• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lipstik merupakan sediaan kosmetik dekoratif yang sering digunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lipstik merupakan sediaan kosmetik dekoratif yang sering digunakan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lipstik merupakan sediaan kosmetik dekoratif yang sering digunakan khususnya bagi wanita untuk meningkatkan rasa percaya diri di depan publik. Oleh karena itu, lipstik dituntut memiliki kualitas yang baik dalam hal stabilitas sediaan, mudah diaplikasikan, memiliki daya lekat yang baik, tidak mengiritasi, dapat melindungi zat aktif serta dapat menjaga ketahanan warna yang menempel pada bibir (Tranggono dan Latifah, 2007).

Secara umum, zat pewarna untuk sediaan lipstik terbagi atas dua jenis yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan, hewan dan mineral yang tidak bersifat toksik dan iritatif dalam penggunaannya, sedangkan zat pewarna sintetik merupakan zat warna yang berasal dari zat kimia yang banyak diantaranya bersifat irritant seperti

rhodamine yang dapat menyebabkan gatal, bibir pecah-pecah, serta dapat mengelupas

kulit bibir (Yulianti, 2007). Oleh karena itu, zat warna alami semakin dibutuhkan karena dianggap lebih aman dibanding dengan pewarna sintetik. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dapat digunakan sebagai zat warna alami karena memiliki pigmen merah dari antosianin. Antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu varietas Yamagawamurasaki adalah sianidin dan peonidin-3-kafeilferulisoforosida-5-glukosa

(2)

(Odake et al., 1992 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012). Warna merah antosianin paling tinggi intensitasnya pada pH 1-3 dan stabil selama penyimpanan 28 hari (Reyes & Zevallos, 2007 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012). Zat warna alami dalam bentuk ekstrak tumbuhan memiliki kekurangan yaitu tidak praktis terhadap penggunaannya sehingga perlu dibuat dalam bentuk poduct design, salah satunya dalam bentuk sediaan lipstik.

Lipstik yang berkualitas ditentukan oleh komponen penyusun basis yang berfungsi sebagai pembawa, pelindung dan pelunak kulit. Antosianin merupakan pigmen larut air sehingga basis yang berfungsi sebagai pembawa harus bersifat

nonwater-washable (tidak mudah tercuci), mudah dioleskan, serta memiliki daya

lekat yang baik sehingga warna dapat bertahan di bibir selama mungkin dan tidak pudar.

Beeswax dipilih sebagai basis dalam penelitian ini karena beeswax merupakan

malam yang biasa digunakan dalam sediaan lipstik yang bersifat inert, tidak iritatif, tidak toksik, melunakkan lapisan kulit (emollient), nonwater-washabel, memiliki titik lebur 620-640C (Anonim, 1986), serta dapat stabil mempertahankan bentuknya.

Beeswax memiliki kekurangan yaitu penggunaan beeswax dalam jumlah besar

dapat menghasilkan sediaan lipstik yang agak tumpul, tidak rata permukaannya (Smolinske & Susan, 1992; Sagarin, 1957) sehingga perlu dikombinasikan dengan

paraffin wax untuk mendapatkan sediaan lipstik dengan permukaannya yang lebih

(3)

emollient, nonwater-washable, memiliki titik lebur 500-570C (Anonim, 1979) dan

digunakan untuk membuat produk lebih creamy dan shiny sehingga paraffin wax dapat membantu meningkatkan kilau, mendapatkan kekerasan yang cukup dan menutupi kekurangan beeswax. Adanya variasi basis diharapkan dapat menghasilkan sediaan lipstik dengan sifat fisik yang memenuhi kriteria.

Untuk memperoleh sediaan lipstik dengan sifat fisik yang diinginkan maka dilakukan penelitian optimasi formula sediaan lipstik ekstrak etanolik ubi jalar ungu dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design yang dianalisis dengan

software Design Expert. Penerapan Simplex Lattice Design digunakan untuk

menentukan formula optimum dari campuran bahan dimana jumlah total bagian komponen dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian (Bolton, 1997).

B. Perumusan Masalah

1

. Bagaimanakah pengaruh komposisi kombinasi basis beeswax dan paraffin wax terhadap sifat fisik formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik ubi jalar ungu?

2. Pada kombinasi berapakah basis beeswax dan paraffin wax memberikan formula optimum dalam formulasi sediaan lipstik ekstrak etanolik ubi jalar ungu dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design?

(4)

C. Pentingnya Penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan zat warna alami dari ubi jalar ungu.

2. Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk menambah data ilmiah yang valid sehingga dapat dipublikasikan menjadi sebuah artikel dalam jurnal ilmiah serta menjadi sumber data yang bermanfaat bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh dari kombinasi basis beeswax dan paraffin wax pada sediaan lipstik ekstrak etanolik dari ubi jalar ungu terhadap sifat fisiknya.

2. Mengetahui komposisi basis beeswax dan paraffin wax yang memberikan formula optimum dalam formulasi sediaan lipstik ekstrak etanolik ubi jalar ungu dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design.

(5)

D. Tinjauan Pustaka

1. Ubi jalar

a. Klasifikasi Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Convolvulaceae Marga : Ipomoea

Jenis : Ipomoea batatas L. ( Hutapea, 1991).

b. Nama daerah

Ketelo (Minangkabau), Setilo (Lampung), Eba (Enggano), Gadong (Aceh), Gadong (Gayo), Gadong enjolor (Batak), Hui bolet (Sunda), Ketela rambat (Jawa Tengah), Telo (Madura), Kaselo (Bali), Katila (Dayak), Katabang (Sumbawa), Uwi (Bima), Wui tutu (Buol), Lame jawa (Makassar), Lame jawa (Bugis), Kaetela (Seram Timur), Patatas (Ambon), Mangat (Buru), Daso (Halmahera), Ima (Ternate) , Daso (Tidore) ( Hutapea, 1991).

c. Morfologi

Merupakan tanaman semusim dengan panjang ±5m. Batang bulat, bercabang, lunak, bergetah, beruas, tiap buku bisa tumbuh akar, membentuk umbi. Daunnya tunggal, bertangkai, bulat, ujung runcing, tepi rata, pangkal rompang, pertulangan menyirip, panjang 4–14 cm, lebar 4–11 cm. Bunga majemuk, bentuk terompet, di

(6)

ketiak daun, kelopak bentuk lonceng, bertaju lima, hijau, mahkota bentuk corong, panjang 3 – 4,5cm, putih, benang sari lima, melekat pada mahkota, putik bentuk benang, kepala putik kecil, putih. Buahnya berbentuk bulat telur, beruang dua sampai empat, masih muda hijau setelah tua hitam. Biji kecil, diameter ± 1 mm, putih kotor. Akar tunggang, berwarna putih ( Hutapea, 1991). Berdasarkan warna, ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:

1) Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih.

2) Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning-kuningan.

3) Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange.

4) Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging berwarna ungu hingga ungu muda ( Juanda & Cahyono, 2000).

Gambar 1. Ubi jalar ungu (Andarwulan & Faradilla, 2012)

d. Kandungan.

Daun dan akar ubi jalar mengandung saponin, flavonoida dan polifenol (Hutapea, 1991). Sedangkan pada umbi ubi jalar mengandung beberapa karbohidrat, yang meliputi : pati 46,2% , gula 22,4%, hemiselulosa 3,6% , selulosa 2,7 %, pektin 0,47% (Meyer et al.,

(7)

1982). Kandungan nutrisi ubi jalar ungu lebih tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain, terutama kandungan lisin, Cu, Mg, K, Zn yang berjumlah rata-rata 20%. Ubi jalar dengan warna daging ungu juga mengandung sianidin dan peonidin-3-kafeilferulisoforosida-5-glukosa (Odake et al., 1992 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012).

2. Antosianin

Antosianin merupakan zat pewarna alami yang tergolong ke dalam benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin. Antosianin termasuk pigmen larut air yang secara alami, terakumulasi pada sel epidermis buah-buahan, akar, dan daun. Antosianin dapat menggantikan penggunaan pewarna sintetik carmoisin dan amarant sebagai pewarna merah pada produk pangan. Antosianin dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam minuman penyegar, kembang gula, produk susu, roti, kue, jelli, produk awetan, dan sirup (Gross, 1991).

Gambar 2. Rumus struktur antosianin (Mateus & de Freitas, 2009 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012)

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun basa. Dalam media asam antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan berubah menjadi ungu

(8)

dan biru jika media bertambah basa. Perubahan warna karena perubahan kondisi lingkungan ini tergantung dari gugus yang terikat pada struktur dasar dari posisi ikatannya (Charley, 1970 cit. Santoso & Estiasih, 2014).

3. Lipstik

Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Hakikat fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).

a. Persyaratan. Adapun persyaratan untuk lipstik adalah sebagai berikut :

1) Melapisi bibir secara mencukupi

2) Dapat bertahan di bibir selama mungkin

3) Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket 4) Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir 5) Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya 6) Memberikan warna yang merata pada bibir

7) Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya

8) Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik (Tranggono & Latifah, 2007).

Selain persyaratan di atas, sediaan lipstik juga harus memenuhi persyaratan parameter fisik lainnya, yaitu :

(9)

Tidak ada perameter untuk nilai kekerasan lipstik yang baik, apabila ingin membuktikan bahwa lipstik memiliki kekerasan yang baik dapat dibandingkan dengan lipstik yang sudah beredar di pasaran (Dhamastri, 2014).

2) Daya lekat

Tidak ada persyaratan daya lekat yang baik, tetapi semakin tinggi daya lekat maka lipstik akan semakin baik.

3) Titik leleh

Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan lipstik dengan titik leleh lebih dari atau sama dengan 500C (Vishwakarma et al., 2011).

b. Komposisi lipstik 1) Zat warna

Warna lipstik adalah salah satu nilai jual utama. Biasanya warna yang diminati adalah warna merah dan berkisar antara oranye-kuning dan ungu.

Berikut ini adalah proporsi yang biasanya digunakan pada lipstik: a) Bahan pewarna / staining dyes (bromo acid) : 0.5 - 3% b) Pigmen larut minyak : 2% c) Pigmen tidak larut minyak : 8 - 10%

(10)

2) Basis

Basis memiliki peranan yang sangat penting dalam lipstik. Pemilihan basis lipstik menentukan keseragaman, kualitas lipstik pada saat pembuatan dan penyimpanan. Kualitas lipstik bergantung pada sifat reologi komposisi basis lemak yang digunakan. Masing-masing dari jenis basis tidak memiliki karakteristik yang ideal, sehingga sangat dibutuhkan kombinasi dari basis- basis tersebut (Lauffer, 1972). Adapun material yang dapat digunakan untuk basis, yaitu:

a) Lemak

Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi untuk meningkatkan dispersi dari pigmen yang tidak larut, membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik, dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik (Jellineck, 1976). Lemak yang biasa digunakan adalah cocoa butter, lanolin, lecithin dan lain-lain (Lauffer, 1972).

b) Minyak

Minyak yang digunakan dalam lipstik harus memberikan kelembutan, kilauan, dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher, 2000). Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya melarutkan zat-zat warna eosin, misalnya castor oil, tetrahydrofurfuryl alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric

alcohol beserta monoethers dan monofatty acid esternya, isopropyl myristate, butyl

stearate, paraffin oil

(11)

c) Lilin

Lilin merupakan unsur utama untuk membuat lipstik yang baik. Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Konsentrasi malam dalam produk dapat bervariasi tergantung pada seberapa padat produk akhirnya dan berapa harganya. Biasanya berkisar antara 10-25% tergantung pada kekerasan dan titik lebur malam yang dipilih. Pengurangan jumlah malam akan membawa produk lebih ke arah jenis lipgloss. Misalnya: carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beeswax, candelllila wax,

spermaceti, ceresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik (Tranggono & Latifah,

2007).

3) Surfaktan

Surfaktan adalah bahan aktif permukaan yang menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan terdispersi dengan membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah koalesensi dan pemisahan fase terdispersi. Kegunaannya adalah membasahkan dan mendispersikan partikel pigmen padat.

4) Antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. Vitamin E, BHT dan BHA adalah antioksidan yang paling sering digunakan (Poucher, 2000). Antioksidan yang digunakan harus memenuhi syarat yaitu:

- tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam kosmetika - tidak berwarna

- tidak toksik

(12)

5) Parfum

Aroma yang menyenangkan merupakan faktor yang paling menentukan minat konsumen dalam memilih lipstik. Minyak parfum harus dipilih dengan hati-hati sehingga tidak memberikan efek iritasi dan memiliki rasa yang tidak enak. Selain itu, parfum yang baik hendaknya dapat menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis. Bahan yang ditemukan dapat mengiritasi salah satunya adalah metil heptin karbonat, benzylidene acetone, minyak bergamot (Lauffer, 1972).

c. Pembuatan lipstik

1) Color-Grinding / Penggilingan atau Pencampuran Zat Warna

Langkah pertama dalam pembuatan lipstik adalah mendispersikan pewarna ke dalam minyak atau dalam campuran basis sebagai kandungan yang homogen hingga terbentuk massa yang lembut secara menyeluruh. Proses grinding ini tidak ditujukan untuk mengurangi ukuran partikel itu sendiri tetapi untuk mencegah agglomerasi. Pada proses pengendapan, filtrasi, pengeringan dan penggilingan yang sering terjadi adalah partikel telah mengeras. Jika lipstik yang halus akan diproduksi, partikel-partikel ini harus dipisahkan dari gumpalan .

Alat yang digunakan biasanya roller mill (penggilingan rol) atau colloid mill (penggilingan koloid). Dalam roller mill, suspensi pigmen dalam minyak dilewatkan di antara silinder yang berputar pada kecepatan yang berbeda, satu dari yang lainnya, jarak ruang menjadi sangat kecil untuk bergabung menjadi agglomerat. Dalam colloid

mill, campuran ditekan diantara dua piringan yang berjarak dan tertutup, dimana salah

(13)

2) Mixing / pencampuran

Pada proses ini, basis lemak mula-mula dilebur dalam bejana stainless-steel. Pencampuran dalam kecepatan tinggi harus dihindarkan dengan maksud untuk mencegah masuknya udara. Setelah campuran meleleh dan tercampur dengan sempurna, parfum ditambahkan ke dalam campuran tersebut dengan maksud untuk memberi aroma tertentu pada lipstik. Massa minyak kemudian disimpan ke dalam wadah yang inert serta tertutup rapat, ruangan yang gelap, dan suhu yang rendah. Hal ini sangat penting jika penyimpanan dilakukan dalam jangka waktu yang panjang (Lauffer, 1972).

3) Moulding / pencetakan

Pada proses ini, massa lipstik pertama–tama dilelehkan terlebih dahulu dan dilakukan pengadukan selama 30 menit dengan tujuan untuk menghindari adanya udara ke dalam massa tersebut (Harry et al., 1982). Adanya udara akan mengakibatkan sediaan menjadi berlubang – lubang kecil di bagian luarnya.

Cetakan lipstik biasanya terbuat dari lempeng kuningan atau aluminium. Ketika sudah terbentuk batangan lipstik, maka lipstik segera dikeluarkan dari cetakan. Setelah dicetak, stik dapat disimpan hingga satu minggu sebelum dapat dimasukkan ke dalam wadah lipstiknya (Lauffer, 1972).

4) Flaming / pengkilapan

Tujuan dari proses ini adalah untuk membuat permukaan lipstik menjadi lebih mengkilap. Proses ini umumnya dikerjakan dengan melewatkan lipstik pada gas flame atau dengan pemanas elektrik. Jika menggunakan pemanas biasa, nyala api hanya berasal dari satu arah, lipstik harus diputar sekali-kali melewati api sehingga seluruh

(14)

permukaan terkena api. Setelah proses pengkilapan selesai, maka lipstik dimasukkan ke dalam wadahnya (Lauffer, 1972).

4. Monografi bahan

a. Malam karnauba / carnauba wax , diperoleh dari daun Copernicia cerifera Mart (Fam.

Palmae). Pemerian : Serbuk agak kasar atau serpihan warna coklat muda hingga

kuning pucat; bau khas lemah, tidak tengik. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol (95%) P mendidih ; larut dalam kloroform P hangat dan dalam toluen P; mudah larut dalam benzen P hangat. Jarak lebur : 810 – 860C (Anonim, 1986). Kegunaan: meningkatkan titik leleh, mengeraskan lipstik (Lauffer, 1972).

b. Malam putih/ white beeswax / cera alba, ialah malam yang telah diputihkan diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera Linne, atau spesies Apis lain. Pemerian: zat padat, lapisan tipis, bening, warna putih kekuningan, bau khas lemah. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P dingin; larut dalam kloroform P, dalam eter P hangat, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri. Jarak lebur : 620 – 640C (Anonim, 1986). Kegunaan : mengeraskan lipstik dan menstabilkan sistem thixotropic (Jellinek, 1970).

c. Minyak jarak / castor oil / oleum ricini, adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji Ricinus communis Linne ( Fam. Euphorbiaceae), yang telah dikupas. Pemerian: cairan kental, jernih; hampir tidak berwarna atau kuning pucat, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa tawar khas. Kelarutan: larut dalam etanol (95%) P; dapat bercampur dengan etanol mutlak P, dengan asam asetat glasial P dan dengan kloroform P (Anonim, 1986). Kegunaan: memberikan viskositas yang tinggi sehingga memperlambat terjadinya pengendapan zat warna (Lauffer, 1972).

(15)

d. Minyak lavender / lavender oil / oleum lavandulae, adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap pucuk berbunga yang segar Lavandula officinalis Chaix ex Villars (Lavandula vera De Candolle) (Fam. Labiatae). Pemerian: cairan; tidak berwarna atau berwarna kuning; bau dan rasa khas bunga lavender . Kelarutan dalam etanol: larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) P. Kegunaan : pewangi (Anonim, 1986).

e. Parafin padat / hard paraffin / Paraffinum Solidum adalah campuran hidrokarbon padat yang diperoleh dari minyak mineral. Pemerian : padat, sering menunjukkan struktur hablur; warna putih atau tidak berwarna; tidak berbau juga bila baru dipotong; tidak berasa; bila dipegang agak berlemak. Terbakar dengan nyala terang. Jika dileburkan, menghasilkan cairan yang tidak berfluoresensi pada sinar matahari. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan dalam eter P (Anonim, 1986). Jarak lebur : 500 – 570C . Kegunaan: zat tambahan (Anonim,

1979).

f. Propilen glikol / 1,2-propandiol . Pemerian: cairan kental, jernih; tidak berwarna; praktis tidak berbau; rasa khas lemah; higroskopik. Kelarutan : dapat bercampur dengan air, dengan aseton P dan dengan kloroform P; larut dalam eter P dan dapat melarutkan berbagai minyak atsiri; tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Anonim, 1986). Kegunaan : propilen glikol berfungsi sebagai pelembab, dan dapat membantu melarutkan ekstrak agar dapat bercampur dengan basis lainnya (Rowe et al., 2009).

g. Propil paraben / Propylis parabenum, mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C10H12O3. Pemerian : serbuk hablur, warna putih; tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan : sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol (95%)

(16)

P dan dalam aseton P; sangat sukar larut dalam gliserol P; agak sukar larut dalam minyak lemak; mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Jarak lebur : 950 sampai 980C. Kegunaan : pengawet (Anonim, 1986).

h. Setil alkohol, adalah campuran alkohol padat, terdiri terutama dari setil alkohol. Pemerian: berbentuk sisik; butiran, kubus atau lempengan yang licin; warna putih; bau khas lemah; rasa tawar. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter P, kelarutan bertambah dengan kenaikan suhu. Jarak lebur : 450 sampai 500C (Anonim, 1986). Kegunaan : memberikan efek melembabkan dan dapat meningkatkan dispersi dari pigmen (Jellinek, 1970).

i. Lanolin / Adeps lanae hydrosus, ialah zat seperti lemak dari bulu domba, Ovis aries L (Fam. Bovidae) yang telah dimurnikan. Pemerian: massa seperti salep, warna putih kekuningan, bau lemah, khas. Pada pemanasan di atas tangas kukus, mula–mula terjadi dua lapisan; pada pemanasan selanjutnya dengan sering diaduk, air yang membentuk lapisan bawah akan menguap. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform P dan dalam eter P, dengan pemisahan air (Anonim, 1986). Jarak lebur: 380-440C (Rowe et al., 2009). Kegunaan : bahan dasar dalam emulsi air dalam minyak (Anonim, 1986), meningkatkan disperse warna (Lauffer, 1972), mencegah sweating dan cracking, serta meningkatkan kilau (Harry et al., 1982).

5. Simplex Lattice Design

Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengoptimasi suatu formula dimana biasanya memasukkan variasi jumlah komposisi bahan yang akan diuji. Dalam menerapkan Simplex Lattice Design, ditentukan terlebih dahulu berbagai formula yang mengandung kombinasi berbeda dari variasi bahan. Hasil dari percobaan kemudian digunakan untuk membuat suatu persamaan polynomial

(17)

(simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004).

Simplex Lattice Design yang paling sederhana adalah terdiri dari 2 macam

kombinasi bahan berbeda dimana memerlukan 3 formula , yaitu :

a) Percobaan yang menggunakan bahan A saja (100%)

b) Percobaan yang digunakan bahan B saja (100%)

c) Percobaan yang menggunakan bahan campuran 50% bahan A dan 50% bahan B (A = ½ bagian dan B = ½ bagian ) .

Prinsip dasar SLD adalah untuk mengetahui profil efek dari kombinasi komposisi bahan yang berbeda terhadap suatu parameter dimana terdapat dua variabel bebas A dan B. Hubungan antara respon dan komponen dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut:

Y = a [A] + b [B] +ab[A][B]

Keterangan :

Y : respon

a, b, ab : koefisien yang didapat dari percobaan

[A][B] : fraksi (bagian) komponen dengan persyaratan : 0 ≤ [A] ≤1, 0 ≤ [B] ≤ 1

Nilai respon yang didapat disubstitusikan ke dalam persamaan di atas, agar didapat nilai koefisien a, b dan ab. Jika nilai koefisien sudah diketahui, maka dapat dicari nilai Y (respon) sehingga didapatkan gambaran profilnya dari variasi kedua komponen tersebut (Armstrong & James, 1996).

(18)

6. Software Design Expert

Software Design Expert merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk

mengoptimasi suatu proses ataupun produk (Anonim, 2007). Adapun berbagai macam model analisis statistik yang disediakan oleh software Design Expert, yaitu:

a) Two – level factorial screening design

Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses atau produk sehingga dapat dilakukan perbaikan.

b) General factorial studies

Menemukan kombinasi yang terbaik dari faktor kategoris, seperti sumber dengan tipe bahan dasar.

c) Response surface methods (RSM)

Mencari pengaturan proses yang paling optimum sehingga didapatkan performa yang terbaik.

d) Mixture designs techniques

Mencari kombinasi bahan yang ideal dalam formulasi produk.

e) Kombinasi process factors, mixture components dan categorical factors

Model analisis campuran ini dapat mengidentifikasi faktor yang vital terhadap proses atau produk, menentukan pengaturan proses yang ideal, dan menentukan formula optimum (Anonim, 2007).

(19)

E. Landasan Teori

Lipstik dituntut memiliki kualitas yang baik dalam hal stabilitas sediaan, mudah diaplikasikan, memiliki daya lekat yang baik, tidak mengiritasi, dapat melindungi zat aktif serta dapat menjaga ketahanan warna yang menempel pada bibir (Tranggono dan Latifah, 2007). Zat pewarna untuk sediaan lipstik terbagi atas 2 jenis yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. Pewarna alami bersifat tidak toksik dan tidak iritatif sedangkan zat pewarna sintetik merupakan zat warna yang banyak diantaranya bersifat irritant. Oleh karena itu, zat warna alami semakin dibutuhkan karena dianggap lebih aman dibanding dengan pewarna sintetik.

Ubi jalar ungu dapat digunakan sebagai zat warna alami karena memiliki pigmen merah dari antosianin. Antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu varietas Yamagawamurasaki adalah sianidin dan peonidin-3-kafeilferulisoforosida-5- glukosa (Odake et al., 1992 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012). Warna merah antosianin paling tinggi intensitasnya pada pH 1-3 dan stabil selama penyimpanan 28 hari (Reyes & Zevallos, 2007 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012). Zat warna alami dalam bentuk ekstrak tumbuhan memiliki kekurangan yaitu tidak praktis terhadap penggunaannya sehingga perlu dibuat dalam bentuk poduct design, salah satunya dalam bentuk sediaan lipstik.

Kualitas lipstik ditentukan oleh komponen penyusun basis yang berfungsi sebagai pembawa, pelindung dan pelunak kulit. Antosianin merupakan pigmen larut air sehingga basis yang berfungsi sebagai pembawa harus bersifat nonwater-washable (tidak mudah tercuci), mudah dioleskan, serta memiliki daya lekat yang baik sehingga warna dapat bertahan di bibir selama mungkin dan tidak pudar.

Beeswax dipilih sebagai basis dalam penelitian ini karena beeswax merupakan

(20)

melunakkan lapisan kulit (emollient), nonwater-washabel, memiliki titik lebur 620-640C (Anonim, 1986), serta dapat stabil mempertahankan bentuknya. Beeswax memiliki kekurangan yaitu penggunaan beeswax dalam jumlah besar dapat menghasilkan sediaan lipstik yang agak tumpul, tidak rata permukaannya (Smolinske & Susan, 1992; Sagarin, 1957) sehingga perlu dikombinasikan dengan paraffin wax untuk mendapatkan sediaan lipstik dengan permukaannya yang lebih rata. Paraffin wax, termasuk tipe alkane

hydrocarbon yang bersifat tidak toksik, emollient, nonwater-washable, memiliki titik

lebur 500-570C (Anonim, 1979) dan digunakan untuk membuat produk lebih creamy dan

shiny sehingga paraffin wax dapat membantu meningkatkan kilau, mendapatkan kekerasan

yang cukup dan menutupi kekurangan beeswax. Adanya variasi basis diharapkan dapat menghasilkan sediaan lipstik dengan sifat fisik yang memenuhi kriteria.

Untuk memperoleh sediaan lipstik dengan sifat fisik yang diinginkan maka dilakukan penelitian optimasi formula sediaan lipstik ekstrak etanolik ubi jalar ungu dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design yang dianalisis dengan software

Design Expert (Bolton, 1997).

F. Hipotesis

Sifat fisik optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik ubi jalar ungu dapat dicapai dengan komposisi beeswax lebih besar dibanding paraffin wax melalui metode Simplex

Gambar

Gambar 1. Ubi jalar ungu (Andarwulan & Faradilla, 2012)
Gambar 2. Rumus struktur antosianin (Mateus & de Freitas, 2009 cit. Andarwulan & Faradilla, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Metodologi pemeringkatan ICRA Indonesia untuk perusahaan perhotelan melihat baik faktor kualitatif yang akan berdampak pada arus kas masa depan, maupun faktor-faktor

pemilihan parameter suhu dan amonia dimana jika nilai amonia tinggi yang dideteksi oleh sensor yang sudah dikalibrasi, dengan konsep logaritmik sesuai datasheet

Author would like to thank the only one God for His blessing so author can finish this thesis entitled THE EFFECT OF BOILING, STIR-FRYING, AND STEAMING ON THE

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah

[r]

An experiment was established comprising 25 plots evenly distributed amongst controls (no pavement, exposed soil) and four different pavement treatments: a factorial combination

Sistem PetraFuz menyediakan tools yang cukup lengkap mulai dari proses desain membership function dan pembentukan fuzzy if-then rule sampai pada proses kendali fuzzy logic

Dengan demikian dalam penelitian ini akan dibahas tentang struktur, informasi, dan maksud pada wacana brosur iklan XL kartu seluler prabayar bebas, jempol, dan pascabayar xplor