• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE) DENGAN PERILAKU KESELAMATAN (SAFETY BEHAVIOR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE) DENGAN PERILAKU KESELAMATAN (SAFETY BEHAVIOR)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP

IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE) DENGAN

PERILAKU KESELAMATAN (SAFETY BEHAVIOR)

Oleh:

Dwi Nova Anggraeni 03320185

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERSPSI KARYAWAN TERHADAP IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE) DENGAN PERILAKU

KESELAMATAN (SAFETY BEHAVIOR)

Telah Disetujui Pada Tanggal

________________________

Dosen Pembimbing Utama

(3)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE) DENGAN PERILAKU

KESELAMATAN (SAFETY BEHAVIOR)

Dwi Nova Anggraeni Emi Zulaifah

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) dengan Perilaku Keselamatan (Safety Behavior). Dugaan awal yang dikemukakan pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) dengan Perilaku Keselamatan (Safety Behavior), dimana semakin tinggi tingkat Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) maka semakin tinggi pula tingkat Perilaku Keselamatan (Safety Behavior). Dan berlaku sebaliknya.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 70 orang karyawan bagian produksi pada salah satu perusahaan yang bergerak dibidang kimia. Skala yang digunakan untuk mengungkap data adalah Skala Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan yang disusun berdasarkan teori dari Neal dan Griffin (2004) dan Skala Perilaku Keselamatan yang disusun berdasarkan teori dari Borman dan Motowidlo (Neal dan Griffin, 2002)

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson, dan perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 12.0 for Windows. Hasil analisis menunjukkan (r = 0.646 dengan p =0.000) yang berarti Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap Perilaku Keselamatan (Safety Behavior). Diketahui bahwa Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) memberikan sumbangan efektif sebesar 41.8% terhadap Perilaku Keselamatan (Safety Behavior).

Kata kunci: Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate), Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)

(4)

A. PENGANTAR 1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan pertumbuhan suatu bangsa, baik sekarang maupun yang akan datang tidak bisa lepas dari peranan proses industrialisasi. Maju mundurnya suatu industri sangat ditunjang oleh peranan tenaga kerja. Untuk dapat membangun tenaga kerja yang produktif, sehat dan berkualitas perlu adanya manajemen yang baik, terutama yang berkaitan dengan masalah K3. K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya mewujudkan dan mengembangkan proses industrialisasi, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan buruh (Suardi, 2005).

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja secara khusus dicantumkan pada UU nomor 13 tahun 2003 pada pasal 86 dan pasal 87. Inti ari kedua pasal tersebut adalah pemberian jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja atau buruh. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi serta menyediakan fasilitas sistem manajemen kesehatan kerja. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk mengendalikan resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif.

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya

(5)

sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang langsung nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu kerja. Jumlah kerugian materi yang timbul akibat kecelakaan kerja sangat besar. Di Amerika pada tahun 1980 kecelakaan kerja telah membuat kerugian bagi negara sebesar 51,1 milyar dollar. Kerugian ini tiap tahun terus bertambah seiring dengan berkembangnya dunia industri di Amerika. Pada tahun 1995 jumlah kerugian yang diderita oleh pemerintah Amerika sudah mencapai angka 119 milyar dollar. Pertumbuhan sebesar 67,9 milyar dollar selama 15 tahun merupakan angka yang sulit dibayangkan. Kerugian ini belum termasuk hilangnya korban jiba yaitu setiap tahun 1 dari 10 pekerja tewas atau terluka dalam kecelakaan kerja. Di Indonesia sangat sulit menentukan jumlah angka kerugian materi yang muncul akibat dari kecelakaan kerja. Hala ini karena setiap kejadian kecelakaan kerja perusahaan bersangkutan tidak berkenan menyampaikan kerugian materi yang mereka derita. Namun menurut catatan dari Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) pada tahun 1999 terjadi 27.297 kasus kecelakaan kerja, dengan jumlah korban mencapai 760.975 pekerja. Dari sejumlah korban terssebut terdiri dari 1.125 pekerja tewas, 5290 cacat seumur hidup dan 55.103 pekerja, sementara tidak bisa bekerja. (http://www.inparametric.com/bhinablog/archives/62, 14 Agustus 2007).

Geller (2001) dalam buku The Psychologi of Safety Handbook, menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang berkontribusi pada kecelakaan kerja, yaitu

(6)

environment factor (lingkungan), person factors (manusia), dan behaviour factors (perilaku). Ketiga faktor ini disebut safety triads (http:// www.migas-indonesia.com, 7 November 2005)

Aspek utama dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja menurut Suizer (1999) yaitu aspek perilaku para pekerja. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Cooper (1999). Walaupun sulit untuk dikontrol secara tepat, 80-95 persen dari seluruh kecelakaan kerja yang terjdi disebabkan oleh unsafe behavior. Pendapat cooper tersebut didukung oleh hasil riset dari NCS (National Safety Council) tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hasil riset NCS menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui penyebabnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior dan 4% disebabkan oleh unsafe condition. Berdasarkan acuan, unsafe behavior merupakan penyumbang terbesar dalam terjadinya kecelakaan kerja dan untuk meningkatkan safety performance hanya bisa dicapai dengan usaha memfokuskan pada pengurangan unsafe behaviour. Dengan pendekatan behavioral safety ini perusahaan cenderung berusaha untuk mengidentifikasi setiap unsafe behaviour yang muncul, sehingga bisa langsung ditanggulangi (http://www.inparametric.com/bhinablog/archives/62, 14 Agustus 2007).

Perilaku kerja karyawan dalam perusahaan dipengaruhi oleh banyak hal yang salah satunya yaitu iklim organisasi (Neal & Griffin, 2002). Perusahaan berusaha menciptakan suasana kerja atau iklim organisasi yang baik agar nantinya

(7)

menghasilkan perilaku yang diinginkan, dan akan menuntun ke arah keberhasilan suatu perusahaan dimasa mendatang. Bagian khusus dari iklim organisasi yang ikut mempengaruhi karyawan yaitu iklim keselamatan dalam perusahaan.

Walaupun banyak terjadi kecelakaan kerja, namun tidak sedikit perusahaan yang telah menerima penghargaan pemerintah atas prestasi manajemennya yang mampu menciptakan "nihil kecelakaan" (Hariyanto, 1995). Salah satu perusahaan yang berhasil mendapat penghargaan pemerintah untuk perusahaan dengan kecelakaan nihil pada tahun 1993 dan tahun 2002 adalah PT. CJ. Keberhasilan yang didapat PT. CJ yaitu dengan jumlah jam kerja 6.000.000 jam, 365 hari tidak terdapat kecelakaan kerja.

Sebagai perusahaan yang mendapatkan penghargaan zero accident, berarti PT. CJ memiliki kepedulian tinggi pada keselamatan kerja karyawan, dan tentunya telah terbangun suatu iklim keselamatan yang kondusif dalam pelaksanaan keselamatan kerja. Hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak Safety, PT. CJ tidak lagi mendapat penghargaan zero accident pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak karyawan yang mengalami kecelakaan kerja. Data kecelakaan PT. CJ adalah sebagai berikut: data kecelakaan kerja tahun 1994 sebanyak 15 orang, tahun 1995 sebanyak 17 orang, tahun 1996 sebanyak 32 orang, tahun 1997 sebanyak 33 orang, tahun 1998 sebanyak 22 orang, tahun 1999 sebanyak 23 orang, tahun 2000 sebanyak 27 orang, tahun 2001 sebanyak 15 orang, tahun 2003 sebanyak 19 orang, tahun 2004 sebanyak 13 orang, tahun 2005 sebanyak 27 orang, tahun 2006 sebanyak 12 orang, dan tahun 2007 sebanyak 11 orang.

(8)

Dari kasus kecelakaan yang terjadi tersebut disebabkan oleh perilaku karyawan yang tidak hati-hati, dan perilaku karyawan yang menyimpang dari aturan yang berlaku di PT.CJ. Perilaku karyawan tersebut seperti tidak mengenakan helm, sarung tangan, sepatu, masker dan sabuk pengaman ketika bekerja dengan ketinggian lebih dasi 2 meter.

Konsep dari suatu iklim keselamatan yaitu persepsi karyawan pada kebijakan yang ada, prosedur, dan praktek yang berhubungan dengan keselamatan di tempat kerja. Iklim keselamtan yang ada berkaitan dengan langkah pengukurang sementara dari budaya keselamatan namun dengan pengaruh yang lebih pada keseluruhan organisasi.

Persepsi yang positif terhadap iklim keselamatan kerja pada perusahaan merupakan sarana yang tepat dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong munculnya semangat dan mendorong para karyawan untuk berperilaku selamat. Dengan timbulnya perilaku keselamatan ini maka akan meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja yang nantinya akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Diharapkan dengan persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan kerja kondusif akan meningkatkan perilaku keselamatan karyawan pada perusahaan. Sebaliknya, persepsi yang negatif terhadap iklim keselamatan kerja pada perusahaan menyebebkan perilaku tidak selamat sehingga menimbulkan kecelakaan kerja yang nantinya akan mempengaruhi produktivitas perusahaan.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti tertatik untuk mengungkap apakah ada hubungan antara iklim keselamatan (safety climate)

(9)

dengan perilaku keselamatan (safety behaviour) terhadap perusahaan pada karyawan PT. Cheil Jedang Indonesia.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persesi karyawan terhadap iklim keselamatan (safety climate) dengan perilaku keselamatan (safety behaviour).

3. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan memperkaya ilmu psikologi. Terutama psikologi industri dan organisasi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, memberikan masukan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia optimal dan efektif, khususnya pada keselamatan kerja karyawan.

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)

Perilaku merupakan perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan (www.goodgovernance-bappenas.go.id, 1 agustus 2004).

(10)

Ndraha (2003) mengatakan bahwa perilaku adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi, atau organisasi). Ilmu jiwa mendefinisikan perilaku sebagai kegiatan organisme yang dapat diamati oleh organisme lain atau oleh berbagai instrumen penelitian.

Keselamatan kerja menurut sumakmur (1981) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, perangkat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Menurut Megginsons (Mangkunegara, 2001) keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering berhubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan pelatihan.

Perilaku keselamatan (Safety behaviour) menurut APA dictionary of psychology (2007) adalah suatu perilaku yang dilakukan dengan ketertarikan individu dalam usaha untuk memperkecil atau mencegah suatu bencana yang ditakutkan.

Borman dan Motowidlo’s (dalam Neal & Griffin 2002) membagi perilaku keselamatan menjadi dua aspek, yaitu:

a. Pelaksanaan keselamatan (Safety Compliance) b. Keikutsertaan keselamatan (Safety Participation)

(11)

Menurut Neal dan Griffin (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan (Safety behaviour), yaitu:

a. Faktor-faktor yang berasal dari dalam individu, seperti komitmen, perbedaan individu misalnya ketelitian, kepribadian misalnya karakter yang dimiliki bersifat permanen atau orang tersebut mempunyai kecenderungan celaka.

b. Lingkungan kerja, seperti iklim keselamatan dan faktor organisasional misalnya supervisi dan desain pekerjaan.

2. Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) Thoha (2007) mengatakan persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.

Menurut Walgito (2002) persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris keotak, sehingga terjadilah suatu peristiwa psikologis dimana individu menjadi sadar apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, atau dengan kata lain individu mengalami persepsi.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses yang membentuk reaksi seseorang terhadap stimulus tertentu, diperoleh dengan bantuan penginderaan untuk kemudian

(12)

diinterpretasikan dan diorganisir oleh individu, sehingga memberikan maknai.

Menurut Neal & Griffin (2002) iklim keselamatan mengacu pada persepsi mengenai kebijakan, prosedur, dan pelaksanaan berkaitan dengan keamanan ditempat kerja.

Wiegmann (2002) berpendapat bahwa iklim keselamatan (Safety Climate) berkaitan dengan persepsi sementara karyawan dari budaya keselamatan namun dengan pengaruh yang lebih pada keseluruhan organisasi. Iklim keselamatan merupakan isu yang tidak dapat diraba atau tidak dapat dinyatakan secara jelas karena relatif tidak stabil dan individu bisa berubah tergantung dari keadaan yang ada pada lingkungan saat itu dan kondisi lingkungan kerja secara umum.

Dari pengertian Wiegmann diatas dapat diketahui bahwa iklim keselamatan itu berubah-ubah sehingga perilaku individu pun ikut berubah-ubah pula, karena persepsinya terhadap keadaan yang ada pada lingkungan kerja. Seperti data kecelakaan kerja karyawan PT. CJ setiap tahunnya jumlah kecelakaan kerja tidak tentu.

Persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan adalah bagaimana karyawan merespon kebijakan, prosedur dan praktek yang berkaitan dengan keselamatan di dalam perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja.

Menurut Neal dan Griffin (2004) aspek-aspek iklim keselamatan (Safety Climate) adalah:

(13)

1) Komitmen manajemen

2) Pengembangan sumber daya manusia 3) Sistem keselamatan

b. Lingkungan kerja dan pelaksanaan

1) Dukungan dari supervisor atau penyelia 2) Proses kelompok internal

3) Boundary manajemen 4) Resiko

5) Tekanan kerja 3. Hipotesis

Ada hubungan positif antara Persepsi Karyawan Iklim Keselamatan (Safety Climate) dengan Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)", semakin tinggi tingkat persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan (Safety Climate), maka semakin tinggi tingkat perilaku keselamatan (Safety Behavior). Dan berlaku pula sebaliknya.

C. METODOLOGI PENELITIAN 1. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung : Perilaku

Keselamatan (Safety Behaviour)

2. Variabel Bebas : Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan

(Safety Climate) 2. Subjek Penelitian

(14)

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Karyawan PT. Cheil Jedang Indonesia, Pasuruan. Pada penelitian ini digunakan subjek penelitian dengan kriteria tertentu. Subjek yang diambil dalam penelitian ini yaitu karyawan yang bekerja dibagian produksi dan memiliki masa kerja minimal 2 tahun. Pertimbangan penulis memilih subjek dengan kriteria tersebut adalah karena subjek yang bekerja dibagian produksi lebih banyak terlibat langsung dengan kegiatan yang beresiko terhadap keselamatan kerja dan cara kerjanya membutuhkan ketelitian serta kehati-hatian, sedangkan karyawan yang memiliki masa kerja minimal dua tahun biasanya sudah mengenal lingkungan tempat dia bekerja. Subjek Penelitian ini akan diambil secara Purposive Sampling yaitu sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan

3. Metode dan Alat Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala, yaitu skala perilaku keselamatan dan skala iklim keselamatan. Agar alat ukur yang digunakan memenuhi syarat ilmiah, maka dilakukan beberapa persiapan yang meliputi: (1) Penyusunan alat ukur Skala Perilaku Keselamatan dan Skala Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan, (2) Mengujicobakan alat ukur, dan (3) memilih aitem-aitem alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang baik , yang dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.

(15)

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik yang digunakan secara kuantitatif. Untuk menguji hubungan antara dua variabel dalam penelitian menggunakan uji bivariate correlation dengan teknik korelasi

product moment dari Pearson yang terdapat pada program SPSS 12.0 for Windows. Uji analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas Iklim Keselamatan (Safety Climate) dengan variabel tergantung Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)

D. HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas yang dilakukuan pada variabel Perilaku Keselamatan menunjukkan distribusi yang normal dengan koefisien K-S-Z pada variabel Perilaku Keselamatan sebesar 1,072 dengan p = 0,200 dan pada variabel Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan menunjukkan distribusi yang normal dengan koefisien K-S-Z = 0,486 dengan p = 0,972

b. Uji Linearitas

Berdasarkan hasil uji linieritas hubungan variabel Iklim Keselamatan dengan Perilaku Keselamatan diperoleh hasil F = 56.478 dengan p = 0.00. Kedua variabel dikatakan linier apabila p < 0.01. Hasil

(16)

tersebut menunjukkan bahwa variabel Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan dengan Perilaku Keselamatan bersifat linier.

2. Uji Hipotesis

Analisa data menunjukkan korelasi antara dua variabel Iklim Keselamatan dengan Perilaku Keselamatan menghasilkan r = 0,646 dengan p = 0,000. Dua buah variabel dikatakan mempunyai korelasi apabila p < 0.01. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamtan dengan Perilaku Keselamatan, sehingga hipotesis yang diajukan peneliti diterima.

Analisis koefisien determinasi (R²) pada korelasi antara Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan dengan Perilaku Keselamatan menunjukkan angka sebesar 0.418, berarti Iklim Keselamatan memberikan sumbangan sebesar 41,8% terhadap Perilaku Keselamatan.

E. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipottesis tentang adanya hubungan positif antara Iklim Keselamatan (Safety Climate) dengan Perilaku Keselamatan (Safety Behavior). Perilaku keselamatan (Safety Behaviour) merupakan operasionalisasi sikap seseorang dalam menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari kecelakaan. Setelah melalui proses pengolahan data diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut. Mula-mulanya melalui deskripsi data penelitian dapat dilihat bahwa nilai rata-rata skor perilaku keselamatan yang

(17)

diperoleh (mean empirik = 90,67) lebih tinggi dari rata-rata skor hipotetiknya (mean hipotetik = 65) Data tersebut menunjukkan bahwa karyawan memiliki perilaku keselamatan lebih besar dari rata-rata yang diperkirakan. Berdasarkan kategorisasi Perilaku Keselamatan dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori sangat tinggi 47 subjek (67,14%), kategori tinggi sebanyak 23 subjek (32,86%), tidak ada subjek yang termasuk kedalam kategori sedang, rendah dan sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat perilaku keselamatan karyawan berada pada kategori sangat tinggi sebesar 67,14%, karena jumlah subjek berada pada rentang skor 88,4-104 mempunyai jumlah yang paling banyak jika dibandingkan dengan jumlah subjek pada rentang skor lain.

Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat diketahui bahwa peneliti menemukan proporsi perilaku keselamatan karyawan yang sangat tinggi sebanyak 67,14% dari 70 responden. Hal ini dikarenakan subjek penelitian sebagian besar telah mengikuti pelatihan K3 sebelum pengambilan data dilakukan.

Persepsi Karyawan Terhadap Iklim Keselamatan (Safety Climate) merupakan persepsi karyawan terhadap kebijakan, prosedur, dan praktek yang berkenaan dengan keselamatan di lingkungan kerjanya. Hasil yang diperoleh untuk iklim keselamatan (safety climate), karyawan memiliki rata-rata skor (mean empirik = 133,21) yang lebih tinggi dari rata-rata skor hipotetik (mean hipotetik = 97,5) itu menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan berada diatas rata-rata yang diperkirakan. Berdasarkan kategorisasi persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan (safety climate) dapat diketahui bahwa

(18)

subjek yang termasuk ke dalam kategori sangat tinggi 34 subjek (48,7%), kategori tinggi sebanyak 36 subjek (51,43%), tidak ada subjek yang termasuk kedalam kategori sedang, rendah dan sangat rendah. Berdasarkan rincian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan karyawan berada pada kategori tinggi 51,43%, karena jumlah subjek berada pada rentang skor 109,2-132,6 mempunyai jumlah yang paling banyak jika dibandingkan dengan jumlah subjek pada rentang skor lain.

Hasil analisis data-data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis tersebut terbukti melalui tingginya nilai koefisien korelasi yang diperoleh (r = 0.646 dan p= 0,000), sehingga dapat dilihat bahwa persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan memang berhubungan dengan perilaku keselamatan. Tingginya persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan diiringi dengan tingginya perilaku keselamatan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Neal dan Griffin (2004) yang mengungkap bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan adalah iklim keselamatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Neal dan Griffin (2002) yaitu hubungan antara iklim keselamatan dengan perilaku keselamatan berupa studi literatur. Sedang dalam penelitian ini peneliti melakukan proses pengambilan data sehingga dapat diperoleh hasil yang sesungguhnya, yaitu nilai koefisien korelasi yang diperoleh (r = 0.646 dan p= 0,000) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan antara iklim keselamatan (safety climate) dengan perilaku keselamatan (safety behavior).

(19)

Penelitian ini sebanding dengan hasil penelitian Jackson, dkk (2007) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara iklim keselamatan (safety climate) dengan perilaku keselamatan (safety behavior) ditunjuk kan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0.29 dengan p< 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa para pekerja dengan iklim keselamatan yang tinggi mempunyai perilaku keselamatan yang tinggi pula.

Hasil yang diperoleh koefisien determinasi (R²) pada korelasi antar persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan dengan perilaku keselamatan pada karyawan sebesar 0,418, hal ini menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan memberikan sumbangan sebesar 41,8% terhadap perilaku keselamatan, sehingga 58,2% merupakan sumbangan dari faktor lain..

F. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan (safety climate) dengan perilaku keselamatan (safety behavior). Semakin tinggi tingkat persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan (safety climate) maka semakin tinggi tingkat perilaku keselamatan (safety behavior). Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan (safety climate) maka semakin rendah pula tingkat perilaku keselamatan (safety behavior).

(20)

Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa persesi karyawan terhadap iklim keselamatan (Safety Climate) memberikan pengaruh terhadap perilaku keselamatan (Safety Behavior) pada karyawan, karena itu untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang disebabkan perilaku yang tidak aman maka perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.

2. Bagi Subjek Penelitian

Bagi subjek penelitian untuk meningkatkan kperilaku keselamatannya agar terhindar dari kecelakaan yang dapat merugikan individu maupun perusahaan. 3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang tertarik pada kajian yang sama khususnya membahas mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan, maka dapat mengembangkan variabel lain yang lebih beragam atau bahkan meneliti dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diharapkan mampu memperoleh hasil yang lebih mendalam. Selain itu dapat juga menggunakan literatur mengenai karyawan yang lebih banyak dari penelitian kali ini karena penelitian ini hanya terfokus pada pengaruh persepsi karyawan terhadap iklim keselamatan (Safety Climate) dengan perilaku keselamatan (Safety Behavior).

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Bhina. 2007. Bagaimana Behavioral Safety Mengurangi Angka Kecelakaan Kerja. http://www.inparametric.com/bhinablog/archives/62.

BAPPENAS, 2004. Perilaku Individu Dalam Membentuk Kualitas Kinerja Yang Baik. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id

Crootth. 2005. (HSE) Mohon Pencerahan Stop Card. http://www.migas-indonesia.com

Hariyanto, V. 1995. Survei Tentang K3 Dan Kondisi Kerja Psikis Serta Hubungannya dengan Kepuasan Kerja Karyawan. Anima, Indonesian Psikological Journal. Volum 11, No. 41.

Jackson, Tonya. 2007. The Effects of Perceived Organizational Support on Training and Safety In Latino and Non-Latino Construction Workers. http://scholar.lib.vt.edu/these/available/etd-08172007-142231/unrestricted/ Sharnia_Artis_dissertation.pdf

Mangkunegara, P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ndraha, T.2003. Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Neal, A. & Griffin, M. A. 2002. Safety Climate and Safety Behavior. Australian Journal of Management, Volume 27. Special Issues. www.proquest.com Neal, A. & Griffin, M. A. 2004. Safety Climate and Safety At Work.

www.proquest.com

Suardi, R. 2005. Sistem Management Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PPM.

(22)

Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung.

Thoha,M. 2007. Perilaku organisasi : Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Vandenbos, G. 2007. APA Dictionary of Psichology. Washington: American Psichological Association

Walgito,B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI OFFSET Wiegman, dkk. 2002. A Sythesis of Safety Culture and Safety Climate Research.

www.proquest.com

IDENTITAS PENULIS

Nama : Dwi Nova Anggraeni

Alamat : Demangan, Bejen, Temanggung, Jawa Tengah No. HP : 085624151025

Referensi

Dokumen terkait

Program CSR/PKBL dari PTPN III Terhadap UMKM di kota Medan Bertujuan Untuk Meningkatkan Citra Perusahaan Dan Memberdayakan Masyarakat.. CSR/PKBL Layak Dilaksanakan

Setiap paradigma selalu mempunyai metode analisis tertentu, yang kadang-kadang sama dengan paradigma yang lain, tetapi selalu ada metode analisis data yang khas

Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM tersebut secara tidak langsung juga memberikan peran perlindungan konsumen, yang dalam hal ini adalah konsumen produk kosmetik

Tingkat kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk masalah kebersihan termasuk Retribusi Kebersihan dengan nilai rata-rata 5,5% yang termasuk dalam kategori

Meski data ini tidak dapat digeneralisasi sebagai tingkat partisipasi masyarakat maupun tingkat keparahan kerusakan lingkungan, namun setidaknya dari data ini kita

Dibawah kondisi normal untuk penggunaan yang dimaksud, bahan ini diharapkan tidak berbahaya bagi

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis, kemudian hasil dari analisis digunakan untuk merevisi media pembelajaran yang dikembangkan agar menghasilkan

Sedangkan jika nilai yang dibaca sensor ultrasonik kanan dan kiri lebih besar dari 30 maka kursi bergerak maju dengan kecepatan putar motor DC adalah 50% dari kecepatan