PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 571 Tahun 2014
TENTANG
PETUNJUK PELAK3ANAAN PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbani
Mengingat
a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 23 Tahun 2010 tentang Penatausahaan dan Pengelolaan Rumah Negara Di Lingkungan Kementerian Perhubungan telah mengatur mengenai kegiatan penatausahaan dan pengelolaan untuk Rumah Negara yang ada di lingkungan Kementerian Perhubungan;
b. bahwa diperlukan petunjuk pelaksanaan untuk mengatur secara khusus pengelolaan Rumah Negara yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Rumah Negara di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3469);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515); 4. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara; 5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun
2014;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara;
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 23 Tahun 2010 tentang Penatausahaan dan Pengelolaan Rumah Negara Dilingkungan Kementerian Perhubungan;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 68 Tahun 2013;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN
UDARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta
menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau
pegawai negeri.
2. Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memangku jabatan tertentu tersebut.
3. Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara
yang mempunyai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada negara.
4. Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.
5. Pengelolaan adalah rangkaian kegiatan atau proses administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Penghunian adalah kegiatan untuk menghuni
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Pengalihan Status adalah perubahan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III atau perubahan status Rumah Negara Golongan I
menjadi Rumah Negara Golongan II atau sebaliknya
yang berdiri sendiri dan/atau berupa satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya.
Pengalihan hak rumah negara adalah penjualan Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri
dan/atau berupa satuan Rumah Susun beserta atau
tidak beserta tanahnya kepada penghuni dengan
cara sewa beli.
Kementerian adalah Kementerian Perhubungan. Menteri adalah Menteri Perhubungan.
Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara.
Direktur Jenderal
Perhubungan Udara.
adalah Direktur Jenderal
Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Sekretaris
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga
pemerintah di bandar udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara yang memberikan jasa
pelayanan kebandarudaran untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial.
Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah
yang diangkat oleh Menteri dan memiliki
kewenangan untuk menjalankan dan melakukan
pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin
keselamatan, keamanan, dan pelayanan
penerbangan.
Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Otoritas Bandar
Udara, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU), Kepala Balai-Balai dan Kepala Satuan
Pelayanan (Satpel) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
BAB II
PENGADAAN RUMAH NEGARA
Pasal 2
(1)
Pengadaan Rumah Negara di lingkungan Direktorat
Jenderal
Perhubungan
Udara
dilakukan
dengan
c a r a :
a. pembangunan; b. tukar menukar; c. hibah; dan
d. perolehan lainnya yang sah.
(2)
Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan b, dilakukan sesuai dengan rencana
kebutuhan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Pembangunan
Rumah
Negara
untuk
pejabat
dan/atau
pegawai
negeri
sipil
di
lingkungan
Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan di atas lahan bersertifikat atas
nama
Pemerintah
Republik
Indonesia
yang
diperuntukkan bagi Direktorat Jenderal.
(4)
Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibangun menurut tipe Rumah Negara dan kelas
bangunan yang peruntukkannya disesuaikan dengan
jabatan, pangkat dan golongan pegawai negeri sipil
calon penghuni, sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Peraturan ini.
(5) Pengadaan Rumah Negara dapat dilaksanakan
secara
sekaligus
atau
bertahap
sesuai
dengan
kemampuan keuangan negara melalui Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran.
BAB III
PENETAPAN STATUS RUMAH NEGARA
Pasal 3
(1)
Pejabat Eselon II dan Kepala Kantor di lingkungan
Direktorat
Jenderal
Perhubungan
Udara
paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah pengadaan Rumah
Negara, wajib mendaftarkan Rumah Negara kepada
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
atau pejabat yang ditunjuk yaitu sebagai berikut :
a. untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
kepada
Direktorat
Jenderal
Cipta
Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;b. untuk wilayah di luar Daerah Khusus Ibukota
Jakarta melalui Dinas Pekerjaan Umum provinsi
yang membidangi Rumah Negara.
(2)
Pengajuan pendaftaran Rumah Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), beserta kelengkapannya
tercantum pada Lampiran II Peraturan ini.
(3)
Pendaftaran Rumah Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1)
dilaporkan/
ditembuskan
kepada
Sekretaris Direktorat Jenderal.
Pasal 4
(1)
Pejabat Eselon II dan Kepala Kantor mengusulkan
penetapan status Rumah Negara kepada Menteri
melalui Direktur Jenderal paling lambat 3 (tiga)
bulan, sejak didaftarkan kepada Menteri Pekerjaan
Umum atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2)
Usulan penetapan status Rumah Negara Golongan I
dan Rumah Negara Golongan II pada Kantor Otoritas Bandar Udara, Unit Penyelenggara Bandar Udara
(UPBU), Balai-Balai dan Satuan Pelayanan (Satpel) di
lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
dilakukan secara berjenjang, dengan melampirkan
beberapa dokumen sebagai berikut : a. kartu inventarisasi Rumah Negara; b. kartu legger;
c. gambar legger;
d.
bukti pendaftaran Rumah Negara.
(3) Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri
menetapkan status Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II .
BAB IV
PENGHUNIAN
Pasal 5
(1) Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri
menerbitkan keputusan izin penghunian atau
keputusan pencabutan penghunian Rumah Negara
Golongan I atas dasar usul Sekretaris Direktorat Jenderal dan Kepala Kantor terkait.
(2)
Rumah
Negara Golongan
I dihuni
oleh
pejabat
Direktorat Jenderal sepanjang masih
memangku
jabatannya.(3) Pejabat Direktorat Jenderal yang menghuni Rumah
Negara Golongan I wajib menandatangani Surat
Ketentuan Penghunian Rumah Negara Golongan I dan menaati ketentuan kewajiban dan larangan
penghunian Rumah Negara yang ada dalam surat tersebut, sebagaimana tercantum pada Lampiran III.3 Peraturan ini
(4) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak lagi memangku jabatannya wajib
mengosongkan dan menyerahkan Rumah Negara Golongan I kepada Direktorat Jenderal dalam waktu
paling lambat 2 (dua) bulan setelah berakhirnya
jabatan tersebut, melalui :
a. Sekretaris Direktorat Jenderal untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal;
b. Kepala Kantor untuk Kantor Otoritas Bandar
Udara, UPBU, Balai-Balai dan Satpel. Pasal 6
(1) Keputusan Penunjukkan Penghunian Rumah Negara Golongan II diterbitkan oleh :
a. Sekretaris Direktorat Jenderal untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal;
b. Kepala Kantor untuk Kantor Otoritas Bandar Udara, UPBU, Balai-Balai dan Satpel.
(2) Keputusan penunjukkan penghunian Rumah Negara Golongan II berpedoman pada kriteria kedinasan dan faktor sosial pegawai negeri sipil yang bersangkutan. (3) Kriteria kedinasan dan faktor sosial pegawai negeri
sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
antara lain :
a. masa kerja;
b. pangkat dan golongan; c. jabatan/ eselon;
d. pendidikan;
e. daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3); f. keterangan tidak memiliki rumah;dan
g. susunan keluarga.
(4) Kriteria kedinasan dan faktor sosial pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran III.l Peraturan ini.
(5) Penilaian penghunian yang berdasarkan kriteria kedinasan dan faktor sosial pejabat dan/atau pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan ambang batas nilai sebagai
berikut :
a. Tipe B, ambang batas penilaian 82,50; b. Tipe C, ambang batas penilaian 72; c. Tipe D, ambang batas penilaian 59,50; d. Tipe E, ambang batas penilaian 51.
(6) Bentuk penilaian penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.2 Peraturan ini.
(7) Calon penghuni Rumah Negara Golongan II sebelum menempati rumah wajib menandatangani Surat Ketentuan Penghunian Rumah Negara Golongan II dan menaati ketentuan kewajiban dan larangan penghunian Rumah Negara yang ada dalam surat tersebut, sebagaimana tercantum pada Lampiran III.4 Peraturan ini.
(8) Kewajiban penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sebagai berikut :
a. membayar sewa; b. memelihara;
c. memanfaatkan rumah sesuai fungsinya; d. membayar Pajak Bumi dan Bangunan;dan
e. membayar biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas.
(9) Larangan penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) , sebagai berikut :
a. mengubah sebagian atau seluruh bentuk Rumah Negara;
b. menyewakan sebagian atau seluruh bagian Rumah Negara;
c. memanfaatkan Rumah Negara tidak sesuai dengan fungsinya;
d. menyerahkan hak penghunian Rumah Negara kepada pihak lain;dan
e. menggunakan Rumah Negara untuk kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dan/atau norma kesusilaan.
(10) Rumah Negara Golongan II dihuni oleh pejabat dan/atau pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal sepanjang yang bersangkutan masih berstatus sebagai pejabat dan/atau pegawai negeri sipil.
(11)
Pejabat dan/atau pegawai negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang tidak lagi memangku
jabatannya dan/atau tidak lagi menjadi pegawai
negeri sipil wajib mengosongkan dan menyerahkan
Rumah Negara Golongan II, kepada Kementerian
dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah
berakhirnya jabatan dan/atau status pegawai negeri
sipil, melalui :
a. Sekretaris Direktorat Jenderal untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal;
b. Kepala Kantor untuk Kantor Otoritas Bandar
Udara, UPBU, Balai-Balai dan Satpel.
(12)
Sekretaris Direktorat Jenderal dan Kepala Kantor
menerbitkan Surat Izin Penghunian (SIP) Rumah
Negara Golongan II atau Surat PencabutanPenghunian
Rumah
Negara
Golongan
II
yang
dikelolanya.
(13)
Bentuk
Surat
Izin
Penghunian
Rumah
Negara
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (12),
sebagaimana
tercantum
pada
Lampiran
III.5
Peraturan ini.
Pasal 7
(1)
Masa berlaku Surat Izin Penghunian Rumah Negara
Golongan
II
adalah
3
(tiga)
tahun
dan
dapat
diperpanjang/dicabut setelah dilakukan evaluasi
oleh
Sekretaris Direktorat Jenderal
atau
Kepala
Kantor.
(2)
Masa berlaku Surat Izin Penghunian Rumah Negara
Golongan II dapat berakhir sewaktu-waktu sebelum3 (tiga) tahun, jika pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal yang bersangkutan :
a. pensiun;
b. meninggal dunia;.
c. dimutasi keluar daerah atau ke lain instansi;
d. berhenti atas kemauan sendiri;
e.
diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan
hormat;
f. menyerahkan hak penghunian kepada Direktorat
Jenderal; atau
g. dicabut izin penghuniannya.
Pasal 8
Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II dapat
dicabut apabila :a.
pegawai
negeri
sipil
Direktorat
Jenderal
yang
bersangkutan tidak mentaati ketentuan sebagaimana
b. menurut hasil evaluasi, pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal yang bersangkutan tidak lagi layak menghuni Rumah Negara Golongan II.
BAB V
PENGALIHAN STATUS Pasal 8
(1) Rumah Negara Golongan I dapat diubah statusnya menjadi Rumah Negara Golongan II atau sebaliknya. (2) Rumah Negara Golongan I dapat difungsikan sebagai mess atau asrama dengan terlebih dahulu mengubah statusnya menjadi Rumah Negara Golongan II.
(3) Pengalihan status Rumah Negara Golongan I menjadi Rumah Negara Golongan II dapat dilakukan
dalam hal :
a. adanya perubahan atau penggabungan organisasi Kementerian;dan/atau
b. berdasarkan penilaian Menteri sudah tidak memenuhi fungsi sebagaimana ditetapkan
semula.
Pasal 9
(1) Pengalihan Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan I dapat dilakukan dalam
hal:
a. secara teknis memenuhi syarat sebagai Rumah Negara Golongan I; dan
b. Rumah Negara Golongan II atau berbentuk mess/asrama yang tidak dihuni.
(2) Rumah Negara Golongan II dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III setelah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Rumah Negara Golongan II yang tidak dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III adalah sebagai berikut :
a. Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess atau asrama;
b. Rumah Negara Golongan II yang berasal dari Rumah Negara Golongan I;
c. Rumah Negara yang merupakan bagian dari
fasilitas kantor;atau
d. Rumah Negara yang masih dalam sengketa atau menurut Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang bermasalah.
Pasal 10
Pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tanah tempat berdirinya Rumah Negara telah bersertifikat;
b. Telah terdaftar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan telah memiliki status golongan;
c. Umur Rumah Negara sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sejak dimiliki oleh Negara atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya sebagai Rumah Negara;
d. Penghuni telah memiliki masa kerja sebagai pegawai negeri paling kurang 10 (sepuluh) tahun;
e. Penghuni Rumah Negara memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah dan suami atau istri yang bersangkutan belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Penghuni menyatakan bersedia mengajukan permohonan pengalihan hak paling singkat 1 (satu) tahun terhitung sejak rumah tersebut menjadi Rumah Negara Golongan III dengan ketentuan karena kelalaian mengajukan permohonan tersebut kepada penghuni dikenakan sanksi membayar sewa 2 (dua) kali dari sewa setiap bulannya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. Rumah dan/atau tanah tidak dalam sengketa
berdasarkan surat pernyataan dari instansi yang bersangkutan, sebagaimana tercantum pada Lampiran V.8 Peraturan ini; dan
h. Hasil kajian Sekretaris Direktorat Jenderal menyatakan bahwa Rumah Negara Golongan II dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III.
Pasal 11
(1) Prosedur pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III sebagai berikut :
a. Penghuni mengajukan surat permohonan pengalihan status kepada Sekretaris Direktorat Jenderal dan/atau Kepala Kantor; b. Sekretaris Direktorat Jenderal dan/atau
Kepala Kantor secara berjenjang mengajukan usul pengalihan status Rumah Negara kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal;
c. Sekretaris Direktorat Jenderal mengkaji usulan pengalihan status golongan Rumah Negara sebelum diusulkan kepada Menteri; d. Sekretaris Jenderal mengkaji usul
sebagaimana dimaksud pada huruf b, untuk menindaklanjuti usul dimaksud;
e. Apabila usul sebagaimana dimaksud pada huruf b disetujui Menteri, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menyampaikan usul pengalihan status Rumah Negara kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
(2) Bentuk surat permohonan pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), pada Lampiran IV Peraturan ini.
(3) Penolakan atas usulan pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III, baik oleh Sekretaris Jenderal Kementerian atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b maupun oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ditindaklanjuti oleh Sekretaris Jenderal Kementerian atas nama Menteri dengan menyampaikan penolakan dimaksud kepada Direktur Jenderal discrtai alasan penolakan.
Pasal 12
Persyaratan penghuni Rumah Negara yang dapat
mengajukan pengalihan status Rumah Negara yang
dihuninya dari Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III adalah sebagai berikut :
a. Penghuni telah bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal secara berturut-turut sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
b. Penghuni memiliki Surat Izin Penghunian yang sah dan belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara;dan c. Selama penghuni menempati Rumah Negara tidak
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (9).
BAB VI PENGHAPUSAN
Pasal 13
(1) Surat Keputusan Penghapusan Rumah Negara Golongan III dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal setelah terbit surat rekomendasi persetujuan pengalihan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
(2) Setelah Surat Keputusan Penghapusan Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbikan, unit kerja yang bersangkutan segera menghapus Rumah Negara tersebut dari Daftar Barang Milik Negara/ Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).
Pasal 14
(1) Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II tidak dapat dihapus kecuali jika :
a. terkena rencana umum tata ruang baru yang mengharuskan dihapuskannya Rumah Negara tersebut;atau
b. adanya keadaan memaksa di luar kemampuan manusia [force majeur) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penghapusan Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII PENGALIHAN HAK
Pasal 15
(1) Pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III menjadi kewenangan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat setelah mendapat izin persetujuan Menteri Keuangan.
(2) Permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III diajukan oleh penghuni sah, kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tembusan kepada Menteri, dengan
melampirkan berkas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran V. 1.
(3) Permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat legalisasi dari Sekretaris Jenderal
atas nama Menteri.
Pasal 16
(1) Persyaratan penghuni yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara
Golongan III sebagai berikut : a. Pegawai Negeri :
1. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, dengan melampirkan Surat Keterangan Masa Kerja sebagaimana tercantum pada Lampiran V.6 Peraturan ini ;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
3. belum pernah membeli atau memperoleh
fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
dengan melampirkan Surat Pernyataan Belum Pernah Membeli/Memperoleh Rumah Negara sebagaimana tercantum pada V.7 Peraturan ini.
b. Pensiunan Pegawai Negeri :
1. menerima pensiun dari negara;
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
dengan melampirkan Surat Pernyataan Belum Pernah Membeli/ Memperoleh Rumah Negara sebagaimana tercantum pada V.7 Peraturan ini.
c. Janda/ Duda Pegawai Negeri :
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, apabila :
a) almarhum suaminya/ istrinya sekurang-kurangnya mempunyai
masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada negara; atau
b) masa kerja almarhum suaminya/ istrinya ditambah dengan jangka
waktu sejak yang bersangkutan
menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun.
2. Memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
3. Belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau
tanah dari negara berdasarkan peraturan
perundang- undangan yang berlaku,
dengan melampirkan Surat Pernyataan Belum Pernah Membeli/Memperoleh Rumah Negara sebagaimana tercantum
pada Lampiran V.7 Peraturan ini.
(2)
Apabila
penghuni
Rumah
Negara
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meninggal dunia
maka
pengajuan
permohonan pengalihan hak
atas Rumah Negara dapat diajukan oleh anak
sah dari penghuni yang bersangkutan.
(3)
Apabila
penghuni
Rumah
Negara
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meninggal dunia dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah
dikembalikan ke negara.
(4) Bentuk surat permohonan pengalihan hak Rumah
Negara
kepada
Menteri
Pekerjaan
Umum
dan
Perumahan Rakyat sebagaimana tercantum pada Lampiran V.2, V.3, V.4 dan V.5 Peraturan ini.
BAB VIII
PENUNJUKAN PENANDATANGANAN PENGALIHAN HAK
Pasal 17
Penghuni Rumah Negara menyampaikan Permohonan
pengalihan hak Rumah Negara Golongan III untuk
ditandatangani oleh Sekretaris Direktorat Jenderal dan diteruskan kepada Sekretaris Jenderal untuk disampaikan
kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendapatkan
surat keputusan pengalihan hak.
BAB IX
SEWA RUMAH NEGARA Pasal 18
(1) Besaran sewa Rumah Negara dihitung berdasarkan pada ketentuan sebagaimana tercantum pada
Lampiran VI Peraturan ini.
(2) Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh Petugas Daftar Gaji pada Kantor Otoritas Bandar
Udara, UPBU, Balai atau Satpel penghuni Rumah Negara yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan pemungutan sewa Rumah Negara Golongan I dan Golongan II dilakukan oleh Kepala
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, dengan
memotong langsung dari daftar gaji setelah diusulkan oleh Petugas Daftar Gaji pada Kantor/
UPBU/Satpel penghuni Rumah Negara yang bersangkutan.
(4)
Pengawasan pelaksanaan pemungutan sewa Rumah
Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II
dilakukan oleh Pembina Barang Inventaris Instansi
yang bersangkutan, bersama Direktur Jenderal Anggaran atau Pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 19
Besarnya sewa Rumah Negara akan dilakukan penyesuaian secara periodik oleh Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dengan persetujuan
BABX LAPORAN
Pasal 20
(1) Monitoring dilaksanakan dalam rangka tertib administrasi penatausahaan dan pengelolaan Rumah Negara.
(2) Monitoring tersebut meliputi :
a. Masa berlakunya Surat Ijin Penghunian; b. Hak penghunian Rumah Negara;
c. Golongan Rumah Negara; d. Tipe Rumah Negara;
e. Pembayaran dan tunggakan sewa Rumah Negara.
(3) Monitoring dilaksanakan oleh Direktur Jenderal sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 21
(1) Laporan Monitoring disampaikan secara berjenjang oleh Sekretaris Direktorat Jenderal dan/atau Kepala Kantor kepada Direktur Jenderal setiap semester, bersamaan dengan Laporan Barang Milik Negara. (2) Laporan Monitoring sebagaimana dimaksud pada
Pasal 20 ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan ini.
BAB XI
PENERTIBAN RUMAH NEGARA
Pasal 22
Pengawasan dan pengendalian terhadap penertiban Rumah Negara, merupakan kewenangan Direktorat Jenderal dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal atau Kepala Kantor.
BAB XII SANKSI
Pasal 23
Pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dijatuhi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIII PENUTUP
Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal : 1 Desember2014
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
Pelaksana Tugas,
ttd.
BAMBANG TJAHJONO SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :
1. Menteri Perhubungan; 2. Menteri Keuangan;
3. Sekretaris Jenderal, Kementerian Perhubungan; 4. Inspektur Jenderal, Kementerian Perhubungan;
5. Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan Keuangan;
6. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
7. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 8. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara di lingkungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara;
9. Para Kepala Kantor UPBU/ Satpel di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
.se§i{jk£ dengan aslinya
JBAQIAILkuKUM DAN HUMAS,
,HAYAT 5emDinaTk.I (IV/b) NIP. 19680619 199403 1 002
STANDAR TIPE DAN KELAS RUMAH NEGARA BAGI PEJABAT DAN PEGAWAI NEGERI
Pengadaan rumah negara dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar,
atau tukar bangun dilaksanakan sesuai dengan standar tipe dan kelas rumah negara bagi pejabat dan pegawai negeri.
I. Standar Tipe Rumah Negara bagi Pejabat dan Pegawai Negeri.
1. Tipe A
a. Diperuntukanbagi Direktur Jenderal
b. Luas bangunan : c. Luas tanah : d. Fasilitas rumah : 1) Ruang Tamu 2) Ruang Kerja 3) Ruang Duduk 4) Ruang Makan 5) Ruang Tidur 6) Kamar mandi/WC 7) Dapur 8) Gudang 9) Garasi
10) Ruang Tidur Pembantu 11) Ruang Cuci 12) KM Pembantu e. Konstruksi : 1) Pondasi 250 m2 600 m2 1 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang 4 ruang 2 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang 2 ruang 1 ruang 1 ruang
batu belah/beton bertulang/kayu kelas
II
beton bertulang/baja/kayu
kelas II
marmer lokal/keramik/vinil, kayu
bata/bataco diplester dan dicat tembok gypsum/asbes semen/kayu lapis dicat genteng keramik berglazuur/ sirap/
asbes/seng
kayu diplitur/dicat PAM, sumur pantek,
min 3 m3
PLN 2200 - 4400 VA sesuai kebutuhan 6 m3
alami atau buatan (AC) 2) Struktur
3) Lantai 4) Dinding 5) Plafond 6) Atap
7) Kosen dan daun pintu/jendela
8) Utilitas : a) Air bersih b) Tandon air c) Listrik d) Telepon
e) Septictank dan rembesan f) Tata udara
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan IV/d keatas
b. Luas bangunan 120 m2
c. Luas tanah 350 m2
d. Fasilitas rumah :
1) Ruang Tamu 1ruang
2) Ruang Kerja 1ruang
3) Ruang Duduk 1ruang
4) Ruang Makan 1ruang
5) Ruang Tidur 3 ruang
6) Kamar mandi/WC 1ruang
7) Dapur : 1ruang
8) Gudang : 1ruang
9) Garasi : 1ruang
10) Ruang Tidur Pembantu : 1ruang
11) Ruang Cuci : 1ruang
12) KM Pembantu : 1 ruang
e. Konstruksi :
1) Pondasi : batu belah/beton bertulang/kayu n
2) Struktur :
11
beton bertulang/baja/kayu klas II
3) Lantai : keramik/vinil
4) Dinding : bata/bataco diplester dan dicat ten 5) Plafond : asbes semen/kayu lapis dicat
6) Atap : genteng/ sirap/ asbes/ seng
71 Kosen dan daun pintu/jendela : kayu dicat
8) Utilitas :
a) Air bersih : PAM, sumur pantek, b) Tandon air : min 2 m^
c) Listrik : PLN 1350 - 2200 VA
d) Telepon : sesuai kebutuhan
e) Septictank dan rembesan : 5m3
9) Pagar batu bata/bataco/besi/baja/kayu
3. Tipe C
a. Diperuntukan :
1) Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala Bidang
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan IV/a s/d. IV/c
b. Luas bangunan c. Luas tanah d. Fasilitas rumah : 1) Ruang Tamu 2) Ruang Makan 3) Ruang Tidur 4) Kamar mandi/WC 5) Dapur 6) Gudang 7) Ruang Cuci 70 m2 200 m2 1ruang 1 ruang 3 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang
2) Struktur
3) Lantai 4) Dinding 5) Plafond 6) Atap
7) Kosen dan daun pintu/jendela
8) Utilitas : a) Air bersih b) Tandon air
c) Listrik
d) Septictank dan rembesan 9) Pagar
beton bertulang/baja/kayu kelas II keramik/vinil/tegel PC
bata/bataco diplester dan dicat tembok
asbes semen/kayu lapis dicat genteng/sirap/asbes/seng kayu dicat
PAM, sumur pantek, min 1 m3
PLN 900 - 1350 VA 2 - 4 m3
batu bata/bataco, besi, baja, kayu. 4. Tipe D
a. Diperuntukan:
1) Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan III/a s/d. Ill/d 50 m2 120 m2 b. Luas bangunan c. Luas tanah d. Fasilitas rumah : 1) Ruang Tamu 2) Ruang Makan 3) Ruang Tidur 4) Kamar mandi/WC 5) Dapur 6) Ruang Cuci e. Konstruksi : 1) Pondasi : 2) Struktur : 3) Lantai : 4) Dinding : 5) Plafond : 6) Atap :
7) Kosen dan daun pintu/jendela 8) Utilitas :
a) Air bersih :
b) Tandon air :
c) Listrik :
d) Septictank dan rembesan :
9) Pagar : 1ruang 1 ruang 2 ruang 1 ruang 1 ruang 1 ruang
batu belah/beton bertulang/kayu kelas
II
beton bertulang/baja/kayu klas II
keramik/vinil/tegel PC
bata/bataco diplester dan dicat tembok
asbes semen/kayu lapis dicat genteng/ sirap/asbes/ seng
kayu dicat
PAM, sumur pantek, min 1 m3 PLN 900 - 1350 VA 2 - 4 m 3 batu bata/bataco/besi/baja/kayu. 5. Tipe E a. Diperuntukan:
1) Kepala Sub Seksi
2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan nomor 1) 3) Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan II/d kebawah
b. Luas bangunan : 36 m2
e . 3) Ruang Tidur 4) Kamar mandi/WC 5) Dapur 6) Ruang Cuci Konstruksi : 1) Pondasi 2) Struktur : 3) Lantai : 4) Dinding : 5) Plafond : 6) Atap :
7) Kosen dan daun pintu/jendela
8) Utilitas : a) Air bersih b) Tandon air c) Listrik
d) Septictank dan rembesan 9) Pagar
2 ruang
1 ruang 1 ruang : 1 ruang
batu belah/ beton bertulang/ kayu kelas
II
beton bertulang/ baja/ kayu kelas II keramik/ vinil/ tegel PC
bata/ bataco diplester dan dicat tembok asbes semen/kayu lapis dicat
genteng/ sirap / asbes/ seng
: kayu dicat PAM, sumur pantek,
min 1 m3
PLN 900 - 1350 VA : 2 - 4 m3
batu bata/bataco/besi/baja/kayu
II. Luas Rumah Negara Tidak Sesuai Standar.
1. Dalam hal besaran luas lahan telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan dalam peraturan setempat, maka standar luas lahan dapat disesuaikan;
2. Dalam hal Rumah Negara dibangun dalam bentuk bangunan
bertingkat/Rumah susun, maka luas lahan tersebut tidak berlaku,
disesuaikan dengan kebutuhan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah;
3. Toleransi maksimal kelebihan luas tanah berdasarkan lokasi Rumah Negara:
a. DKI Jakarta b. Ibukota Provinsi c. Ibukota Kab/Kota d. Perdesaan 20% 30% 40% 50%
Perkecualian terhadap butir 3 apabila sesuai dengan ketentuan RT/RW setempat atau letak tanah disudut.
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
Pelaksana Tugas,
ttd.
BAMBANG TJAHJONO
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGlAN HUKUM DAN HUMAS,
Pembina Tk.I (IV/b)
1. Contoh Surat Pengajuan Pendaftaran Rumah Negara
KANTOR/ UPBU/ SATPEL :
Nomor
Lampiran
Perihal
Tanggal/ Bulan/ Tahun
Kepada
Yth. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan
Ditjen Cipta Karya/ Dinas
Pekerjaan Umum
Di.
SURAT PENGANTAR
Dengan ini kami sampaikan dengan hormat berkas permohonan pendaftaran Rumah Negara berikut Daftar Inventaris, Kartu Legger dan Gambar Legger
masing-masing dalam rangkap 3 (tiga) untuk diberikan Huruf Daftar Nomor (HDNo)
sebagai berikut :
NO URAIAN BANYAKNYA K E T E R A N G A N
Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
ESELON 11/ KEPALA KANTOR/ SATPEL
Tembusan :
Sekretaris Ditjen Perhubungan Udara
1GHOI
tOO*A 001 •UKS i**2} [lAMJ^. haf'J'- m IMMM PtAYA
>'AJ(CA«pj
2 .' 4 | 4 1 8 V '•: •i I? ii ! i« >* B
J l ) M i » n
1
ESELON 11/ KEPALA KANTOR/ SATPEL