• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ALTMAN Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FARMASI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ALTMAN Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FARMASI DI INDONESIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS ALTMAN Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI

KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FARMASI DI INDONESIA

Sopiyah Arini

sopiyaharini@gmail.com Triyonowati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT

This research is meant to find out the company bankruptcy level by applying the Altman Z-score model in the pharmaceutical companies which are listed in The Indonesia Stock Exchange. The collected data is in the form of financial reports which consist of loss-profit report and balance sheet from 2009 to 2012. The sample collection criteria which is used in this research is the pharmaceutical companies which are listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) and publish the financial report regularly from 2009 to 2012. The result of this research indicates that this Altman Z-score model can be implemented in detecting the possibility of bankruptcy at pharmaceutical companies which are listed in the Indonesia Stock Exchange. The Altman Z-score model has classified the pharmaceutical companies into three categories which are not bankrupt, bankruptcy prone, and bankrupt. There are some recommendations for the companies which are categorized into bankruptcy prone should be careful in making company policies and trying to improve the company performance and trying to use their assets carefully in order to achieve the biggest profit. Meanwhile, the company which is in good condition should keep and improve their performance in order to get the earnings to avoid the bankruptcy.

Keywords: pharmaceutical company, bankruptcy, altman z-score. ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-Score pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria pengambilan sampel yang dipergunakan adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menerbitkan laporan keuangan secara teratur pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Z-Score Altman tersebut dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model Z-Score Altman tersebut mengelompokkan perusahaan farmasi pada tiga kategori yaitu tidak bangkrut, rawan bangkrut, dan bangkrut.

Adapun

saran untuk

perusahaan yang masuk dalam dikategorikan rawan bangkrut, harus berhati – hati

dalam melakukan pengambilan kebijakan perusahaan serta berusaha untuk terus

meningkatkan kinerja perusahaan dan berusaha memanfaatkan aset yang dimilikinya dengan

sebaik – baiknya untuk meraih keuntungan yang sebesar – besarnya.

Sedangkan perusahaan

yang dalam kondisi sehat harus tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya dalam

menghasilkan laba agar tidak mengalami kebangkrutan.

Kata kunci: perusahaan farmasi, kebangkrutan, altman z-score

PENDAHULUAN

Tantangan bagi perusahaan yang masuk dalam industri farmasi pada akhir-akhir ini semakin terbuka dan meningkat. Pabrik obat di tanah air pun sudah cukup banyak. Di tahun 2012 persaingan bisnis pun semakin ketat dalam industri farmasi, dimana diversifikasi produk yang semakin banyak dihasilkan oleh perusahaan farmasi besar. Perusahaan farmasi

(2)

2 memiliki persaingan yang kuat akibat dari semakin banyaknya penawaran dan permintaan obat dimasyrakat. Obat merupakan bagian dari kebutuhan pokok masyarakat yang sangat dibutuhkan karena memiliki fungsi untuk penyembuhan berbagai penyakit yang dialami masyarakat. Di tahun yang akan datang diperkirakan kebutuhan obat–obatan akan semakin besar karena akan diberlakukannya program dari pemerintah yakni Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Program ini merupakan kesempatan produsen obat berlomba–lomba untuk meningkatkan hasil produksi.

Saat ini industri farmasi Indonesia telah dapat memproduksi 90% kebutuhan produk obat dalam negeri bahkan untuk ekspor. Namun, hampir 95% produksi tersebut masih bergantung pada bahan baku obat (BBO) impor. Hal ini sangat mempengaruhi biaya produksi apabila terjadi resesi ekonomi yang melanda negara–negara di belahan dunia sperti krisis Dollar Amerika dan krisis Euro Eropa. Sehingga sewaktu-waktu harga bahan baku dapat melonjak naik apabila terjadi krisis ekonomi di suatu negara dimana perusahaan mengimpor bahan baku tersebut.

Pada kasus salah satu perusahaan farmasi yang masuk dalam kategori bangkrut pada periode 2009 hingga 2011 adalah PT. Schering-Plough Indonesia Tbk. Kondisi keuangan perusahaan tersebut mengalami fluktuasi yang tidak stabil. Dimana perusahaan ini terus menghasilkan laba yang negatif pada laporan keuangannya sehingga perusahaan ini termasuk perusahaan yang tidak sehat. Kondisi seperti ini mengakibatkan perusahaan mengalami financial distress.

Dari beberapa permasalahan diatas sehingga perusahaan harus cermat untuk mengantisipasi dimana kesalahan kecil akan berdampak buruk bagi perusahaan. Bagi perusahaan farmasi yang tidak mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan tersebut maka usahanya akan semakin mengecil dan mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya jatuh bangkrut.

Daya saing perusahaan juga sangat ditetukan oleh kinerja perusahaan itu sendiri. Salah satu aspek penting mengenai kinerja perusahaan adalah aspek keuangan. Kinerja keuangan yang buruk akan menghambat kinerja perusahaan dalam meningkatkan hasil produksi. Jika tidak segera diatasi maka perusahaan tersebut akan ternancam bangkrut. Kebangkrutan suatu usaha dapat dilihat dan diukur melalui keuangan perusahaan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu cara untuk mengartikan angka – angka yang terdapat pada laporan keuangan. Dalam melakukan analisis laporan keuangan berbagai alat dan teknik dapat digunakan. Alat yang paling umum digunakan adalah analisis rasio keuangan.

Menurut Edward I. Altmarn, dalam penelitiannya tersebut setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, altman menentukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari : modal kerja terhadap aktiva, laba ditahan terhadap total aktiva, laba sebelum bunga dan pajak terhadap aktiva, nilai pasar modal saham terhadap nilai buku hutang, dan penjualan terhadap aktiva. Analisis tersebut dikenal dengan analisis Z-Score yang dapat memprediksi secara akurat tentang kinerja perusahaan, serta kemungkinan kondisi kesehatan keuangan di masa yang akan datang, apakah perusahaan mengalami kebangkrutan, rawan bangkrut, atau dalam keadaan sehat. Hal tersebut sangat membantu bagi para investor dalam menanamkan modalnya, apakah ia akan menjual, membeli, atau bahkan menahan investasinya pada perusahaan yang bersangkutan. Dan bagi para leaders (pemimpin) perusahaan, mereka mempunyai kepentingan untuk dapat menyusun, mempertimbangkan, dan memperbaiki serta mennetukan keputusan yang tepat agar dapat dipertanggung jawabkan kepada para pemegang saham atau investor.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana potensi kebangkrutan pada perusahaan Farmasi berdasarkan metode analisis Z – Score?”.

(3)

3 Adapun tujuan dari penilitian ini adalah:

1. untuk menilai kesehatan kinerja perusahaan.

2. untuk mengetahui penggunaan metode Z–Score guna memprediksi potensi kebangkrutan pada suatu perusahaan.

TINJAUAN TEORITIS Kebangkrutan

Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana. Pada situasi tertentu, perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan keuangan yang ringan seperti mengalami kesulitan likuiditas (tidak bisa membeyar gaji pegawai, bunga utang). Jika tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan kecil tersebut bisa berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar, dan bisa sampai pada kebangkrutan.

Menurut Hanafi (2008) pengertian kebangkrutan bisa dilihat dari pendekatan aliran dan pendekatan stok . Dengan menggunakan pendekatan stok, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut jika total kewajiban melebihi total aktiva. Dengan menggunakan pendekatan aliran, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran kas yang cukup. Dari sudut pandang stok, perusahaan dinyatakan bangkrut meskipun perusahaan masih dapat menghasilkan aliran kas yang cukup, atau mempunyai prospek yang baik dimasa mendatang.

Masalah-Masalah Kebangkrutan

Hanafi dan Halim (2005) juga menyebutkan beberapa masalah yang timbul sehingga dapat mengakibatkan kebangkrutan yaitu, kesulitan keuangan jangka pendek yang berujung menjadi kesulitan yang tidak solvabel. Kesulitan yang tidak solvabel adalah perusahaan mengalami kesulitan dalam membayar hutang karena asset yang terbatas. Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan. Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunujukkan prospek dan dengan demikian nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau dilikuidasi.

Empat variable yang menunjukkan perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut adalah :

a. Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang lebih rendah.

b. Penggunaan hutang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih tinggi.

c. Perlindungan terhadap biaya tetap (Fixed payment coverage). Perusahaan yang bangkrut mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap yang lebih kecil.

d. Fluktuasi return saham. Perusahaan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih rendah dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi.

Menurut Foster (1986) terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan:

a) Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.

b) Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.

c) Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini fokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variabel keuangan.

(4)

4 Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan perusahaam menurut Jauch dan Glueck (dalam Adnan, 2000:139) adalah:

1. Faktor Umum a. Sektor ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

b. Sektor sosial

Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.

c. Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional.

d. Sektor pemerintah

Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

2. Faktor Eksternal Perusahaan a. Faktor pelanggan / konsumen

Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

b. Faktor kreditur

Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditur terhadap likuiditas suatu perusahaan.

c. Faktor pesaing

Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada konsumen, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan konsumen dan mengurangi pendapatan yang diterima.

3. Faktor Internal Perusahaan

Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut Harnanto (dalam Adnan, 2000:140) sebagai berikut :

a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. b. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan,

pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen.

c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

(5)

5 Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan

Ada beberapa alternatif perbaikan kesulitan keuangan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan (Hanafi dan Halim, 2005:274) : 1. Pemecahan secara informal

Pemecahan ini dilakukan apabila masalah masih belum parah. Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus. Cara pemecahannya adalah sebagai berikut :

a. Perpanjangan (Extension) : dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang.

b. Komposisi (Composition) : dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan.

c. Likuidasi : dapat dilakukan jika nilai likuidasi lebih besar dibandingkan nilai going concern.

2. Pemecahan secara Formal

Pemecahan ini dilakukan apabila masalah sudah parah, sehingga kreditur dan pemasok dana lainnya ingin mempunyai jaminan keamanan dan keadilan. Pemecahan secara formal melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Cara pemecahannya adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi, maka perusahaan

mengambil langkah reorganisasi, yaitu dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak. Perubahan bisa dilakukan melalui perpanjangan, dan perubahan komposisi, atau keduanya.

b. Apabila nilai persahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi, maka perusahaan lebih baik mengambil langkah likuidasi, yaitu dengan menjual asset-asset perusahaan, kemudian didistribusikan ke pemasok modal di bawah pengawasan pihak ketiga.

Analisis Z-Score

Analisis Z-Score adalah suatu alat/metode yang digunakan untuk memprediksi kondisi perusahaan apakah dalam keadaan sehat, atau tidak dan juga menunjukkan kinerja perusahaan yang sekaligus merefleksikan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Altman menggunakan 5 rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Metode ini diformulasikan sebaga berikut :

Zi= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 Dimana:

X1 = (Aktiva lancar-Utang Lancar) / Total Aktiva X2 = Laba yang ditahan / Total Aktiva

X3 = Laba sebelum bunga dan pajak / Total Aktiva X4 = Nilai pasar modal / Nilai buku hutang

X5 = Penjualan / Total aktiva Rasio-Rasio Z-Score

Rasio-rasio dalam Z-Score ini masing-masing memberikan gambaran tersendiri mengenai perusahaan, yaitu:

Working Capital to Total Asset (Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva)

Rasio pertama yang digunakan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan adalah rasio modal kerja terhadap total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas. Aktiva likuid bersih atau modal kerja bersih adalah selisih antara total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun. Modal kerja bersih yang negative juga kemungkinan besar akan menghadapi masalah

(6)

6 dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tesebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya. Rasio modal kerja menunjukkan jumlah modal kerja yang dimiliki pada setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan.

Retained Earning to Total Assets (Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva)

Retained Earning / Total Assets (X2) merupakan rasio profitabilitas yang menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama masa operasi perusahaan. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi, memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besarnya peranan laba ditahan dalam membentuk dana perusahaan. Semakin kecil rasio ini menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Rasio laba ditahan terhadap total aktiva menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan dijamin oleh saldo laba ditahan.

Earning Before Interest and Taxes to TotalAssets (Rasio EBIT terhadap Total Aktiva)

Rasio ini megukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran sebarapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Rasio EBIT terhadap total aktiva menunjukkan laba bersih sebelum bunga dan pajak yang dapat dihasilkan dari setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan.

Market Value Of Equity to Book Value Of Liabilities (Rasio Nilai Pasar Modal terhadap Total Hutang)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjang dari nilai modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar denganharga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Semakin kecil rasio ini, menunjukkan kondisi keuangan peusahaan yang tidak sehat. Rasio nilai pasar modal sendiri terhadap nilai buku total kewajiban menunjukkan setiap Rp 1,00 dari total kewajiban digunakan untuk membiayai modal saham.

Sales to Total Assets (Rasio Penjualan terhadap Total Aktiva)

Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam dalam meningkatkan volume penjualan. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba. Semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin rendah tingkat pendapatan perusahaan, sehingga menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Rasio penjualan terhadap total aktiva menunjukkan efektifitas penggunaan seluruh aktiva perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap Rp 1,00 yang diinvestasikan dalam bentuk aktiva perusahaan.

Kriteria Altman Z-Score

Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model ini adalah, perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,20 diklasifikasikan

(7)

7 sebagai perusahaan potensial bangkrut. Selanjutnya skor antara 1,20 sampai 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada daerah rawan bangkrut (Hanafi dan Halim, 2005). Penelitian Terdahulu

1. Ferbianasari (2011)

Peneliti melakukan penelitian terhadap perusahaan kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui hasil penilaian financial distress pada perusahaan tersebut dalam periode 2009-2011. Data yang digunakan diperoleh dari laporan rugi/laba dan neraca pada empat perusahaan kosmetik yaitu PT Uniever Tbk, PT Mustika Ratu Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk, dan PT Martina Berto Tbk, pada periode tahun 2009 sampai dengan 2011. Bardasarkan data laporan keuangan empat perusahaan kosmetik tersebut, maka dilakukan analisis laporan keuangan dengan menggunakan analisis diskriminan Altman z-score.

Dari Hasil perhitungan z-score untuk memprediksi financial distress pada empat perusahaan kosmetik atas laporan keuangan periode 2009-2011 didapatkan bahwa PT Unilever Tbk dan PT Mandom Indonesia Tbk berada dalam kategori perusahaan yang sehat dengan hasil Z’ berada di atas nilai cut off yaitu 2,90. Sedangkan PT Mustika Ratu Tbk dan PT Martina Berto Tbk termasuk dalam kategori grey area dengan nilai Z’ berada diantara 1,20 sampai 2,90.

2. Peter dan Yoseph (2011)

Peneliti melakukan penelitian mengenai kebangkrutan terhadap PT. Indofood dengan metode Z-Score Altman, Springate dan Zmijewski. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil analisis kebangkrutan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 2005-2009 dengan mengunakan metode Z-Score Altman, Springate dan Zmijewski. Data yang digunakan di peroleh dari gambaran umum perushaan atau profil perusahaan dan laporan keuangan perusahaan yang meliputi neraca dan laporan rugi laba perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk selama tahun 2005 hingga 2009.

Kesimpulan dari penelitian Peter dan Yoseph adalah :

a. Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Altman Z-score pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. untuk tahun 2005-2009 berkesimpulan bahwa perusahaan berpotensi bangkrut sepanjang periode tersebut.

b. Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Springate PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Pada tahun 2005, 2006, dan 2009 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut sedangkan untuk tahun 2007 dan 2008 perusahaan di klasifikasikan sebagain perusahan yang berpotensi bangkrut.

c. Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Zmijewski PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut.

METODA PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi industri, atau lainnya yang kemudian penelitian ini membantu peneliti untuk memberikan gagasan untuk penyelidikan dan penelitian lebih lanjut atau membuat keputusan tertentu yang sederhana (Sekaran, dalam Peter dan Yoseph, 2011).

(8)

8 Gambaran dari Populasi (Objek) Penelitian

Menurut Sugiyono (2010) populasi adalah suatu wilayah atau lingkup atas subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan adalah laporan keuangan delapan perusahaan farmasi pada periode 2009 sampai dengan periode 2012, yaitu PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk, PT. Taisho Pharmaceutical Tbk dan PT. Tempo Scan Pasific Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2010) area sampling (cluster sampling) merupakan teknik sampling dengan mengambil sampel dari suatu populasi yang luas yang kemudian dipersempit dengan suatu ktiteria tertentu. Kriteria–kriteria pengambilan sampel yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana merupakan perusahaan yang sudah go public di Indonesia.

2. Perusahaan Farmasi yang menerbitkan laporan keuangan secara teratur pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012.

Berdasarkan kriteria–kriteria yang telah ditetapkan dalam pengambilan sampel, maka perusahaan farmasi yang telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 – 2012 sebanyak delapan perusahaan, yaitu PT. Darya–Varia Laboratoria Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk, PT. Taisho Pharmaceutical Tbk, dan PT Tempo Scan Pasific Tbk.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diambil dari sumber data sekunder yakni data yang berupa laporan keuangan tahunan perusahaan farmasi yang diambil dari pojok bursa efek STIESIA. Data yang digunakan diperoleh dari laporan rugi/laba dan neraca pada delapan perusahaan farmasi yaitu PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk, PT. Taisho Pharmaceutical, dan PT. Tempo Scan Pacific Tbk pada periode tahun 2009 sampai dengan 2012.

Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variable yang terukur. Dengan demikian, variable yang telah diidentifikasi perlu didefinisi agar dapat dianalisis dan diukur besarnya. Dalam definisi operasional ini, variabel yang akan diamati dalam penyusunan penelitian ini adalah :

1. Rasio modal kerja terhadap total aktiva (X1)

Rasio ini merupakan rasio likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Modal kerja bersih adalah selisih antara total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Adapun rumus dari rasio ini adalah :

X1 = Modal Kerja Total Aktiva 2. Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva (X2)

Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dan total aktiva peruasahaan. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besarnya peranan laba ditahan dalam membentuk dana perusahaan. Semakn kecil rasio ini menunjukkan keuangan perusahaan yang tidak sehat. Adapun rumus dari rasio ini adalah :

(9)

9 X2 = Laba Ditahan

Total Aktiva

3. Rasio Laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva (X3)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak. Semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin kecil kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari aktiva yang digunakan sehingga menunjukkan kondisi keuangan yang tidak sehat. Adapun rumus dari rasio ini adalah :

X3 = EBIT

Total Aktiva 4. Nilai Pasar Modal Saham terhadap Nilai Buku Hutang (X4)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjang dari nilai modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar denganharga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Semakin kecil rasio ini, menunjukkan kondisi keuangan peusahaan yang tidak sehat. Adapun rumus dari rasio ini adalah :

X4 = Nilai Pasar Modal Nilai Buku Hutang 5. Rasio Penjualan terhadap Total aktiva (X5)

Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam dalam meningkatkan volume penjualan. Semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin rendah tingkat pendapatan perusahaan, sehingga menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Rumus dari rasio ini adalah:

X5 = Penjualan

Total Aktiva Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penilitian ini adalah analisis data kuantitatif yaitu suatu teknik analisis data dengan menganalisis menggunakan perhitungan angka– angka dari laporan keuangan, seperti neraca, laba rugi dan penjualan, yang kemudian digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Teknik analisa yang digunakan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung beberapa rasio keuangan perusahaan yang terdapat dalam sampel penelitian ini,

2. Data atau hasil perhitungan rasio keuangan kemudian dianalisis dengan menggunakan formula yang ditemukan oleh Altman yaitu:

Zi= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 Dimana:

X1 = Rasio Modal kerja terhadap total aktiva X2 = Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva

X3 = Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aktiva X4 = Rasio Nilai Pasar Modal Saham terhadap Nilai Buku Hutang X5 = Rasio Penjualan terhadap Total Aktiva

3. Mengklasifikasikan masing – masing sampel penelitian berdasarkan kriteria – kriteria kebangkrutan.

Kriteria-kriteria kebangkrutan menurut Altman adalah sebagai berikut: Jika Zi > 2,90 : Merupakan kategori perusahaan dalam keadaan sehat,

(10)

10 Jika Zi < 1,20 :Merupakankategori perusahaan dalam keadaan bangkrut,

Jika Zi diantara 1,20 – 2,90 : Merupakan kategori Rawan bangkrutatau dengan kata lain perusahaan tidak dapat dikatakan dalam keadaan potensial bangkrut maupun dalam keadaan sehat (Hanafi dan Halim, 2005:274).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Perhitungan Nilai Altman Z – Score 1. PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk.

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Darya-Varia Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihata pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1

Nilai Z Score PT. Darya Varia Laboratoria Tbk Tahun 2009 – 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 51.93 % 25.15 % 15.23 % 122.44 % 110.92 % 2.67 % Rawan Bangkrut 2010 55.64 % 33.11 % 16.05 % 131.14 % 108.79 % 2.81 % Rawan Bangkrut 2011 60.08 % 40.10 % 17.36 % 143.57 % 97.47 % 2.88 % Rawan Bangkrut 2012 59.05 % 45.01 % 18.25 % 120.10 % 101.18 % 2.88 % Rawan Bangkrut Dari data di atas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 4 tahun berturut-turut PT. Darya-Varia Tbk berada di posisi rawan bangkrut atau bisa dikatakan perusahaan yang berpotensi kebangkrutan. Hal ini dapat dilihat pada nilai Zi yang berada diantara 1.20%-2.90%. Di tahun 2011 dan tahun 2012 perusahaan ini dalam keadaan stabil. Hal ini dapat dilihat dari nilai Z-Score pada tahun tersebut tetap. Peningkatan Zi dari tahun ketahun pada perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan sedang memperbaiki kinerja keuangannya. Diperkirakan di tahun yang akan datang perusahaan dapat berada di posisi sehat apabila perusahaan terus meningkatkan kinerjanya.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Darya-Varia Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 1 berikut :

Gambar 1

Nilai Z-Score PT. Darya-Varia Tbk 2. PT. Indofarma (Persero) Tbk.

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Indofarma (Persero) Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihat pada tabel 2 sebagai berikut :

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat

(11)

11 Tabel 2

Data Nilai Z-Score PT. Indofarma (Persero) Tbk Tahun 2009 – 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 28.06 % -11.85 % 6.31 % 72.19 % 154.53 % 2.13 % Bangkrut Rawan 2010 28.26 % -10.05 % 7.69 % 73.32 % 142.78 % 2.08 % Bangkrut Rawan 2011 22.17 % 1.87 % 6.86 % 61.29 % 107.94 % 1.71 % Bangkrut Rawan 2012 34.31 % 5.19 % 7.01 % 57.55 % 97.26 % 1.71 % Bangkrut Rawan Dari data di atas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 4 tahun berturut-turut PT. Indofarma (Persero) Tbk berada di posisi rawan bangkrut atau bisa dikatakan perusahaan yang berpotensi kebangkrutan. Hal ini dapat dilihat pada nilai Zi yang berada diantara 1.20%-2.90%. Di tahun 2011 dan tahun 2012, perusahaan ini dalam keadaan stabil. Penurunan Zi pada perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah keuangan yang cukup serius, dimana apabila perusahaan tidak segera melakukan perbaikan, perusahaan mungkin akan menghadapi ancaman kebangkrutan di tahun selanjutnya.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Indofarma (Persero) Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 2 berikut :

Gambar 2

Nilai Z-Score PT. Indofarma (Persero) Tbk 3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Kimia Farma (Persero) Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihata pada tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3

Nilai Z-Score PT. Kimia Farma(Persero) Tbk Tahun 2009 – 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 32.57 % 25.31 % 7.15 % 97.35 % 182.27 % 2.88 % Bangkrut Rawan 2010 40.41 % 31.08 % 8.82 % 102.24 % 192.11 % 3.16 % Sehat 2011 44.77 % 36.43 % 13.60 % 102.52 % 194.00 % 3.40 % Sehat 2012 46.65 % 39.37 % 13.73 % 87.49 % 179.85 % 3.24 % Sehat Dari data diatas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 3 tahun berturut-turut PT. Kimia Farma (Persero) berada dalam kategori sehat, yakni di tahun 2010, 2011, dan tahun 2012. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Zi

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat

(12)

12 perusahaan yang lebih dari 2.90% . Di tahun 2009 perusahaan berada dalam kategori rawan bangkrut atau bisa dikatakan perusahaan yang berpotensi kebangkrutan. Sedangkan di tahun 2012 Nilai Z-Score mengalami penurunan. Meskipun di tahun 2012 nilai Zi perusahaan sempat mengalami penurunan tapi nilai Zi lebih dari 2.90%, yakni 3.24%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masih dalam kategori sehat.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Kimia Farma (Persero) Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 3 berikut :

Gambar 3

Nilai Z-Score PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 4. PT. Kalbe Farma Tbk.

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Kalbe Farma Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihat pada tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4

Nilai Z-Score PT. Kalbe Farma Tbk Tahun 2009 - 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 48.25 % 69.87 % 24.16 % 30.02 % 140.18 % 3.20 % Sehat 2010 55.33 % 79.36 % 25.47 % 40.29 % 145.42 % 3.47 % Sehat 2011 52.73 % 77.44 % 23.78 % 28.87 % 131.87 % 3.20 % Sehat 2012 48.31 % 76.99 % 23.55 % 24.82 % 144.79 % 3.27 % Sehat Dari data diatas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 4 tahun berturut-turut PT. Kalbe Farma Tbk berada dalam kategori sehat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Zi perusahaan yang lebih dari 2.90. Di tahun 2011 Nilai Z-Score mengalami penurunan. Meskipun nilai Zi perusahaan sempat mengalami penurunan tapi nilai Zi lebih dari 2.90%, yakni 3.20%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masih dalam kategori sehat.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Kalbe Farma Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 4 berikut :

Gambar 4

Nilai Z-Score PT. Kalbe Farma Tbk

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat 0,00 1,50 3,00 4,50 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat

(13)

13 5. PT. Merck Tbk

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Merck Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihata pada tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5

Nilai Z-Score PT. Merck Tbk Tahun 2009 - 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 63.38 % 72.41 % 46.42 % 28.07 % 173.15 % 4.34 % Sehat 2010 63.22 % 74.31 % 35.36 % 31.22 % 183.01 % 4.12 % Sehat 2011 72.95 % 77.73 % 47.68 % 24.83 % 157.18 % 4.32 % Sehat 2012 60.42 % 66.17 % 24.81 % 14.67 % 163.30 % 3.44 % Sehat Dari data diatas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 4 tahun berturut-turut PT. Merck Tbk berada dalam kategori sehat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Zi perusahaan yang lebih dari 2.90. Di tahun 2010 Nilai Z-Score mengalami penurunan. Meskipun nilai Zi perusahaan sempat mengalami penurunan di tahun 2010, tapi nilai Zi lebih dari 2.90%, yakni 4.12%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masih dalam kategori sehat.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Merck Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 5 berikut :

Gambar 5

Nilai Z-Score PT. Merck Tbk 6. PT. Pyridam Farma Tbk

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Pyridam Farma Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6

Nilai Z-Score PT. Pyridam Farma Tbk Tahun 2009 - 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 23.84 % 17.46 % 6.83 % 198.83 % 132.08 % 2.67 % Bangkrut Rawan 2010 31.24 % 21.53 % 5.62 % 229.04 % 140.04 % 2.93 % Sehat 2011 31.79 % 22.73 % 5.93 % 150.15 % 128.01 % 2.50 % Bangkrut Rawan 2012 29.57 % 23.65 % 6.55 % 111.14 % 130.09 % 2.37 % Bangkrut Rawan Dari data diatas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 3 tahun berturut-turut PT. Pyridam Farma Tbk berada di posisi rawan bangkrut atau bisa dikatakan perusahaan yang berpotensi kebangkrutan, yakni di tahun

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat

(14)

14 2009, 2011 dan 2012. Hal ini dapat dilihat pada nilai Zi yang berada diantara 1.20%-2.90%. Di tahun 2010, perusahaan ini mengalami peningkatan nilai Zi, yakni 2.93%. Artinya pada tahun 2011 perusahaaan ini berada dalam kategori sehat. Namun peningkatan ini tidak bertahan lama sehingga di tahun 2011 perusahaan kembali berada dalam kategori rawan bangkrut. Peningkatan Zi pada perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan sedang memperbaiki kinerja keuangannya.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Pyridam Farma Tbk pada periode 2009–2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 6 berikut :

Gambar 6

Nilai Z-Score PT. Pyridam Farma Tbk 7. PT. Taisho Pharmaceutical Tbk

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Taisho Pharmaceutical Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihata pada tabel 7 sebagai berikut:

Tabel 7

Nilai Z- Score PT. Tasiho Pharmaceutical Tbk Tahun 2009 - 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 64.05 % 54.56 % 59.46 % 1.75 % 131.15 % 4.07 % Sehat 2010 61.47 % 56.99 % 41.44 % 1.91 % 95.71 % 3.17 % Sehat 2011 63.30 % 59.49 % 44.80 % 1.64 % 94.49 % 3.29 % Sehat 2012 61.46 % 59.95 % 43.17 % 1.35 % 97.58 % 3.26 % Sehat Dari data diatas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 4 tahun berturut-turut PT. Taisho Pharamaceutical Tbk berada dalam kategori sehat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Zi perusahaan yang lebih dari 2.90. Di tahun 2010 Nilai Z-Score mengalami penurunan. Meskipun nilai Zi perusahaan sempat mengalami penurunan di tahun 2011, tapi nilai Zi lebih dari 2.90%, yakni 3.17%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masih dalam kategori sehat.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Taisho Pharmaceutical Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 7 berikut :

Gambar 7

Nilai Z-Score PT. Taisho Pharmaceutical Tbk

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat 0,00 2,00 4,00 6,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat

(15)

15 8. PT. Tempo Scan Pacific Tbk

Hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Tempo Scan Pacific Tbk pada periode 2009 sampai 2012 dapat terlihata pada tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8

Nilai Z- Score PT. Tempo Scan Pacific Tbk Tahun 2009 – 2012 Periode X1 X2 X3 X4 X5 Zi Klasifikasi 2009 51.34 % 60.75 % 13.65 % 27.45 % 137.84 % 2.79 % Bangkrut Rawan 2010 51.75 % 60.70 % 16.46 % 23.81 % 143.03 % 2.91 % Sehat 2011 48.83 % 60.35 % 15.59 % 18.68 % 136.00 % 2.77 % Bangkrut Rawan 2012 49.57 % 61.63 % 16.02 % 17.58 % 143.12 % 2.87 % Bangkrut Rawan Dari data diatas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Selama 3 tahun berturut-turut PT. Tempo Scan Pacific Tbk berada di posisi rawan bangkrut atau bisa dikatakan perusahaan yang berpotensi kebangkrutan, yakni di tahun 2009, 2011 dan 2012. Hal ini dapat dilihat pada nilai Zi yang berada diantara 1.20%-2.90%. Di tahun 2010, perusahaan ini mengalami peningkatan nilai Zi, yakni 2.93%. Artinya pada tahun 2011 perusahaaan ini masuk dalam kategori sehat. Namun perusahaan kurang meningkatkan kinerjanya sehingga di tahun 2011 perusahaan kembali berada dalam kategori rawan bangkrut. Peningkatan Zi pada perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan sedang memperbaiki kinerja keuangannya.

Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-Score PT. Tempo Scan Pacific Tbk pada periode 2009 – 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 8 berikut :

Gambar 8

Nilai Z-Score PT. Tempo Scan Pacific Tbk

Kesimpulan Perhitungan Nilai Z–Score

Setelah dilakukan perhitungan terhadap masing-masing variabel (X1, X2, X3, X4, X5)

dalam empat tahun bertuturut sehingga dapat diketahui rata-rata Z-Score pada perusahaan farmasi sebesar 3.00%. Hal ini menunujukkan bahwa kondisi perusahaan farmasi di Indonesia secara keseluruhan tidak berpotensi kebangkrutan dan dalam kondisi sehat.

Terdapat empat perusahaan yang masuk dalam kategori rawan bangkrut atau bisa dikatakan perusahaan yang berpotensi kebangkrutan, yakni PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk dan PT. Tempo Scan Pacific Tbk. Keempat perusahaan ini selama 3 tahun berturut-turut diprediksikan berpotensi bangkrut. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus lebih memfokuskan pada usaha perbaikan kinerja perusahaan untuk meningkatkan kelima rasio tersebut, misalnya yaitu dengan meningkatkan volume penjualan terhadap persediaan yang ada, sehingga ada pemasukan

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 2009 2010 2011 2012 Z-Score Bangkrut Sehat

(16)

16 pada kas perusahaan dari hasil penjualan tersebut. Selain memperbaiki dari segi keuangan perusahaan namun perusahaan juga dapat dengan memperbaiki dan menambah asset tidak berwujud (Intangible Assets) yang dimiliki oleh perusahaan. Intangible Assets ini diantaranya adalah sistem manajemen perusahaan, pinjaman (Loan) dari pihak kedua baik bank maupun perusahaan lain, bantuan dari pemerintah (subsidiary) , perjanjian kontrak kerjasama dengan perusahaan ternama. Melihat kondisi diatas, maka pengelola harus lebih berhati-hati dan harus melakukan perbaikan secepatnya.

Perusahaan yang dalam kategori tidak bangkrut atau dalam kondisi sehat selama 4 tahun berturut-turut adalah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk, dan PT. Taisho Pharmaceutical Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini memiliki rasio yang relatif stabil. Dan menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam kondisi baik selama 4 tahun berturut-turut.

Kesimpulan perhitungan nilai Z-Score dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini: Tabel 9

Kesimpulan Nilai Z-Score Pada Perusahaan Farmasi Tahun 2009 - 2012

Nama Perusahaan 2009 2010 Z – SCORE 2011 2012 Rata - Rata Kriteria

Darya - Varia

Laboratoria 2.67 % 2.81 % 2.88 % 2.88 % 2.81 % Bangkrut Rawan

Indofarma (Persero) 2.13 % 2.08 % 1.71 % 1.71 % 1.91 % Bangkrut Rawan Kimia Farma

(Persero) 2.88 % 3.16 % 3.40 % 3.24 % 3.17 % Sehat Kalbe Farma 3.20 % 3.47 % 3.20 % 3.27 % 3.28 % Sehat

Merck 4.34 % 4.12 % 4.32 % 3.44 % 4.06 % Sehat

Pyridam Farma 2.67 % 2.93 % 2.50 % 2.37 % 2.62 % Bangkrut Rawan Taisho

Pharmaceutical 4.07 % 3.17 % 3.29 % 2.88 % 3.35 % Sehat Tempo Scan Pacific 2.79 % 2.91 % 2.77 % 2.87 % 2.83 % Bangkrut Rawan

Total Rata –Rata 3.00 %

SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan

Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sbagai berikut: Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Hasil penelitian berdasarkan analisis Z-Score tedapat 50% atau 4 sampel perusahaan farmasi masuk dalam kategori rawan bangkrut atau perusahaan yang berpotensi kebangkrutan, yaitu: PT. Darya–Varia Laboratoria Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk dan PT. Tempo Scan Pacific Tbk. Perusahaan ini mampu bertahan karena mampu meningkatkan kinerja keuangan mereka, sebagaimana dapat terlihat dari adanya peningkatan kemampuan likuiditas perusahaan, peningkatan dalam menghasilkan laba ditahan maupun EBIT, dan mampu meningkatkan volume penjualannya pada tahun– tahun terakhir.

Perusahaan farmasi yang masuk dalam kategori sehat yakni 50% atau 4 perusahaan, yaitu: PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk, dan PT. Taisho Pharmaceutical Tbk. Perusahaan–perusahaan ini mampu mengembangkan atau meningkatkan kinerja keuangan mereka, sebagaimana dapat terlihat dari kinerja keuangan perusahaan dalam kondisi baik selama 4 tahun berturut-turut. Perusahaan dalam kategori

(17)

17 ini harus lebih memfokuskan pada usaha perbaikan kinerja perusahaan untuk meningkatkan kelima rasio tersebut, misalnya yaitu dengan meningkatkan volume penjualan terhadap persediaan yang ada, sehingga ada pemasukan pada kas perusahaan dari hasil penjualan tersebut. Perusahaan yang berada dalam kondisi rawan bangkrut maka pengelola harus lebih berhati-hati dan harus melakukan perbaikan secepatnya agar tidak mengalami kebangkrutan di periode berikutnya.

Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa analisis ini hanyalah bersifat “prediksi” atau ramalan keuangan perusahaan sehingga nilai Zi ini tidak bisa dijadikan tolok ukur dalam penentuan apakah perusahaan tersebut akan benar–benar bangkrut ataupun tidak bangkrut, karena manajemen harusmelihat dari segi indikator–indikator kegagalan perusahaan. Selain itu juga model diskriminan kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman ini didalamnya terdapat variabel-variabel yang diambil dari laporan keuangan sehingga jika penyusunan laporan keuangan terdapat kesalahan maka hasil dari nilai Zi ini juga tidak akan akurat lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, E. I. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate Bankcrupty. Journal of Finance 23 (4): 589-609.

Adnan, K. M. dan E. Kurnayasih. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan pada Pendekatan Altman. Jurnal Akuntansi dan auditing Indonesia 4(2): 131-149.

Ferbianasari, H. N. 2011. Analisis Penilaian Financial Distress Menggunakan Model Altman (Z-Score) Pada Perusahaan Kosmetik Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.

Foster, G. 1986. Financial Statement Analysis. 2nd ed. Prentice Hall Int.Inc. USA.

Hanafi, M. M. dan A. Halim. 2005. Analisis Laporan Keuangan. AMP-YKPN. Yogyakarta. Hanafi, M. M. 2008. Manajemen Keuangan. Edisi kesatu. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Peter dan Yoseph. 2011. Analisis kebangkrutan dengan Metode z-score Altman, Springate dan Zmijewski pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005 – 2009. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi 2(4).

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ketiga. Alfabeta. Bandung. ●●●

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan soal selanjutnya (kecuali soal nomor 5) yang didalamnya terdapat semua operasi hitung bilangan bulat. Biasanya soal yang di dalamnya terdapat operasi

Analisis Financial Distress dengan Menggunakan Metode Altman Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di Bursa

1) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek. 2) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek tanpa

Berdasarkan data hasil penelitian, mengenai kinerja guru PPKn berupa perangkat pembelajaran pada program tahunan dan program semester, ditemukan bahwa kedua guru PPKn

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh ibu yang mengalami tindakan kekerasan fisik dan emosional oleh suami tetap berusaha untuk

Rawat Jalan yang tidak terkait dengan Rawat Inap, pemeriksaan fisik secara berkala, pemeriksaan kesehatan (check up) atau uji kesehatan lainnya di mana tidak ada indikasi

[4.5] Menimbang bahwa Pemohon atas nama State Finances Watch Pemantau Keuangan Negara telah menempuh proses permohonan informasi kepada Termohon dan

Analisis Penilaian Financial Distress Menggunakan Model Altman (Z-Score) Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015, Jurnal