• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan rancangan penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan rancangan penelitian"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan rancangan penelitian case control study karena penelitian kasus kontrol merupakan satu-satunya cara yang relatif murah, mudah dan cepat untuk mencari asosiasi antara faktor risiko dengan penyakit yang jarang ditemukan (Suradi, 2002).

Dalam penelitian ini sebagai kasus yaitu perdarahan postpartum primer yang merupakan kasus yang sudah jarang terjadi namun merupakan penyebab utama kematian ibu.

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol Paritas

(+) Kasus

(Ibu yang Mengalami Perdarahan Postpartum Primer) Paritas (-) Paritas (+) Paritas (-) Kontrol (Ibu yang Tidak Mengalami Perdarahan

(2)

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan dikarenakan RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah salah satu rumah sakit rujukan yang besar di Kota Medan sehingga memiliki data jumlah kasus perdarahan postpartum primer yang cukup besar.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari survei pendahuluan, penelusuran pustaka, seminar proposal, pengumpulan dan pengolahan data serta seminar akhir yang dilakukan dari bulan Agustus Tahun 2010 sampai Maret Tahun 2011.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh ibu bersalin yang dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010 yang tercatat dalam rekam medis sebanyak 3678 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus yaitu ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum primer dan kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan postpartum.

(3)

3.3.2.1Definisi Kasus

Kasus adalah ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan kriteria inklusi:

1. Bukan ibu yang melahirkan untuk pertama kali (bukan primipara) 2. Mengalami perdarahan pervaginam melebihi 500 ml setelah bersalin 3. Perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran

4. Tercatat lengkap dalam rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010.

3.3.2.2 Definisi Kontrol

Kontrol adalah ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan postpartum dengan kriteria inklusi:

1. Bukan ibu yang melahirkan untuk pertama kali (bukan primipara) 2. Melahirkan dengan persalinan normal atau partus spontan

3. Tercatat lengkap dalam rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010.

3.3.3 Besar Sampel Penelitian

Besar sampel diambil dengan rumus studi kasus kontrol untuk pengujian hipotesis terhadap Odds Ratio (Lemeshow, 1990) :

(4)

Keterangan :

n = Besar sampel minimum pada kasus dan kontrol

Z1-α = Nilai baku normal berdasarkan α yang ditentukan (α = 0,10)  1,282

Z1-β = Nilai baku normal berdasarkan β yang ditentukan (β = 0,20)  0,842 P1 = Proporsi efek pada kelompok dengan faktor risiko

P2 = Proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko

P = (P1+P2)/2

OR = Odds Ratio yang dianggap bermakna secara klinis

Penentuan besar sampel berdasarkan variabel paritas dengan OR = 3 dan P1 =

(5)

Berdasarkan perhitungan besar sampel maka besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 32 kasus dan 32 kontrol. Dari 85 kasus perdarahan postpartum primer tahun 2007 sampai tahun 2010 data yang tercatat lengkap ada 41 kasus. Jadi besar sampel yang diteliti sebanyak 41 kasus dan 41 kontrol yang diambil dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dari peneliti. Dalam penelitian ini pertimbangan tertentu tersebut berdasarkan kriteria inklusi dimana kasus dan kontrol yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai sampel penelitian.

3.4Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari status kebidanan rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010.

3.5Definisi Operasional

1. Perdarahan Postpartum Primer adalah ada atau tidak adanya ibu mengalami perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pervaginam melebihi 500 ml setelah bersalin dalam 24 jam pertama kelahiran yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = Tidak, jika ibu tidak mengalami perdarahan postpartum primer (kontrol) 1 = Ya, jika ibu mengalami perdarahan postpartum primer (kasus).

2. Paritas adalah jumlah persalinan hidup atau mati yang pernah dialami oleh ibu tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

(6)

0 = Paritas 2 dan 3 dianggap kurang berisiko mengalami perdarahan postpartum primer

1 = Paritas lebih dari 3 dianggap berisiko mengalami perdarahan postpartum primer.

3. Umur ibu adalah umur ibu pada saat melahirkan yang dinyatakan dalam tahun tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = 20 tahun sampai 35 tahun, merupakan kelompok umur yang kurang berisiko mengalami perdarahan postpartum primer

1 = Lebih dari 35 tahun, merupakan kelompok umur yang berisiko mengalami perdarahan postpartum primer.

4. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti ibu tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = Pendidikan tinggi meliputi SMA dan Akademik/PT 1 = Pendidikan rendah meliputi Tidak Sekolah, SD, dan SMP.

5. Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran berikutnya yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi : 0 = Jarak antar kelahiran 2 tahun dan lebih dari 2 tahun dianggap kurang

berisiko mengalami perdarahan postpartum primer

1 = Jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun dianggap berisiko mengalami perdarahan postpartum primer.

6. Riwayat persalinan buruk sebelumnya adalah ada tidaknya ibu mengalami persalinan buruk pada persalinan sebelumnya yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

(7)

0 = Tidak ada, jika ibu tidak mengalami riwayat persalinan buruk sebelumnya 1 = Ada, jika ibu mempunyai riwayat persalinan buruk sebelumnya.

7. Status anemia adalah ada atau tidak adanya anemia pada ibu sebelum bersalin yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = Tidak anemia yaitu bila kadar Hb ibu > 11,0 gr% 1 = Anemia yaitu bila kadar Hb ibu < 11,0 gr% .

3.6Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran

Variabel penelitian dan aspek pengukuran dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran

Variabel Kategori Skala

Pengukuran Variabel Dependen Perdarahan Postpartum Primer 0 = tidak 1 = ya Ordinal Variabel Independen Paritas 0 = 2 dan 3 1 = >3 Ordinal Variabel Confounder Umur 0 = 20 – 35 thn 1 = >35 thn Ordinal Pendidikan 0 = tinggi 1 = rendah Ordinal

Jarak Antar Kelahiran 0 = >2 thn

1 = <2 thn Ordinal

Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

0 = tidak ada

1 = ada Ordinal

Status Anemia 0 = tidak anemia

(8)

3.7Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan menggunakan public domain software yaitu Epi Info versi 3.4.1.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan kejadian perdarahan postpartum primer berdasarkan faktor utama (paritas) dan faktor pengganggu (umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia) antara kasus dan kontrol dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk melihat pengaruh faktor utama (paritas) dan faktor pengganggu (umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia) terhadap perdarahan postpartum primer menggunakan uji Chi Square untuk hipotesis satu sisi dan mengetahui besar risiko (Odds Ratio) paparan terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan tabel 2x2. Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus OR= ad/bc, dimana :

1. Bila OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (kausatif).

2. Bila OR = 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko.

(9)

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda yang bertujuan untuk mendapatkan model faktor risiko yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan pengaruh paritas setelah dikontrol variabel umur, pendidikan, paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya, dan status anemia terhadap perdarahan postpartum primer. Analisis multivariat tidak memerlukan asumsi-asumsi seperti pada regresi linier ganda, yaitu : eksistensi, independensi, linearitas, homosedasitas dan normalitas.

Pemodelan multivariat menggunakan model faktor risiko karena satu variabel independen telah diyakini mempunyai hubungan dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel confounding.

Dimulai dengan memasukkan semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat dengan menggunakan metode backward. Jika ada kovariat yang menurut substansi keilmuan harus masuk ke dalam model multivariat, kovariat tersebut tetap dimasukkan ke dalam model multivariat walaupun nilai p>0,25.

Variabel yang masuk ke dalam model harus mempunyai p-Wald<0,05, bila tidak variabel tersebut dikeluarkan dari model dimulai dari p-Wald yang terbesar dengan memperhatikan logika substansi sampai didapatkan model akhir yang paling sederhana (semua variabel mempunyai nilai p-Wald<0,05).

Setelah memproleh model yang fit dan mempunyai p-Wald yang signifikan, selanjutnya memeriksa kemungkinan adanya interaksi ke dalam model. Penilaian ada tidaknya variabel interaksi dimulai dengan menciptakan perkalian multiplikatif variabel-variabel yang mungkin berinteraksi. Kemudian menilai kemaknaannya

(10)

dengan melihat nilai p-Wald, bila variabel interaksi mempunyai nilai p-Wald yang bermakna maka variabel interaksi penting untuk dimasukkan ke dalam model.

Kemudian melakukan pemeriksaan confounding dengan cara mengeluarkan variabel confounder yang dipertimbangkan untuk keluar model satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki nilai p-Wald yang terbesar. Variabel kovariat tersebut dapat dievaluasi dengan membandingkan koefisien atau OR masing-masing kovariat pada model dengan dan tanpa kovariat tersebut. Jika perbedaan tersebut besar (>10%), berarti kovariat tersebut tidak dapat dikeluarkan dari model karena akan mengganggu estimasi koefisien kovariat lainnya. Dengan kata lain variabel tersebut merupakan confounder untuk variabel lainnya.

Model yang digunakan untuk interpretasi adalah :

Log (p / 1 – p) = α + β1X1+ β2X2+ …. + βiXi

Untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dapat ditulis sebagai berikut (Murti, 1997):

dimana :

p = probabilitas kejadian suatu penyakit

α = konstanta

βi = koefisien regresi Xi = variabel independen

(11)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan didirikan pada tanggal 11 Agustus 1928 yang berlokasi di Jl. Prof. HM. Yamin SH No. 47 Medan. Pemilik rumah sakit ini adalah Pemerintah Kota Medan sejak 27 Desember 2001, dengan kualifikasi Kelas B Pendidikan, status rumah sakit Swadana pada tanggal 11 Februari 1998, penilaian Akreditasi Dasar tanggal 14 April 2000 dan Akreditasi Lengkap tanggal 16 Desember 2006. RSUD Dr. Pirngadi Medan resmi menjadi Rumah Sakit Pendidikan pada tanggal 10 April 2007 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan memiliki luas 76.990 m2 dengan ruang rawat inap berjumlah 29 ruangan dan rawat jalan (klinik rawat jalan) berjumlah 58 klinik.

Dalam usaha pelayanan medis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan terdiri dari beberapa unit, yaitu:

1. Penyakit Dalam 2. Bedah

3. Kebidanan dan Penyakit Kandungan 4. Kesehatan Anak

5. Penyakit Mata

(12)

7. Penyakit Kulit dan Kelamin 8. Penyakit Paru-Paru 9. Penyakit Jiwa 10.Penyakit Saraf 11.Patologi Klinik 12.Rehabilitasi Medis 13.Kedokteran Kehakiman 14.Anestesi

Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan mempunyai :

a. Motto

Aegroti Salus Lex Suprema (kepentingan penderita adalah yang utama). b. Visi

“RSPM MANTAP 2010” yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Mandiri, Tanggap dan Profesional Tahun 2010.

c. Misi

1. Meningkatkan upaya kesehatan paripurna kepada semua golongan masyarakat secara merata dan terjangkau sesuai dengan tugas pokok, fungsi serta peraturan yang berlaku

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik yang bermutu

3. Meningkatkan upaya pelayanan kesehatan secara profesional dan etis agar timbul kepercayaan dan harapan serta rasa aman dan kenyamanan bagi penderita

(13)

4. Meningkatkan peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan IPTEK di bidang kesehatan.

d. Tugas Pokok

Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan, dan melaksanakan upaya rujukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Fungsi

1. Menyelenggarakan pelayanan medis

2. Menyelenggarakan pelayananan penunjang medis dan nonmedis 3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan 5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan 6. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan 7. Mengelola administrasi dan keuangan

8. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya 9. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi RSUD Dr. Pirngadi Medan dipimpin oleh seorang direktur, 3 wakil direktur, 3 kepala bagian, 6 kepala bidang, 9 subbagian, 12 seksi, dan kelompok jabatan fungsional.

(14)

Gambar 4.1 Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Medan DIREKTUR

Wakil Direktur Bid. Administrasi Umum

Wakil Direktur Bid. Pel. Medis & Keperawatan

Wakil Direktur Bid. SDM & Pendidikan Bag. Umum Bag. Keuangan Bid. Pelayanan Medis Bid. Pngolhn Data & Rkm Medis Bid. Pelayanan Keperawatan Bid. Penelitian & Pngmbngn Bag. Perlengkapan Pemeliharaan Bid. Pelayanan Penunjang Medis Bid. Pendidikan & Pelatihan Subbag. Tata Usaha Subbag. Kepega waian Subbag. Hukum/ Humas Subbag. Perbenda haraan Subbag. Mobilisa si Dana Subbag. Akntansi & Vrifikasi Subbag. Perguda ngan Subbag. Pengadaan Baranga Subbag. Inventaris RS Seksi Prncnaan & Pngmbngn Pel. Medis Seksi Prncnaan & Pgmbngn Pel. Kprwtn Seksi Pel. Penunjang Sarana Medis Seksi Monitoring & Evaluasi Pel. Medis Seksi Monitoring & Evaluasi Pel. Kprwtn Seksi Pelayanan Penunjang Sarana Non Medis Seksi Pengolahan Data R. Jalan & R. Inap Seksi Pnelitian Seksi Pndidikan & Platihan Pegawai Seksi Pndidikan & Platihan Non Pgwai Seksi Rekam Medik Seksi Perpusta kaan

(15)

4.2Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi atau besarnya proporsi variabel-variabel yang diteliti dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Analisis ini dilakukan dengan cara mendistribusikan frekuensi subjek penelitian ke dalam variabel-variabel yang diamati untuk menilai kesebandingan karakteristik yang diteliti antara kasus dan kontrol.

Penyebab utama perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 sampai 2010 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Berdasarkan Penyebab Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Penyebab f %

Atonia Uteri 6 14,6

Inversio Uteri 1 2,4

Laserasi Jalan Lahir 12 29,3

Retensio Plasenta 22 53,7

Total 41 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa penyebab utama perdarahan postpartum primer dalam penelitian ini dalah retensio plasenta yaitu sebesar 53,7%, diikuti laserasi jalan lahir sebesar 29,3%, atonia uteri 14,6%, dan inversio uteri 2,4%.

Distribusi kasus dan kontrol berdasarkan paritas dan faktor pengganggu yang memengaruhi perdarahan postpartum primer dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Paritas dan Faktor Pengganggu yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Faktor Kasus Kontrol Total

n % n % n % Paritas >3 2 dan 3 17 24 41,5 58,5 13 28 31,7 68,3 30 52 36,6 63,4

(16)

Tabel 4.2 (Lanjutan)

Faktor Kasus Kontrol Total

n % n n % Umur >35 thn 20 – 35 thn 11 30 26,8 73,2 15 26 36,6 63,4 26 56 31,7 68,3 Pendidikan Rendah Tinggi 19 22 46,3 53,7 5 36 12,2 87,8 24 58 29,3 70,7

Jarak Antar Kelahiran

<2 thn ≥2 thn 8 33 19,5 80,5 9 32 22,0 78,0 17 65 20,7 79,3

Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya Ada Tidak Ada 20 21 48,8 51,2 9 32 22,0 78,0 29 53 35,4 64,6 Status Anemia Anemia Tidak Anemia 37 4 90,2 9,8 22 19 53,7 46,3 59 23 72,0 28,0

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelompok kasus dengan faktor risiko paritas >3 berjumlah 17 orang (41,5%), berumur >35 tahun berjumlah 11 orang (26,8%), memiliki pendidikan rendah berjumlah 19 orang (46,3%), memiliki jarak antar kelahiran <2 tahun berjumlah 8 orang (19,5%), memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya berjumlah 20 orang (48,8%), dan mengalami anemia berjumlah 37 orang (90,2%).

Kelompok kontrol dengan faktor risiko paritas >3 berjumlah 13 orang (31,7%), berumur >35 tahun berjumlah 15 orang (36,6%), memiliki pendidikan rendah berjumlah 5 orang (12,2%), memiliki jarak antar kelahiran <2 tahun berjumlah 9 orang (22,0%), memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya berjumlah 9 orang (22,0%), dan mengalami anemia berjumlah 22 orang (53,7%).

(17)

4.3Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis ini dideteksi dengan menggunakan uji Chi Square untuk hipotesis satu sisi pada tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05) dari tabel silang 2x2 kasus kontrol dengan ada tidaknya faktor risiko dan

faktor pengganggu yang memengaruhi perdarahan postpartum primer.

Pengaruh paritas dan faktor pengganggu terhadap perdarahan postpartum primer dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 4.3 Pengaruh Paritas dan Faktor Pengganggu terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Faktor Kasus Kontrol p-Value

(uji 1 sisi) OR (95% CI) n % n % Paritas >3 2 dan 3 17 24 41,5 58,5 13 28 31,7 68,3 0,246 1,53 (0,62;3,77) Umur >35 thn 20 – 35 thn 11 30 26,8 73,2 15 26 36,6 63,4 0,238 0,64 (0,25;1,62) Pendidikan Rendah Tinggi 19 22 46,3 53,7 5 36 12,2 87,8 0,001 6,22 (2,03;19,04) Jarak Antar Kelahiran <2 thn ≥2 thn 33 8 19,5 80,5 9 32 22,0 78,0 0,500 0,86 (0,30;2,51) Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya Ada Tidak Ada 20 21 48,8 51,2 9 32 22,0 78,0 0,010 3,39 (1,30;8,84) Status Anemia Anemia Tidak Anemia 37 4 90,2 9,8 22 19 53,7 46,3 0,001 7,99 (2,40;26,53)

(18)

Berdasarkan Tabel 4.3 bahwa paritas tidak signifikan memengaruhi perdarahan postpartum primer. Meskipun tidak bermakna secara statistik, risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan ibu yang memiliki paritas 2 dan 3 (OR=1,53 ; 95% CI 0,62;3,77).

Umur tidak signifikan memengaruhi perdarahan postpartum primer dimana umur >35 tahun bukan merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,64 ; 95% CI 0,25;1,62).

Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berpendidikan rendah 6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi (OR=6,22 ; 95% CI 2,03;19,04)

Jarak antar kelahiran tidak signifikan memengaruhi perdarahan postpartum primer dimana jarak antar kelahiran <2 tahun bukan merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,86 ; 95% CI 0,30;2,51).

Sedangkan risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya 3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya (OR=3,39 ; 95% CI 1,30;8,84)

Begitu juga dengan status anemia dimana risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang anemia 8 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak anemia (OR=7,99 ; 95% CI 2,40;26,53).

(19)

4.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen secara bersama-sama. Analisis multivariat yang digunakan adalah analisis regresi logistik ganda yang bertujuan untuk mendapatkan model faktor risiko yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen.

Variabel yang menjadi kandidat model multivariat adalah variabel independen dengan nilai p<0,25 dalam analisis bivariat. Variabel-variabel yang masuk ke dalam model multivariat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Variabel-Variabel Kandidat Model Multivariat

Variabel p-Value

Paritas 0,246*

Umur 0,238*

Pendidikan 0,001*

Jarak Antar Kelahiran 0,500

Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya 0,010*

Status Anemia 0,001*

Ket : * = Kandidat Model Multivariat

Berdasarkan Tabel 4.4 bahwa dari hasil analisis bivariat maka variabel dengan nilai p-Value<0,25 yang masuk ke dalam model multivariat yaitu paritas, umur, pendidikan, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia.

Kemudian dilakukan analisis regresi logistik ganda dengan metode backward, yaitu memasukkan semua variabel independen ke dalam model, tetapi kemudian satu per satu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang dapat masuk dalam model regresi

(20)

logistik adalah variabel yang mempunyai nilai p-Value<0,05 pada uji Wald. Hasil analisis regresi logistik ganda dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda

Variabel B Exp(B) SE p-Wald 95% CI

Paritas 0,919 2,506 0,790 0,245 0,53;11,78 Umur -1,194 0,303 0,809 0,140 0,06;1,48 Pendidikan 1,648 5,194 0,661 0,013 1,42;18,96 Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya 0,862 2,369 0,570 0,130 0,78;7,24 Status Anemia 1,908 6,743 0,660 0,004 1,85;24,60 Constant -2,110 0,675 0,002

-2 Log Likelihood=84,089 Likelihood Ratio=29,588 p-Value=0,001

Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat signifikansi log likelihood (0,001) < α(0,05)

mengindikasikan bahwa model adalah signifikan. Berdasarkan uji Wald maka variabel yang masuk ke dalam model regresi logistik adalah pendidikan dan status anemia. Walaupun tidak bermakna, variabel paritas tetap dimasukkan ke dalam model karena merupakan variabel utama sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer.

Kemudian dilakukan analisis regresi logistik ganda kembali sampai menghasilkan variabel-variabel penting dalam model regresi logistik ganda yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Variabel-Variabel Penting Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda

Variabel B Exp(B) SE p-Wald 95% CI

Paritas 0,117 1,124 0,551 0,832 0,38;3,31

Pendidikan 1,767 5,850 0,637 0,006 1,68;20,38

Status Anemia 2,056 7,812 0,657 0,002 2,16;28,29

Constant -2,062 0,650 0,002

(21)

Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat signifikansi log likelihood (0,001) < α(0,05)

mengindikasikan bahwa model adalah signifikan. Berdasarkan uji Wald maka variabel-variabel penting yang masuk dalam model regresi logistik ganda adalah pendidikan dan status anemia. Walaupun tidak bermakna, variabel paritas tetap dimasukkan ke dalam model karena merupakan variabel utama sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer.

Kemudian dilakukan uji kolinearitas untuk mengetahui adanya hubungan yang kuat antar variabel independen dengan melihat nilai p pada uji Chi Square. Bila nilai p<0,05, maka terjadi kolinearitas sehingga variabel tidak dapat bersama dalam satu model.

Tabel 4.7 Uji Kolinearitas Variabel Independen

Paritas Pendidikan Status Anemia

Paritas

Pendidikan 0,033

Status Anemia 0,832 0,140

Dari Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa terdapat gejala kolinearitas antara paritas dengan pendidikan (p=0,033 < α=0,05) sehingga tidak dapat bersama dalam satu model multivariat. Maka alternatif model yaitu :

1. Log p (PPP) = f(paritas, status anemia) 2. Log p (PPP) = f(pendidikan, status anemia)

Kemudian dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya interaksi antar variabel utama dengan variabel pengganggu, yaitu dengan memeriksa kemaknaan hubungan antara variabel interaksi dengan variabel dependen.

(22)

Tabel 4.8 Pemeriksaan Interaksi terhadap Variabel Dependen

Variabel B Exp(B) SE p-Wald 95% CI

Paritas 2,128 8,400 1,267 0,093 0,70;100,57

Status Anemia 3,135 23,000 1,089 0,004 2,72;194,42

Paritas*Status Anemia -2,065 0,127 1,384 0,136 0,01;1,91

Constant -2,639 1,035 0,011

-2 Log Likelihood=95,856 Likelihood Ratio=17,820 p-Value=0,001 Berdasarkan Tabel 4.8 di atas terlihat signifikansi log likelihood (0,001) <

α(0,05) mengindikasikan bahwa model adalah signifikan. Interaksi paritas dengan

status anemia memiliki p-Wald=0,136 > α=0,05, sehingga variabel interaksi tersebut dikeluarkan dari model.

Dengan demikian model akhir regresi logistik ganda adalah model tanpa interaksi yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Model Akhir Regresi Logistik Ganda

Variabel B Exp(B) SE p-Wald 95% CI

Paritas 0,460 1,585 0,508 0,365 0,58;4,29

Status Anemia 2,089 8,077 0,616 0,001 2,41;27,02

Constant -1,734 0,591 0,003

-2 Log Likelihood=98,359 Likelihood Ratio=15,317 p-Value=0,001 Berdasarkan Tabel 4.11 di atas terlihat signifikansi log likelihood (0,001) <

α(0,05) mengindikasikan bahwa model adalah signifikan. Maka model akhir regresi

logistik ganda terdiri dari paritas dan status anemia.

Kemudian dilakukan pemeriksaan confounding yaitu mengevaluasi variabel status anemia yang diduga sebagai variabel confounder dengan membandingkan koefisien atau OR variabel paritas pada model regresi logistik dengan atau tanpa variabel status anemia. Jika perbedaan koefisien tersebut besar (>10%) berarti variabel tersebut merupakan konfounder untuk variabel paritas.

(23)

Tabel 4.10 Pemeriksaan Confounding

Persamaan Exp(B) 95% CI ∆Exp (B)

PPP = -0,154 + 1,526 (Paritas) 1,526 0,62;3,77 PPP = -1,734 + 1,585 (Paritas)

+ 8,077 (Status Anemia)

1,585 0,58;4,29 3,87%

Berdasarkan Tabel 4.10 perbedaan OR variabel paritas pada model regresi logistik dengan atau tanpa variabel status anemia sebesar 3,87% < 10%, maka variabel status anemia bukan merupakan variabel confounder. Walaupun variabel status anemia bukan merupakan confounder tetapi tetap dimasukkan ke dalam model regresi logistik ganda karena secara substansi ilmu status anemia memengaruhi perdarahan postpartum primer, sehingga model akhir regresi logistik ganda dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.11 Model Akhir Regresi Logistik Ganda Pengaruh Faktor Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Variabel B Exp(B) SE p-Wald 95% CI

Paritas 0,460 1,585 0,508 0,365 0,58;4,29

Status Anemia 2,089 8,077 0,616 0,001 2,41;27,02

Constant -1,734 0,591 0,003

-2 Log Likelihood=98,359 Likelihood Ratio=15,317 p-Value=0,001 Berdasarkan Tabel 4.11 di atas terlihat signifikansi log likelihood (0,001) <

α(0,05) mengindikasikan bahwa model adalah signifikan. Persamaan model regresi

logistik di atas adalah :

Log p (PPP) = -1,734 + 0,460(Paritas) + 2,089(Status Anemia)

Jadi, meskipun tidak bermakna secara statistik risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan dengan ibu

(24)

yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol status anemia (OR=1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

Probabilitas (risiko) individu untuk mengalami perdarahan postpartum primer berdasarkan nilai-nilai prediktor dihitung dengan persamaan :

Maka probabilitas terjadinya perdarahan postpartum primer jika ibu memiliki paritas >3 dan mengalami anemia adalah :

Artinya, risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki paritas >3 dan mengalami anemia sebesar 69%.

(25)

BAB V PEMBAHASAN

5.1Penyebab Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Dalam penelitian ini penyebab utama perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah retensio plasenta yaitu sebesar 53,7%, diikuti laserasi jalan lahir 29,3%, atonia uteri 14,6%, dan inversio uteri 2,4%.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ajenifuja (2010) di Obafemi Awolowo University Teaching Hospital Nigeria, yang menemukan bahwa penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah retensio plasenta (71,05%) diikuti atonia uteri (15,79%), laserasi jalan lahir (11,84%) dan coagulopathy (1,32%).

Menurut hasil penelitian, retensio plasenta merupakan penyebab utama perdarahan postpartum primer. Sedangkan menurut Mochtar (1995) bahwa atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum primer dengan proporsi 50% - 60%. Kecilnya proporsi perdarahan postpartum primer akibat atonia uteri menggambarkan penurunan kasus perdarahan postpartum primer akibat atonia uteri. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen aktif kala III sudah terlaksana dengan baik di rumah sakit, karena manajemen aktif kala III bertujuan menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri (Shane, 2002).

Retensio plasenta terjadi karena kelainan pada dinding uterus ibu sendiri. Plasenta tidak lepas dari dinding uterus sehingga tidak lahir dalam waktu setengah jam setelah janin lahir. Kontraksi uterus kurang kuat ataupun plasenta merekat erat

(26)

pada dinding uterus sehingga plasenta tidak dapat lahir. Memijat uterus dan mendorongnya ke bawah secara paksa padahal plasenta belum terlepas dari dinding uterus dapat menyebabkan atonia uteri. Usaha untuk mengeluarkan plasenta ditunggu sampai 30 menit. Bila plasenta belum lahir, maka dilakukan manual plasenta (Wiknjosastro, 2005).

5.2Pegaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Berdasarkan analisis bivariat paritas tidak signifikan memengaruhi perdarahan postpartum primer. Meskipun tidak bermakna secara statistik, risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan ibu yang memiliki paritas 2 dan 3 (OR=1,53 ; 95% CI 0,62;3,77).

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Herianto (2003) di RS Sardjito Yogyakarta yang menyatakan bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73).

Paritas tinggi memengaruhi keadaan uterus ibu, karena semakin sering ibu melahirkan maka fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan normal sehingga kemungkinan terjadi perdarahan postpartum primer lebih besar.

Dalam penelitian ini pada kelompok kasus proporsi ibu dengan paritas >3 sebesar 41,5% sedangkan pada kelompok kontrol proporsi ibu dengan paritas >3 sebesar 31,7%. Proporsi pada kelompok kasus lebih besar dibandingkan kelompok

(27)

kontrol yang menyebabkan paritas diduga sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer. Hal ini sesuai dengan penelitian Milaraswati (2008) di RSUD Gambiran Kota Kediri yang menemukan bahwa proporsi paritas >3 pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer cukup besar yaitu 68,97%.

Paritas tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum primer dikarenakan besar sampel penelitian terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer.

5.3Pegaruh Umur terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Berdasarkan analisis bivariat umur tidak signifikan memengaruhi perdarahan postpartum primer dimana umur >35 tahun bukan merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,64 ; 95% CI 0,25;1,62).

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Najah (2004) di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal yang menyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% umur ibu <20 tahun dan >35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum.

Wanita yang melahirkan anak pada <20 tahun atau >35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia <20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia >35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi

(28)

reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).

Umur tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum primer disebabkan tingginya proporsi kasus perdarahan postpartum primer pada kelompok umur reproduksi normal yaitu umur 20-35 tahun dimana kebanyakan ibu melahirkan pada kelompok umur tersebut. Selain itu, besar sampel penelitian terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan pengaruh umur terhadap perdarahan postpartum primer.

5.4Pegaruh Pendidikan terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Berdasarkan analisis bivariat risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berpendidikan rendah 6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi (OR=6,22 ; 95% CI 2,03;19,04).

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

Tingkat pendidikan formal seorang ibu berkaitan dengan pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan kehamilan dan persalinannya sehingga termotivasi untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang

(29)

lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), memilih makanan yang bergizi dan mencari pelayanan antenatal.

5.5Pegaruh Jarak Antar Kelahiran terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Berdasarkan analisis bivariat Jarak antar kelahiran tidak signifikan memengaruhi perdarahan postpartum primer dimana jarak antar kelahiran <2 tahun bukan merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,86 ; 95% CI 0,30;2,51).

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Yuniarti (2004) di Rumah Bersalin Kasih Ibu Pekalongan yang menyatakan jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82 kali mengalami perdarahan postpartum.

Hal ini membuktikan bahwa ibu yang memiliki jarak antar kelahiran >2 tahun bisa saja berisiko tinggi mengalami perdarahan postpartum primer karena ibu juga harus memperhatikan faktor lain seperti paritas dan batas umur reproduksi normal. Ibu yang memiliki jarak antar kelahiran >2 tahun tetapi bila terlalu sering melahirkan dan melewati batas umur reproduksi sehat maka akan mempengaruhi kondisi uterus ibu untuk melahirkan.

Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Otot-otot uterus menjadi

(30)

kaku dapat menyebabkan partus lama yang potensial menyebabkan perdarahan. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya.

Pada penelitian ini jarak antar kelahiran tidak bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum pimer karena adanya kesetaraan proporsi jarak antar kelahiran antara kasus dan kontrol.

5.6Pegaruh Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Berdasarkan analisis bivariat risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya 3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya (OR=3,39 ; 95% CI 1,30;8,84).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sulistiowati (2001) dikutip Suryani (2008) yang menyatakan bahwa ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk berisiko 2,4 kali mengalami perdarahan postpartum.

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.

(31)

5.7Pengaruh Status Anemia terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Berdasarkan analisis bivariat risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang anemia 8 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak anemia (OR=7,99 ; 95% CI 2,40;26,53). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ibu yang mengalami anemia pada kelompok kasus sangat besar yaitu 90,2% lebih besar dibanding kelompok kontrol yaitu 53,7%.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Herianto (2003) di RS Sardjito Yogyakarta yang menyatakan bahwa anemia bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Ibu yang mengalami anemia berisiko 3 kali mengalami perdarahan postpartum primer dibanding ibu yang tidak mengalami anemia (OR= 2,76; 95%CI 1,25;6,12).

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

Pemeriksaan darah sebaiknya dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III untuk mengetahui kadar hemoglobin ibu selama hamil. Bila kadar hemoglobin rendah dapat dicegah dengan pemberian

(32)

makanan kaya zat besi. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah anemia sangat penting untuk dilakukan yaitu berupa pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan untuk mencegah perdarahan postpartum primer yang dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin (Depkes RI, 2002).

5.8Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer setelah Dikontrol Faktor Pengganggu di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa paritas tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum primer tetapi tetap dimasukkan ke dalam model multivariat karena telah diyakini sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer sesuai penelitian Herianto (2003) di RS Sardjito Yogyakarta yang menyatakan bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73).

Paritas tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum primer dikarenakan keterbatasan penelitian yang menyebabkan faktor risiko yang diuji tidak berhubungan secara statistik dengan kejadian penyakit, antara lain keterbatasan besar sampel, keterbatasan data sekunder dan keterbatasan studi kasus kontrol.

Faktor pengganggu yang terbukti memengaruhi perdarahan postpartum primer secara statistik yaitu variabel status anemia, sedangkan faktor pengganggu yang tidak terbukti memengaruhi perdarahan postpartum primer secara statistik yaitu umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, dan riwayat persalinan buruk sebelumnya. Hal ini

(33)

disebabkan variabel tidak bermakna dalam analisis bivariat dan mengingat variabel yang berpengaruh dianalisis sekaligus sehingga pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer dikontrol variabel yang lebih besar pengaruhnya. Dari uji confounding variabel status anemia bukan merupakan variabel pengganggu bagi hubungan paritas dengan perdarahan postpartum primer tetapi tetap dipertahankan dalam model multivariat karena secara substansi ilmu dan pengujian statistik multivariat membuktikan bahwa status anemia merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer.

Berdasarkan analisis regresi logistik ganda disimpulkan meskipun tidak bermakna secara statistik risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol status anemia (OR=1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

Persamaan model regresi yang didapat adalah :

Log p (PPP) = -1,734 + 0,460(Paritas) + 2,089(Status Anemia)

Pada ibu dengan paritas tinggi akan mempengaruhi keadaan uterus ibu, karena semakin sering ibu melahirkan maka fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan normal sehingga kemungkinan terjadi perdarahan postpartum primer lebih besar. Paritas tinggi bukan saja berhubungan dengan fungsi reproduksi yang telah menurun, tetapi juga riwayat perdarahan pada persalinan sebelumnya atau riwayat anemia yang bisa menambah risiko perdarahan postpartum primer. Oleh karena itu, pada ibu dengan paritas tinggi dan memiliki riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk harus dirujuk ke rumah

(34)

sakit untuk mendapatkan fasilitas dan pengawasan yang optimal sehingga persalinannya dapat berjalan dengan baik.

Probabilitas terjadinya perdarahan postpartum primer jika ibu memiliki paritas >3 dan mengalami anemia adalah :

Artinya, risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki paritas >3 dan mengalami anemia sebesar 69%

5.9Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Keterbatasan besar sampel yang menyebabkan paritas sebagai faktor risiko tidak berhubungan secara statistik dengan perdarahan postpartum primer.

2. Keterbatasan data sekunder yang menyebabkan sampel lain yang benar-benar dapat menggambarkan pengaruh faktor risiko tidak diteliti karena catatan mediknya tidak lengkap.

3. Data mengenai sampel yang diteliti diperoleh dengan mengandalkan data sekunder dimana catatan medik yang ada kurang akurat menggambarkan pajanan faktor risiko terhadap pasien sehingga menimbulkan bias informasi.

(35)

4. Kemungkinan ada faktor lain yang tidak diprediksi tetapi justru berpengaruh besar terhadap penyakit yang diteliti yang dapat menimbulkan bias perancu. 5. Tidak dapat memberikan Incidence Rate.

(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

1. Penyebab utama perdarahan postpartum primer dalam penelitian ini adalah retensio plasenta yaitu sebesar 53,7%, diikuti laserasi jalan lahir sebesar 29,3%, atonia uteri sebesar 14,6%, dan inversio uteri sebesar 2,4%.

2. - Risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan ibu yang memiliki paritas 2 dan 3 meskipun tidak bermakna secara statistik (OR=1,53 ; 95% CI 0,62;3,77).

- Umur >35 tahun bukan merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,64 ; 95% CI 0,25;1,62).

- Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berpendidikan rendah 6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi (OR=6,22 ; 95% CI 2,03;19,04)

- Jarak antar kelahiran <2 tahun bukan merupakan faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,86 ; 95% CI 0,30;2,51).

- Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya 3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya (OR=3,39 ; 95% CI 1,30;8,84) - Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang anemia 8 kali lebih besar

(37)

3. Meskipun tidak bermakna secara statistik risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol status anemia (OR=1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

6.2Saran

1. Kepada ibu hamil dengan faktor risiko paritas tinggi dan anemia secara rutin memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan agar kesehatan ibu dapat dikontrol dalam upaya mencegah perdarahan postpartum primer.

2. Kepada pihak rumah sakit agar melakukan pencatatan rekam medis pasien dengan lengkap.

3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel penelitian yang lebih besar agar dapat menggambarkan pengaruh faktor risiko terhadap perdarahan postpartum primer.

Gambar

Gambar 3.1  Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol  Paritas
Gambar 4.1 Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tabel 4.1  Distribusi Kasus Berdasarkan Berdasarkan Penyebab Perdarahan  Postpartum Primer di RSUD Dr
Tabel 4.5  Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, feromon seks berpeluang untuk dikembangkan pada areal yang lebih luas, terutama pada sentra produksi bawang merah dan endemis serangan hama ulat bawang.. Kata

Aktiviti Kesenian termasuklah apa-apa aktiviti yang ditawarkan oleh atau melalui Pusat Kebudayaan atau Pusat Pembangunan Kemahiran Insaniah sama ada di dalam atau di luar kampus

Pada hari ini, Rabu Tanggal Empat Bulan Juli Tahun Dua Ribu Dua Belas, dimulai jam 09.00 WIB, bertempat di ruang Radar Kantor Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 272 / Kpts.II / 2003 tanggal 12 Agustus 2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka

Proporsi ibu-ibu yang memiliki pengetahuan cukup pada kelompok posyandu dengan D/S tinggi lebih besar dibanding ibu- ibu pada kelompok posyandu dengan D/S

Secara umum kondisi wilayah Padukuhan Kalirandu, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta ini dapat diketahui melalui observasi secara langsung di lapangan guna

Memorandum Jualan hendaklah disediakan oleh Pelelong dalam empat (4) salinan dan hendaklah ditandatangani oleh penawar yang berjaya atau wakil penawar yang berjaya, Plaintif

Solusi yang ditawarkan oleh ajaran Islam untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) muslim antara lain sebagai berikut : (a) Supaya suami sebagai