• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 571 Tahun 2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 571 Tahun 2014 TENTANG"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 571 Tahun 2014

TENTANG

PETUNJUK PELAK3ANAAN PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbani

Mengingat

a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 23 Tahun 2010 tentang Penatausahaan dan Pengelolaan Rumah Negara Di Lingkungan Kementerian Perhubungan telah mengatur mengenai kegiatan penatausahaan dan pengelolaan untuk Rumah Negara yang ada di lingkungan Kementerian Perhubungan;

b. bahwa diperlukan petunjuk pelaksanaan untuk mengatur secara khusus pengelolaan Rumah Negara yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Rumah Negara di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3469);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

(2)

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515); 4. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara; 5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang

Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014;

6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun

2014;

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara;

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 23 Tahun 2010 tentang Penatausahaan dan Pengelolaan Rumah Negara Dilingkungan Kementerian Perhubungan;

9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM 68 Tahun 2013;

10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara;

(3)

11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN

UDARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta

menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau

pegawai negeri.

2. Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memangku jabatan tertentu tersebut.

3. Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara

yang mempunyai hubungan yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada negara.

4. Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.

5. Pengelolaan adalah rangkaian kegiatan atau proses administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Penghunian adalah kegiatan untuk menghuni

(4)

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Pengalihan Status adalah perubahan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III atau perubahan status Rumah Negara Golongan I

menjadi Rumah Negara Golongan II atau sebaliknya

yang berdiri sendiri dan/atau berupa satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya.

Pengalihan hak rumah negara adalah penjualan Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri

dan/atau berupa satuan Rumah Susun beserta atau

tidak beserta tanahnya kepada penghuni dengan

cara sewa beli.

Kementerian adalah Kementerian Perhubungan. Menteri adalah Menteri Perhubungan.

Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal

Kementerian Perhubungan.

Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal

Perhubungan Udara.

Direktur Jenderal

Perhubungan Udara.

adalah Direktur Jenderal

Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Sekretaris

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga

pemerintah di bandar udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara yang memberikan jasa

pelayanan kebandarudaran untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial.

Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah

yang diangkat oleh Menteri dan memiliki

kewenangan untuk menjalankan dan melakukan

pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin

keselamatan, keamanan, dan pelayanan

penerbangan.

Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Otoritas Bandar

Udara, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU), Kepala Balai-Balai dan Kepala Satuan

Pelayanan (Satpel) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

(5)

BAB II

PENGADAAN RUMAH NEGARA

Pasal 2

(1)

Pengadaan Rumah Negara di lingkungan Direktorat

Jenderal

Perhubungan

Udara

dilakukan

dengan

c a r a :

a. pembangunan; b. tukar menukar; c. hibah; dan

d. perolehan lainnya yang sah.

(2)

Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dan b, dilakukan sesuai dengan rencana

kebutuhan dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Pembangunan

Rumah

Negara

untuk

pejabat

dan/atau

pegawai

negeri

sipil

di

lingkungan

Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilaksanakan di atas lahan bersertifikat atas

nama

Pemerintah

Republik

Indonesia

yang

diperuntukkan bagi Direktorat Jenderal.

(4)

Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dibangun menurut tipe Rumah Negara dan kelas

bangunan yang peruntukkannya disesuaikan dengan

jabatan, pangkat dan golongan pegawai negeri sipil

calon penghuni, sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I Peraturan ini.

(5) Pengadaan Rumah Negara dapat dilaksanakan

secara

sekaligus

atau

bertahap

sesuai

dengan

kemampuan keuangan negara melalui Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran.

BAB III

PENETAPAN STATUS RUMAH NEGARA

Pasal 3

(1)

Pejabat Eselon II dan Kepala Kantor di lingkungan

Direktorat

Jenderal

Perhubungan

Udara

paling

lambat 3 (tiga) bulan setelah pengadaan Rumah

Negara, wajib mendaftarkan Rumah Negara kepada

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

atau pejabat yang ditunjuk yaitu sebagai berikut :

a. untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

kepada

Direktorat

Jenderal

Cipta

Karya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

(6)

b. untuk wilayah di luar Daerah Khusus Ibukota

Jakarta melalui Dinas Pekerjaan Umum provinsi

yang membidangi Rumah Negara.

(2)

Pengajuan pendaftaran Rumah Negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), beserta kelengkapannya

tercantum pada Lampiran II Peraturan ini.

(3)

Pendaftaran Rumah Negara sebagaimana dimaksud

pada ayat

(1)

dilaporkan/

ditembuskan

kepada

Sekretaris Direktorat Jenderal.

Pasal 4

(1)

Pejabat Eselon II dan Kepala Kantor mengusulkan

penetapan status Rumah Negara kepada Menteri

melalui Direktur Jenderal paling lambat 3 (tiga)

bulan, sejak didaftarkan kepada Menteri Pekerjaan

Umum atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(2)

Usulan penetapan status Rumah Negara Golongan I

dan Rumah Negara Golongan II pada Kantor Otoritas Bandar Udara, Unit Penyelenggara Bandar Udara

(UPBU), Balai-Balai dan Satuan Pelayanan (Satpel) di

lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

dilakukan secara berjenjang, dengan melampirkan

beberapa dokumen sebagai berikut : a. kartu inventarisasi Rumah Negara; b. kartu legger;

c. gambar legger;

d.

bukti pendaftaran Rumah Negara.

(3) Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri

menetapkan status Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II .

BAB IV

PENGHUNIAN

Pasal 5

(1) Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri

menerbitkan keputusan izin penghunian atau

keputusan pencabutan penghunian Rumah Negara

Golongan I atas dasar usul Sekretaris Direktorat Jenderal dan Kepala Kantor terkait.

(2)

Rumah

Negara Golongan

I dihuni

oleh

pejabat

Direktorat Jenderal sepanjang masih

memangku

jabatannya.

(7)

(3) Pejabat Direktorat Jenderal yang menghuni Rumah

Negara Golongan I wajib menandatangani Surat

Ketentuan Penghunian Rumah Negara Golongan I dan menaati ketentuan kewajiban dan larangan

penghunian Rumah Negara yang ada dalam surat tersebut, sebagaimana tercantum pada Lampiran III.3 Peraturan ini

(4) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak lagi memangku jabatannya wajib

mengosongkan dan menyerahkan Rumah Negara Golongan I kepada Direktorat Jenderal dalam waktu

paling lambat 2 (dua) bulan setelah berakhirnya

jabatan tersebut, melalui :

a. Sekretaris Direktorat Jenderal untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal;

b. Kepala Kantor untuk Kantor Otoritas Bandar

Udara, UPBU, Balai-Balai dan Satpel. Pasal 6

(1) Keputusan Penunjukkan Penghunian Rumah Negara Golongan II diterbitkan oleh :

a. Sekretaris Direktorat Jenderal untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal;

b. Kepala Kantor untuk Kantor Otoritas Bandar Udara, UPBU, Balai-Balai dan Satpel.

(2) Keputusan penunjukkan penghunian Rumah Negara Golongan II berpedoman pada kriteria kedinasan dan faktor sosial pegawai negeri sipil yang bersangkutan. (3) Kriteria kedinasan dan faktor sosial pegawai negeri

sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi

antara lain :

a. masa kerja;

b. pangkat dan golongan; c. jabatan/ eselon;

d. pendidikan;

e. daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3); f. keterangan tidak memiliki rumah;dan

g. susunan keluarga.

(4) Kriteria kedinasan dan faktor sosial pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran III.l Peraturan ini.

(8)

(5) Penilaian penghunian yang berdasarkan kriteria kedinasan dan faktor sosial pejabat dan/atau pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan ambang batas nilai sebagai

berikut :

a. Tipe B, ambang batas penilaian 82,50; b. Tipe C, ambang batas penilaian 72; c. Tipe D, ambang batas penilaian 59,50; d. Tipe E, ambang batas penilaian 51.

(6) Bentuk penilaian penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.2 Peraturan ini.

(7) Calon penghuni Rumah Negara Golongan II sebelum menempati rumah wajib menandatangani Surat Ketentuan Penghunian Rumah Negara Golongan II dan menaati ketentuan kewajiban dan larangan penghunian Rumah Negara yang ada dalam surat tersebut, sebagaimana tercantum pada Lampiran III.4 Peraturan ini.

(8) Kewajiban penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sebagai berikut :

a. membayar sewa; b. memelihara;

c. memanfaatkan rumah sesuai fungsinya; d. membayar Pajak Bumi dan Bangunan;dan

e. membayar biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas.

(9) Larangan penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) , sebagai berikut :

a. mengubah sebagian atau seluruh bentuk Rumah Negara;

b. menyewakan sebagian atau seluruh bagian Rumah Negara;

c. memanfaatkan Rumah Negara tidak sesuai dengan fungsinya;

d. menyerahkan hak penghunian Rumah Negara kepada pihak lain;dan

e. menggunakan Rumah Negara untuk kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dan/atau norma kesusilaan.

(10) Rumah Negara Golongan II dihuni oleh pejabat dan/atau pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal sepanjang yang bersangkutan masih berstatus sebagai pejabat dan/atau pegawai negeri sipil.

(9)

(11)

Pejabat dan/atau pegawai negeri sipil sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) yang tidak lagi memangku

jabatannya dan/atau tidak lagi menjadi pegawai

negeri sipil wajib mengosongkan dan menyerahkan

Rumah Negara Golongan II, kepada Kementerian

dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah

berakhirnya jabatan dan/atau status pegawai negeri

sipil, melalui :

a. Sekretaris Direktorat Jenderal untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal;

b. Kepala Kantor untuk Kantor Otoritas Bandar

Udara, UPBU, Balai-Balai dan Satpel.

(12)

Sekretaris Direktorat Jenderal dan Kepala Kantor

menerbitkan Surat Izin Penghunian (SIP) Rumah

Negara Golongan II atau Surat Pencabutan

Penghunian

Rumah

Negara

Golongan

II

yang

dikelolanya.

(13)

Bentuk

Surat

Izin

Penghunian

Rumah

Negara

Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (12),

sebagaimana

tercantum

pada

Lampiran

III.5

Peraturan ini.

Pasal 7

(1)

Masa berlaku Surat Izin Penghunian Rumah Negara

Golongan

II

adalah

3

(tiga)

tahun

dan

dapat

diperpanjang/dicabut setelah dilakukan evaluasi

oleh

Sekretaris Direktorat Jenderal

atau

Kepala

Kantor.

(2)

Masa berlaku Surat Izin Penghunian Rumah Negara

Golongan II dapat berakhir sewaktu-waktu sebelum

3 (tiga) tahun, jika pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal yang bersangkutan :

a. pensiun;

b. meninggal dunia;.

c. dimutasi keluar daerah atau ke lain instansi;

d. berhenti atas kemauan sendiri;

e.

diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan

hormat;

f. menyerahkan hak penghunian kepada Direktorat

Jenderal; atau

g. dicabut izin penghuniannya.

Pasal 8

Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II dapat

dicabut apabila :

a.

pegawai

negeri

sipil

Direktorat

Jenderal

yang

bersangkutan tidak mentaati ketentuan sebagaimana

(10)

b. menurut hasil evaluasi, pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal yang bersangkutan tidak lagi layak menghuni Rumah Negara Golongan II.

BAB V

PENGALIHAN STATUS Pasal 8

(1) Rumah Negara Golongan I dapat diubah statusnya menjadi Rumah Negara Golongan II atau sebaliknya. (2) Rumah Negara Golongan I dapat difungsikan sebagai mess atau asrama dengan terlebih dahulu mengubah statusnya menjadi Rumah Negara Golongan II.

(3) Pengalihan status Rumah Negara Golongan I menjadi Rumah Negara Golongan II dapat dilakukan

dalam hal :

a. adanya perubahan atau penggabungan organisasi Kementerian;dan/atau

b. berdasarkan penilaian Menteri sudah tidak memenuhi fungsi sebagaimana ditetapkan

semula.

Pasal 9

(1) Pengalihan Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan I dapat dilakukan dalam

hal:

a. secara teknis memenuhi syarat sebagai Rumah Negara Golongan I; dan

b. Rumah Negara Golongan II atau berbentuk mess/asrama yang tidak dihuni.

(2) Rumah Negara Golongan II dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III setelah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Rumah Negara Golongan II yang tidak dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III adalah sebagai berikut :

a. Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess atau asrama;

b. Rumah Negara Golongan II yang berasal dari Rumah Negara Golongan I;

(11)

c. Rumah Negara yang merupakan bagian dari

fasilitas kantor;atau

d. Rumah Negara yang masih dalam sengketa atau menurut Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang bermasalah.

Pasal 10

Pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Tanah tempat berdirinya Rumah Negara telah bersertifikat;

b. Telah terdaftar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan telah memiliki status golongan;

c. Umur Rumah Negara sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sejak dimiliki oleh Negara atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya sebagai Rumah Negara;

d. Penghuni telah memiliki masa kerja sebagai pegawai negeri paling kurang 10 (sepuluh) tahun;

e. Penghuni Rumah Negara memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah dan suami atau istri yang bersangkutan belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Penghuni menyatakan bersedia mengajukan permohonan pengalihan hak paling singkat 1 (satu) tahun terhitung sejak rumah tersebut menjadi Rumah Negara Golongan III dengan ketentuan karena kelalaian mengajukan permohonan tersebut kepada penghuni dikenakan sanksi membayar sewa 2 (dua) kali dari sewa setiap bulannya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

g. Rumah dan/atau tanah tidak dalam sengketa

berdasarkan surat pernyataan dari instansi yang bersangkutan, sebagaimana tercantum pada Lampiran V.8 Peraturan ini; dan

h. Hasil kajian Sekretaris Direktorat Jenderal menyatakan bahwa Rumah Negara Golongan II dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III.

(12)

Pasal 11

(1) Prosedur pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III sebagai berikut :

a. Penghuni mengajukan surat permohonan pengalihan status kepada Sekretaris Direktorat Jenderal dan/atau Kepala Kantor; b. Sekretaris Direktorat Jenderal dan/atau

Kepala Kantor secara berjenjang mengajukan usul pengalihan status Rumah Negara kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal;

c. Sekretaris Direktorat Jenderal mengkaji usulan pengalihan status golongan Rumah Negara sebelum diusulkan kepada Menteri; d. Sekretaris Jenderal mengkaji usul

sebagaimana dimaksud pada huruf b, untuk menindaklanjuti usul dimaksud;

e. Apabila usul sebagaimana dimaksud pada huruf b disetujui Menteri, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menyampaikan usul pengalihan status Rumah Negara kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

(2) Bentuk surat permohonan pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), pada Lampiran IV Peraturan ini.

(3) Penolakan atas usulan pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III, baik oleh Sekretaris Jenderal Kementerian atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b maupun oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ditindaklanjuti oleh Sekretaris Jenderal Kementerian atas nama Menteri dengan menyampaikan penolakan dimaksud kepada Direktur Jenderal discrtai alasan penolakan.

Pasal 12

Persyaratan penghuni Rumah Negara yang dapat

mengajukan pengalihan status Rumah Negara yang

dihuninya dari Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III adalah sebagai berikut :

a. Penghuni telah bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal secara berturut-turut sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

(13)

b. Penghuni memiliki Surat Izin Penghunian yang sah dan belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara;dan c. Selama penghuni menempati Rumah Negara tidak

melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 ayat (9).

BAB VI PENGHAPUSAN

Pasal 13

(1) Surat Keputusan Penghapusan Rumah Negara Golongan III dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal setelah terbit surat rekomendasi persetujuan pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

(2) Setelah Surat Keputusan Penghapusan Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbikan, unit kerja yang bersangkutan segera menghapus Rumah Negara tersebut dari Daftar Barang Milik Negara/ Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).

Pasal 14

(1) Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II tidak dapat dihapus kecuali jika :

a. terkena rencana umum tata ruang baru yang mengharuskan dihapuskannya Rumah Negara tersebut;atau

b. adanya keadaan memaksa di luar kemampuan manusia [force majeur) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penghapusan Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(14)

BAB VII PENGALIHAN HAK

Pasal 15

(1) Pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III menjadi kewenangan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat setelah mendapat izin persetujuan Menteri Keuangan.

(2) Permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III diajukan oleh penghuni sah, kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tembusan kepada Menteri, dengan

melampirkan berkas sebagaimana tercantum dalam

Lampiran V. 1.

(3) Permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat legalisasi dari Sekretaris Jenderal

atas nama Menteri.

Pasal 16

(1) Persyaratan penghuni yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara

Golongan III sebagai berikut : a. Pegawai Negeri :

1. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, dengan melampirkan Surat Keterangan Masa Kerja sebagaimana tercantum pada Lampiran V.6 Peraturan ini ;

2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;

3. belum pernah membeli atau memperoleh

fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

dengan melampirkan Surat Pernyataan Belum Pernah Membeli/Memperoleh Rumah Negara sebagaimana tercantum pada V.7 Peraturan ini.

b. Pensiunan Pegawai Negeri :

1. menerima pensiun dari negara;

(15)

3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

dengan melampirkan Surat Pernyataan Belum Pernah Membeli/ Memperoleh Rumah Negara sebagaimana tercantum pada V.7 Peraturan ini.

c. Janda/ Duda Pegawai Negeri :

1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, apabila :

a) almarhum suaminya/ istrinya sekurang-kurangnya mempunyai

masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada negara; atau

b) masa kerja almarhum suaminya/ istrinya ditambah dengan jangka

waktu sejak yang bersangkutan

menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)

tahun.

2. Memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;

3. Belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau

tanah dari negara berdasarkan peraturan

perundang- undangan yang berlaku,

dengan melampirkan Surat Pernyataan Belum Pernah Membeli/Memperoleh Rumah Negara sebagaimana tercantum

pada Lampiran V.7 Peraturan ini.

(2)

Apabila

penghuni

Rumah

Negara

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), meninggal dunia

maka

pengajuan

permohonan pengalihan hak

atas Rumah Negara dapat diajukan oleh anak

sah dari penghuni yang bersangkutan.

(3)

Apabila

penghuni

Rumah

Negara

sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), meninggal dunia dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah

dikembalikan ke negara.

(4) Bentuk surat permohonan pengalihan hak Rumah

Negara

kepada

Menteri

Pekerjaan

Umum

dan

Perumahan Rakyat sebagaimana tercantum pada Lampiran V.2, V.3, V.4 dan V.5 Peraturan ini.

(16)

BAB VIII

PENUNJUKAN PENANDATANGANAN PENGALIHAN HAK

Pasal 17

Penghuni Rumah Negara menyampaikan Permohonan

pengalihan hak Rumah Negara Golongan III untuk

ditandatangani oleh Sekretaris Direktorat Jenderal dan diteruskan kepada Sekretaris Jenderal untuk disampaikan

kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendapatkan

surat keputusan pengalihan hak.

BAB IX

SEWA RUMAH NEGARA Pasal 18

(1) Besaran sewa Rumah Negara dihitung berdasarkan pada ketentuan sebagaimana tercantum pada

Lampiran VI Peraturan ini.

(2) Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh Petugas Daftar Gaji pada Kantor Otoritas Bandar

Udara, UPBU, Balai atau Satpel penghuni Rumah Negara yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan pemungutan sewa Rumah Negara Golongan I dan Golongan II dilakukan oleh Kepala

Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, dengan

memotong langsung dari daftar gaji setelah diusulkan oleh Petugas Daftar Gaji pada Kantor/

UPBU/Satpel penghuni Rumah Negara yang bersangkutan.

(4)

Pengawasan pelaksanaan pemungutan sewa Rumah

Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II

dilakukan oleh Pembina Barang Inventaris Instansi

yang bersangkutan, bersama Direktur Jenderal Anggaran atau Pejabat yang ditunjuknya.

Pasal 19

Besarnya sewa Rumah Negara akan dilakukan penyesuaian secara periodik oleh Menteri Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat dengan persetujuan

(17)

BABX LAPORAN

Pasal 20

(1) Monitoring dilaksanakan dalam rangka tertib administrasi penatausahaan dan pengelolaan Rumah Negara.

(2) Monitoring tersebut meliputi :

a. Masa berlakunya Surat Ijin Penghunian; b. Hak penghunian Rumah Negara;

c. Golongan Rumah Negara; d. Tipe Rumah Negara;

e. Pembayaran dan tunggakan sewa Rumah Negara.

(3) Monitoring dilaksanakan oleh Direktur Jenderal sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 21

(1) Laporan Monitoring disampaikan secara berjenjang oleh Sekretaris Direktorat Jenderal dan/atau Kepala Kantor kepada Direktur Jenderal setiap semester, bersamaan dengan Laporan Barang Milik Negara. (2) Laporan Monitoring sebagaimana dimaksud pada

Pasal 20 ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan ini.

BAB XI

PENERTIBAN RUMAH NEGARA

Pasal 22

Pengawasan dan pengendalian terhadap penertiban Rumah Negara, merupakan kewenangan Direktorat Jenderal dan

pelaksanaannya dilakukan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal atau Kepala Kantor.

(18)

BAB XII SANKSI

Pasal 23

Pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dijatuhi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIII PENUTUP

Pasal 24

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal : 1 Desember2014

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Pelaksana Tugas,

ttd.

BAMBANG TJAHJONO SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :

1. Menteri Perhubungan; 2. Menteri Keuangan;

3. Sekretaris Jenderal, Kementerian Perhubungan; 4. Inspektur Jenderal, Kementerian Perhubungan;

5. Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan Keuangan;

6. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;

7. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 8. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara di lingkungan Direktorat

Jenderal Perhubungan Udara;

9. Para Kepala Kantor UPBU/ Satpel di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

.se§i{jk£ dengan aslinya

JBAQIAILkuKUM DAN HUMAS,

,HAYAT 5emDinaTk.I (IV/b) NIP. 19680619 199403 1 002

(19)

STANDAR TIPE DAN KELAS RUMAH NEGARA BAGI PEJABAT DAN PEGAWAI NEGERI

Pengadaan rumah negara dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar,

atau tukar bangun dilaksanakan sesuai dengan standar tipe dan kelas rumah negara bagi pejabat dan pegawai negeri.

I. Standar Tipe Rumah Negara bagi Pejabat dan Pegawai Negeri.

1. Tipe A

a. Diperuntukanbagi Direktur Jenderal

b. Luas bangunan : c. Luas tanah : d. Fasilitas rumah : 1) Ruang Tamu 2) Ruang Kerja 3) Ruang Duduk 4) Ruang Makan 5) Ruang Tidur 6) Kamar mandi/WC 7) Dapur 8) Gudang 9) Garasi

10) Ruang Tidur Pembantu 11) Ruang Cuci 12) KM Pembantu e. Konstruksi : 1) Pondasi 250 m2 600 m2 1 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang 4 ruang 2 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang 2 ruang 1 ruang 1 ruang

batu belah/beton bertulang/kayu kelas

II

beton bertulang/baja/kayu

kelas II

marmer lokal/keramik/vinil, kayu

bata/bataco diplester dan dicat tembok gypsum/asbes semen/kayu lapis dicat genteng keramik berglazuur/ sirap/

asbes/seng

kayu diplitur/dicat PAM, sumur pantek,

min 3 m3

PLN 2200 - 4400 VA sesuai kebutuhan 6 m3

alami atau buatan (AC) 2) Struktur

3) Lantai 4) Dinding 5) Plafond 6) Atap

7) Kosen dan daun pintu/jendela

8) Utilitas : a) Air bersih b) Tandon air c) Listrik d) Telepon

e) Septictank dan rembesan f) Tata udara

(20)

2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan IV/d keatas

b. Luas bangunan 120 m2

c. Luas tanah 350 m2

d. Fasilitas rumah :

1) Ruang Tamu 1ruang

2) Ruang Kerja 1ruang

3) Ruang Duduk 1ruang

4) Ruang Makan 1ruang

5) Ruang Tidur 3 ruang

6) Kamar mandi/WC 1ruang

7) Dapur : 1ruang

8) Gudang : 1ruang

9) Garasi : 1ruang

10) Ruang Tidur Pembantu : 1ruang

11) Ruang Cuci : 1ruang

12) KM Pembantu : 1 ruang

e. Konstruksi :

1) Pondasi : batu belah/beton bertulang/kayu n

2) Struktur :

11

beton bertulang/baja/kayu klas II

3) Lantai : keramik/vinil

4) Dinding : bata/bataco diplester dan dicat ten 5) Plafond : asbes semen/kayu lapis dicat

6) Atap : genteng/ sirap/ asbes/ seng

71 Kosen dan daun pintu/jendela : kayu dicat

8) Utilitas :

a) Air bersih : PAM, sumur pantek, b) Tandon air : min 2 m^

c) Listrik : PLN 1350 - 2200 VA

d) Telepon : sesuai kebutuhan

e) Septictank dan rembesan : 5m3

9) Pagar batu bata/bataco/besi/baja/kayu

3. Tipe C

a. Diperuntukan :

1) Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala Bidang

2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan IV/a s/d. IV/c

b. Luas bangunan c. Luas tanah d. Fasilitas rumah : 1) Ruang Tamu 2) Ruang Makan 3) Ruang Tidur 4) Kamar mandi/WC 5) Dapur 6) Gudang 7) Ruang Cuci 70 m2 200 m2 1ruang 1 ruang 3 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang

(21)

2) Struktur

3) Lantai 4) Dinding 5) Plafond 6) Atap

7) Kosen dan daun pintu/jendela

8) Utilitas : a) Air bersih b) Tandon air

c) Listrik

d) Septictank dan rembesan 9) Pagar

beton bertulang/baja/kayu kelas II keramik/vinil/tegel PC

bata/bataco diplester dan dicat tembok

asbes semen/kayu lapis dicat genteng/sirap/asbes/seng kayu dicat

PAM, sumur pantek, min 1 m3

PLN 900 - 1350 VA 2 - 4 m3

batu bata/bataco, besi, baja, kayu. 4. Tipe D

a. Diperuntukan:

1) Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian

2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan III/a s/d. Ill/d 50 m2 120 m2 b. Luas bangunan c. Luas tanah d. Fasilitas rumah : 1) Ruang Tamu 2) Ruang Makan 3) Ruang Tidur 4) Kamar mandi/WC 5) Dapur 6) Ruang Cuci e. Konstruksi : 1) Pondasi : 2) Struktur : 3) Lantai : 4) Dinding : 5) Plafond : 6) Atap :

7) Kosen dan daun pintu/jendela 8) Utilitas :

a) Air bersih :

b) Tandon air :

c) Listrik :

d) Septictank dan rembesan :

9) Pagar : 1ruang 1 ruang 2 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang

batu belah/beton bertulang/kayu kelas

II

beton bertulang/baja/kayu klas II

keramik/vinil/tegel PC

bata/bataco diplester dan dicat tembok

asbes semen/kayu lapis dicat genteng/ sirap/asbes/ seng

kayu dicat

PAM, sumur pantek, min 1 m3 PLN 900 - 1350 VA 2 - 4 m 3 batu bata/bataco/besi/baja/kayu. 5. Tipe E a. Diperuntukan:

1) Kepala Sub Seksi

2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan II/d kebawah

b. Luas bangunan : 36 m2

(22)

e . 3) Ruang Tidur 4) Kamar mandi/WC 5) Dapur 6) Ruang Cuci Konstruksi : 1) Pondasi 2) Struktur : 3) Lantai : 4) Dinding : 5) Plafond : 6) Atap :

7) Kosen dan daun pintu/jendela

8) Utilitas : a) Air bersih b) Tandon air c) Listrik

d) Septictank dan rembesan 9) Pagar

2 ruang

1 ruang 1 ruang : 1 ruang

batu belah/ beton bertulang/ kayu kelas

II

beton bertulang/ baja/ kayu kelas II keramik/ vinil/ tegel PC

bata/ bataco diplester dan dicat tembok asbes semen/kayu lapis dicat

genteng/ sirap / asbes/ seng

: kayu dicat PAM, sumur pantek,

min 1 m3

PLN 900 - 1350 VA : 2 - 4 m3

batu bata/bataco/besi/baja/kayu

II. Luas Rumah Negara Tidak Sesuai Standar.

1. Dalam hal besaran luas lahan telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan dalam peraturan setempat, maka standar luas lahan dapat disesuaikan;

2. Dalam hal Rumah Negara dibangun dalam bentuk bangunan

bertingkat/Rumah susun, maka luas lahan tersebut tidak berlaku,

disesuaikan dengan kebutuhan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah;

3. Toleransi maksimal kelebihan luas tanah berdasarkan lokasi Rumah Negara:

a. DKI Jakarta b. Ibukota Provinsi c. Ibukota Kab/Kota d. Perdesaan 20% 30% 40% 50%

Perkecualian terhadap butir 3 apabila sesuai dengan ketentuan RT/RW setempat atau letak tanah disudut.

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Pelaksana Tugas,

ttd.

BAMBANG TJAHJONO

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGlAN HUKUM DAN HUMAS,

Pembina Tk.I (IV/b)

(23)

1. Contoh Surat Pengajuan Pendaftaran Rumah Negara

KANTOR/ UPBU/ SATPEL :

Nomor

Lampiran

Perihal

Tanggal/ Bulan/ Tahun

Kepada

Yth. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan

Ditjen Cipta Karya/ Dinas

Pekerjaan Umum

Di.

SURAT PENGANTAR

Dengan ini kami sampaikan dengan hormat berkas permohonan pendaftaran Rumah Negara berikut Daftar Inventaris, Kartu Legger dan Gambar Legger

masing-masing dalam rangkap 3 (tiga) untuk diberikan Huruf Daftar Nomor (HDNo)

sebagai berikut :

NO URAIAN BANYAKNYA K E T E R A N G A N

Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

ESELON 11/ KEPALA KANTOR/ SATPEL

Tembusan :

Sekretaris Ditjen Perhubungan Udara

(24)

1GHOI

tOO*A 001 •UKS i**2} [lAMJ^. haf'J'- m IMMM PtAYA

>'AJ(CA«pj

2 .' 4 | 4 1 8 V '•: •i I? ii ! >* B

J l ) M i » n

1

ESELON 11/ KEPALA KANTOR/ SATPEL

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat kemampuan sesungguhnya dari Bandar Udara dalam menghadapi keadaan darurat maka sesuai dengan ketentuan ICAO dalam Peraturan Direktur Jenderal

Manual operasi ini disusun dengan maksud agar standar pelayanan dan pola kerja setiap personel yang terlibat menangani dan bertanggungjawab terhadap kesiapan

bahwa dalam Subbagian 139 D angka 139.045 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 139 (Civil Aviation

pada huruf a, perlu diatur Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171-06, Standar Pembuatan Buku Manual Operasi Penyelenggara

b ) bahan tersebut dianggap tidak memenuhi kriteria untuk Kelas 1 atau bahan menular atau bahan radioaktif; c ) bahan yang sesuai dengan 4.2.3.2.6 atau 5.3.2.6, jika bahan

• Baterai dengan berat 12 kg atau lebih dan memiliki bingkai (casing) luar yang kuat danpenahan- benturan atau rakitan dari baterai tersebut, dapat diangkut saat dikemas dalam

bahwa dalam rangka mengatur mengenai ketentuan administrasi untuk perwakilan penguji teknisi perawatan pesawat udara yang ditunjuk, telah ditetapkan Peraturan Direktur

Pengecualian untuk Sertifikat/Register Bandar Udara ini diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara berdasarkan peraturan penerbangan Indonesia dibawah