• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan (ansietas) adalah keadaan dimana seseorang mengalami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan (ansietas) adalah keadaan dimana seseorang mengalami"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian

Kecemasan (ansietas) adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik (Carpenito,1999).

Kecemasan adalah perasaan kekhawatiran subyektif dan ketegangan yang dimanifestasikan untuk tingkah laku psikofisiologi dan berbagai pola perilaku (Nettina, 2001).

Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang diekspresikan dan tidak terarah karena suatu ancaman atau pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi (Kaplan & Sadock, 1999).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami gelisah, kekhawatiran atau cemas yang bersifat subyektif dan adanya aktivitas sistem saraf otonom dalam berrespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak sfesifik yang dimanifestasikan oleh tingkah laku psikofisiologi dan berbagai pola perilaku.

2. Faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Hall (2000) dan Scholten (2006) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan adalah :

(2)

a. Frustasi

Kecemasan disebabkan oleh trauma yang berkaitan dengan ketidak berdayaan ego ketika dihadapkan dengan bahaya. Keadaan dalam lingkungan kehidupan manusia yang dipenuhi oleh berbagai perubahan dan peristiwa yang menimbulkan ancaman–ancaman mengakibatkan manusia menjadi tidak berdaya dan dapat menimbulkan kecemasan.

b. Konflik

Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian dan menyebabkan salah satu organisme merasa ditarik ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus dan menimbulkan perasaan yang tidak enak.

c. Pengalaman yang tidak menyenangkan

Suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh dapat menyebabkan kecemasan. Ketegangan-ketegangan tersebut akibat dari dorongan – dorongan dari dalam dan luar tubuh.

d. Lingkungan

Persepsi individu terhadap lingkungan yang bersifat relatif, tergantung bagaimana interaksi yang terjadi antara individu berserta seluruh sifat-sifat pribadi dan pengalaman masa lampaunya dengan lingkungan dimana individu berada.

(3)

e. Persepsi yang salah dan keyakinan irasional

Persepsi dan keyakinan yang tidak rasional sangat membahayakan dan dapat merusak proses belajar terutama suatu ketrampilan baru dan dapat menghambat proses belajar.

f. Jenis Kelamin

Kematangan emosional dan adaptasi sosial dapat dimaksimalkan dengan psikologi androgini yang menunjukkan kedua jenis perilaku tersebut sesuai situasi.

g. Strategi koping yang tidak efektif

Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstrutif merupakan penyebab utam terjadinya perilaku patologis.

3. Tingkat kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Stuart dan Larian (2000) kecemasan berbagai tingkat yaitu :

a. Ringan

Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

(4)

Lahan persepsi terhadap lingkungan menurun. Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan yang penting dan mengesampingkan hal lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

d. Panik

Tingkat ini persepsi terganggu individu sangat kacau, hilang kontrol, tidak dapat berfikir secara sistematis dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan.

4. Gejala klinis kecemasan

Menurut Hawari (2001) gejala klinis kecemasan baik yang bersifat akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan atau psychiatric disorder (Hawari, 2001).

Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang sifatnya psikis tapi sering juga disertai dengan keluhan-keluhan fisik (somatik) dan juga tumpang tindih dengan ciri-ciri kepribadian depresif atau dengan kata lain batasnya sering kali tidak jelas.

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain : cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah

(5)

terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

5. Respon kecemasan

Menurut Hawari (2001) Kecemasan dapat ekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Respon kecemasan sebagai berikut :

a. Respon fisiologis

1) Sistem Kardiovaskuler : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

2) Sistem Pernafasan : Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, pembekakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Sistem Neuromuskuler : Refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Sistem Gastrointesinal : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare. 5) Sistem Traktus urinarius : Tidak dapat menahan kencing, sering

(6)

6) Sistem Kulit : Wajah berkeringat, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku, kognitif dan afektif

1) Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interperstasi, melarikan diri dari masalah, menghindari.

2) Kognitif : Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, bidang persepsi menurun, kreatifitas menurun, produktifitas menurun, bingung, kesadaran diri meningkat.

3) Afektif : Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, nerves.

6. Alat ukur kecemasan

Menurut Hawari (2001) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sama sekali. Orang menggunakan alat ukur (Instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala yang lebih spesifik. Masing-masing-masing kelompok gejala diberi penilain angka (score) antara 0-4, yang artinya adalah: Nilai 0 : Tidak ada gejala (keluhan)

Nilai 1 : Gejala ringan Nilai 2 : Gejala sedang

(7)

Nilai 3 : Gejala berat Nilai 4 : Gejala berat sekali

Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakan melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (skor) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:

Total nilai (skor) : kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan, 14 – 20 = Kecemasan ringan, 21 – 27 = Kecemasan sedang, 28 – 41 = Kecemasan berat , 42 – 56 = Kecemasan berat sekali.

Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah sebagai berikut; Gejala kecemasan melalui perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan pola tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi (murung), gejala somatik atau fisik sensorik, gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), gejala respiratori (pernafasan), gejala gastrointestinal (pencernaan), urogenital (perkemihan dan kelamin), gejala autonom dan tingkah laku. Dari semua gejala kecemasan tersebut diukur dengan nilai angka (skor) dengan rentang 0 sampai 4. Kemudian hasil akhir skor kecemasan dijumlahkan (total skor).

B. Persepsi 1. Pengertian

Adam (2000) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengolah segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Sedangkan, menurut

(8)

Sunaryo (2004) persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca indera dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan mengahayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.

2. Macam-macam persepsi

Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :

a. External perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang

yang datang dari luar individu.

b. Self-perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang

datang dari dalam individu dalam hal ini yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri.

3. Syarat terjadinya persepsi

Walgito (2002) menyebutkan bahwa agar individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :

a. Adanya obyek yang dipersesikan, obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor.

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. c. Adanya alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus.

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak kemudian dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon. 4. Proses terjadinya persepsi

Menurut Sunaryo (2004) proses persepsi melibatkan obyek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan

(9)

proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensori ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis kemudian terjadi suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang diterima dengan reseptor itu, sebagai akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi di otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Kemudian individu akan dapat mengadakan persepsi manakala ada obyek yang dipersepsikan, adanya alat indera atau reseptor, serta adanya perhatian dari individu tersebut.

5. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi

Menurut Notoadmojo (2003) persepsi ditentukan oleh dua faktor: a. Faktor internal

Yaitu faktor dimana dalam diri individu akan mempengaruhi individu mengadakan persepsi.

b. Faktor eksternal

1) Faktor stimulus itu sendiri

Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran yang sudah dapat dipersepsikan oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh dalam persepsi. Dan stimulus yang kurang jelas juga akan mempengaruhi dalam ketepatan persepsi.

(10)

Lingkungan atau situasi khususnya yang melatar belakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek persepsi adalah manusia, obyek dan lingkungan yang sulit dipisahkan.

Menurut Wibowo (1998) beberapa faktor penting pada masyarakat atau reseptor yang mempengaruhi persepsi adalah :

a. Faktor pengalaman, yang merupakan hasil kontak antara perseptor dengan obyek stimulus

b. Faktor intelegensi, semakin meningkat intelegensi seseorang semakin obyektif dalam memberikan penilaian atau membangun kesannya tentang obyek stimulus.

c. Kemampuan empati, kemampuan mengambil peran orang lain dalam arti mampu menempatkan diri pada kedudukan orang lain dan meninjau dari berbagai sudut pandang orang tersebut.

d. Faktor ingatan, persepsi terjadi melalui kemampuan asosiasi pengalaman sehingga apabila ingatan kita lemah maka akan terjadi distorsi persepsi.

e. Faktor sikap terhadap obyek stimulus yaitu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir, berpandangan, berperasaan, berkehendak dan berbuat sesuatu terhadap suatu obyek psikologi. Pengaruh sikap ini sering menimbulkan efek halo (halo effect) yang menyebabkan persepsi seseorang bias dan mengalami distorsi.

f. Faktor kecemasan, faktor ini sering memunculkan mekanisme pertahanan diri (defend mechanisme) yang terjadi diluar kesadaran diri seseorang sehingga

(11)

menimbulkan kepekaan berlebihan terhadap stimulus dan mengantisipasi hal-hal yang belum tentu benar.

g. Faktor pengharapan (expectation), merupakan kesimpulan dari berbagai bentuk harapan yang bersumber pada asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri yang diyakini kebenarannya.

C. Flu burung 1. Pengertian

Flu burung adalah sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antara unggas, kemudian ditemukan pula menyebar ke spesies lain seperti kucing, anjing, harimau bahkan pada manusia. Adapun sifat virus ini, yaitu : dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Didalam tinja dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit (Depkes, 2007).

2. Tanda dan Gejala

Menurut Fadilah (2007) tanda-tanda unggas yang terserang flu burung berdasarkan tingkat keganasan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Virus flu burung yang tidak ganas (Low Pathogenic Avian Influenza, LPAI) Ayam yang terserang virus flu burung menunjukkan gejala berupa gangguan pernafasan, nafsu makan turun dratis (anoreksia), ayam menjadi depresi, dan menimbulkan kematian dengan tingkat rendah

(12)

Gejala klinis unggas terserang flu burung adalah : adanya warna merah kehitaman sampai kebiruan (sianosis) dibagian jengger dan pial, perdarahan sub kutan dibagian kaki, dada, dan punggung.

Sedangkan, gejala klinis flu burung pada manusia pada dasarnya sama dengan flu biasa dialami manusia, gejala klinis sebagai berikut :

b. Demam dengan suhu badan 380 – 400 berlangsung selama 3 hari

c. Badan menjadi lemas, sakit tenggorokan, sakit kepala, tidak enak makan, nyeri perut, muntah, diare, perdarahan hidung dan gusi, nyeri sendi.

d. Muka tampak merah.

e. Kulit tampak panas dan lembab.

f. Mata berair dan tampak agak merah sampai terjadi infeksi mata.

g. Hidung mengeluarkan cairan, terjadi sesak nafas hebat. Jika flu burung menyebar ke paru akan menyebabkan radang paru (pneumonia).

h. Radang telinga (otitis).

i. Membran mukosa kemerahan (hiperemesis).

j. Limponod lebih membesar, khususnya terjadi pada anak-anak. 3. Cara penularan

Menurut Yuliarti (2006) penularan dan penyebaran virus flu burung terjadi melalui berbagai cara, baik secara langsung maupun tak langsung.

a. Penularan secara langsung adalah penularan dengan cara kontak langsung antara hewan penderita flu burung dengan hewan lain yang peka maupun manusia. Hewan yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran pernafasan, mata, dan kotoran (Feses). Jadi, jika hewan yang peka atau manusia dapat

(13)

pula mengalami penularan secara langsung bila mengalami kontak dengan material tersebut.

b. Penularan tak langsung dapat melalui udara yang tercemar material atau debu yang mengandung virus Avian Influenza, makanan, minuman, alat atau perlengkapan peternakan, kandang, kurungan ayam, pakaian, kendaraan, peti telur yang tercemar virus flu burung dan semua barang yang pernah mengalami kontak dengan penderita. Virus flu burung tidak bertahan lama diudara, tetapi setelah diudara akan menempel pada benda-benda disekitarnya. Dengan demikian, penularan diduga tidak langsung dari udara, tetapi virus flu burung dibawa lewat udara dan menempel pada benda-benda, lalu baru menular jika virus mengalami kontak dengan hospes yang peka. 4. Diagnosa flu burung

Menurut Yuliarti (2006) Diagnosis terhadap kasus flu burung dapat dilakukan dengan:

a. Rapid test

Alat ini berbentuk kotak plastic kecil yang di dalamnya terdapat kertas putih dengan kode C (Control) dan T (Test) yang sudah ditetesi antibodi virus flu burung yang berperan mendeteksi antigen virus. Jika unggas terkena flu burung, antigen virus pada unggas terikat dengan antibodi yang ada di dalam kertas, sehingga memunculkan dua garis vertikal pada area C dan T.

b. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)

Alat ini untuk melihat anti bodi terhadap Hemaglufinasi (H). Uji ini lebih sensitif dari pada rapid test, meskipun membutuhkan waktu lebih lama (sekitar 3 hari).

(14)

c. AGP (Agar Gel Presipitation)

Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase (N). d. VN (Virus Netralisasi)

Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibodi e. Isolasi virus

f. PCR (Polimerase Chain Reaction)

Alat ini untuk memastikan adanya virus Influenza A subtype H5N1. Metode masih jarang digunakan pada hewan. Uji ini sebenarnya sensitif dan akurasinya tinggi, tetapi mungkin membutuhkan biaya mahal, sehingga masih jarang dipergunakan.

Pada manusia, selain pemeriksaan laboratoris diatas, ada pula pemeriksaan laboratoris yang meliputi:

a. Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan Hb, hitung jenis leukosit, hitung total leukosit, trombosit, laju endap darah, albumin, globulin, SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, keratin kinase, serta analisis gas darah.

b. Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA, dan pemeriksaan antigen (HI,IF/FA).

c. Foto thorak yaitu pemotretan daerah dada. 5. Pencegahan Flu Burung

Menurut Fadilah (2007) progam pencegahan dan pengendalian penyakit Avian Influenza berdasarkan status belum atau sudah tertular di daerah atau sekitar permukiman dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut:

a. Di daerah atau pemukiman yang belum terjangkit 1) Masyarakat yang memelihara unggas

(15)

a) Menggunakan lahan yang letaknya terpisah dari permukiman sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.

b) Tidak membiarkan unggas berkeliaran bebas (sebaiknya dikandangkan).

c) Menempatkan kandang atau sangkar secara terpisah dari rumah (tempat tinggal), Sirkulasi udara (ventilasi) harus baik.

d) Memisahkan unggas yang berlainan jenis seperti ayam, burung, itik, angsa, atau jenis unggas lainnya.

e) Segera membersihkan sisa pakan dan air minum agar tidak mengundang burung-burung liar.

f) Membersihkan kandang dan peralatan kadang setiap hari serta menyemprot menggunakan disinfektan secara berkala.

g) Menjaga kandang dan alas kandang agar tetap kering.

h) Menggunakan penutup penutup mulut dan hidung (masker) serta sarung tangan pada saat merawat unggas peliharaan.

i) Segera mencuci tangan dan kaki mengguanakan sabun atau antiseptik setelah menangani unggas peliharaan.

j) Memisahkan unggas yang baru datang selama tujuh hari. k) Menghindari kontak dengan unggas.

2) Masyarakat yang pernah memelihara unggas

Masyarakat yang tinggal dipermukiman yang tidak memelihara unggas atau pernah memelihara unggas, tidak terjamin bebas dari penyakit flu burung selama dalam kawasan pemukiman tersebut masih

(16)

ada unggas yang berkeliaran (burung liar). Kawasan permukiman belum terbebas dari flu burung apabila masih ada bekas kandang atau peralatan unggas yang tidak didesinfektan atau dimusnahkan.

Upaya biosekuriti ini akan lebih sulit dilakukan terhadap unggas, terutama yang tidak menggunakan kandang atau pagar pembatas karena pergerakan unggas tersebut tidak bisa terkontrol secara pasti. Karena itu, unggas yang tidak dikandangkan minimal harus diberi pembatas seperti pagar dan kalau bisa atap perlindungan agar pergerakannya bisa terkontrol.

Biosekuriti tetap harus minimal dilingkungan tempat unggas beraktifitas atau tempat unggas tidur malam hari. Lingkungan ungas tersebut harus selalu didesinfektan secara teratur.

b. Di daerah atau sekitar permukiman yang terjadi wabah flu burung

1) Melaporkan kepada dokter hewan atau kepala dinas yang membidangi fungsi pertenakan dan kesehatan hewan setempat.

2) Membakar dan mengubur bangkai unggas, bulu sisa kotoran, sisa pakan, dan alas kandang dibawah pengawasan petugas yang berwenang.

3) Melarang membuang bangkai unggas peliharaan yang tempat sampah, kebun, sungai, atau memanfaatkan sebagai pakan hewan atau ikan.

4) Menghindari kontak dengan unggas yang mati.

5) Melakukan desinfektan atau mensucihamakan semua peralatan dan kandang bekas kontak unggas yang mati.

(17)

6) Melakukan penyemprotan dengan disinfektan pada semua kandang dan lingkungan rumah tinggal.

7) Membakar bahan atau peralatan yang tidak dapat didesinfektan.

8) Mencuci tangan dan segera mandi menggunakan sabun setelah terjadi kontak dengan unggas sakit atau mati.

9) Mencuci pakaian yang dikenakan setelah kontak dengan unggas sakit atau mati menggunakan deterjen.

6. Pengobatan

Menurut Yuliarti (2006) tindakan yang dilakukan pada pasien yang menderita flu burung antara lain:

1) Pasien dirawat dalam ruang isolasi selama kurang 7 hari untuk menghindari penularan lewat udara.

2) Pemberian oksigen jika terdapat sesak nafas yang mengarah pada gagal nafas. 3) Pemberian infus dan minum banyak.

4) Pengobatan terhadap gejala flu seperti pemberian penurun panas, penghilang pusing, dekongestan, dan antitusif.

5) Amantadin dan rimantadin sebagai penghambat hemaglutinin pada awal infeksi (48 jam pertama) selama 3 sampai 5 hari.

6) Pemberian oseltamivir pada 48 jam pertama selama 5 hari untuk anak kurang dari 15 kg sebanyak 30 mg dua kali sehari, untuk penderita lebih dari 13 tahun 70 mg dua kali sehari.

7. Bahaya flu burung

Bahaya flu burung pada manusia antara lain dapat mengakibatkan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan dalam waktu singkat dapat terjadi

(18)

pneumonia, gagal pernafasan atau meninggal (http://www.poultryindonesia.com).

D. Hubungan antara persepsi dengan kecemasan tentang penyakit flu burung. Adam (2000) mendefinisikan persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengolah segala sesuatu yang terjadi dilingkungan. Persepsi individu terhadap lingkungan yang bersifat relatif, tergantung bagaimana interaksi yang terjadi antara individu beserta seluruh sifat-sifat pribadi dan pengalaman masa lampaunya dengan lingkungan. Proses persepsi melibatkan obyek menimbulkan stimulus dan stimulus akan mengenai indra atau reseptor itu, sehingga individu dapat menyadari apa yang diterima dengan reseptor itu kemudian individu akan mengadakan persepsi manakala ada obyek yang dipersepsikan. Dengan adanya pengalaman yang tidak menyenangkan di lingkungan akan menyebabkan ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh sehingga dapat menimbulkan perasaan cemas (Hall, 2000).

(19)

Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang diekspresikan dan tidak terarah karena suatu ancaman atau pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi (Kaplan & Sadock, 1999). Persepsi salah satu penyebab timbulnya perasaan cemas. Oleh karena itu, apabila persepsinya negatif maka akan timbul perasaan cemas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Freud dalam Hatta (2007) bahwa Persepsi dengan kecemasan saling mempengaruhi satu sama lain.

(20)

E. Kerangka Teori

KECEMASAN Faktor yang mempengaruhi kecemasan :

1. Frustasi 2. Konflik

3. Pengalaman yang tidak menyenangkan 4. Lingkungan

5. Persepsi yang salah dan keyakinan

rasional

6. Jenis kelamin

7. Strategi koping yang tidak efektif.

Tingkat Kecemasan 1. Ringan

2. Sedang 3. Berat 4. Panik

Kerangka teori : Modifikasi Hall (2000) & Scholten (2006).

F. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat kecemasan masyarakat terhadap tertularnya flu burung Persepsi masyarakat

tentang flu burung

G. Variabel Penelitian

a. Variabel Independen (bebas)

Variabel Independen atau bebas pada penelitian ini adalah persepsi masyarakat tentang flu burung.

b. Variabel Dependen (terikat)

Variabel Dependen atau terikat adalah tingkat kecemasan masyarakat terhadap tertularnya penyakit flu burung.

H. Hipotesis

Ada hubungan antara persepsi masyarakat tentang flu burung dengan tingkat kecemasan masyarakat terhadap tertularnya penyakit flu burung.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan akan diselenggarakannya Workshop dan Simposium Internasional, 23 -25 Agustus 2008 oleh Jurusan PLB, FIP UNY, tentang Lesson Study Lesson Study dalam kaitannya

Dalam kondisi COVID-19 saat ini, ketika proses belajar mengajar tidak berjalan sebagaimana seharusnya, karena ketidaksiapan SDM, masalah jaringan, peralatan yang diperlukan, ada

Agen resmi, distributor Resmi, Reseller, Dropshipper, pemasok, Sub‐Pabrik dari Cv.Surga Bisnis ﴾Surga Pewangi Laundry﴿. dapatkan Benefit manfaat bisnis dengan bergabung bersama

Sistem Informasi Geografis berbasis web atau WebGIS Zona Nilai Tanah untuk desa Kota Gajah Timur, Kecamatan Kota Gajah, memiliki tiga tampilan web yaitu tampilan

Terdapat 11 teknik digital marketing yang dikaji secara umum, teknik ini terdiri dari SEO, SEM, Content Creation, Social Media Marketing, Digital Display

 – Validitas logis: suatu instrument yang memenuhi.. persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran atau instrument yang disusun sudah berdasarkan teori

Berdasarkan hasil data dari Daily Activity Sales Maintenance dan hasil wawancara dengan kepala sales bagian (Head Of Section Sales Corporate) terdapat aktifitas

Inilah yang menjadi tugas kita apakah bantuan yang kita terima dari UNICEF telah sesuai dengan apa yang ada dalam peraturan baik Konvensi Hak-Hak Anak maupun Undang-Undang Nomor