• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN DAN TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU. A. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 Pemerintahan Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN DAN TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU. A. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 Pemerintahan Daerah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 Pemerintahan Daerah

Undang-Undang ini lahir dari akibat reformasi pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, yang secara langsung menjawab harapan masyarakat (daerah) dalam merevisi Undang-Undang. No. 5 Tahun 1974 yang mengatur pelaksanaan pemerintah di daerah.

Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 antara lain :

(a) Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

(b) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.

(c) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah Provinsi merupakan otonomi yang terbatas23

Melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 daerah diberi kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta

23

C.S.T Kansil dan Christine Kansil, Pemerintah Daerah Di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2008), hal. 79.

(2)

kewenangan bidang lain. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.

UU No. 22 Tahun 1999 memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai pemerintahan Provinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan Kepala Daerah Otonom (Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif (Field Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepala Daerah Otonom saja.

Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan kota (dulu Kotamadya) sudah tidak dikenal lagi. Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri oleh DPRD Kabupaten/Kota tanpa melibatkan pemerintah Provinsi maupun pemerintah pusat. Oleh karena itu, Bupati/Walikota harus bertanggungjawab kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya usai. Sementara itu Pemerintahan Pusat (presiden) hanya diberi kekuasaan untuk ‘memberhentikan sementara’ seorang Bupati/Walikota jika dianggap membahayakan integrasi nasional.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 memberikan perubahan mendasar dalam desain kebijakan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Desentralisasi kewenangan kepada pemerintah kabupaten dilakukan pada taraf yang signifikan. Setelah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 berlaku lebih kurang 4 tahun, muncul berbagai distorsi dalam implementasinya, bahkan muncul

(3)

“ketegangan” antara pusat dan daerah berkaitan dengan kebijakan Pusat yang dipandang tidak sesuai dengan aspirasi Daerah. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 sampai saat menjelang diganti dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 belum juga dikeluarkan oleh Pemerintah, misalnya Peraturan Pemerintah tentang urusan otonomi untuk Kabupaten dan Kota. Tetapi Pemerintah justru mengeluarkan Keputusan Presiden No. 5 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota, yang kemudian ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 130-67. Kewenangan antara Pusat dan Daerah juga terjadi dalam hal interpretasi kewenangan antara Pusat dan Daerah. Hal itu terlihat antara lain dari dibatalkannya sejumlah Peraturan Daerah yang dipandang “bermasalah” oleh Pemerintah Pusat dengan alasan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.24

Daerah Kabupaten/Kota menganggap Daerah Provinsi bukan atasannya lagi sebagaimana dulu diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974. Akibatnya, gubernur merasa kewenangannya banyak dipangkas terutama hilangnya kapasitas untuk mengontrol dan mengawasi perilaku Kepala Daerah di Kabupaten dan Kota yang selama ini dinikmati pada masa pemerintahan Orde Adanya penegasan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 bahwa antara Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota tidak ada jenjang hierarki, telah pula menyebabkan hubungan antara keduanya menjadi tidak harmonis.

24

Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), hal. 58.

(4)

Baru. Padahal dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ditegaskan bahwa kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten dan daerah kota. Kewenangan provinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah

Gubernur Sumatera Utara sebagai Kepala Daerah di Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagai berikut ;

a. Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana cita-cita

b. Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945;

c. Memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; d. Menghormati kedaulatan rakyat;

e. Menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; f. Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;

g. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; dan

h. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya sebagai Peraturan Daerah bersama dengan DPRD.

(5)

Pemilihan Kepala Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Sentralisasi politik orde baru yang dituangkat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, telah terbukti hanya berfungsi untuk menjadikan pemerintahan daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat belaka.25

Affan Gaffar, salah seorang yang membidani lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa ada beberapa ciri khas yang membedakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan undang-undang sebelumnya, antara lain:

Kontrol yang sangat keta ini misalnya terlihat pada proses pemilihan kepala daerah dan pembuatan peraturan daerah. Bahkan tidak jarang pemerintah pusat melalui kementerian dalam negeri mementahkan kembali aspirasi masyarakat di daerah menyangkut kedua hal tersebut. Belum lagi persoalan pembagian sumber daya alam yang tidak mencerminkan keadilan antara pemerintah pusat dan daerah. Kondisi semacam itulah yang kemudian terakumulasi dan mencapai puncaknya ketika orde baru jatuh. Hampir seluruh daerah merasa yang selama orde baru berkuasa merasa diperlakukan tidak adil, menuntut kemerdekaan. Derasnya arus reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam penyelesaian gugatan ketidakadilan oleh daerah terhadap pemerintah pusat tersebut. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 lebih memberikan keleluasaan menyelenggarakan pemerintahan daerahnya.

26

25

Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 130. 26

Ahmad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi: Studi Atas Artikulasi Politik Nahdliyyin dan Dinamika Politik dalam Pilkada Langsung di Kab. Gresik, Jatim, Averroes Press, Malang, 2005, hal. 106-107

(6)

1. Adanya upaya untuk melakukan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dengan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat di daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk memilih kepala daerah dan membuat peraturan daerahnya sendiri. 2. Upaya mendekatkan pemerintah kepada rakyat dengan menitikberatkan

otonomi daerah pada kabupaten dan kota, tentunya dengan asumsi akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan (publik service). 3. Sistem otonomi luas dan nyata di semua bidang pemerintahan kecuali

yang menyangkut kebijaksanaan politik luar negeri, hankam, moneter dan fiscal, sistem peradilan dan agama

4. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat yang diimplementasikan pada tidak dikenalnya lagi daerah Tingkat I dan II yang membawa konsekuensi Gubernur bukan lagi atasannya Bupati.

5. Penyerahan kewenangan kepada daerah kabupaten atau kota dilakukan bersamaan dengan penyerahan pembiayaan atas penyelenggaraan pemerintahan tersebut, selanjutnya hal ini diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

6. Secara filosofis, otonomi daerah dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme yang memberikan kewenangan kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi secara luas dan mengekspresikan diri dalam bentuk-bentuk kebijakan lokal tanpa tergantung kepada kebijakan pemerintah pusat. Secara teknis, hal ini akan diimplementasikan pada proses politik

(7)

yang terjadi di dalam penentuan kebijakan-kebijakan publik di daerah, seperti Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan wakilnya, pembuatan berbagai peraturan daerah dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah.27

Pasal 30 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah provinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil pemerintah. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai kepala daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, ditetapkan dengan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku kepala daerah, Bupati/ Walikota bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, ditetapkan dalam peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui pemilihan secara bersamaan. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui tahapan pencalonan dan pemilihan. Untuk pencalonan dan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

27

(8)

daerah, dibentuk panitia pemilihan. Ketua dan para wakil ketua panitia pemilihan merangkap sebagai anggota. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan anggota.

Lebih detail tentang proses pilkada menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pilkada adalah panitia pemilihan yang pada dasarnya memiliki tugas pokok, yaitu melakukan pemeriksaan berkas identitas mengenai bakat calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan; melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan menjadi penanggungjawab penyelenggaraan pemilihan. Bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia pemilihan, diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk ditetapkan sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.28

Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam Pasal 33. Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah dan menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dua fraksi atau lebih dapat bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah. Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan penjelasan mengenai bakal calonnya. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi,

28

(9)

serta rencana-rencana kebijakan apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai kepala daerah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat melakukan Tanya jawab dengan para bakal calon. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atau kemampuan dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian, nama-nama, calon gubernur dan calon wakil gubernur yang telah ditetapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikonsultasikan dengan presiden.29

Nama-nama calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota yang akan dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan dengan keputusan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dilaksanakan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum mencapai kuorum, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam. Apabila ketentuan tersebut belum tercapai, rapat paripurna diundur paling lama satu jam lagi dan selanjutnya pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah tetap dilaksanakan. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Setiap anggota

29 Ibid

(10)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dari pasangan calon yang telah ditetapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan, ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan disahkan oleh Presiden. Kepala daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Kepala daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden Tentang Pemberhentian Kepala Daerah diatur bahwa Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan karena:30

a. Meninggal dunia

b. Mengajukan berhenti atas permintaan sendiri

c. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 e. Melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) f. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48

g. Mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan tanggung jawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemberhentian Kepala Daerah karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ditetapkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan

30

(11)

Rakyat Daerah dan disahkan oleh presiden. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dan jumlah anggota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir.

B. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Dinamika pemerintahan daerah pasca amendemen UUD mengalami pasang-surut yang menjadi trend topik semua unsur, mulai dari bongkar-pasang undang-undang pemerintahan daerah, dinamika kontraksi, dan atau transaksi politik Pilkada, pemekaran daerah, komplik kebijakan publik, keluhan pelayanan terpadu, kemiskinan, kantibmas, korupsi anggaran, dan pengisian jabatan wakil dan terkini hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pasal 18 UUD 1945, sebagai ground norm dari pemerintahan daerah secara tegas menyatakan: “Pemerintah provinsi, kota/kabupaten, mengatur, dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Penyelenggaraan pemerintahan daerah kemudian dilakukan berdasar prinsip otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Kedudukan dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah melakukan aktivitasnya tidak keluar dari kerangka Negara Kesatuan. Begitu pula pengelolaan daerah tentu tidak terlepas dari suatu sistem pengelolaan, termasuk subsistem yang menjadi pengelola sistemnya yang telah ditentukan aturan perundang-undangan. Alur pemikiran tersebut akhirnya akan berkait erat dengan model rekrutmen kepala daerah di masing-masing daerah.

(12)

Pasal 18 ayat (4) menyatakan gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Dalam Pasal 18 UUD ini dapat ketahui tidak ada sama sekali menyebutkan keberadaan dari wakil kepala daerah.

Kedudukan wakil kepala daerah muncul dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan setiap daerah dipimpin seorang kepala daerah dan di bantu oleh seorang wakil kepala daerah. Pemimpin daerah selain sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, juga merupakan pasangan pejabat publik yang terpilih berdasarkan political recruitmen atau model pemilihan (elections) yang bersifat langsung (direct) dan menjalankan amanah rakyat.

Oleh sebab itu, kedudukan kepala daerah dan wakil kepala daerah diibaratkan sebagai partner yang tidak terpisahkan, baik sebagai penjabat publik dalam hal pengelola maupun pemegang tampuk kepemimpinan di daerah. Kedua pejabat daerah sebagai simbol rakyat yang bertindak sebagai pelindung masyarakat daerah dan mewujudkan kepercayaan masyarakat.

Dengan demikian seorang kepala daerah dan wakil harus mampu bersinergi dan harmonis dalam hal berpikir, bertindak dan bersikap mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan masyarakat daerah ketimbangan kepentingan pribadi, golongan dan aliran. Untuk itu, Kepala Daerah dan Wakil harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil dan netral dalam melaksanakan kebijakan yang dibuat atau tindak-tanduk Kepala Dan Wakil Kepala Daerah harus memenuhi tata-aturan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

(13)

Secara substansi persoalan krusial retaknya hubungan karena berkaitan dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki wakil. Pasal 26 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan tugas dari wakil kepala daerah adalah: a) Membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b) Membantu kepala daerah dalam mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e) Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; f) Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan kepala daerah; dan g) Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan; h) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimasud pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah; dan i) Wakil Kepala Daerah menggantikan Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

(14)

Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ditegaskan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susun pemerintahan31

Penyelenggaran urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah Provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

31

Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, 2005), hal. 101

(15)

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah dibedakan atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Provinsi merupakan urusan dalam skala Provinsi. Urusan pemerintahan Provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pemerintahan tersebut antara lain, pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata.

Di dalam pasal 12 ditentukan, urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Sisi lemah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah masalah kewenangan DPRD yang tidak lagi dapat berperan optimal seperti dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, karena sejumlah kewenangannya yang signifikan

(16)

telah direduksi sedemikian rupa sehingga kewenangan DPRD tidak beda jauh dari desain Undang-Undang No. 5 Tahun 197432

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD

DPRD selain tidak lagi memilih kepada daerah, juga tidak bisa minta pertanggungjawaban kepala daerah karena kepala daerah bertanggung jawab kepada pemerintah pusat (Presiden), kepada DPRD hanya menyampaikan keterangan pertanggungjawaban. Dengan demikian DPRD tidak lagi dapat leluasa mengkoreksi kebijakan kepala daerah yang bisa berakibat pemberhentian kepala daerah sebagaimana dulu dimungkinkan oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Di sinilah terjadi distorsi sistem demokrasi langsung khususnya dalam pemberhentian kepala daerah

Gubernur Sumatera Utara sebagai Kepala Daerah di Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai berikut ;

b. Mengajukan rancangan Perda

c. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD

d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama e. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangan yang beralaku

32

Agussalim Andi Gadjong, Pemda (Kajian Politik Dan Hukum), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), hal. 168

(17)

f. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Sedangkan tugas Wakil Kepala Daerah diatur dalam Pasal 26 sebagai berikut;

a. Membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah b. Membantu kepala daerah dalam mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal

di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian social budaya dan lingkungan hidup

c. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah

d. Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainya yang diberikan oleh kepala daerah ; dan

e. Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

Dalam melaksankan tugas dan wewenang, kepala daerah dan wakil kepala daerah juga mempunyai kewajiban yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1)

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasaila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempeertahankan keutuhan NKRI

b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat

(18)

d. Melaksanakan kehidupana demokrasi

e. Menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang – undangan f. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah g. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah

h. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih

i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah

j. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah

k. Menyampaiakan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD

Selain mempuyai kewajiban sebagaima tersebut di atas sesuai Pasal 27 ayat (1) tersebut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam Pasal 27 ayat (2) mengatur bahwa kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah keapda Pemerintah, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Sedangkan perangkat daerah menurut Pasal 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan keluruahan.

Pemilihan Kepala Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

(19)

Pemerintah Daerah, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan yang paling signifikan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini terdiri dari 240 pasal, dari 240 pasal tersebut, 63 pasal di antaranya mengatur tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung, yaitu pasal 56 sampai dengan pasal 119. Dalam rangka mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sesuai tuntutan reformasi dan amandemen UUD 1945, undang-undang ini menganut sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dengan memilih calon secara berpasangan. Calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Asas yang digunakan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sama dengan asas pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu, yaitu asas langsung, umum, bebas dan rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).

Sistem pilkada dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu pilkada langsung dan pilkada tidak langsung. Faktor utama yang membedakan kedua metoda tersebut adalah bagaimana partisipasi politik rakyat dilaksanakan atau diwujudkan. Tepatnya adalah metoda penggunaan suara yang berbeda Pilkada yang tidak memberi ruang bagi rakyat untuk menggunakan hak pilih aktif, yakni hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, dapat disebut dengan pilkada tak langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat, kedaulatan atau

(20)

suara rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik Presiden maupun Menteri Dalam Negeri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedaulatan rakyat atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebaliknya pilkada langsung selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih aktif. Seluruh warga asal memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut implementasi demokrasi partisipatoris, sedangkan pilkada tak langsung adalah implementasi demokrasi elitis.33

Cara paling efektif untuk membedakan pilkada langsung dan tak langsung adalah dengan melihat tahapan-tahapan kegiatan yang digunakan. Dalam pilkada tak langsung, partisipasi rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Rakyat ditempatkan sebagai penonton proses pilkada yang hanya melibatkan elit. Rakyat sekadar menjadi objek politik, misalnya kasus dukung mendukung. Penonjolan peran dan partisipasi terletak pada elit politik, baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau pejabat pusat. Dalam pilkada langsung, keterlibatan rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan sangat terlihat jelas dan terbuka lebar. Rakyat merupakan subjek politik. Mereka menjadi pemilih, penyelenggara, pemantau dan bahkan pengawas. Oleh sebab itu, dalam pilkada langsung, selalu ada tahapan kegiatan pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan sebagainya.34

33 Ibid 34

(21)

Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi sebagai berikut:

a. Masa persiapan, meliputi:

1. Pemberitahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan

2. Pemberitahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah

3. Perencanaan, penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah 4. Pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS, dan KPPS

5. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau b. Tahapan pelaksanaan, meliputi:

1. Penetapan daftar pemilih

2. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah 3. Kampanye

4. Pemungutan suara 5. Penghitungan suara

6. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan.

Dari enam kegiatan tahap pelaksanaan tersebut, keterlibatan atau partisipasi masyarakat sebagai pemilih dan pemantau terlihat dalam penetapan daftar pemilih, kampanye, pencalonan, pemungutan suara, dan penghitungan suara. Hal itulah yang mencirikan bahwa pilkada berdasarkan Undang-undang

(22)

Nomor 32 Tahun 2004 merupakan pilkada langsung. Namun persyaratan pilkada langsung akan lebih lengkap, dalam pengertian warga menggunakan hak pilih aktif, apabila rakyat atau warga terlibat langsung dalam tahap pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah serta penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih. Keterlibatan tersebut tidak hanya menjadi calon, namun juga mengawasi proses yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah metode yang dapat meringankan gejala: tambahkan jus dari 1 jeruk lemon dengan secangkir air panas dengan madu dan minum sekaligus, lakukan setiap 2 jam sampai reda

Pendidik melaksanakan implementasi Pendidikan Karakter Bangsa (PKB) di sekolah. Pemerintah membuat kebijakan yang terus menguatkan pelaksanaan PKB dan

Berdasarkan latar belakang tersebut dibutuhkan sebuah upaya pengabdian masyarakat guna membekali anak - anak cara membaca Al - Quran yang baik dan benar dengan metode

Gambar 5 Dari hasil pengamatan foto mikro menunjukkan bahwa butiran yang terdapat pada spesimen aluminium dan alumunium dengan menggunakan filler alusol

Nilai tersebut dapat tercermin langkah atau sintak model CIRC dalam pembelajaran menurut Slavin (2005:205-208) yakni (1) siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen,

Dan alasan beliau adalah dalam menanamkan serta menumbuhkan nilai tawadhu’ juga dapat melalui cara mengingatkan peserta didik agar selalu mengingat Allah dan tidak lupa

Jika Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan FORTIS KOMODITAS PLUS yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi Kolektif

Jika sebuah paket data RF yang diterima, dan mengirimkan serial buffer tidak memiliki cukup ruang untuk semua data byte, seluruh RF paket data akan dibuang. 2.4.1.4 Serial