengan istilah lain larutan tersebut sudah lewat

jenuh (supersaturation).

Tingkat kelarutan suatu senyawa dalam suatu solven/pelarut itu sendiri dipengaruhi oleh

suhu dan interferensi solute asing lainnya. Sehingga pemahaman mengenai kelarutan dan

metoda apa yang digunakan untuk membuat larutan supersaturasi merupakan pokok pemikiran pertama dalam mempelajari kristalisasi.

Pemikiran kedua adalah memahami phenomena terbentuknya intikristal karena dari inti kristal inilah nantinya diharapkan diperoleh produk kristal yang ukurannya sesuai permintaan pasar.

Pemikiran ketiga adalah memahami phenomena pertumbuhan kristal dalam hal ini adalah kecepatan menempelnya solute-solute kepermukaan kristal sehingga kristal akan tumbuh membesar. Pemahaman ini akan dapat dipakai untuk mengatur jumlah impuritas yang ikut terperangkap dalam produk kristal, sehingga kemurnian kristal dapat tercapai. Selain itu dengan pemahaman kecepatan tumbuh kristal, akan dapat digunakan dalam menentukan waktu kristalisasi agar diperoleh ukuran produk kristal yang sesuai keinginan.

Dengan memahami ketiga aspek proses kristalisasi tersebut dapat ditentukan system proses kristalisasi yang sesuai, yang meliputi bagaimana membuat larutan encer menjadi larutan supersaturasi, bagaimana system pembentukan inti kristalnya serta berapa lama waktu kristalisasinya agar diperoleh spesifikasi produk yang sesuai.

a. Larutan Supersaturasi

Telah diterangkan didepan mengenai hubungan antara konsentrasi solute dalam larutan dan proses kristalisasi, bahwa solute baru bisa mengkristal apabila konsentrasinya telah

(3)

solutenya melebihi konsentrasi jenuhnya ini disebut larutan supersaturasi atau larutan lewat jenuh. Selisih konsentrasi solute pada kondisi lewat jenuh dengan konsentrasi

jenuhnya disebut derajat supersaturasi.= ∆ C, sehingga :

∆ C = C supersaturasi - C saturasi

Jadi jumlah solute yang bisa mengkristal adalah maksimum sebesar ∆ C ini, karena

slurry yang keluar dari kristaliser terdiri dari butiran2 kristal plus larutan yang sering

disebut larutan induk-mother liquor dengan konsentrasi solutenya minimum = konsentrasi larutan jenuh atau saturasinya.

Cara lain menyatakan besaran larutan supersaturasi adalah dengan perbandingan atau rasio antara konsentrasi supersaturasi dengan konsentrasi saturasi : S

S = C supersaturasi / C saturasi

Jadi secara teoritis jumlah kristal yang dapat terbentuk = ∆ C

Dalam operasionalisasi kristaliser dengan metoda pendinginan, operator lebih senang

menggunakan beda suhu saturasi dan suhu kristalisasi yang lebih rendah = supercooled

= ∆T , sehingga :

Derajat supersaturasi : ∆T = Tsaturasi - Tkristaliser

Karena proses kristalisasi adalah proses perpindahan massa – mass transfer, dimana sebagai driving force dalam mass transfer adalah beda konsentrasi, sehingga dengan semakin tinggi derajat supersaturasi, akan semakin cepat proses kristalisasinya dan semakin banyak/berat kristal yang terbentuk

Secara teori untuk mendapatkan larutan lewat jenuh bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain:

• Pendinginan larutan,

• Penguapan solven dengan evaporasi-panas,

• Penguapan solvent dengan pemvacuman,

• Reaksi kimia,

• Penambahan zat lain untuk mengganggu keseimbangan kelarutan.

Dalam memilih metoda apa yang paling cocok digunakan, harus melihat sifat-sifat kimia fisikanya selain system prosesnya.

(4)

Proses Pendinginan Larutan dipilih kalau hubungan antara kelarutan dan suhu sangat

nyata, misalnya KNO3 ( lihat grafik ). Bila larutan jenuh KNO3 jenuh pada suhu 100 oC

didinginkan sampai suhu 40 oC , maka dari grafik dapat diperkirakan jumlah kristal

maksimum yang bisa diperoleh, yaitu selisih kelarutannya pada kedua suhu tersebut,

yaitu sekitar 1650 gram kristal KNO3 untuk setiap liter larutan umpan yang didinginkan.

Jadi untuk kasus seperti KNO3 ini akan dipilih metoda pendinginan larutan walaupun

misalnya larutan umpannya belum jenuh, masih cukup banyak kristal yang bisa diperoleh.

Sebaliknya untuk kasus garam NaCl adalah tidak ekonomis bila digunakan cara pendinginan karena kelarutannya tidak dipengaruhi oleh suhu, terlihat digrafik kelarutan

NaCl hamper konstan antara suhu 0 oC sampai 100 oC. Sehingga untuk kasus NaCl pasti

menggunakan metoda penguapan solven ( dalam hal ini air ).

Contoh diatas adalah untuk senyawa anorganik yang tidak mudah rusak/dekomposisi oleh pengaruh suhu tinggi, sebaliknya untuk senyawa organic walaupun kelarutannya sangat dipengaruhi suhu akan sangat beresiko terdekomposisi bila dilakukan pemanasan pada suhu yang terlalu tinggi, untuk itulah digunakan prinsip gabungan keduanya pemanasan pada suhu yang tidak terlalu tinggi disertai dengan penguapan solven dengan cara pemvacuuman. Dengan kondisi vacuum titik didih larutan akan turun sehingga penguapan solven tidak banyak menimbulkan kerusakan pada senyawa organic tersebut.

(5)

74 CmHg sehingga larutan asam sitrat dapat mendidih pada suhu sekitar 56 oC. tetapi saat

dikristalisasi ada 2 pilihan : kristalisasi dengan pendinginan dibawah suhu 37 oC untuk

membuat kristal asam sitrat monohydrat, dan kristalisasi diatas suhu tersebut dengan penguapan solven air untuk membuat kristal asam sitrat unhydrous.

Pada gambar dibawah ini adalah pengaruh suhu pada kelaruran asam sitrat dan beberapa senyawa glutamate.

Dalam industri sering ditemui reactor yang sekaligus berfungsi sebagai kristaliser, salah

satunya adalah reactor-kristaliser ammonium sulfat (NH4)2 SO4 hasil reaksi gas ammonia

NH3 dan larutan asam sulfat H2SO4 dalam air. Disini konsentrasi solute ammonium

sulfat diatur dengan mengatur umpan reaktan-reaktannya, sehingga didapatkan larutan lewat jenuh/supersaturasi.

(6)

Penambahan senyawa lain untuk mengurangi kelarutan suatu senyawa dalam solvennya banyak ditemui di industri bahan-bahan organic khususnya pharmasi seperti presipitasi antibiotic dan asam-asam amino. Larutan asam amino dapat dengan mudah dipresipitasikan dengan menambahkan isopropanol; sehingga senyawa seperti isopropanol ini sering disebut anti solven dan prosesnya disebut presipitasi anti solven. Hal yang sama bisa terlihat dalam grafik dibawah ini, penambahan HCl sebagai mengatur pH larutan dapat digunakan untuk mempresipitasikan L-isoleucine.

b. Inti Kristal.

Proses terjadinya inti kristal disebut proses nukleasi dan telah dijelaskan didepan bahwa nukleasi dapat dibagi menjadi nukleasi primer dan nukleasi sekunder. Nukleasi primer terjadi bila derajat supersaturasi larutannya sangat tinggi, sehingga molekul-molekul solutenya dengan mudah saling bergabung membentuk cluster, kemudian beberapa cluster bergabung membentuk inti kristal yang berukuran kurang dari 1 mikron.

(7)

Nukleiasi sekunder terjadi karena adanya ‘pecahan’ kecil kristal induk yang mengalami ‘benturan’ antar kristal, kristal induk dengan kristaliser dan adanya abrasi-erosi akibat geseran antara kristal induk dengan larutan yang bergerak di permukaan kristal.

Jumlah inti kristal atau nuclei yang terbentuk sangat menentukan ukuran kristal produk yang akan terjadi. Hal ini bisa dijelaskan sbb. Suatu proses kristalisasi untuk waktu operasi dan jumlah umpan tertentu maka solute yang akan terkristalkan jumlahnya juga tertentu. Misalkan 100 gramsolute akan mengkristal / liter umpan. = 100.000.000 mikrogram solute akan mengkristal / liter umpan. Kalau dalam 1 liter terbentuk 1000 butir nuclei/intikristal, maka masing-masing inti akan memperoleh ‘jatah’ solute : 100.000 mikrogram=100 mgram. Ini artinya ukuran produk kristal rata-ratanya sekitar 100 mgram/butir. Tetapi bila dalam 1 liter ada 2000 butir nuclei, maka produknya perbutir akan berukuran berat 50 mgram, hanya separonya dibandingkan yang pertama. Jadi pengaturan jumlah nuclei yang terbentuk sangat penting agar produk kristalnya berukuran seperti yang diharapkan.

Salah satu parameter kristalisasi yang sangat berpengaruh pada nukleasi adalah derajat supersaturasi, semakin tinggi derajat supersaturasinya, semakin banyak pula nuclei yang bisa terbentuk. Untuk mencegah hal ini, maka derajat supersaturasinya diatur tidak terlalu tinggi, bervariasi tergantung sistem yang akan dikristalisasi. Umumnya berkisar antara 0,5 % sampai 12 %, nilai yang rendah untuk sistem yang kelarutannya kecil dan yang besar untuk sistem yang kelarutannya tinggi.

Faktor lain adalah power pengadukan yang akan berpengaruh langsung pada jumlah nuclei sekunder yang terbentuk akibat abrasi dan tumbukan. Agar kristal bisa tumbuh merata, kristal harus selalu bergerak keseluruh bagian kristaliser, ini artinya terkait dengan hidrodinamika slurry dalam kristaliser. Agar terjadi hidrodinamika yang baik perlu rancangan kristaliser dan alat utamanya: motor pengaduk dan impeller pengaduk. Masalahnya adalah adanya kristal, motor pengaduk dan impeller akan meningkatkan nukleasi sekunder. Besarnya power pengadukan, tipe dan ukuran impeller serta bentuk tangki kristaliser sendiri akan mempengaruhi jumlah nuclei kristal yang bisa terbentuk.

(8)

Karena itu dalam perancangan kristaliser di industry, power pengadukan dan jenis impeller pengaduk sangat penting untuk dirancang seteliti mungkin.

(9)

Faktor berikutnya yang berperanan pada proses nukleasi adalah jumlah, bentuk dan ukuran kristal induk. Semakin banyak jumlahnya, akan semakin banyak pula nuclei kristal yang terbentuk. Bentuk kristal induk juga berpengaruh, bentuk yang paling banyak menghasilkan nuclei kristal adalah bentuk dendritik, yaitu bentuk jarum yang bercabang-cabang, karena bentuk ini gampang pecah saat terjadi benturan antar kristal maupun dengan kristaliser. Ukuran juga berpengaruh karena semakin besar ukuran semakin luas permukaannya dan semakin besar pula kemungkinan terjadinya benturan dan gesekan abrasi sehingga jumlah nuclei yang terbentuk juga semakin banyak.

Dalam prakteknya pengontrolan jumlah nuclei sangat penting, baik dengan memilih impeller yang paling baik, control power, design bagian dalam kristaliser, slurry density

(10)

dan ukuran kristal didalam kristaliser, dan yang paling utama adalah mengatur derajat supersaturasi.

Jadi kalau dirumuskan, jumlah nuclei yang terbentuk = n akan berbanding langsung dengan derajat supersaturasi ∆C , ukuran-jumlah-bentuk kristal induk L dan power-bentuk impeller P.

N = f ( ∆C, L, P )

c. Pertumbuhan Kristal

Salah satu tujuan proses kristalisasi adalah mendapatkan ukuran yang sesuai dengan permintaan pasar, sehingga operasionalisasi kristaliser diatur sedemikian rupa agar prosentase ukuran produk kristal yang memenuhi spesifikasi pasar bisa semaksimal mungkin. Sebagai contoh suatu kristaliser yang memproduksi 1 ton kristal kering per jam, setelah diayak, diperoleh kristal yang memenuhi ukuran spesifikasi pasar 70 %, maka mau-tidak mau yang 30 % harus diproses ulang : dilarutkan kembali, dievaporasi, kemudian dikristalisasi, sangat tidak efisien

Telah disinggung di depan bahwa kristalisasi adalah proses mass transfer, dimana solute berpindah dari fasa larutan ke fasa padatan permukaan kristal induk, dan yang menjadi driving force perpindahan ini adalah beda konsentrasi = derajat supersaturasi. Karena itu factor utama yang mempengaruhi pertumbuhan kristal adalah derajat supersaturasi.

(11)

Hanya masalahnya bukan berarti kalau ingin kristal ukuran besar kemudian derajat supersaturasinya yang diperbesar, karena telah dipahami bahwa derajat supersaturasi yang besar juga mendorong terbentuknya banyak nuclei kristal sehingga ukuran rata-rata produk kristalnya akan mengecil.

Karena itu besarnya derajat supersaturasi perlu dibatasi sejauh untuk pertumbuhan kristal saja, sedangkan factor lain yang berpengaruh adalah waktu kristalisasi yang diatur cukup untuk memeberi kesempatan kristal tumbuh ke ukuran yang diinginkan.

Sebagai contoh dalam kristalisasi dengan metoda cooling, kecepatan pendinginan atau

turunnya suhu diatur agar setiap saat supersaturation coolingnya hanya berkisar 3 – 4 oC

(12)
(13)
(14)

Faktor lain yang mendorong pertumbuhan kristal adalah hidrodinamika slurry kristal di dalam kristaliser yang terkait dengan power pengadukan dan jenis impeller. Tetapi factor ini juga punya sisi negatifnya yaitu mendorong terbentuknya banyak nuclei kristal.

Disisi lain kecepatan tumbuh kristal tidak konstan atau linier, tetapi tergantung pada ukurannya : size dependent growth rate, yang lebih mempersulit operasionalisasi kristaliser.

Faktor lain yang terkait dengan kecepatan tumbuh kristal adalah impuritas. Impuritas yang ada didalam larutan mempunyai kecenderungan untuk ikut ‘mengkristal’ walaupun prosentasenya kecil dibanding jumlah total impuritas yang ada. Semakin tinggi kecepatan tumbuh kristal maka semakin banyak partikel-molekul impuritas yang bisa terperangkap=inclusion didalam kristal yang sedang tumbuh.

(15)

Seolah-olah dengan semakin cepatnya kristal tumbuh, semakin banyak molekul impuritas yang akan terseret ikut menempel dipermukaan kristal yang tumbuh. Dengan demikian

(16)

ada ketentuan apabila ingin diperoleh kristal yang lebih murni kecepatan tumbuh kristal harus diatur selambat mungkin.

Hal lain yang juga terjadi dalam proses kristalisasi di industri adalah terbentuknya kristal dendritic : kristal jarum yang bercabang-cabang, yang dalam prakteknya akan menyulitkan filtrasi dan meningkatkan kehilangan produk seperti yang terjadi saat proses dekomposisi kristal Calsium Sitrat dengan penambahan Asam sulfat pekat membentuk larutan Asam Sitrat dan kristal Gips. Hal ini bisa terjadi karena reaksinya sangat cepat/spontan dan bersifat eksotermis sehingga pembentukan molekul gips juga sangat cepat desertai pelepasan panas yang besar. Karena itu kristal gips sangat cepat pertumbuhannya, ukurannya kecil-kecil dan untuk membantu pelepasan panas kristalisasi mendorong kristal gips mengubah bentuk dari bentuk jarum linier ke dendritik yang luas permukaannya lebih besar.

Dengan demikian dalam mengatur kecepatan tumbuh perlu diperhitungkan sinergi dari keempat factor tersebut diatas : derajat supersturasi larutan, factor hidrodinamika kristaliser, ukuran kristal, waktu kristalisasi, dan impuritas dalam larutan induk, sehingga untuk masing-masing sistem perlu dicari kondisi yang paling optimum untuk pertumbuhan.

d. Impuritas

Dalam industri, proses kristalisasi solute dari larutannya selalu terkait dengan proses sebelumnya, karena solute yang akan dikristalkan bisa berasal dari berbagai sumber, misalnya dari hasil reaksi kimia, fermentasi, pelarutan bahan tambang dsb, sehingga impuritas yang ada didalam larutan juga bervariatif sekali. Misal impuritas yang ada didalam bahan baku reaksi, fermentasi dan bahan tambang sangat besar kemungkinannya ikut terbawa/terlarut bersama larutan umpan yang akan dikristalkan.

Telah diketahui kristalisasi adalah proses pemisahan berdasarkan phenomena perpindahan massa. Tetapi seringkali (selalu) proses pemisahannya kurang baik, sehingga

(17)

sulit mendapatkan kristal dengan kemurnian tinggi dari suatu larutan yang konsentrasi impuritasnya semakin tinggi.

Adanya impuritas ini juga bisa mengubah bentuk produk kristal, sebagai contoh adanya impuritas potassium ferro cyanide akan mengubah bentuk produk kristal dari bentuk cubic ke bentuk dendritic tergantung juga pada tingkat supersaturasi larutannya, seperti terlihat digambar berikut ini.

Adanya ion Cr akan mengubah bentuk kristal Amonium sulfat - ZA seperti terlihat di

gambar dibawah ini: Tanpa adanya ion Cr3+ bentuk kristal ZA adalah kubus dengan

ukuran rata-rata hanya 0,35 mm. Apabila didalam larutan induk ditambahkan ion Cr3+

dengan konsentrasi 10 ppm, maka bentuk produk kristalnya menjadi prisma dengan ukuran rata-ratanya meningkat menjadi 0,5 mm, dan bila konsentrasi Cr3+ dinaikkan

menjadi 20 ppm, akan diperoleh kristal besar berbentuk octahedral dengan ukuran panjang rata-rata mencapai 5 mm.

(18)
(19)

Berapa senyawa lain yang bisa mengubah bentuk kristal adalah sbb.

Oleh karena itu dalam banyak kasus proses kristalisasi, sebelum masuk system kristaliser larutan umpan perlu ditingkatkan kemurniannya terlebih dahulu lewat tahapan preparasi umpan.

(20)

Filtrasi : untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Untuk ukuran kotoran yang cukup besar, bisa tipe cartridge yang mudah diganti, atau plate&frame filter press untuk kapasitas besar kemurnian rendah dan biaya operasi rendah. Untuk impuritas tersuspensi yang relative halus sampai ukuran 2 mikron akan lebih baik memakai ultra filtrasi.

Carbon Aktif : biasa untuk menghilangkan impuritas zat warna organic, biaya cukup besar karena karbon bednya perlu diregenerasi tiap jangka waktu tertentu dengan larutan asam sulfat.

Ion Exchanger : untuk mengikat ion, baik kation maupun anion. Sebagai media biasanya berupa kation resin dan anion resin. Harga mahal, khususnya anion resin, dan untuk jangka waktu tertentu perlu diregenerasi dengan larutan HCl untuk regenerasi kation resin dan larutan NaOH untuk regenerasi anion resin.

Pengendapan kimiawi : larutan umpan ditambah reagen pengendap impuritas. Senyawa pengendapnya dipilih agar bisa bereaksi dengan impuritas membentuk senyawa yang mudah mengendap (kelarutannya kecil). Proses ini bisa menjadi mahal tergantung pad reagennya serta peralatan pendukung seperti reactor berpengaduk, tangki pengendapan, mungkin filter juga diperlukan. Bahan kimia yang bisa ditambahkan antara lain :

- Barium Chloride : untuk mengendapkan ion sulfat sebagai Barium sulfat.

- Sodium Carbonate: untuk mengendapkan Ca dan Mg sebagai karbonat.

- Hidroksida NaOH: untuk mengendapkan Ca dan Mg sebagai hidroksida.

Preparasi umpan : misal: filtrasi atau kation dan

anion exchanger, pengendapan kimia

System Kristaliser : misalnya rangkaian evaporator - kristaliser

(21)

Dengan teknologi kristalisasi yang baik saat ini produk kristal sudah dapat diatur ukuran dan impuritasnya sehingga bisa memenuhi spesifikasi pasar yang berbeda-beda : technical grade, food grade, pharmacy grade sampai ke fine chemicals untuk laboratorium. Masalahnya tinggal bagaimana memilih teknologi dan operasionalisasi alat agar biaya produksi bisa ditekan serendah mungkin.

Dengan kualitas dan sifat yang berbeda-beda dari masing-masing produk kristal, maka penanganan pasca kristalisasi juga berbeda. Contoh dalam drying, ada beberapa produk kristal yang tidak tahan suhu tinggi sehingga proses dryingnya harus dilakukan pada suhu rendah dibawah suhu kamar, sehingga diperlukan udara pengering yang sangat rendah humiditasnya agar mampu mengeringkan kristal.

(22)

Beberapa kristal bersifat hygroscopis, mudah menyerap kelembaban udara, sehingga perlu packing yang ketat, seringkali double packing bahkan triple packing dan bahan packing khusus.

(23)

contoh adalah garam NaCl kualitas garam meja perlu ditambah bahan anti caking karena dapat melindunginya dari udara lembab. Bahan-bahan ini berupa tepung yang sangat halus yang dicampurkan secara merata di kristal garam. Bahan anti caking ini antara lain : Magnesium Carbonat, Calcium Carbonat, Sodium Carbonat, Hydrated Calcium Silicate dan Tri Calcium Phosphat, yang ditambahkan sampai maksimum 1 % berat. Pustaka Rujukan :

1. Hester, A.S ; Diamond, H.W : ‘Salt’ ; Industrial & Engineering Chem, vol. 47 no. 4 , 1955.

2. Toyokura,K; Aoyama; 1984 : JACE Design Manual Series ‘Crystallization’ . Waseda University, Tokyo.

3. Jancic SJ; deJong,EJ (ed) 1984 : ‘Industrial Crystallization 84’. 9th symposium on

Industrial Crystallization, The Hague, Netherland.

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal ini diterbitkan dengan memuat artikel Fitur Form Emailer Dalam Memaksimalkan Penggunaan Rinfo Form Pada Perguruan Tinggi, Implementasi Fgr (First Generation

Berdasarkan penelitian di atas yang sejenis penelitian ini mencoba melakukan analisa sentimen dengan menggunakan Algoritma Naïve Bayes untuk mengklasifikasikan data twitter mengenai

 Blacklist atau daftar hitam adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa dan/atau Penerbit Jaminan yang dikenakan sanksi oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Pertama, penelitian oleh Rusliana Dewi yang berjudul “Arisan Giliran Di Pasar Banu Desa Baosan Kidul Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo Dalam Perspektif Hukum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kepercayaan diri pada tuna netra pengguna ilmu getaran PPS Betako Merpati Putih.. Melalui

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa setiap variabel memiliki nilai Composite Variabel diatas 0,7 (>0,7) dengan nilai Composite Variabel tertinggi adalah

Kedua, peritiwa-peristiwa pada masa ayat al-Qur’an itu diturunkan (yaitu dalam waktu 23 tahun), baik peristiwa itu terjadi sebelum atau sesudah ayat itu diturunkan. Ketiga,

faktor yang mepengaruhi kinerja sistem informasi akuntansi  pada bank perkreditan rakyat (bpr ditanjung pinang9 dengan hasil penelitian "ecara parsial dengan