• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Proses Emulsifikasi Minyak Pala (Myristica fragrans houtt) ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimasi Proses Emulsifikasi Minyak Pala (Myristica fragrans houtt) ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Optimasi Proses Emulsifikasi Minyak Pala

(

Myristica fragrans

houtt)

Yuliani Aisyah1, Novi Safriani1, Murna Muzaifa1, Fakhrurrazi2

1)

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111

2)

Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh E-mail: yuliani.aisyah@unsyiah.ac.id

ABSTRAK

Minyak pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan bahan pangan yang mengandung senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas biologis, namun karena sifatnya yang non polar menyebabkan kelarutan dan kestabilannya rendah didalam bahan pangan. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan dan kestabilannya adalah dengan pembuatan sistem emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum proses emulsifikasi minyak atsiri pala (Myristica fragrans Houtt) dan karakterisasi sifat fisik serta kestabilan emulsi yang dihasilkan. Proses pembuatan emulsi dilakukan dengan menggunakan alat Homogenizer Ultra-Turrax T25 basic IKA dengan kecepatan 14.000 rpm selama 3 menit. Pengamatan dilakukan terhadap 9 formulasi emulsi hasil kombinasi dari tiga taraf konsentrasi minyak pala (15%, 20%, dan 25%) dengan tiga taraf konsentrasi surfaktan Tween 80 (10%, 15% dan 20%) dari massa minyak pala. Hasil penelitian menunjukkan ukuran droplet rata-rata emulsi 1021 – 1820 nm dengan nilai indeks polidispersitas (PdI) 0,343 -1,000 serta nilai zeta potensial (-19,7 mV) – (-19,7 mV). Konsentrasi minyak pala berpengaruh sangat nyata terhadap kestabilan emulsi selama penyimpanan, baik pada suhu dingin, suhu ruang, dan suhu tinggi. Emulsi dengan formulasi kombinasi antara minyak pala 15% dengan surfaktan jenis Tween 80 20% memiliki tingkat kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan formulasi lainnya baik secara kimia, kerusakan mekanik, maupun kerusakan selama penyimpanan pada berbagai suhu. Dari ketiga suhu penyimpanan tersebut emulsi cenderung lebih stabil pada penyimpanan suhu ruang.

Kata Kunci: Minyak pala, surfaktan, emulsi, kestabilan.

ABSTRACT

Nutmeg (Myristica fragrans Houtt) oil is a food containing bioactive compounds that have biological activity, but because it is non polar causes low solubility and stability in food. One way to increase the

solubility and stability is by using the emulsion system.The aim of this study was to determine the optimum

conditions of the nutmeg essential oil emulsification process and the characterization of physical properties

as well as the stability of the resulted emulsion.The emulsion was produced by using a homogenizer

Ultra-Turrax T25 basic IKA with a speed of 14.000 rpm for 3 minutes. Observations were conducted on 9 emulsion formulations from a combination of three levels of nutmeg oil concentration (15%, 20%, and 25%) and three

levels of surfactant (Tween 80) concentration (10%, 15% and 20%) of the nutmeg oil mass. The results

showed that an average droplet size of emulsion is 1021 - 1820 nm with polydispersity index (Pdi) of 0.343-1.000 and potential zeta of (-19.7 mV) - (-19.7 mV). The nutmeg oil concentration has a very significant effect on the emulsion stability during storage at various temperatures (cold, room and high temperatures).

Theemulsion formulation of the combination of 15% of nutmeg oil and 20% of Tween 80 have a higher

stability level compared to other formulations regarding chemical and mechanical damage as well as damage during storage at various temperatures. In addition, the emulsion tends to be more stable at room temperature storage.

Keywords : Nutmeg oil, surfactant, emulsion, stability.

PENDAHULUAN

Penyediaan pangan yang alami, aman dan berkualitas menjadi tantangan yang besar bagi praktisi di bidang pangan. Salah satu alternatif solusinya adalah dengan mengurangi penggunaan bahan kimia dalam formulasi pangan dan menggantikannya dengan bahan alami. Penggunaan bahan tambahan pangan alami yang bersumber dari produk tanaman yang mempunyai manfaat

(2)

fungsional semakin dikembangkan antara lain rempah-rempah. Rempah-rempah yang lazim dan banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah pala (Myristica fragans Houtt).

Pemanfaatan minyak atsiri pala sebagai bahan pengawet alami pangan karena memiliki kemampuan sebagai antimikroba sudah banyak diteliti (Kusumaningrum, et al., 2003), begitu juga penelitian kemampuan sebagai antimikroba dari minyak atsiri kayu manis (Dorman dan Deans, 2000).

Aktivitas antimkroba pada minyak pala disebabkan karena senyawa fitokimia yang ada di dalam minyak pala tersebut. Senyawa fitokimia minyak atsiri bersifat non polar (tidak larut air), sehingga inkorporasi dalam produk pangan kurang baik dan bioavaibilitasnya rendah. Untuk memperbaiki stabilitas dan kelarutannya dalam air, minyak atsiri dapat dilarutkan dalam fase minyak dalam emulsi minyak dalam air (o/w) sehingga dapat dengan mudah diformulasikan ke dalam produk pangan.

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tapi berlawanan. Pada suatu sistem emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai fase kontinyu dan bagian ketiga adalah pengemulsi yang berfungsi menjaga agar fase terdispersi tetap tersuspensi dalam air (McClements, 2004).

Sejumlah penelitian telah dilakukan mengenai pembuatan emulsi dari bahan pangan. Rahmah (2013) mengkaji stabilitas emulsi minyak dalam air dengan memanfaatkan berbagai jenis pati. Agustinisari et al, (2014) mengkaji konsentrasi fase terdispersi dan surfaktan. Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak (Jatmika, 1998).

Menurut Wardiyati (1992), semakin tinggi konsentrasi surfaktan Span 80 maka emulsi yang terbentuk semakin kental dan stabil. Akan tetapi emulsi yang semakin kental dan stabil belum bisa dikatakan baik karena kekentalan emulsi sangat berpengaruh terhadap ukuran diameter droplet emulsi selama proses pemisahan. Emulsi yang semakin kental mengakibatkan bulatan emulsi semakin besar sehingga luas permukaan emulsi berkurang akibatnya pemisahan emulsi lebih cepat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum (konsentrasi minyak atsiri dan surfaktan) pada proses emulsifikasi minyak atsiri pala (Myristica fragrans Houtt) dan karakterisasi sifat fisik serta kestabilan emulsi yang dihasilkan.

METODE Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak atsiri pala (food grade) yang diperoleh dari PT. Djasula Wangi, Jakarta. Surfaktan yang digunakan adalah Tween 80 (Sigma), dan aquadest. Sedangkan alat yang digunakan adalah High Shear Homogenizer (HSH) IKA T25 digital Ultra Turrax, Particle size analyzer Model DelsaTM, Scanning electron microscope Model JEOL tipe JSM 6510LA, freezer, pH meter, alat-alat gelas dan peralatan pendukung lainnya. Formulasi Emulsi

Sistem emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi minyak dalam air (o/w) dengan minyak pala sebagai fase terdispersi dan aquadest sebagai fase pendispersi. Ada tiga taraf konsentrasi minyak pala yang digunakan yaitu 15% (M1), 20% (M2) dan 25% (M3). Emulsifier yang digunakan adalah Tween 80 dengan tiga taraf konsentrasi, yaitu 10% (S1), 15% (S2), 20% (S3) (v/v). Campuran minyak pala, surfaktan dan aquadest dihomogenisasi dengan High Shear Homogenizer (Ultra-Turrax T25 basic IKA) dengan kecepatan 14.000 rpm selama 3 menit untuk memperoleh larutan emulsi. Emulsi yang dihasilkan selanjutnya dianalisis ukuran diameter dan distribusi ukuran droplet, zeta potensial, pH, serta uji stabilitas fisik emulsi yang terdiri dari uji stabilitas metode sentrifugasi, penyimpanan pada suhu rendah (freezer), penyimpanan pada suhu kamar, penyimpanan pada suhu tinggi (oven) dan cyling test.

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi minyak pala yang terdiri dari 3 taraf yaitu 15% (M1), 20% (M2), dan 25% (M3). Faktor kedua adalah konsentrasi surfaktan yang

(3)

terdiri atas 3 taraf yaitu 10% (S1), 15% (S2) dan 20% (S3). Untuk menguji pengaruh dari setiap faktor dan interaksi antar faktor terhadap parameter analisis, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA (Analysis of varians). Apabila perlakuan yang diberikan menunjukkan pengaruh terhadap parameter yang diuji, maka dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Sudjana, 1992).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Nilai Creaming index

Hasil analisis stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi menunjukkan nilai creaming index yang terbentuk berkisar antara 12 % - 30 % dengan rata-rata 21,24 %. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi minyak dan konsentrasi surfaktan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap creaming index. Sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P≥0,05) terhadap creaming index. Pengaruh konsentrasi minyak dan konsentrasi surfaktan terhadap nilai creaming index dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Pengaruh konsentrasi minyak pala terhadap nilai creaming index, (P> 0,05), BNT0,01 = 1.9394 KK = 9.14 %.

Gambar 1 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak maka nilai creaming index semakin tinggi. Nilai creaming index tertinggi didapatkan pada konsentrasi minyak 25 %, hal ini dikarenakan jumlah fase terdispersi didalam emulsi lebih besar. Menurut Rahmah (2013) Semakin tinggi persentase nilai creaming index semakin rendah kestabilan emulsi dan sebaliknya semakin rendah nilai creaming index maka semakin tinggi tingkat kestabilan suatu emulsi. Pada penelitian ini semakin tinggi konsentrasi minyak maka emulsi lebih cepat rusak secara mekanik.

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi surfaktan terhadap nilai creaming index, (P> 0,05), BNT0,01 = 1.9394 KK = 9.14 %.

Gambar 2 menunjukkan bahwa konsentrasi surfaktan yang tinggi mampu menurunkan nilai creaming index. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan yang digunakan, nilai creaming index yang

a 14.83 b 22.00 c 26.889 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 M1 = 15 % M2 = 20 % M3 = 25 % Cr ea m in g In d ex (% )

Konsentrasi minyak pala (M)

c 23.50 b 21.67 a 18.556 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 S1 S2 S3 Cr e am in g In d e x (% ) S = Konsentrasi surfaktan

(4)

terbentuk semakin rendah sehingga emulsi lebih stabil. Menurut Silva et al (2011) surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan antar fase minyak dan air, serta menurunkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk merusak globul. Lebih lanjut Mason et al. (2006) mengatakan konsentrasi surfaktan yang tinggi diperlukan untuk melapisi permukaan globul. Penggunaan konsentrasi surfaktan yang tinggi mampu menurunkan ukuran globul, hal ini terjadi dikarenakan adanya peningkatan adsorbsi surfaktan diantara permukaan minyak dan air, sehingga mendukung terbentuknya ukuran globul yang lebih kecil (Salim et al., 2011).

2. Stabilitas Emulsi pada Penyimpanan Suhu Rendah (4±2 oC)

Selama penyimpanan emulsi mengalami kerusakan berupa pemisahan cream ke bagian permukaan emulsi. Lama penyimpanan mempengaruhi tinggi cream yang terbentuk. Tinggi batasan cream yang terbentuk dapat dilihat pada dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama penyimpanan suhu rendah. Gambar 3 menunjukkan kombinasi konsentrasi minyak 25 % dengan konsentrasi surfaktan 20 % menghasilkan tinggi cream yang paling tinggi dibandingkan dengan kombinasi lainnya yaitu cream yang terbentuk mencapai 5,38 cm, namun selama penyimpanan terus mengalami penurunan tinggi cream, dimana pada akhir penyimpanan tinggi cream yang terbentuk menjadi 4,70 cm. Nilai creaming yang paling rendah didapatkan dari kombinasi minyak 15 % dengan surfaktan 10 %, dimana nilai creaming yang terbentuk hanya 0,4 cm namun terus mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal ini diduga karena penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebakan penyusutan jumlah larutan, sehingga globula-globula cenderung bergabung membentuk ikatan antar partikel yang lebih rapat atau terjadinya flokulasi (Martin et al., 1993). Lebih lanjut McClements (2004) menyatakan flokulasi akan mempercepat terjadinya creaming. Lama penyimpanan tidak mempengaruhi warna dan bau dari emulsi. Emulsi tidak mengalami perubahan warna dan bau dimana warna emulsi tetap berwarna putih pekat dengan bau khas minyak pala selama penyimpanan.

3. Stabilitas Emulsi pada Penyimpanan Suhu Kamar (28±2 oC)

Lama penyimpanan mempengaruhi tinggi cream yang terbentuk. Tinggi batasan cream yang terbentuk dapat dilihat pada dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan kombinasi konsentrasi minyak 25 % dengan konsentrasi surfaktan 20 % menghasilkan tinggi cream yang paling tinggi dibandingkan dengan kombinasi lainnya yaitu mencapai 3,80 cm dari 11, 50 cm emulsi. Nilai creaming yang paling rendah didapatkan dari kombinasi minyak 15 % dengan surfaktan 20 %, dimana nilai creaming yang terbentuk hanya 0,38 cm namun terus mengalami peningkatan selama penyimpanan. Semakin tinggi cream yang terbentuk mengindikasikan semakin rendah kestabilan emulsi tersebut. Menurut Ariviani et al,

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 1 4 7 Ti n ggi b ata san cr eam ya n g te rp isah (cm)

Waktu simpan (Hari)

M = Konsentrasi minyak (M1= 15 %, M2= 20 %, M3= 25 %) S = Konsentrasi surfaktan ( S1= 10 %, S2= 15 %, S3= 20 % ) M1S1 M1S2 M1S3 M2S1 M2S2 M2S3 M3S1 M3S2 M3S3

(5)

(2015) selama penyimpanan terjadi peningkatan ukuran partikel globula fase terdispesi. Peningkatan ukuran partikel globula akan memicu pembentukan cream yang lebih tinggi. Lama penyimpanan tidak mempengaruhi warna dan bau dari emulsi. Emulsi tidak mengalami perubahan warna dan bau dimana warna emulsi tetap berwarna putih pekat dengan bau khas minyak pala selama penyimpanan.

Gambar 4. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama penyimpanan suhu kamar 4. Stabilitas Emulsi pada Penyimpanan Suhu Tinggi (40±2 oC)

Selama penyimpanan emulsi mengalami kerusakan berupa pembentukan cream dan pemisahan minyak ke bagian permukaan. Lama penyimpanan mempengaruhi tinggi cream yang terbentuk. Tinggi batasan cream yang terbentuk dapat dilihat pada dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama penyimpanan suhu tinggi.

Gambar 5 menunjukkan kombinasi konsentrasi minyak 25 % dengan konsentrasi surfaktan 20 % menghasilkan tinggi cream yang paling tinggi diakhir hari penyimpanan dibandingkan dengan kombinasi lainnya yaitu mencapai 1,73 cm. Nilai creaming yang paling rendah didapatkan dari kombinasi minyak 15 % dengan surfaktan 20 %, dimana nilai creaming yang terbentuk hanya 0,60 dihari akhir penyimpanan. Semakin tinggi cream yang terbentuk mengindikasikan semakin rendah kestabilan emulsi tersebut. Pada penyimpanan di suhu tinggi emulsi juga terjadi kerusakan

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

Hari 1 Hari 4 Hari 7

Ti n ggi b ata san cr eam ya n g te rp isah (cm)

Waktu simpan (Hari)

M = Konsentrasi minyak ( M1= 15 %, M2= 20 %, M3= 25 % ) S = Konsentrasi surfaktan ( S1= 10 %, S2= 15 %, S3= 20 % ) M1S1 M1S2 M1S3 M2S1 M2S2 M2S3 M3S1 M3S2 M3S3 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00

Hari 1 Hari 4 Hari 7

Ti n ggi b ata san cr eam ya n g te rp isah (cm )

Waktu simpan (Hari)

M = Konsentrasi minyak ( M1= 15 %, M2= 20 %, M3= 25 % ) S = Konsentrasi surfaktan ( S1= 10 %, S2= 15 %, S3= 20 % ) M1S1 M1S2 M1S3 M2S1 M2S2 M2S3 M3S1 M3S2 M3S3

(6)

berupa pemisahan minyak ke bagian permukaan emulsi, pemisahan ini diduga karena adanya panas. Pemanasan menyebabkan terjadinya penurunan stabilitas emulsi, karena suhu panas dapat menyebabkan terjadinya pemecahan globula-globula sehingga fase terdispersi kembali terpisah dari fase pendispersi. Lama penyimpanan tidak mempengaruhi warna dan bau dari emulsi. Emulsi tidak mengalami perubahan warna dan bau dimana warna emulsi tetap berwarna putih pekat dengan bau khas minyak pala selama penyimpanan.

5. Cycling test

Analisis ini dilakukan untuk mengamati stabilitas emulsi selama penyimpanan karena perubahan suhu yang signifikan. Emulsi dari masing-masing kombinasi dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk memudahkan pengamatan naik turunnya cream yang terbentuk, kemudian disimpan pada suhu dingin (di dalam freezer) pada suhu 40±2 oC selama 24 jam kemudian dipindahkan ke suhu tinggi (di dalam oven) pada suhu 40±2 oC selama 24 jam, perlakuan ini terhitung satu siklus.Percobaan diulang sebanyak 3 siklus. Setiap satu siklus dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna, bau, dan pengukuran pemisahan cream dengan menggunakan penggaris. Selama penyimpanan emulsi mengalami kerusakan berupa pembentukan cream dan pemisahan minyak ke bagian permukaan. Gambar emulsi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama 3 siklus.

Gambar 6 menunjukkan kombinasi konsentrasi minyak 25 % dengan konsentrasi surfaktan 15 % menghasilkan tinggi cream yang paling tinggi pada siklus ke-3 dibandingkan dengan kombinasi lainnya yaitu mencapai 3,53 cm. Nilai creaming yang paling rendah didapatkan dari kombinasi minyak 15 % dengan surfaktan 20 %, dimana nilai creaming yang terbentuk hanya 1,10 cm diakhir siklus. Semakin tinggi cream yang terbentuk mengindikasikan semakin rendah kestabilan emulsi tersebut. Pada uji Cycling test emulsi juga terjadi kerusakan berupa pemisahan minyak ke bagian permukaan emulsi, pemisahan mulai terjadi pada siklus ke-3, pemisahan ini diduga karena adanya panas. Banyak siklus tidak mempengaruhi warna dan bau dari emulsi. Emulsi tidak mengalami perubahan warna dan bau dimana warna emulsi tetap berwarna putih pekat dengan bau khas minyak pala selama 3 siklus.

6. Analisis ukuran droplet, nilai indeks polidispersitas dan zeta potensial

Ukuran droplet merupakan hasil kesetimbangan dinamik antara efek yang cenderung menurunkan ukuran partikel dan efek yang membuat droplet bergabung menjadi lebih besar (McClements, 2004). Ukuran droplet mempengaruhi kestabilan suatu emulsi. Ukuran emulsi yang kecil dapat meningkatkan penyerapan surfaktan, ketidakcukupan surfaktan dalam menyelubungi permukaan butiran akan menyebabkan koalesen (Jusnita, 2014). Pengukuran dilakukan pada kombinasi terbaik dari masing-masing tingkat konsentrasi minyak yaitu minyak 15 % dengan

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Ti n ggi b ata san cr eam ya n g te rp isah (cm) M = Konsentrasi minyak ( M1= 15 %, M2= 20 %, M3= 25 % ) S = Konsentrasi surfaktan ( S1= 10 %, S2= 15 %, S3= 20 % ) M1S1 M1S2 M1S3 M2S1 M2S2 M2S3 M3S1 M3S2 M3S3

(7)

surfaktan 20 %, minyak 20 % dengan surfaktan 20 %, dan minyak 25 % dengan surfaktan 15 %. Ukuran droplet, nilai indeks polidispersitas serta zeta potensial dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran droplet, nilai indeks polidispersitas, dan zeta potensial emulsi No. Kode Sampel Ukuran Partikel

(nm) Indeks Polidispersitas (PdI) Zeta Potensial (mV) 1 M1S3 1021 1,000 -19,7 2 M2S3 1793 0,661 -29,2 3 M3S2 1820 0,343 -23,3

Tabel 1 diatas menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak cenderung menghasilkan ukuran emulsi yang semakin besar. Menurut Yuliasari dan Hamdan (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran droplet suatu emulsi adalah rasio perbandingan fase terdispersi dan fase pendispersi, tipe dan konsentrasi emulsifier, teknik serta kondisi homogenisasi seperti tekanan dan jumlah siklus. Pada penelitian ini didapat semakin sedikit konsentrasi fase terdispersi yang digunakan maka menghasilkan ukuran emulsi yang semakin kecil. Tingginya konsentrasi fase terdispersi menyebabkan efisiensi pencampuran menjadi rendah sehingga ukuran droplet yang dihasilkan lebih besar (Yuliasari dan Hamdan, 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian Agustinisari et al, (2014) dimana peningkatan konsentrasi minyak pala cenderung meningkatkan ukuran droplet. Penggunaan minyak pala 10% menghasilkan ukuran droplet yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan 5%.

Nilai indeks polidispersitas (PdI) memberikan informasi mengenai keseragaman ukuran droplet suatu emulsi (Agustinisari, 2014). Dari Tabel 1 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak maka nilai indeks polidispersitas yang dihasilkan semakin rendah. Semakin rendah nilai polidispersitas menunjukkan ukuran partikel yang dihasilkan relatif lebih seragam.

Zeta potensial merupakan nilai yang bisa digunakan untuk memprediksi dan mengontrol stabilitas suatu sistem emulsi (Ben et al.,2013). Hasil pengukuran menunjukkan emulsi yang terbentuk memiliki nilai zeta potensial yang berkisar antara -19,7 mV – -29,2mV. Emulsi dengan konsentrasi minyak 15 % memiliki nilai zeta potensial yang paling besar kemudian di ikuti dengan emulsi dengan konsentrasi minyak 25 % dan 20 %. Menurut Ben et al. (2013), kestabilan suatu emulsi dikatakan baik jika nilai zeta potensialnya besar sedangkan jika nilainya kecil menunjukkan kestabilan emulsi yang kurang baik. Nilai positif (+) dan negatif (-) menunjukkan pH, dimana jika nilai positif menandakan suatu emulsi memiliki pH rendah dan nilai negatif menandakan emulsi memiliki pH yang tinggi.

KESIMPULAN

Nilai creaming index (CI) emulsi dengan konsentrasi minyak 25 % lebih tinggi dibandingkan dengan emulsi dengan konsentrasi minyak 20 % dan 15 %. Selama penyimpanan pH emulsi tidak mengalami perubahan secara signifikan. Hal ini menunjukkan emulsi terbentuk stabil secara kimia dan tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Emulsi dengan konsentrasi minyak 15 % dengan penggunaan surfaktan 20 % cenderung lebih stabil dibandingkan kombinasi lainnya baik

pada penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, suhu tinggi, Cyling test dan nilai creaming index

(CI).

Semakin tinggi konsentrasi minyak menghasilkan ukuran droplet yang semakin besar dan nilai zeta potensial yang semakin tinggi., namun sebaliknya semakin tinggi konsentrasi minyak menghasilkan nilai indeks polidispersitas (PdI) yang semakin rendah.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Agustinisari, I., Endang Y.P., Niken, H., dan Sri, Y. 2014. Aktivitas Antimikroba Nanoemulsi Minyak Biji Pala. Jurnal Pascapanen Vol 11 (1): 1 – 8.

Ariviani, S., Raharjo, S., Anggrahini, S., dan Naruki, S. Formulasi dan Stabilitas Mikroemulsi O/W Dengan Metode Emulsifikasi Spontan Menggunakan VCO dan Minyak Sawit Sebagai Fase Minyak: Pengaruh Rasio Surfaktan-Minyak. Jurnal Agritech Vol.35 No. 1. Hal 31-39.

Ben, E. S., Suardi, M., Chalid, T. C., dan Yulianto, T. 2013. Optimasi Nanoemulsi Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Menggunakan Sukrosa Monoester. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III. Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang. Hal 47-55.

Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan.Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 6 (1) : 31 - 37.

Jusnita, N. 2014. Produksi Nanoemulsi Ekstrak Temulawak Dengan Metode Homogenisasi. Skripsi. Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor, Bogor

Kusumaningrum, G.S., Suranto., dan Setyaningsih, R. 2002. Aktivitas Penghambatan Minyak Atsiri dan Ekstrak Kasar Biji Pala (Myristica fragrans Houtt dan Myristica fattua

Houtt) terhadap Pertumbuhan Bakteri Xanthomonas campestris Oammel Asal Tanaman

Brokoli (Brassica oleracea var. italica). Jurnal Biofarmasi 1 (1): 20-24.

Martin, A., Bustamante, P., dan Chun, A.H.C. 1993. Physical Pharmacy. 5th Edition, Lea and Febiger.Washington Philadelpia, 1083-1096, 324.

Mason, T. G., Wilking, J. N., Meleson, K., Chang, C. B., dan Graves, S. M. 2006. Nanoemulsions: Formation, Structure, and Physical Properties. Journal of Physics: Condensed Matter 18 : 635-666.

McClements DJ. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and Techniques. CRC Pr, New York.

Rahmah, M. 2013. Kajian Stabilitas Emulsi Minyak Dalam Air Dengan Memanfaatkan Berbagai Jenis Pati. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Syiah kuala, Darussalam Banda Aceh. Salim, N., Basri, M., Rahman, M. B., Abdullah, D. K., Basri, H., dan Shaleh, A. B. 2011. Phase

Behaviour, Formation and Characterization of Palm-Based Esters Nanoemulsi Foemulation containing Ibuprofen. Jurnal Nanomedic Nanotechol Vol 2 Issue 4 : 1-5. Silva, H. D., Cerque, M. A., Souza, B. W., Ribeiro, C., Avides, M. C., Quintas, M. A., Coimbra,

J. S. R., Carneiro-da-cunha, M. W., dan Vicente, A. A. 2011. Nanoemulsion of b-Carotene Unsing High-energy Emulsification-evaporation Technique. Journal of Food Engineering 102 : 130 -135.

Sudjana, 1992. Metode Statistik. Tarsito, Bandung.

Wardiyati, S. 1992. Studi Percobaan Pembuatan dan Pemecahan Emulsi Air dalam Minyak. Pusat Penelitian Sains Materi, Yogyakarta.

Yuliasari, S., Hamdan. 2012. Karakterisasi Nanoemulsi Minyak Sawit Merah yang Disiapkan Dengan High Pressure Homogenizer. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Bengkulu.

Gambar

Gambar 1. Pengaruh konsentrasi minyak pala terhadap nilai creaming  index, (P> 0,05), BNT 0,01
Gambar 3. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama penyimpanan suhu rendah.
Gambar 4. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama penyimpanan suhu kamar
Gambar 6. Grafik tinggi cream yang terbentuk selama 3 siklus.
+2

Referensi

Dokumen terkait

penetapan kadar ‘ íwa ḍ baik menurut pendapat ma zhab Syafi’i maupun hukum Islam yang berlaku di Indonesia sama-sama tidak membatasi jumlahnya, waktu pembayaran

kurang nyaman dalam melakukan kegiatan konseling, siswa kurang nyaman dalam mengutarakan apa yang ingin mereka sampaikan, apalagi kalau yang ingin mereka sampaikan

Penelitian verba berobjek ganda bahasa Jepang (BJ) ini merupakan bentuk penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif, eksplanatoris, dan sinkronis karena

LEMBAR PENGESAHAN Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SD Negeri 2 Ngrandu UPTD Pendidikan Kecamatan Geyer Tahun Anggaran

Pengrajin yang masih bertahan memiliki harapan mengembalikan masa kejayaan kampung Tanubayan ini seperti dulu, sehingga kampung yang dikenal masyarakat Demak sebagai Kampung

Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan sehingga dengan demikian pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha bank untuk mendapatkan

Dokumentasi adalah alat bantu penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data yang terulis yang telah terdokumentasi, diantaranya: data siswa kelas VIII eksperimen

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,