• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa indonesia adalah kesenian wayang, wayang merupakan kesenian tradisional Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bangsa indonesia adalah kesenian wayang, wayang merupakan kesenian tradisional Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam jenis kesenian dan kebudayaan yang tersebar luas di seluruh wilayah nusantara. Salah satu kesenian tradisional bangsa indonesia adalah kesenian wayang, wayang merupakan kesenian tradisional Indonesia yang hampir dapat dijumpai di seluruh wilayah nusantara. Kesenian wayang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu ( Sri Mulyono: 1979).

Wayang memiliki arti sebagai sebuah seni “ayang-ayang” atau bayangan sebab yang kita lihat adalah bayangannya pada kelir yaitu kain putih yang dibentangkan sebagai media pentas pergelaran wayang. Bayang-bayang wayang muncul karena adanya sinar “belencong” yang tergantung di atas kepala sang dalang yang dipertunjukkan dengan gerakan khas atau sabetan, pertunjukan wayang mengandung nilai-nilai filosofis hidup, dan sebagai media edukasi yang adiluhung (R.T. Josowidagdo, dalam Sunarto: 1989).

Pertunjukan wayang mengandung sejumlah pengertian, yakni: wayang mengacu pada boneka (sejenisnya), wayang mengacu pada pertunjukan (performance), wayang mengacu pada kisah (lakon), dan wayang mengacu pada orang-orang yang menari, efek-efek yang terdengar dan terlihat (audio-visual effect) dan artis pendukung – perlengkapan .Efek-efek yang terdengar dan terlihat dalam pertunjukan wayang yakni: janturan, carita, pocapan (narasi), kepyakan (bunyi yang dihasilkan kepyak dengan tumpuan kotak wayang), dhodhogan (bunyi yang dihasilkan cempala yang dipukulkan pada kotak wayang), sindhenan (alunan bunyi indah yang dilantunkan oleh pesindhen), gerongan (alunan bunyi indah yang

(2)

2

dilantunkan oleh wiraswara), sulukan (nyanyian yang dihasikan dalang untuk menciptakan nuansa tertentu), tembang (nyanyian yang dilantunkan oleh dalang, pesinden, niyaga, atau wiraswara), antawecana (percakapan antar tokoh dalam pertunjukan) dan gendhing (melodi, komposisi musik yang mengandung aspek nada dan irama tertentu) (R.T. Josowidagdo, dalam Sunarto: 1989).

Berbagai jenis seni pertunjukan wayang ,mulai dari wayang kulit purwa yang terbuat dari kulit kerbau ataupun sapi, wayang klithik yang terbuat dari kayu pipih yang bercat, wayang golek terbuat dari boneka kayu tiga matra yang berbusana, wayang beber yang dikisahkan melalui adegan–adegan yang di lukiskan pada kertas atau kain, wayang wong atau orang yang pelaku-pelakunya adalah manusia, dan wayang topeng yang pelaku-pelakunya manusia yang menggunakan topeng (Groenendael: 1987: 5). Wayang kulit purwa adalah jenis wayang yang paling tua usianya, merupakan wayang yang mampu bertahan hingga sampai saat ini dan telah mengalami beberapa perubahan dalam proses perjalanannya ( Walujo: 1994:11)

Menghadapi abad 21, wayang kulit purwa semakin terdesak oleh budaya populer yang datang dari luar yang semakin mekar, berkembang dan meluas. Namun perlu diakui bahwa sebagian kecil dari masyarakat masih menyenangi dan menghayatinya sebagai sebuah bentuk kesenian dengan karakteristik yang komplit dibandingkan dengan karya seni lainnya. Wayang merupakan karya seni komprehensif yang melibatkan karya-karya seni lainnya seperti seni vokal, seni tari, seni musik dan seni lukis. ( Walujo: 2000:ix)

Dinamika perkembangan kesenian tradisional wayang, khususnya wayang kulit purwa mengalami perubahan cukup signifikan, masuk dan berkembang pesatnya budaya populer di indonesia mempengaruhi fungsi dari seni pertunjukan wayang yakni sebagai media tuntunan, tatanan dan tontonan bergeser menjadi sebuah tontonan ( Walujo:2000:6). Pergeseran fungsi

(3)

3

dari seni pertunjukan wayang kulit purwa dimaknai sebagai gejala komersialisasi seni dan tradisi jawa sebagai akibat dari berkembangnya kebudayaan populer di indonesia. (Walujo:2000 : 15). Perkembangan kebudayaan populer di indonesia membawa kesenian tradisional wayang kulit purwa pada upaya komersial dalam proses produksinya.

Sebagai sebuah tontonan wayang kulit purwa dihadapkan pada dua permasalahan yakni tradisi yang harus tetap dipertahankan, dan permasalahan bahwa seni dan kebudayaan tengah disemarakkan oleh kehadiran budaya populer (Walujo:2000:23). Beberapa seniman dan dalang dengan sengaja mengekspresikan daya kreativitasnya dan hasrat untuk menciptakan sebuah bentuk kesenian yang baru, bentuk baru dari kesenian wayang kulit purwa tengah dikembangkan oleh beberapa seniman dan dalang memiiki kecenderungan memasukkan unsur baru tersebut dalam proses produksinya (Walujo:2000:19). Dalam perkembangannya bentuk baru dari wayang kulit purwa ini disebut sebagai wayang kulit purwa kontemporer. Wayang kulit purwa kontemporer laku dipasaran dan digemari oleh masyarakat dikarenakan wayang kontemporer padat, ringkas dan penuh dengan hiburan (Walujo:2000:2). Wayang kulit purwa kontemporer dihargai lebih mahal dari jenis wayang kulit purwa tradisi, pengemarnya pun datang dari golongan kelas menengah keatas.

Beberapa dalang wayang kontemporer seperti Ki Jaka Edan dan Ki Enthus berlomba-lomba dalam menciptakan bentuk kesenian wayang komersil yang tujuannya di jual dipasar. Target sasarannya adalah instansi-instansi besar seperti perusahaan-perusahaan, hajatan seperti acara ulang tahun, momen-momen istimewa seperti kampaye partai politik (Bayu Sasongko:2003:16). Upaya menciptakan bentuk kesenian wayang kontemporer juga dilakukan oleh kelompok wayang dugem pimpinan ki Maryo. Upaya pengadopsian kebudayaan populer kedalam bentuk kesenian tradisional wayang kulit purwa melalui adaptasi kultural dilakukan oleh kelompok wayang dugem padhepokan seni yati pesek yang

(4)

4

mencoba mengkreasikan kesenian tradisional wayang kulit purwa dengan kebudayaan populer.

Wayang dugem merupakan seni pertunjukan wayang gaul dan revolusioner, dalam artian mampu menghadirkan beragam kesenian dan kebudayaan melalui seni pertunjukan wayang. Sejumlah perbedaan dari wayang dugem adalah bahan dasar wayang dugem terbuat dari karet semacam karet lateks, kemudian pewarnaannya juga menggunakan bahan fosfor, dengan tujuan menimbulkan kesan glow in the dark (menyala di tempat gelap) serta bergerak sendiri dengan menggunakan bantuan magnet. Selain penampilannya yang berbeda karena tidak hanya diiringi oleh musik karawitan (gamelan) saja seperti biasanya, tapi juga menggunakan musik, pop, jazz juga rock, lampu sorot beraneka warna dengan menampilkan kesan seperti di tempat dugem karena memang disesuaikan permintaan pasar.

Sebagai sebuah hiburan wayang dugem memanfaatkan kebudayaan populer yang tengah berkembang, pengadopsian kebudayaan populer seperti musik Pop, Rock, dan Jazz ke dalam bentuk kesenian wayang dugem dilakukan dengan tujuan menghadirkan citra hiburan yang dinamis, modern, dan elegan. Kemasan wayang dugem yang dibuat menarik mengikuti selera pasar, selain mengikuti selera pasar kelompok wayang dugem memberi keleluasaan pada konsumen untuk memesan pagelaran wayang kulit sesuai selera yang diminati.

Citra kehidupan masyarakat modern juga diadopsi oleh kelompok wayang dugem sebagai sebuah daya tarik yang ditampilkan di atas panggung pementasan, kesenian wayang kulit purwa dirombak dari versi aslinya dan dirubah ke bentuk wayang dugem dengan memasukkan unsur-unsur yang tengah populer di masyarakat. Kelompok wayang dugem juga melakukan beberapa terobosan dalan dunia pewayangan yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh dalang wayang kontemporer pendahulunya.

(5)

5

Perubahan bentuk dari kesenian wayang kulit purwa ke bentuk kesenian wayang dugem tentu saja berdampak pada bentuk kesenian wayang kulit purwa. Wayang kulit purwa yang pada dasarnya adalah tontonan yang penuh makna filosofis sebagai media yang memuat tatanan dan tuntunan telah bergeser ke bentuk kesenian komersil . Upaya menciptakan bentuk kesenian wayang yang tujuan utamanya adalah untuk hiburan telah merubah komposisi sehingg menghasilkan kesenian wayang kulit dengan bentuk baru yang hanya sebagai sebuah alat untuk memperoleh keuntungan.

Penelitian skripsi ini mengelaborasi komodifikasi wayang kulit purwa, fokus pada waktu dimana kelompok wayang dugem mengalami kejayaan, yakni antara tahun 2010 sampai dengan 2013, pembatasan tahun dilakukan karena periode waktu tersebut merupakan batasan dari masa wayang dugem laku dipasaran yang kemudian seiring berjalannya waktu wayang dugem mulai kehilangan peminatnya dikarenakan berbagai permasalahan internal dan eksternal yang dihadapi oleh kelompok wayang dugem, penolakan dari pihak luar dan tergeser oleh kebudayaan yang lain.

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari perubahan wayang kulit tradisional ke bentuk wayang dugem dan pergeseran fungsi wayang kulit purwa serta hasil dari yang upaya menjadikan kesenian wayang kulit purwa menjadi sebuah komoditas berupa wayang dugem, penulis merumuskannya sebagai rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

Bagaimana komodifikasi kesenian tradisional wayang kulit purwa yang dilakukan oleh kelompok wayang dugem dan bagaimana hasil dari komodifikasi yang dilakukan oleh kelompok wayang dugem?

(6)

6 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh kelompok wayang dugem .

2. Untuk mengetahui perjalanan wayang dugem sebagai sebuah kesenian populer.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian tersebut diharapkan akan memberikan manfaat yaitu:

1.4.1 Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan sebagai literatur ilmiah bagi penelitian berikutnya yang terkait tentang komodifikasi kesenian tradisional, dan hasil dari komodifikasi kesenian tradisional wayang kulit purwa.

1.4.2 Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai perjalanan sebuah kesenian menjadi sebuah komoditas yang tujuannya untuk dijual di pasar demi mendapatkan keuntungan yang berdampak pada bentuk kesenian tradisional tersebut menjadi tidak orisinal.

1.5 Kajian Pustaka

Berdasarkan Skripsi yang dilakukan oleh I Nyoman Sukerta jurusan seni pedalangan fakultas seni pertunjukan Institute Seni Indonesia tahun 2011 yang berjudul Komodifikasi

(7)

7

Pertunjukan Wayang Kulit Parwa Bali Sebagai Tontonan Wisata. Skripsi tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan wayang yang berfungsi sebagai bagian dari ritual agama bergeser ke pada bentuk tontonan yang dikonsumsikan untuk wisatawan dan seberapa besar pengaruh komodifikasi tersebut.

Seni pertunjukan wayang kulit parwa di Bali yang kental sekali dengan makna kesakralannya dipentaskan pada momen-momen tertentu satu rangkaian dengan upacara adat masyarakat setempat. Namun semenjak tahun1970-an wayang kulit parwa bali mudah di jumpai bahkan dikemas secara modern yang dikonsumsikan untuk wisatawan. Kesenian wayang kulit parwa Bali dan sektor pariwisata terjadi tarik-menarik dan masuk dalam aktivitas bisnis sehingga mengakibatkan komersialisasi budaya . komersialisasi budaya akibat dari komodifikasi budaya ini merupakan upaya untuk memenuhi selera wisata. Metode yang digunakan yaitu kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa komodifikasi setidaknya terjadi pada :

a. Komodifikasi Waktu : Durasi waktu pentas hanya 1 sampai 1,5 jam saja . berbeda dengan wayang parwa bali yang membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam.

b. Komodifikasi Panggung: Pangung sengaja dibuat permanen untuk pertunjukan wayang reguler.

c. Komodifikasi Sesaji: Sajen atau sesaji dibuat seminimal mungkin karena pertunjukan hanya diperuntukkan untuk hiburan.

d. Komodifikasi Struktur Pertunjukan: Alur dari pertunjukan di persingkat dan di padatkan bahkan dihilangkan .

Keempat bentuk komodifikasi itulah yang membedakan wayang kulit parwa Bali untuk upacara keagamaan dengan Wayang kulit parwa Bali untuk pertunjukan pariwisata.

(8)

8

Selanjutnya kajian pustaka yang kedua diambil dari skripsi yang ditulis oleh Indra Agung hanifah, berjudul komodifikasi kesenian tradisional dan representasinya di ranah publik tahun 2012, skripsi tersebut menjelaskan tentang kesenian tradisional yang dikemas ulang secara modern dan dijual ke pasar untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Nilai- nilai tradisional direduksi dan dimasukkan unsur hip-hop jawa sebagai unsur baru dalam kesenian jathilan yang dilakukan oleh 2 komunitas jathilan di jogja.

Setelah dikomodifikasi bentuk kesenian tersebut berubah dan menjadi bentuk kesenian yang baru, kemudian dijual dipasar dan kemudian dikonsumsi oleh konsumennya. Teori yang digunakan adalah teori komodifikasi karlx marx dan teori representasi struart hall. Hasil dari skripsi tersebut adalah analisis mengenahi perubahan kesenian tradisional menjadi modern, unsur-unsur baru yang masuk dari proses produksi, distribusi dan konsumsi.

1.6 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini peneliti akan menekankan fokus perhatian pada bagaimana kesenian tradisisonal wayang kulit purwa dirubah menjadi kesenian wayang dugem dan dimanfaatkan oleh kelompok wayang dugem untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Teori yang digunakan dalam focus penelitian ini yaitu teori tentang komodifikasi dalam menjelaskan komodifikasi kesenian tradisional wayang. Teori tersebut dipilih karena teori komodifikasi menjelaskan bahwa komodifikasi pada dasarnya adalah upaya untuk membuat sesuatu hal menjadi laku dipasaran dengan memanfaatkan kondisi lingkungan yang sedang berkembang. Dapat menjelaskan proses dan untuk menelusuri alur atau tahapan dari komodifikasi tesebut mulai dari proses produksi, distribusi hingga sampai konsumsi.

(9)

9

Komodifikasi dimaknai oleh Karl marx sebagai proses transformasi hubungan, yang pada awalnya bebas dari sesuatu yang diperdagangkan, menjadi hubungan yang sifatnya komersial (Wicandra:2010). Dalam Communist Manisfesto, Marx dan Engels menjelaskan prosesnya Pada tahun 1848:

“ The bourgeoisie, wherever it has got the upper hand, has put an end to all feudal, patriarchal, idyllic relations. It has pitilessly torn asunder the motley feudal ties bound man to his “ natural superiors” and has left no other nexus between man and man than naked self-interest, than callous “ cash payment” . It has drowned out the most heavenly ecstasies of religious fervour, of chivalrous enthusiasm, of philistine sentimentalism, in the icy water of egotistical calculation. It has resolved personal worth into exchange value, and in place of numberless indefeasible charterted freedoms, has set up that single, unconscionable freedom – Free Trade. In one word, for exploitation, veild by religious and political illusions, it has substituted naked, shameless, direct, and brutal exploitation.

“ The bourgeoisie has stripped of its halo every occupation hitherto honoured and looked up to with reverent awe. It has converted the physician, the lawyer, the priest, the poet, the man of science, into its paid wage labourers.

“ The bourgeoisie has torn away from the family its sentimental veil and has reduced the family relation into money relation”

Marx memandang komodifikasi sebagai apapun yang diproduksi dengan tujuan diperjualbelikan, baik yang dapat digunakan maupun yang tidak berguna, yang utamanya adalah memiliki nilai jual ( Smith dan Evans 2004: 32-33). Tidak berbeda dengan Marx, Gleick menjelaskan komodifikasi sebagai proses merubah barang dan layanan yang sebelumnya merupakan subyek yang mengikuti aturan sosial non pasar menjadi suat u subyek yang mengikuti aturan pasar (Wicandra:2010).

(10)

10

Komodifikasi sering dikaitkan dengan komersialisasi, wayang disini diasumsikan sebagai komoditas yang dikomersialisasikan dengan tujuan utamanya adalah untuk merubah cita rasa wayang yang dari waktu ke waktu mengalami stagnasi. Seperti komoditas lainnya seni merupakan subjek menuju ekonomi pasar dan seniman mengambil keuntungan dari kondisi tersebut. Adaptasi kultural budaya populer ke dalam seni pertunjukan wayang dugem dan upaya komersialisasi melalui bentuk dan citra tampilan wayang yang mengikuti aturan-aturan pasar bukan lagi berpedoman pada kaidah-kaidah aturan-aturan tradisi pada dasarnya mengakibatkan adanya perubahan yang terjadi pada bentuk kesenian wayang kulit purwa tersebut.

Dalam komodifikasi kaitannya dengan komoditas sebagai objek utamanya adorno di bukunya Dialectics of Enlightement (mengutip journal sosiologi UNS, vol: 21.2 2009), dalam fetisisme komoditi, azas manfaat diambil alih oleh azas pertukaran. Para pemuja telah dipaksa berpartisipasi aktif dalam produk budaya massa tersebut dengan berpacu sesering mungkin untuk terus menekuni pujaannya itu. Sebagai balasannya, mereka akan mendapatkan kepuasan dan kebanggaan. Namun, tanpa disadari pada saat itulah mereka hanya mengalami euforia semu dan kesadaran palsu.

Kebudayaan yang diproduksi secara otonom/murni tidak lagi dihasilkan oleh rakyat atau masyarakat yang memilikinya, akan tetapi ada campur tangan industri dengan segala sistem pasar dalam proses produksinya. Seni dan kebudayaan dengan hadirnya pemodal/kapitalis telah mengalami pergeseran makna, karena diproduksi berdasarkan keinginan massa dan selera pasar.

Kemudian untuk memahami secara lebih mendalam bagian apa yang sengaja dirubah dengan tujuan untuk meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya atas bentuk kesenian wayang dugem, peneliti meminjam strategi-strategi dalam seni pertunjukan. Seni pertunjukan

(11)

11

merupakan sebuah daya cipta dan kreativitas yang sengaja diciptakan untuk memenuhi hasrat seniman dalam menciptakan sebuah bentuk kesenian yang kemudian mampu ditunjukkan di hadapan umum sehingga mendapatkan penghargaan yang layak dari masyarakat ( Subarjo: 1999:12)

Di zaman modern kesenian tradisional banyak dimanfaatkan dan dicipta ulang ke dalam berbagai versi, bentuk, ragam dan rupa baik dengan tujuan untuk mempertahankan eksistensinya ataupun untuk mendapatkan kesenian dengan bentuk baru yang dapat dinikmati oleh masyarakat, selain itu di zaman modern seni pertunjukan sangat dipengaruhi oleh selera yang cepat berubah. Dalam seni pertunjukan terdapat beragam cara dan metode yang digunakan oleh seniman ataupun pengiat seni, salah satu caranya adalah dengan mengubah kemasan kesenian tersebut agar laku dipasaran dengan memanfaatkan beragam unsur yang digemari oleh masyarakat.

Beberapa elemen dalam seni pertunjukan yang merupakan inti yang sering kali dirubah dalam rangka mendapatkan bentuk kesenian yang baru:

a. Cerita b. Panggung c. Penokohan d. Struktur pertunjukan e. Waktu Pertunjukan f. Bentuk iringan*

g. Perlengkapan Pendukung ( sesaji)

Untuk menjelaskan apa saja yang berubah kaitannya dengan pertunjukan wayang dugem peneliti meminjam strategi dalam seni pertunjukan sebagai kerangka analisis pendukung dan dikombinasikan dengan teori komodifikasi karl marx.

(12)

12

Berikut adalah kerangka konseptual untuk memahami komodifikasi dalam seni pertunjukan wayang kulit purwa:

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

Diambil dari kerangka konseptual Indra Agung hanifah : 2012: 16 yang telah dimodifikasi oleh penulis.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya peilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,

Aktor / Kelompok Wayang Dugem

Komodifikasi 1. Cerita 2. Panggung 3. Struktur Pertunjukan 4. Iringan 5. Ekonomi 6. Magis Komersil Wayang Dugem Sifatnya : industri budaya, media yang

memuat informasi dan hiburan Non Komersil

Wayang Tradisional Sifatnya : sakral, media yang memuat

falsafah hidup , pengetahuan, dan hiburan pengetahuan

(13)

13

2007: 6). Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan perhatian pada wayang dugem bagaimana wayang dugem tersebut terbentuk dan muncul, apa yang melatarbelakanginya, melalui metode analisis deskriptif penelitian melihat dan menceritakan dampak dari komodifikasikesenian tradisional wayang kulit purwa.

1.7.2 Jenis Perolehan Data

Dalam penelitian ini akan menggunakan 2 jenis perolehan data yaitu data primer dan data sekunder:

a) Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari temuan dilapangan saat penelitian berlangsung. Data primer merupakan data berdasarkan hasil observasi langsung terhadap subjek penelitian dan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan yang tergabung dalam kelompok wayang dugem.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi berbagai literatur dan sumber yang bersangkut paut dengan penelitian, sehingga dapat memperkuat data primer yang sudah saya peroleh. Data ini juga diperoleh dari berbagai sumber yang terdapat pada lokasi penelitian, dapat berupa data hasil rekaman maupun video dokumentasi pertunjukan wayang yang dimiliki oleh dalang Rekaman video wayang dugem yang di unggah di youtube, melalui studi terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan perkembangan wayang .

1.7.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yaitu Padhepokan Seni Yati Pesek di daerah kecik yang beralamatkan di jalan kepurun Manisrenggo Klaten Jawa Tengah, di rumah ibu Yati Pesek yang beralamatkan di Tempel

(14)

14

Taji Prambanan, dan di daerah, kecamatan kemalang, Juwiring, Ndeles indah Klaten Jawa Tengah dan di Kebon Agung Imogiri Daerah Istimewa Yogyakarta tengah tempat kediaman beberapa dalang yang tergabung dalam kelompok wayang dugem.

1.7.4 Teknik pengumpulan data:

Dalam penelitian ini metode yang saya gunakan dalam pengumpulan data yaitu berupa observasi langsung yang dilakukan di Padhepokan Seni Yati Pesek, wawancara mendalam terhadap informan (indept interview) terhadap para Dalang dan para seniman yang tergabung dalam kelompok wayang dugem dan melalui studi literatur , studi dokumen atau arsip . Studi literatur yang dimaksud adalah studi naskah-naskah ataupun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pewayangan tradisional dan naskah yang dimiliki dalang ( draff cerita pewayangan).

a) Wawancara

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara terstruktur mempergunakan interview guide sebagai panduan didalam memperoleh informasi dari masing-masing informan, sementara untuk wawancara tidak terstruktur peneliti mempergunakan indera pendengaran untuk memahami cerita ataupun penjabaran para seniman yang terlibat. Dengan penjabaran dan cerita dari seniman tersebut diharapkan peneliti mendapatkan data yang lebih mendalam mengenai informasi yang dibutuhkan. Catatan lapangan adalah point-point penting yang dicatat ketika melakukan wawancara dan observasi .

Informan yang dipilih merupakan seniman yang tergabung dalam kelompok wayang dugem pimpinan ki maryo, para dalang, antara lain ki singkek, ki gangsar, artis pendukung ibu yati pesek, dan grup karawitan wayang dugem.

(15)

15

Peneliti memilih keenam informan tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Seniman atau dalang tersebut merupakan ahli dibidang seni yang mereka geluti. 2. Anggota dari kelompok wayang dugem yang berkontribusi dan ikut menggarap

kesenian tradisional wayang dugem sejak dari awal.

3. Informan yang diteliti masih dalam satu wilayah yang mudah untuk dijangkau oleh peneliti

b) Observasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi yaitu merupakan pengamatan atau penginderaan secara langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku. Dalam observasi yang peneliti lakukan di Padhepokan Seni Yati pesek dengan melakukan pengamatan terhadap aktivitas dari Padhepokan, rutinitas para dalang dan seniman didalam menekuni profesinya.

Beberapa hal yang dioberservasi oleh peneliti:

a. Aktivitas para seniman kelompok wayang dugem di padhepokan seni yati pesek

b. Latihan yang dilakukan oleh kelompok wayang dugem yang sengaja di pertunjukkan kepada peneliti pada waktu itu.

c. Observasi atau pengamatan terhadap sarana dan prasarana pendukung pertunjukan.

d. Pengamatan terhadap video dan rekaman yang diperoleh oleh peneliti melalui facebook grup kelompok wayang dugem maupun koleksi rekaman video milik kelompok wayang dugem.

(16)

16 1.8 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen 1982 dalam (Moleong 2007: 248 ) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Fokus utama penelitian ini pada kelompok wayang dugem, unit analisisnya adalah komodifikasi kesenian tradisional wayang kulit purwa. Proses analisis data dimulai dengan strategi umum analisis yakni pemrosesan satuan, kategorisasi dan kemudian penafsiran data. Dalam studi deskriptif untuk mendeskripsiksikan dampak akibat dari komodifikasi keseian tradisional wayang kulit purwa peneliti meminjam dari beberapa kajian pustaka tentang komodifikasi yakni komodifikasi Pertunjukan Wayang Kulit Parwa Bali dan Komodifikasi Kesenian Tradisional dan Representasinya di Ranah Publik sebagai suatu konsep tambahan dalam menjelaskan proses dari perubahan kesenian tradisional wayang kulit purwa.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan pemberian MP-ASI di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus tahun 2011

Panitia Setifikasi Dosen Universitas Hasanuddin berkoordinasi dengan fakultas/ jurusan/bagian/program studi untuk menentukan (1) 5 (lima) orang mahasiswa, (2) 3 (tiga) orang

Bibit tanaman jarak pagar yang ditumbuhkan pada tanah rendzina, grumosol dan regosol yang diberi kompos maupun tidak selama dua bulan mampu tumbuh dan menunjukkan

Nama-nama Kab-Kota yang tertulis di grafik, merupakan kab-kota yang perubahan capaian APM tahun 2017 sangat signifikan (meningkat lebih dari 5% atau menurun lebih dari -5%)

Pusat Primata Schmutzer pada tahun 2008 akan mendatangkan dua ekor gorila betina dari kebun binatang yang sama yaitu kebun binatang Howletz Inggris, yang

Di dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya

persaingan baru di lingkungan Star Clean dan peneliti mengintregasikan beberapa faktor khususnya pengaruh fasilitas, kualitas pelayanan, serta kepuasan pelanggan Untuk

OPTIMASI NAÏVE BAYES CLASSIFIER DENGAN MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PADA DATA IRIS.. Husin Muhamad 1 , Cahyo Adi Prasojo 2 , Nur Afifah Sugianto 3 , Listiya Surtiningsih 4