• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELUSURAN ULANG POTENSI SUAKA PERIKANAN DI DANAU TOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELUSURAN ULANG POTENSI SUAKA PERIKANAN DI DANAU TOBA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENELUSURAN ULANG POTENSI SUAKA PERIKANAN

DI DANAU TOBA

Syahroma Husni Nasution1, Lukman1, dan I. Ridwansyah1

1

Pusat Penelitian Limnologi – LIPI Email: syahromanasution@yahoo.com

ABSTRAK

Pemanfaatan perairan yang semakin intensif memerlukan suatu penetapan wilayah wilayah yang semestinya menjadi zona lindung bagi biota penghuninya, baik untuk menjaga kelestarian keragaman hayati perairan maupun untuk mendukung keberlangsungan produksi ikan-ikan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Pentingnya wilayah suaka perikanan di Danau Toba karena terdapat beberapa jenis biota yang perlu dilindungi yaitu biota endemis seperti ikan ihan/batak N. thienemanni dan L. (Tor) soro, serta remis toba (C. tobae), juga jenis ikan lokal yang keberadaannya sudah sangat menurun seperti ikan pora-pora (P. binotatus). Telah dilakukan penelusuran ulang wilayah-wilayah perairan di sekeliling Danau Toba, dievaluasi kondisi kualitas airnya dan dilakukan pengamatan terhadap kondisi lingkungan sekitarnya, sebagai dasar evaluasi melihat potensinya sebagai suaka perikanan. Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus dan Oktober 2013 terhadap 19 perairan-perairan teluk di Danau Toba, dengan melakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air yaitu suhu, kecerahan, DO, pH, kelimpahan klorofil-a, kadar hara dan kadar bahan organik. Pengamatan juga dilakukan terhadap kondisi lingkungan sekitarnya yang meliputi keberadaan inlet (sungai) yang masuk, aktivitas masyarakat dan keberadaan tumbuhan air serta potensi perairan lainnya. Telah teridentifikasi 11 stasiun yang berpotensi sebagai suaka perikanan per kabupaten di Danau Toba. Di kabupaten Dairi (Sta. Binagara dan Paropo); di Kabupaten Samosir (Sta. Boho dan Tulas); di Kabupaten Toba Samosir (Sta. Pangaloan, Sigapiton dan Hinalang); di Kabupaten Simalungun (Sta. Halaotan, Sipolha, dan Panahatan); dan di Kabupaten Humbang Hasundutan (Sta. Timpar).

Kata kunci: Danau Toba, suaka perikanan, arahan ruang, kualitas air

PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumber daya perairan danau yang multi fungsi ini pada umumnya belum dikelola dengan pola berkelanjutan sehingga memicu munculnya berbagai permasalahan dan konflik sosial. Dampak pembangunan pertanian, industri dan urbanisasi di daerah tangkapan air (DTA) juga menambah permasalahan di perairan danau seperti pendangkalan, pengkayaan unsur hara (eutrofikasi), pencemaran, punahnya biota asli dan endemik.

Kondisi tingkat kerusakan danau-danau di Indonesia menjadikan perhatian pemerintah, hingga ditetapkannya 15 danau prioritas nasional yang kondisinya kristis dan harus segera diperbaiki. Diantara 15 danau tersebut yang kondisi kritis tersebut adalah Danau Toba.

Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan Provinsi Sumatera Utara, merupakan danau tekto-vulkanik yang menurut wilayah adminsitrasi pemerintahan berada pada tujuh kabupaten yaitu: (1) Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Kabupaten Humbang Hasundutan, (3) Kabupaten Toba Samosir, (4) Kabupaten Samosir, (5) Kabupaten Simalungun, (6) Kabupaten Karo, dan (7) Kabupaten Dairi.

(2)

Secara geografis, Ekosistem Danau Toba Terletak pada koordinat 2o 10’ LU – 3o 10’ LU dan 98o 20, BT – 99o 50’ BT, dengan ketinggian 903 meter dari permukaan laut. Danau ini merupakan danau yang terluas di Indonesia dengan luas mencapai 122.970 ha dan kedalaman maksimum mencapai 450 m (Ruttner,1930). Total volume air danau lebih kurang 1.258 m3 (LTEMP, 2006).

Danau Toba dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, transportasi, sumber air bersih, perikanan tangkap, perikanan budidaya (Karamba Jaring Apung/KJA) dan pariwisata. Pemanfaatan wilayah Danau Toba yang paling dominan saat ini adalah merupakan objek pariwisata. Telah menjadi kebijakan nasional, bahwa kawasan Danau Toba merupakan salah satu andalan dan potensi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPNAS) (Ardika, 1999).

Potensi lain yang sangat besar dari perairan Danau Toba adalah air yang mengalir melalui inletnya yang telah dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura yang memiliki kapasitas yang cukup besar, mencapai 286 Megawatt (MW) dan telah beroperasi sejak tahun 1982. Kegiatan lain pemafaatan perairan danau yang juga cukup mengancam kelestarian Danau Toba adalah usaha perikanan budidaya menggunakan karamba jaring apung (KJA). Di samping potensi tersebut, di Danau Toba terdapat beberapa jenis biota yang perlu dilindungi yaitu biota endemis seperti ikan ihan/batak N. thienemanni dan L. (Tor) soro, serta remis toba (C. tobae), juga jenis ikan lokal yang keberadaannya sudah sangat menurun seperti ikan pora-pora (P. binotatus). Menurut Soerjani et al. (1979) ikan di Danau Toba ditemukan 18 jenis, sedangkan yang ditemukan Kartamihardja (1987) sebanyak 13 jenis dan ikan introduksi seperti ikan mujair dan ikan mas yang dimasukkan ke perairan danau Toba pada tahun 1940 dan 1937 (Sarnita, 1999).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan wilayah yang semestinya menjadi zona lindung bagi (suaka perikanan) biota penghuninya. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian keragaman hayati perairan maupun untuk mendukung keberlangsungan produksi ikan-ikan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 yang dilakukan pada stasiun (Sta. 1 .s.d Sta. 3; Sta. 16 s.d Sta. 19) dan pada bulan Oktober 2013 di stasiun (Sta. 4 s.d Sta. 15) yang tersebar di tepian perairan Danau Toba (Gambar 1). Lokasi-lokasi tersebut mewakili perairan di Kabupaten Simalungun (6 lokasi), Kabupaten Toba Samosir (5 lokasi), Kabupaten Tapanuli Utara (1 lokasi), Kabupaten Humbang Hasundutan (1 lokasi), Kabupaten Samosir (4 lokasi), dan Kabupaten Dairi (2 lokasi). (Tabel 1).

Parameter oksigen terlarut (DO; Dissolved Oxygen), suhu dan pH diukur secara langsung (insitu), untuk parameter Total Nitrogen (TN), Total Phosphor (TP), kebutuhan oksigen kimiawi (COD;

Chemical Oxygen Demand), dan klorofil-a dilakukan dengan pengambilan contoh air untuk kemudian

dianalisis di laboratorium (Tabel 2). Parameter suhu, pH dan DO dan suhu diukur dengan WQC

(Water Quality Checker) [HORIBA] tipe U-10. Parameter TN, TP, dan COD dianalisis

menggunakan spektrofotometer (Greenberg dkk., 1992). Parameter penunjang lainnya adalah tingkat kecerahan yang diukur dengan cakram Sechi. Pengambilan air menggunakan Van Dorn Sampler. Untuk analisis klorofil-a, contoh air sebanyak 250 mL disaring dengan Whatman Glass Microfiber

(3)

Total Fosfor ditetapkan melalui dektruksi contoh air dengan K2S2O8 dalam keadaan asam, senyawaan

Nitrogen (TN) ditetapkan dengan dekstruksi contoh air menggunakan asam borat dalam keadaan basa dengan metode brucin. Kadar COD dianalisis dengan menggunakan metode dekstruksi dikromat. Analisis klorofil-a menggunakan spektrofotometri (Greenberg dkk., 1992).

Gambar 1. Peta stasiun pengukuran kualitas air di Danau Toba

Tabel 1. Posisi geografis stasiun-stasiun pengambilan contoh

Stasiun Lokasi Koordinat Kabupaten

Sta. 1 Ujung Saribu 02o54,147' LU; 98

o

33,452'

BT Simalungun

Sta. 2 Gaol 02o52,861' LU; 98

o

37,463'

BT Simalungun

Sta. 3 Halaotan 02o50,534' LU; 98

o

43,565'

BT Simalungun

Sta. 4 Tanjung Unta 02o46,154' LU; 98

o48,419’ BT Simalungun Sta. 5 Sipolha 02 o 44’08,5” LU; 98o51,447’ BT Simalungun

Sta. 6 Panahatan 02o42,192' LU; 98

o

54,913'

(4)

Sta. 7 Sigapiton 02o35,973' LU; 98

o

55,662'

BT Toba Samosir

Sta. 8 Sirungkungan 02o34,037' LU; 98

o

57,198'

BT Toba Samosir

Sta. 9 Pangaloan 02o33,492' LU; 98

o

58,908'

BT Toba Samosir

Sta. 10 Jonggi Nihuta 02o32,890' LU; 98o29,626' BT Toba Samosir Sta. 11 Hinalang 02o19,337' LU; 99o00,017' BT Toba Samosir Sta. 12 Muara Nauli 02o20,416' LU; 98o54,266' BT Tapanuli Utara Sta. 13 Timpar 02o21,147' LU; 98o49,391' BT Humbang

Hasundutan Sta. 14 Holbung 02o23,999' LU; 98o48,463' BT Samosir Sta. 15 Lumbannahor 02o26,163' LU; 98o47,113' BT Samosir

Sta. 16 Boho 02

o

33,035' LU; 98

o

40,063' BT Samosir Sta. 17 Tulas 02o38,131' LU; 98o38,064' BT Samosir Sta. 18 Binagara 02o44.283' LU; 98o34,667' BT Dairi Sta. 19 Paropo 02o51.312' LU; 98o31,467' BT Dairi

Tabel 2. Metode analisis parameter kualitas air Danau Towuti

No Parameter Metode

1 DO; Dissolved

Oxygen

Insitu menggunakan WQC Horiba (Water Quality Checker)

[HORIBA] tipe U-10,

2 pH Insitu menggunakan WQC Horiba (Water Quality Checker)

[HORIBA] tipe U-10,

3 Suhu Insitu menggunakan WQC Horiba (Water Quality Checker) [HORIBA] tipe U-10,

4 TN Pengambilan contoh air menggunakan Van Dorn Sampler; analisis di laboratorium; asam borat metode brucin  Spektrofotometer 5 TP Pengambilan contoh air menggunakan Van Dorn Sampler; analisis

di laboratorium; dengan oksidator K2S2O8  Spektrofotometer

6 COD Ppengambilan contoh air menggunakan Van Dorn Sampler; analisis di laboratorium; metode dekstruksi dikromat  Spektrofotometer 7 Khlorofil-a Pengambilan contoh air menggunakan Van Dorn Sampler; analisis

di laboratorium; diawetkan dengan MgCO3. Ekstraksi menggunakan

aseton  Spektrofotometer 8 Tingkat kecerahan Cakram Sechi

HASIL

Kondisi Kualitas Air

Kondisi kualitas air yang terdapat di 19 lokasi yang diperkirakan berpotensi sebagai suaka perikanan dapat dilihat pada Tabel 2. Kondisi kualitas air penciri karena pengaruh antrofogenik di perairan Danau Toba yang berpotensi sebagai suaka perikanan dapat dilihat pada Tabel 4,

(5)

sedangkan Tabel 5 memperlihatkan kondisi habitat lingkungan perairan stasiun penelitian Danau Toba. Tabel 6 memperlihatkan penetapan kelas-kelas lokasi potensi suaka perikanan di Danau Toba berdasarkan kondisi perairan saat ini, status trofik, dan berdasarkan pemanfaatan di sekitar lokasi saat ini.

Tabel 3. Kondisi kualitas air penciri alami pada lokasi yang diamati di Danau Toba

Stasiun Lokasi Suhu (oC) pH DO (mg/L) Kecerahan

(m)

Sta. 1 Ujung Saribu 26,1 8,21 7,10 7,4

Sta. 2 Gaol 25,4 7,86 7,03 8,8

Sta. 3 Halaotan 25,2 8,61 7,03 8,0

Sta. 4 Tanjung Unta 24,9 7,45 6,31 9,5

Sta. 5 Sipolha 25,2 7,84 6,57 8,2 Sta. 6 Panahatan 25,6 8,00 7,12 6,3 Sta. 7 Sigapiton 25,6 8,12 7,36 7,1 Sta. 8 Sirungkungan 25,2 8,19 7,17 9,0 Sta. 9 Pangaloan 25,9 8,17 7,01 9,5 Sta. 10 Jongginihuta 26,0 8,18 7,07 8,7 Sta. 11 Hinalang 24,9 7,72 6,66 9,0

Sta. 12 Muara Nauli 25,2 7,93 6,63 8,4

Sta. 13 Timpar 25,3 7,89 7,44 8,0 Sta. 14 Holbung 25,6 8,42 6,50 11,5 Sta. 15 Lumbannahor 26,4 8,44 7,30 9,5 Sta. 16 Boho 25,0 7,70 5,86 3,5 Sta. 17 Tulas 26,9 8,60 7,52 7,0 Sta. 18 Binagara 26,4 8,45 7,30 7,7 Sta. 19 Paropo 26,3 8,34 7,15 7,4

Tabel 4. Kondisi kualitas air penciri pengaruh antrofogenik pada lokasi yang diamati di Danau Toba Stasiun Lokasi TN (mg/L) TP (mg/L) COD (mg/L) Klorofil a (mg/M3) 1 Ujung Saribu 0,102 0,022 35,454 0,916 2 Gaol 0,122 0,041 32,424 1,010 3 Halaotan 0,154 0,018 30,909 2,047 4 Tanjung Unta 0,329 0,013 118,788 1,407 5 Sipolha 0,270 0,013 80,909 2,378 6 Panahatan 0,238 0,019 102,121 1,620 7 Sigapiton 0,302 0,015 86,970 1,010 8 Sirungkungan 0,374 0,012 108,182 0,583 9 Pangaloan 0,250 0,013 91,515 0,795 10 Jongginihuta 0,257 0,019 111,212 0,443 11 Hinalang 0,275 0,013 97,576 2,018 12 Muara Nauli 0,303 0,020 106,667 0,825

(6)

13 Timpar 0,263 0,013 91,515 1,008 14 Holbung 0,080 0,031 29,394 1,195 15 Lumbannahor 0,075 0,022 30,909 0,611 16 Boho 0,173 0,012 40,000 2,474 17 Tulas 0,127 0,025 29,394 1,407 18 Binagara 0,133 0,038 33,939 0,397 19 Paropo 0,092 0,018 38,485 1,407

Tabel 5. Konsisi habitat lingkungan perairan Danau Toba yang berpotensi sebagai suaka perikanan

Stasiun Lokasi Kabupaten Kondisi habitat

Sta. 1 Ujung Saribu Simalungun

Batu besar (boulders); tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); lalang, rumput-rumputan; permukiman; KJA (20 petak)

Sta. 2 Gaol Simalungun Batu kecil; tanaman air

Sta. 3 Halaotan Simalungun Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu

(Binanga Bolon)

Sta. 4 Tanjung Unta Simalungun Ada alur sungai (kecil); aktivitas perikanan tangkap

gillnet dan bagan; KJA

Sta. 5 Sipolha Simalungun

Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu; tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); aktivitas perikanan tangkap bagan

Sta. 6 Panahatan Simalungun

Ada aktivitas perikanan tangkap bagan; KJA (70 pertak); tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata, Salvinia molesta)

Sta. 7 Sigapiton Toba Samosir

Ada sungai kecil intermiten; tanaman air

(Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); lalang, rumput-rumputan

Sta. 8 Sirungkungan Toba Samosir

Pendartaan kapal; sungai kecil intermiten; tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); lalang, rumput-rumputan; permukiman

Sta. 9 Pangaloan Toba Samosir

Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu; aktivitas perikanan tangkap gillnet & bagan banyak; tempat migrasi burung; permukiman

Sta. 10 Jonggi Nihuta Toba Samosir

Tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); lalang, rumput-rumputan; pohon pisang; kebun coklat; aktivitas perikanan tangkap gillnet; permukiman

Sta. 11 Hinalang Toba Samosir

Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu; tempat migrasi burung; pantai pasir putih; aktivitas perikanan tangkap bagan (25 bh); permukiman

Sta. 12 Muara Nauli Tapanuli Utara

Ada pendaratan kapal besar beserat kapal dan speed boat; hotel; kawasan bisnis (pariwisata); KJ tancap (4 buah); aktivitas perikanan tangkap bagan (13 bh); permukiman

(7)

sepanjang waktu; dasar pasir kwarsa; air jenih; Tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); lalang, rumput-rumputan; aktivitas perikanan tangkap bagan (7 bh), KJA (sedikit)

Sta. 14 Holbung Samosir

Ada pendaratan kapal dan kapal-kapal besar, speed boat sebagai rute ke Balige; tanaman air (Hydrilla verticillata); dasar pasir putih

Sta. 15 Lumbannahor Samosir

Air jenih; Tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); aktivitas perikanan tangkap bagan (3 bh); permukiman

Sta. 16 Boho Samosir

Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu; serasah tinggi; Tanaman air (Eicchornia crassipes

dominan, Hydrilla verticillata); aktivitas perikanan tangkap bagan (3 bh);

Sta. 17 Tulas Samosir

Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu; serasah tinggi; Tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata);

Sta. 18 Binagara Dairi

Ada sungai besar yang mengalir sepanjang waktu; Batu besar (boulders); tanaman air (Eicchornia crassipes, Hydrilla verticillata); lalang, rumput-rumputan

Sta. 19 Paropo Dairi

Ada sungai kecil namun mengalir sepanjang waktu; tanaman air (Eicchornia crassipes) dalam jumlah besar dan disekat dengan bambu untuk tempat memancing; permukiman; KJA 12 petak; kapal besar (4 bh), kapal sedang (4 bh), kapal kecil (3 bh) dan pendaratan kapal

Tabel 6. Penetapan kelas-kelas lokasi potensi suaka perikanan di Danau Toba

Stasiun Lokasi Kondisi Perairan Pemanfaatan di sekitar

lokasi Kelas Lokasi KJA Status Tropik1) Kelas Air2) Perkiraan sirkulasi massa air

Saat ini3) Potensi4)

1 Ujung Saribu Mesotrofik III Rendah Ta Wisata III

2 Gaol Eutrofik III Baik Ta Ta II

3 Halaotan Mesotrofik III Baik Wisata Suaka III

4 Tanjung Unta Mesotrofik IV Baik Wisata;KJA Ta III

5 Sipolha Mesotrofik IV Baik Ta Suaka I

6 Panahatan Mesotrofik IV Baik Wisata;KJA Suaka IV

7 Sigapiton Mesotrofik IV Rendah Ta Suaka II

8 Sirungkungan Oligotrof IV Baik KJA Ta I

9 Pangaloan Mesotrofik IV Rendah Ta Suaka III

10 Jongginihuta Mesotrofik IV Rendah Ta Ta II

11 Hinalang Mesotrofik IV Baik Wisata Suaka III

(8)

13 Timpar Mesotrofik IV Baik KJA Suaka I

14 Holbung Eutrofik III Baik Ta Ta II

15 Lumbannahor Mesotrofik III Baik Ta Ta I

16 Boho Oligotrof III Rendah Ta Suaka IV

17 Tulas Mesotrofik III Baik Ta Suaka III

18 Binagara Eutrofik III Baik Wisata Suaka III

19 Paropo Mesotrofik III Baik Ta Suaka III

1)

Berdasarkan kadar TP; 2) Berdasarkan tingkat COD; 3) Keberadaan wisata mengacu pada Gambar 4; 4) Kriteria reservat terdapat aliran sungai (Pada saat ini belum ditetapkan wilayah reservat di perairan Danau Toba); Ta : Tidak ada data/informasi. Kriteria kelas lokasi KJA:I = Layak; II = Terbatas; III = Dihindari; IV = Tidak layak

DISKUSI

Kondisi Kualitas Air

Kondisi kualitas air Danau Toba menunjukkan suhu air pada stasiun-stasiun yang diamati berkisar antara 24,9 – 26,9oC, pH antara 7,45 -8,61, oksigen terlarut antara 5,86 -7,53 mg/L, dan kecerahan perairan antara 3,5 – 11,5 m (Tabel 2). Kisaran suhu pada umumnya sejalan dengan kondisi atmosfir, dan kadang-kadang dipengaruhi oleh waktu pengukuran. Kondisi suhu di perairan Danau Toba relatif tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Berdasarkan laporan Lukman (2011), di wilayah littoral Danau Toba kondisi suhu pada pengukuran Oktober 2009 di permukaan perairan berada pada kisaran 25,5 – 26,0oC dan pada kedalaman 40 m suhu hanya menurun hingga 24,5-25,0oC.

Karakteristik pH perairan Danau Toba yang cenderung alkalin tampaknya terkait dengan daerah tangkapan (DTA) Danau Toba yang beberapa dintaranya merupakan wilayah batuan karst (kapur). Pada umumnya perairan alkalin berada di daerah karst, yang aliran airnya banyak melarutkan komponen kalsium (Ca), sebagaimana sungai-sungai pada kawasan karst di Barat Laut Slovenia yang memiliki pH bervariasai antara 7,7 – 8,0 (Mori and Bracelj, 2006).

Sementara itu kadar oksigen terlarut yang terukur menunjukkan kondisi sangat layak untuk kehidupan biota perairan, terutama ikan (>3,0 mg/L) (Alabaster & Lloyd, 1981), dan menunjukkan kondisi alami dalam arti belum menunjukkan adanya pengaruh dari pencemaran organik. Mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kondisi perairan berdasarkan kadar oksigen terlarutnya (> 6 mg/L), kecuali di Stasiun 16 wilayah Boho, menunjukkan mutu air kelas I.

Sebagai acuan status tropik teluk-teluk Danau Toba yang diamati adalah mengikuti Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup No. 28/2009 dalam Anonim (2009), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.

Tingkat kecerahan perairan (> 4 m), pada umumnya menunjukkan perairan dengan status trofik mesotrof, bahkan di Stasiun 14 memiliki tingkat kecerahan yang tinggi (> 10 m) yang mencirikan status perairan oligotrof. Tingkat kecerahan terendah (3,5 m) tercatat di Stasiun 16 yang tampaknya terkait dengan adanya komponen humus yang masuk melalui aliran sungai.

Parameter kualitas air yang menjadi ciri pengaruh antrofogenik (Tabel 4 dan Gambar 2) merupakan kondisi sebagai dampak adanya pengaruh manusia, seperti kadar TN, TP, COD dan kelimpahan klorofil. Parameter tersebut dapat menujukkan tingkat status tropik dan kelas kualitas airnya.

(9)

Berdasarkan kriteria kadar TN pada umumnya lokasi-lokasi yang diamati mencirikan perairan oligotrof (< 0,650 mg/L), sedangkan berdasarkan kadar TP sebagian lokasi berada pada kondisi mesotrof (0,01 – 0,03 mg/L), tiga lokasi menunjukkan kondisi eutrof (0,03 – 0,1 mg/L) yaitu Sta. 2, Sta. 15 dan Sta. 18. Sementara itu lokasi Sta. 8 dan Sta. 16 berada pada kondisi mesotrof ringan atau sedikit di atas kondisi oligotrof. Berdasarkan kadar klorofil, sebagian besar stasiun yang diamati berada pada kondisi oligotrof (< 0,002 mg/L atau <2 mg/M3), hanya empat stasiun yang berada pada kondisi mesotrof (> 0,002 mg/L atau > 2 mg/M3). Berdasarkan tingkat COD, sebagian besar stasiun yang diamati memiliki kualitas air kelas III (kadar COD 25 – 50 mg/L) dan kelas IV (kadar COD antara 50 – 100 mg/L).

Tabel 7. Kriteria status trofik perairan danau berdasarkan beberapa parameter kualitas air Status Trofik Kadar

rata-rata Total N (mg/L) Kadar rata-rata Total P (mg/L) Kadar rata-rata Chlorofil (mg/L) Kecerahan rata-rata (m) Kisaran kadar TP (mg/m3)* Oligotrof < 0,650 < 0,010 < 0,002 > 10 3,0 – 17,7 Mesotrof > 0,750 < 0,030 < 0,005 > 4 10,9 – 95,6 Eutrof < 1,900 < 0,100 < 0,015 > 2,5 16,2 – 386 Hipereutrof > 1,900 > 0,100 > 0,200 < 2,5 750 – 1.200 Sumber: Peraturan Menteri LH No. 28/2009 dalam Anonim (2009); *) Vollenweider and Kerekes (1980)

Gambar 2. Status trofik teluk-teluk yang diamati berbasis kadar TP

Pemilihan stasiun berdasarkan lokasi yang berteluk dan mempunyai aliran sungai yang relatif masih mengalir sepanjang tahun. Kondisi habitat setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5. Dari tabel ini terlihat bahwa kondisi habitat diantaranya memiliki batu besar, banyak tumbuhan air seperti Hydrilla verticillata dan Eicchornia crassipes dan beberapa lokasi sudah dimanfaatkan untuk budidaya ikan dalam Karamba Jaring Apung (KJA). Di samping itu beberapa stsiun menjadi pendaratan kapal penumpang. Stasiun-stasiun yang memiliki aliran sungai yang cukup besar dan permanen memiliki potensi besar sebagai kawasan suaka perikanan.

(10)

Pemanfaatan perairan Danau Toba yang utama adalah sebagai pariwisata yang tersebar di sekeliling perairan danau yang bebrapa lokasi masih berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan pariwisata. Diluar desa/dusun yang memiliki aktivitas bisnis/wisata dan potensi wisata di wilayah Danau Toba, terdapat 120 desa/dusun yang tidak memiliki dan tidak berpotensi aktivitas wisata. Air Danau Toba juga dimanfaatkan sebagai sumber air minum oleh masyarakat sekitar danau. Perusahaan Air Minum (PAM) juga memanfaatkan air danau sebagai sumber air bakunya untuk diolah. Lokasi PAM berada di Laguboti, Pangururan, dan Balige. Beberapa lokasi sumber air minum masyarakat dapat lihat pada Gambar 18. Intensitas pengembangan KJA di perairan Danau Toba saat ini sudah cukup tinggi, dan tersebar di seluruh wilayah perairan. Dokumen dari Badan Pelaksana Badan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Danau Toba (Sitompul et al. 2007) mengemukakan bahwa lokasi-lokasi KJA telah tersebar di 50 desa/dusun, yaitu milik masyarakat 5.158 unit, milik Perusahaan Modal Asing (PMA) 4 lokasi dengan KJA berukuran besar dan satu lokasi dengan 72 unit KJA berukuran kecil.

Berdasarkan informasi dari Krismono dan Sarnita (2003) terdapat 19 lokasi suaka perikanan yang tersebar di seluruh kabupaten di wilayah Danau Toba. Meskipun demikian, dari penelusuran dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dan Sub Dinas Perikanan di kabupaten-kabupaten wilayah Danau Toba, surat penetapan suaka perikanan di kawasan Danau Toba tidak diketahui. Suaka-suaka tersebut kemungkinan bukan suatu kawasan lindung, tetapi tempat yang ditetapkan untuk penebaran ikan (restoking) yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara, lewat Balai Benih (BBI) Ikan di Simanindo. Penebaran ikan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan produksi ikan di Danau Toba yang dilakukan sejak tahun 1993/1994 hingga tahun 2011 lalu (Staf BBI Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumatera Utara di Simanindo; Komunikasi Pribadi).

Beberapa kawasan yang disebut sebagai suaka perikanan, pada kenyataannya tidak layak sebagai wilayah lindung ikan karena terdapatnya aktivitas yang kurang mendukung bagi kehidupan ikan seperti adanya KJA (Panahatan), aktivitas pelabuhan penyeberangan (Tiga Raja) dan pariwisata (Tongging). Berdasarkan penelitian Krismono dan Sarnita (2003) yang diduga lokasi-lokasi tersebut bukan merupakan suaka perikanan, maka dilakukan penelusuran ulang lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai suaka perikanan. Berdasarkan hasil pengamatan untuk penetapan lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai suaka perikanan dan dengan memperhatikan kondisi perairan serta pemanfaatannya, maka didapatkan sembilan (9) lokasi yang memiliki potensi (Tabel 6 dan Gambar 3).

Kesebelas stasiun yang berpotensi sebagai suaka perikanan tersebut dijumpai di lima (5) kabupaten yaitu Kabupaten Dairi dijumpai di Sta. Binagara dan Paropo; Kabupaten Samosir dijumpai di Sta. Boho dan Tulas; Kabupaten Toba Samosir dijumpai di Sta. Pangaloan, Sigapiton dan Hinalang; Kabupaten Simalungun dijumpai di Sta. Halaotan, Sipolha, dan Panahatan); dan Kabupaten Humbang Hasundutan dijumpai di Sta. Timpar.

Hasil overlay dari distribusi wisata, distibusi pemanfaatan air Danau Toba sebagai air minum, distribusi KJA dan distribusi stasiun-stasiun sampling suaka perikanan, memperlihatkan bahwa kesembilan stasiun yang berpotensi sebagai suaka perikanan berada di lokasi yang sedikit mungkin bersentuhan dengan kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan danau yang dapat mengganggu suaka perikanan (Gambar 3).

(11)

Gambar 3. Peta potensi suaka perikanan di Danau Toba dengan memperhatikan pemanfaatan perairan

Yang perlu menjadi perhatian bahwa keberhasilan suaka perikanan di perairan untuk keberadaan remis toba adalah wilayah littoral yang luas, sedangkan untuk suaka komunitas ikan-ikan tertentu seperti Tor sp dan ikan bilih harus memiliki ruang migrasi ke anak sungai (Lukman, 2010). Dengan demikian tepian Danau Toba yang memiliki wilayah litoral yang luas dan muara sungai yang memiliki aliran permanen tidak menjadi areal pengembangan KJA. Suaka perikanan atau reservat ikan, meskipun saat ini belum ditetapkan oleh pemerintah daerah di wilayah Danau Toba, maka untuk setiap kabupaten di seputar Danau Toba harus mengalokasikan minimal lokasi suaka alam, yang mana harus dibebaskan dari aktivitas dan pengembangan KJA.

KESIMPULAN

Telah teridentifikasi 11 stasiun yang berpotensi sebagai suaka perikanan per kabupaten di Danau Toba berdasarkan kondisi kualitas air dan kondisi lingkungan sekitarnya. Di kabupaten Dairi yang berpotensi sebagai suaka perikanan yaitu di Sta. Binagara dan Paropo; di Kabupaten Samosir (Sta. Boho dan Tulas); di Kabupaten Toba Samosir (Sta. Pangaloan, Sigapiton dan Hinalang); di Kabupaten Simalungun (Sta. Halaotan, Sipolha, dan Panahatan); dan di Kabupaten Humbang Hasundutan (Sta. Timpar).

DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, J. S. and R. Lloyd, 1981, Water Quality Criteria for Freshwater Fish, FAO, Butterworth, London, 361 p

(12)

Anonim, 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009, tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air danau dan/atau Waduk. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 22 hal.

Ardika, G. 1999. Danau dan Waduk dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Lake Reservoir

in the Developmnet of Continuable Tourism System). Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan

dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. PPLH-IPB, Ditjen Bangda-Depdagri, Ditjen Pengairan-Dep.PU, dan Kantor Men. LH. Bogor. Hlm IV (1-13).

Greenberg, A. E., L. S. Clesceri, and A. D. Eaton (ed.). 1992. Standard methods for the examination of

water and waste water, 18th edition. APHA-AWWA-WEF.

Kartamihardja, E.S. 1987. Potensi Produksi dan Pengelolaan Perikanan di Danau Toba, Sumatera Utara. Bull.Penel.Perik. Darat, 6(1):65-77.

Krismono, A.S.N. dan A.S. Sarnita. 2003. Penilaian Ulang Lima Suaka Perikanan di Danau Toba Berdasarkan Kualitas Air dan Parameter Perikanan Lainnya. Jurnal Penel. Perik. Indonesia, 9(3):1-11.

Lukman. 2010. Faktor-faktor Pertimbangan dalam Penetapan Tata Ruang Perairan Danau. Studi Kasus Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V, Tahun 2010. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. Hal. 354-369.

Lukman, 2011. Ciri Wilayah Eufotik Perairan Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Hari

Lingkungan Hidup 2011. “Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup berbasis

Kearifan Lokal. PPLH –LPPM Unsoed, Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia. Tema II. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Hal. 130 - 139

LTEMP. 2006. Internalisasi Pedoman Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba. BKPEKDT. Medan, 39 hal.

Mori, N., and A. Bracelj, 2006. Macroinvertebrate Communities of Karst Springs of Two Rivers Catchments in the Southern Limestone Alps (the Julian Alps, NW Slovenia). Aquatic Ecology, Vol. 40: 69 – 83

Ruttner, F. 1930. Hydrographische und hydrochemishe Beobachtungen auf Java, Sumatera und Bali. PP:196-454 in A. Thienemann. Archiv fur hydrobiology. Organ Der Internationalen Fur

Theoritische und Angewandte Limnologie. Supplement-Band VIII. E. Schweizerbart’sche

Verlagsbuchhandlung (Ewin Nagele) Stutgart.

Sarnita, A.S. 1999. Introduction and Stocking of Freshwater Fishes into Inland Waters of Indonesia. In: W.I.T. van Densen and M.J. Morris (eds). Fish and Fisheries of Lakes and Reservoirs in Southeast Asia and Africa. Westbury Publ, Otley, UK. PP. 143-150.

Sitompul, R., L.U. Sitanggang, H.D. Putra, Roswita, R. Sagala, dan D. Y. Mulyati, 2007. Profil

Pantai dan Perairan Danau Toba. BPBPEKDT, Medan.

Soerjani, M., S. Wargasasmitha, A. Djalil, dan S.Tjitrosoedirdjo. 1979. Survei Ekologi Danau Toba.

Laporan Akhir, Tahun 1978-1979. Univ. Indonesia-Dep. PU. 24 hal.

Vollenweider, R.A and J. Kerekes. 1980. The Loading Concept as Basis for Controlling Eutrophication Phylosophy and Preliminary Result of the OECD Programme on Eutrophication. Eutrophication of Deep Lakes. Proceedings of a Seminar held in Gjovic, Norway, June 1978. Pergamon Press, Oxford, New York. p. 5-38.

Gambar

Gambar 1.  Peta stasiun pengukuran kualitas air di Danau Toba
Tabel 4.  Kondisi kualitas air penciri pengaruh antrofogenik pada lokasi yang diamati di  Danau Toba  Stasiun  Lokasi  TN  (mg/L)  TP  (mg/L)  COD (mg/L)  Klorofil a (mg/M3)  1  Ujung Saribu  0,102  0,022  35,454  0,916  2  Gaol  0,122  0,041  32,424  1,01
Tabel 5. Konsisi habitat lingkungan perairan Danau Toba yang berpotensi sebagai suaka  perikanan
Tabel 6.  Penetapan kelas-kelas lokasi potensi suaka perikanan di Danau Toba  Stasiun  Lokasi  Kondisi Perairan  Pemanfaatan di sekitar
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (dalam Sprinthal &amp; Sprinthal, 2009: 554) prestasi akademik dapat diprediksi dengan mengukur SRL yang dimiliki

Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, sekolah mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan harapan siswa, guru dan orang tua siswa; kedua, dalam mewujudkan mutu pendidikan,

Penerapan metode Simple Additive Weighting (SAW) dalam membuat aplikasi sistem pengambilan keputusan penentuan siswa- siswi bermasalah pada SMK Negeri 1 Cikarang Pusat telah berhasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang kaki lima di ruas jalan KH Zaenal Mustofa berjualan pada ruang manfaat jalan seperti trotoar jalan dan bahu jalan menyebabkan ruang

Horizon, waktu akan berhenti karena medan gravitasi yang sangat besar (Ingat.. kalau semakin dekat ke pusat gravitasi waktu berjalan semakin lambat?). Jadi bisa

Gambaran Tingkat Stres Terhadap Perilaku Bullying pada Siswa di SMPN 29 Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Pada gambar 3 memperlihatkan bahwa dianta ra k om oditi pe rk ebunan y ang diperda gangkan di pa sar nagari, terutama dilakukan oleh generasi pertama dan kedua