• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tidur rawat inap, pelayanan medis, dan pelayanan keperawatan. terus-menerus untuk diagnosis dan pengobatan oleh staf medis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tidur rawat inap, pelayanan medis, dan pelayanan keperawatan. terus-menerus untuk diagnosis dan pengobatan oleh staf medis"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi yang menyediakan tempat tidur rawat inap, pelayanan medis, dan pelayanan keperawatan terus-menerus untuk diagnosis dan pengobatan oleh staf medis yang terorganisir (Huffman,1994). Fungsi rumah sakit adalah sebagai penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (UU No 44 tahun 2009 pasal 5).

Setiap rumah sakit diwajibkan menyelenggarakan rekaman atau catatan dari segala pelayanan yang diberikan kepada pasien yang disebut rekam medis. Menurut Huffman (1994), rekam medis

(2)

adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan, yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperoleh serta memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya. Berkas rekam medis sangat menentukan terciptanya laporan kesehatan yang valid, untuk itu proses penulisan, pengolahan, dan pelaporan rekam medis harus terjaga kualitasnya. Dengan demikian perekam medis memegang peranan penting sebagai pengumpul, pengolah, dan penyaji informasi kesehatan.

Salah satu informasi kesehatan yang tidak kalah penting adalah diagnosis penyebab dasar kematian, diagnosis ini nantinya digunakan sebagai underlying cause of death (UCoD) pada surat keterangan kematian dan juga sebagai laporan mortalitas. Dalam hal ini peran staff coding dan dokter sangat diperlukan, diagnosis penyebab dasar kematian yang dituliskan oleh dokter menempati peranan vital sebagai bahan penegakan diagnosis penyebab dasar kematian yang akan diolah oleh staff coding. Untuk itu dokter dan staff coding harus menunaikan tugasnya sesuai aturan. Menurut WHO aturan untuk penegakan diagnosis penyebab kematian adalah berdasarkan ICD-10 dilengkapi dengan Buku Panduan

(3)

Penentuan Kode Penyebab Kematian Menurut ICD-10 serta Tabel MMDS sebagai alat crosscheck.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di RS Panti Rapih Yogyakarta pada tanggal 2 Maret 2013, penentuan kode diagnosis penyebab kematian belum dilakukan secara keseluruhan, dari hasil wawancara kepada salah satu staff coding RS Panti Rapih Yogyakarta menerangkan bahwa masih ditemukan berkas rekam medis pasien meninggal yang tidak dituliskan diagnosis penyebab kematiannya oleh dokter yang merawat, selain itu proses reseleksi diagnosis penyebab kematian hanya dilakukan untuk pasien dalam Kota Yogyakarta. Sebelumnya peneliti juga sempat melakukan studi pendahuluan terkait penentuan sebab dasar kematian di salah satu rumah sakit negeri di Bantul, salah satu rumah sakit swatsa di Yogyakarta, dan salah satu rumah sakit swasta di Kebumen, dengan hasil penentuan sebab dasar kematian belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ICD-10 dengan masih ditemukannya diagnosis gagal napas dan kode “R” dalam ICD-10 sebagai sebab dasar kematian padahal menurut ICD-10, kegagalan suatu organ dan gejala seperti yang dikode dalam kode “R” tidak dapat dijadikan sebagai penyebab dasar kematian.

Menurut Depkes RI (2008), data penyebab kematian yang disusun berdasarkan ICD-10 merupakan sumber data yang dapat

(4)

dipakai untuk menghitung angka harapan hidup, angka kematian menurut penyebab dan umur. Selain itu data penyebab dasar kematian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan terkait dengan upaya pencegahan dari penyakit atau kasus yang mematikan (preventif primer) sehingga status kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Misalnya ketika penyakit demam berdarah (dengue hemorrhage fever) menjadi salah satu 10 besar penyebab dasar kematian maka dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk dilakukannya penyuluhan menutup, menguras, dan mengubur (3M) dan pengasapan serta sosialisasi tentang bahaya nyamuk demam berdarah. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengambil keputusan terkait keselamatan dalam berkendara ketika ditemukan kasus kecelakaan lalu lintas sebagai salah satu dari 10 besar penyebab dasar kematian, salah satu upaya pencegahannya adalah dengan menyalakan lampu kendaraan baik siang maupun malam. Menurut Depkes RI (2008), sampai saat ini, pencatatan dan pelaporan data kematian masih jauh dari memadai dan belum seluruhnya terstandar menurut ICD-10. RS Panti Rapih Yogyakarta juga belum sepenuhnya melakukan penentuan diagnosis penyebab dasar kematian sesuai dengan ICD-10, terkait dengan kompetensi perekam medis adalah mengkode diagnosis termasuk penyebab

(5)

dasar kematian, untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ketepatan kode penyebab dasar kematian dengan memilih judul “Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana ketepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui ketepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pelaksanaan pengkodean diagnosis penyebab dasar kematian di RS Panti Rapih Yogyakarta.

b. Mengetahui persentase ketepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian di RS Panti Rapih Yogyakarta.

c. Mengetahui faktor-faktor ketidaktepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian di RS Panti Rapih Yogyakarta.

(6)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan kepada staff coding dalam menentukan kode diagnosis penyebab kematian secara tepat sesuai ICD-10.

b. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang rekam medis khususnya dalam menentukan kode diagnosis penyebab dasar kematian serta menerapkan teori yang didapat selama perkuliahan.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan salah satu indikator kualitas metode pembelajaran bagi mahasiswa sebagai penerus generasi perekam medis Indonesia yang handal.

b. Bagi Peneliti Lain

Dapat menjadi acuan dan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian khususnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang hampir serupa.

(7)

E. Keaslian Penelitian

1. Adi (2010) dengan judul “Kesesuaian Hasil Penetuan Diagnosis Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap Penyakit Jantung Dengan ICD-10 Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji persentase kesesuaian hasil penentuan diagnosis penyebab kematian dengan ICD-10 dan mengkaji cara penentuan diagnosis penyebab kematian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Hasil penelitian ini diperoleh persentase ketidaksesuaian hasil penentuan diagnosis penyebab kematian pasien rawat inap penyakit jantung dengan ICD-10 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten mencapai 94,68%, yang artinya kualitas hasil penentuan diagnosis penyebab kematian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten masih berada dalam kategori kurang sekali. Cara penentuan diagnosis penyebab kematian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dilakukan dengan menetapkan penyebab kematian berdasarkan urutan teratas dari surat keterangan kematian. Hal ini belum sesuai dengan rule yang ada di ICD-10 yang menyatakan bahwa

(8)

penyebab kematian adalah diagnosis yang tertulis paling bawah di surat keterangan kematian dengan menerapkan rule yang ada. Oleh karena itu, petugas rekam medis (coding) harus bisa menerapkan prosedur atau rule dalam menentukan diagnosis penyebab kematian.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Adi (2010) terletak pada bahasannya yaitu sama-sama membahas tentang sebab kematian. Perbedaannya penelitian Adi (2010) adalah meneliti kesesuaian diagnosis khusus pasien rawat inap penyakit jantung, sedangkan penelitian ini meneliti tentang ketepatan kode sebab dasar kematian.

2. Sudirman (2007) dengan judul “Pelaksanaan Kodifikasi Penyebab Kematian Pasien Di Instalasi Kesehatan Anak (INSKA) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan kodifikasi diagnosis kematian pasien INSKA dan akibat yang ditimbulkan kesalahan diagnosis penyebab kematian bagi penyajian data di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan kodifikasi penyebab kematian pasien INSKA tidak dilakukan, namun kodifikasi diagnosis pada lembar

(9)

resume tetap merupakan kewajiban dokter yang merawat pasien, karena merupakan aturan kelengkapan pengisian berkas rekam medis. Kodifikasi penyebab kematian di ICM dilakukan oleh pengkode berdasarkan diagnosis yang ditulis dokter dan hanya di crosscheck dengan ICD-10 vol 1 dan vol 3, dan belum memahami ICD-10 vol 2. Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pengolahan data yaitu hasil penentuan diagnosis kematian yang tertulis pada sertifikat kematian pada berkas rekam medis dan adanya bentuk kolom sebab kematian langsung atau yang mendasari sebab kematian (sebab kematian a, b, c) serta komunikasi petugas kodifikasi dengan dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien meninggal.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sudirman (2007) adalah membahas tentang sebab kematian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik Sudirman (2007) adalah perbedaan pada spesifikasi yang dibahas, Sudirman (2007) lebih spesifik terhadap pelaksanaan penentuan kode penyebab kematian dan dampaknya sedangkan penelitian ini fokus pada analisis ketepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian dan faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktepatan pengkodean diagnosis.

(10)

3. Rokhana (2010) dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Pengisian Kode Tindakan Pada Lembar Ringkasan Masuk Dan Keluar Di RSUD Panembahan Senopati Bantul”.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian kode tindakan pada lembar ringkasan masuk dan keluar di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Hasil penelitian ini adalah pengisian koding tindakan di RSUD Panembahan Senopati Bantul tidak dilaksanakan oleh petugas rekam medis tetapi dilaksanakan oleh perawat di bangsal, penulisan koding tindakan hanya dilaksanakan di komputer, sedangkan di berkas rekam medis tidak ditulis. Faktor-faktor ketidaklengkapan dalam pengisian kode tindakan di lembar ringkasan masuk dan keluar adalah petugas koding merasa kewalahan dalam mengkode karena petugas tidak hanya mengkode tetapi juga menata berkas dan melengkapi berkas rekam medis, faktor yang kedua adalah belum ada kebijakan yang mengatur tentang

(11)

pemakaian ICD-9 CM dan rumah sakit belum memberlakukannya.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rokhana (2010) terletak pada topik yang dibahas yaitu masalah kode, sedangkan perbedaannya ada pada hal yang dikode, penelitian ini mengkode diagnosis penyebab dasar kematian sedangkan penelitian milik Rokhana (2010) kode terkait dengan tindakan.

4. Rismawan (2012) dengan judul “Tingkat Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Di Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta”.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif serta degan rancangan cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keakuratan kode diagnosis dan mengetahui faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Godokusuman II Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah persentase ketidakakuratan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Godokusuman II Yogyakarta mencapai 66,67%. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakakuratan kode diagnosis antara lain tidak adanya prosedur tetap yang mengatur mengenai tata

(12)

cara penulisan diagnosis dan penentuan kode diagnosis, tidak adanya petugas khusus coding yang mempunyai latar belakang pendidikan rekam medis dalam pelaksanaan pengkodean, Sistem Informasi Kesehatan untuk kode diagnosis yang ada pada komputer di Puskesmas Godokusuman II Yogyakarta kurang lengkap dan kurang spesifik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian milik Rismawan (2012) terletak pada bahasannya yaitu kode diagnosis, sedangkan perbedaannya terletak pada spesifikasi diagnosis yang dikode, penelitian ini membahas tentang ketepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian sedangkan Rismawan (2012) fokus pada tingkat keakuratan kode diagnosis secara umum.

F. Gambaran Umum RS Panti Rapih Yogyakarta 1. Jenis Rumah Sakit

Berdasarkan Buku Profil RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2009 dan Laporan Praktik Kerja Lapangan “Desain Formulir dan Analisis Berkas Rekam Medis di Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta” tahun 2012, RS Panti Rapih Yogyakarta

(13)

bersama suster-suster Tarekat Cinta Kasih Santa Corollus Borromeus dan sebagai pelaksanaan adalah Yayasan Panti Rapih. RS Panti Rapih Yogyakarta adalah salah satu rumah sakit swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan rumah sakit dengan tipe B. Selain sebagai pelayanan kesehatan, RS Panti Rapih Yogyakarta juga digunakan sebagai tempat pendidikan bagi calon perawat, dan institusi kesehatan lain seperti apoteker, fisioterapi, dan lain sebagainya.

2. Kepemilikan

RS Panti Rapih Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta milik Yayasan Panti Rapih.

3. Visi, Misi, Nilai dan Motto a. Visi

RS Panti Rapih Yogyakarta sebagai rumah sakit rujukan yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional dan penuh kasih dalam suasana syukur kepada Tuhan.

1) Rumah sakit rujukan. Sebagai rumah sakit yang mampu menerima rujukan dari rumah sakit lain di sekitarnya, terutama bagi layanan subspesialistik yang tersedia. Selain itu RS Panti Rapih Yogyakarta juga memberikan

(14)

bimbingan baik medik, keperawatan maupun non medik kepada rumah sakit lain yang membutuhkan.

2) Pasien sebagai pusat inspirasi dan motivasi. Semangat melayani kepada pasien selalu berkembang dengan memperhatikan perkembangan kebutuhan pasien dalam semua aspek layanan, supaya dapat memberikan kepuasan yang maksimal.

3) Penuh kasih. Semua orang adalah umat Allah yang kudus, yang harus dihargai, dihormati, dan dibela hak hidupnya secara bersungguh-sungguh. Layanan diberikan dengan sentuhan yang manusiawi, adil dan tanpa membeda-bedakan pangkat/jabatan, asal usul, ras, suku dan golongan dan agama serta status sosial.

4) Syukur. Setiap orang, baik karyawan maupun pasien merasakan layanan yang ikhlas, jujur dan penuh kasih, dan mampu merasakan pengayoman Tuhan sebagai pemberi hidup yang memelihara setiap orang dengan kasih yang tak terbatas, adil dan tidak membedakan. b. Misi

1) RS Panti Rapih Yogyakarta menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, profesional, ikhlas dan hormat dalam naungan iman Katolik yang

(15)

gigih membela hak hidup insani dan berpihak kepada yang berkekurangan.

2) RS Panti Rapih Yogyakarta memandang karyawan sebagai mitra karya dengan memberdayakan mereka untuk mendukung kualitas kerja demi kepuasan pasien dan keluarga, dan dengan mewajibkan diri menyelenggarakan kesejahteraan karyawan secara terbuka, proporsional adil dan merata sesuai dengan perkembangan dan kemampuan. Pelayanan kesehatan menyeluruh. Dengan memperhatikan aspek fisik, mental, sosial, spiritual dan intelektual.

3) Secara ramah. Ringan menyapa, tulus tersenyum, peka pada harapan/kebutuhan yang dilayani.

4) Secara adil. Memberikan layanan kesehatan dan sikap melayani yang sama tanpa memandang strata sosial, pangkat/jabatan, kaya miskin, asal usul, dan perbedaan lain.

5) Secara profesional. Layanan diberikan sesuai standar yang sudah ditetapkan.

6) Ikhlas. Kepada siapapun, memperoleh seberapapun, tidak menjadi halangan untuk terus melayani dan

(16)

membela kehidupan pasien sampai Tuhan sendiri mengambil keputusan.

7) Hormat. Siapapun dia, RS Panti Rapih Yogyakarta memberikan layanan dengan menghargai hak hidup setiap orang dan memandang setiap individu sebagai ciptaan Tuhan yang harus dihargai oleh karena Roh Allah sendiri ada dalam diri setiap individu itu.

c. Nilai 1) Ramah

Keterbukaan "menyambut" kepada siapa saja baik yang dikenal maupun belum dikenal. Bersikap : senyum, sapa, sambut, sopan.

2) Adil

Keterbukaan dan jujur baik terhadap diri sendiri, teman, pasien, dan keluarganya dengan penuh tanggungjawab.

3) Profesional

Memberikan layanan sesuai standar secara optimal sesuai dengan tersedianya sumber-sumber yang ada.

(17)

4) Ikhlas

Kerelaan dan ketulusan dalam melayani demi keselamatan sesama dan keagungan nama Tuhan.

5) Hormat

Sikap menghargai keunikan manusia dan menjunjung martabat manusia sejak dalam kandungan sampai Tuhan memanggil.

d. Motto

“Sahabat Untuk Hidup Sehat”, dengan motto ini, RS Panti Rapih Yogyakarta menyadari sepenuhnya bahwa pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) yang diselenggarkan merupakan bagian dari doa permohonan para pasien dan keluarganya untuk memohon kesembuhan jiwa dan atau raga dari Allah sendiri yang sesungguhnya berkuasa atas kesehatan dan kehidupan manusia ciptaan-Nya.

4. Jenis Pelayanan a. Pelayanan Medis

1) Instalasi Gawat Darurat (IGD) 2) Rawat Inap

3) RS Panti Rapih Yogyakarta Yogyakarta memiliki poliklinik rawat jalan sebagai berikut :

(18)

a) Poliklinik Umum 1. Subspesialis Endokrinology 2. Subspesialis Hematology 3. Subspesialis Infeksi 4. Subspesialis Cardiology 5. Subspesialis Gatroenterology 6. Subspesialis Hepatology b) Poliklinik Kesehatan Anak

1. Subspesialis Neo/Perinatology 2. Subspesialis Hematology Anak c) Poliklinik Gigi

1. Spesialis Ortodentist 2. Spesialis Bedah Mulut 3. Spesialis Protesa

4. Spesialis Konversi Gigi d) Poliklinik Endoscopy 1. Gastroscopy 2. Bronchoscopy 3. Coloncopy 4. Urethroscopy 5. Urethrorenscopy

(19)

e) Poliklinik Bedah 1. Bedah Umum 2. Digestive 3. Orthopedic 4. Oncologic 5. Neuro 6. Urology 7. Anak

8. Thorax dan vasculer 9. Mulut

10.Plastik

11.Laparoskopik

f) Klinik Kebidanan dan Kandungan g) Klinik Penyakit Mata

h) Klinik Kulit Kelamin i) Klinik Syaraf

j) Klinik Jiwa k) Klinik Psikologi l) Klinik Penyakit Paru

m)Klinik Penyakit Kulit Kosmetik n) Klinik Penyakit Asma dan Alergi o) Klinik Gizi

(20)

p) Klinik Rehab Medik q) Klinik Radiotherapy

r) Pelayanan Pengobatan Alternatif s) Klinik Akupuntur dan Jamu t) Medhical Check Up

Rawat jalan RS Panti Rapih Yogyakarta didukung oleh beberapa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter subspesialis.

b. Pelayanan Penunjang

Rawat jalan RS Panti Rapih Yogyakarta juga mempunyai fasilitas layanan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1) Pemeriksaan Penunjang: Audiometri, Electroencephalography (EEG), Spirometri Liver Function Test (LFT), Treadmill,

Ultrasonography (USG), Electrocardiography (ECG),

Densitometri, Fisioterapi, Radiologi, Diagnostic,

Hemodialisa. 2)Ganti Verban 3) Medical Check Up

4)Pojok Tuberculosis Direct Observed Treatment Short Course (TB DOTS)

(21)

6) Pelayanan Voluntery Counseling and Testing (VCT) HIV-AIDS

7)BERA (Pelayanan penunjang untuk penyakit syaraf) 8)Konsultasi Bidan Anak (BA)

9) Senam Hamil

c. Layanan luar rumah sakit di instalasi rawat jalan: 1) Layanan Home Care

d. Fasilitas Pendukung Rawat Jalan:

1) Gedung rawat jalan tersentralisasi 3 lantai 2) Rekam redis terkomputerisasi

3) Instalasi farmasi Rawat Jalan di 3 lantai 4) Instalasi radiologi

5) Instalasi laboratorium

6) Ruang tunggu yang nyaman dan bersih 5. Jumlah Tempat tidur :

Pada saat ini RS Panti Rapih Yogyakarta Yogyakarta mempunyai fasilitas tempat tidur sebanyak dengan perincian sebagai berikut :

(22)

Tabel 1

Jumlah Tempat Tidur

RS Panti Rapih Yogyakarta Berdasarkan Kelas Tahun 2011

Sumber : Instalasi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2011

Keterangan :

1. RUPER = Ruang Perawatan

2. PUS = Puspita (kelas bagi pasien yang tidak mampu) No RUPER PERINCIAN KELAS JML V V IP V IP 1A 1B 1C 2 3 P U S 1 CB 2 RA 4 2 6 8 16 2 38 2 CB 2 RI 1 1 2 3 2 1 10 3 CB 3 KK 4 4 4 CB 3 IMC 1 1 1 1 4 5 CB 3 ICCU 1 1 2 3 3 1 11 6 CB 4 BK 3 7 14 7 1 32 7 CB 4 BL 2 2 4 1 5 8 1 23 8 CB 5 DB 23 23 9 CB 6 DB 11 18 29 10 EG 1 PB 15 20 3 38 11 EG 2 PB 15 16 3 34 12 EG 3 PD 15 20 3 38 13 EG 4 PD 15 20 3 38 14 LK 2 DB 17 17 15 LK 3 DB 17 17 16 MY DB 1 10 4 15 JUMLAH 1 22 48 40 35 94 113 18 371

(23)

6. Performance

Tabel 2

Perfomance RS Panti Rapih Yogyakarta Yogyakarta tahun 2010-2012

Sumber : Sub Seksi Rekam Medis RS Panti Rapih Yogyakarta

INDIKATOR 2010 2011 2012

Bed Occupancy Rate (BOR) 82,50% 75,85% 78,65%

Bed Turn Over (BTO) 59,50 kali 54,91 kali 56,85 kali

Length of Stay (LOS) 4,99hari 4,98 hari 5 hari

Turn Over Interval (TOI) 1,07 hari 1,60 hari 1,37 hari

Gross Death Rate (GDR) 40,52 ‰ 43,20 ‰ 43,14‰

Referensi

Dokumen terkait

Hindari pemasok benih yang mengirim benih dalam berbagai ukuran yang berbeda jauh yang menandakan bahwa pembenih tersebut adalah pembenih yang kurang memperhatikan

Pada gambar 2.11 (a) adalah komponen-komponen yang akan digunakan untuk membaca data, yaitu dua TextField untuk membaca nama dan alamat, dua RadioButton untuk membaca

Selain diperoleh melalui informan, data juga diperoleh dari hasil observasi seperti pengamatan secara langsung kinerja kepengurusan yang ada di Pondok Al- Amien

Ketiga, dalam konteks keindonesiaan, kemunculan gerakan neo-modernisme Islam yang dimotori oleh Nurchalish Madjid lebih merupakan kritik sekaligus solusi atas pandangan dua arus

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur pembayaran pajak kendaraan bermotor melalui Samsat J’bret pada kantor Cabang Pelayanan Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah

SOMO SUMARTO SLEMAN 31-12-1931 Perempuan Janda/Duda (C.Mati) Kepala Keluarga

Pengembangan profesionalitas dosen dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya peningkatan kompetensi, antara lain meliputi: (a) penguasaan bidang keahlian yang

Dari berbagai macam penelitian yang umumnya dilakukan pada hewan percobaan dalam periode neonatal atau infant dengan pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan, telah