Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 1
PERBANDINGAN PENGGUNAAN PELAT LANTAI BETON DAN DINDING BATA MERAHTERHADAP PELAT LANTAI DAN DINDING BETON RINGAN AERASI
Oleh:
Undin Nuryadin1, Titik Penta Artiningsih2, Wiratna Tri Nugraha3
Abstrak
Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung dari beberapa faktor yaitu,
massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan. Dinding dan pelat lantai merupakan penyusun suatu konstruksi bangunan yang berkontribusi besar terhadap pembebanan struktur, berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis perbandingan penggunaan pelat lantai beton dan dinding bata merah terhadap pelat lantai dan dinding beton ringan aerasi AAC. Penelitian dilakukan terhadap bangunan yang difungsikan sebagai asrama (hunian) yang berada di Kota Bogor, pemodelan bangunan dilakukan dengan melakukan perbandingan penggunaan material penyusun pelat lantai dan dinding, untuk mendapatkan berat gedung dan beban gempa yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap kebutuhan penulangan struktur balok dan kolom. Analisa struktur terhadap
bangunan menggunakan prinsip metode elemen hingga (finite element method) dengan memanfaatkan
program bantu analisa struktur ETABS v.9.7.4. Pada Model I menggunakan pelat lantai beton dan dinding bata merah, Model II dengan pelat lantai beton dan dinding beton ringan aerasi AAC, untuk Model III menggunakan pelat lantai beton ringan aerasi AAC dan dinding bata merah, dan Model IV dengan pelat lantai dan dinding beton ringan aerasi AAC. Dari analisis dan perhitungan yang dilakukan, penggunaan material beton ringan aerasi AAC terbukti mampu mereduksi berat gedung yang berpengaruh terhadap gaya geser dasar gempa dan kebutuhan penulangan struktur, dimana berat gedung terbesar didapatkan pada Model I dengan 34.159,469 kN, gaya geser dasar gempa 2.879,643 kN, luas tulangan longitudinal pada balok 946,110 mm2 dan 1,435 mm2 untuk luas tulangan geser dan 7.020,00 mm2 luas tulangan kolom dengan persentase tulangan sebesar 5,85%. Hasil terkecil didapatkan pada Model IV, dengan berat gedung didapat 19.275,727 kN dan gaya geser dasar gempa sebesar 1.624,944 kN, dari desain penulangan balok didapatkan 507,610 mm2 dan kebutuhan
penulangan kolom 2.444,725 mm2 dengan persentase tulangan terhadap penampang sebesar 2,04%.
Kata Kunci : Beton Ringan Aerasi AAC, Dinding, Gempa, Pelat Lantai, ETABS
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang konstruksi terus
mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan keberadaan berbagai macam bahan bangunan. Keadaan ini memungkinkan untuk melakukan pilihan terhadap berbagai ragam bahan bangunan untuk mengkonstruksikan sebuah bangunan.
Salah satu dari bentuk inovasi diatas adalah
material beton ringan aerasi (aerated
lightweight concrete) atau sering juga disebut
aerated autoclaved concrete (AAC). Sebutan lainnya autoclaved concrete, celular concrete,
porous concrete, dan di Inggris disebut
aircrete and thermalite. Bahan baku utama beton ringan terbuat dari pasir kuarsa, kapur, semen, air, ditambah alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara
kimiawi). Dinding dapat diartikan sebagai bagian bangunan yang berbentuk bidang vertikal yang berguna sebagai penyekat atau pemisah ruang dan pelindung terhadap pengaruh luar yaitu suhu dan cuaca.
Pelat lantai adalah elemen dalam bidang
bangunan yang horizontal, pelat lantai
membagi ruang pada tingginya, dan
membentuk gedung bertingkat. Pelat lantai berfungsi sebagai pembagi ruang secara vertikal dan menerima beban-beban struktural seperti beban mati, beban hidup, dan beban gempa.
1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Penelitian
Kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis perbandingan penggunaan pelat lantai beton dan dinding bata merah terhadap pelat lantai dan dinding beton ringan aerasi.
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 2
1.2.2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui berat gedung
berdasarkan berat sendiri (self weight) dengan beban tambahan yang diterima serta menganalisis gaya gempa dari beberapa pemodelan bangunan yang direncanakan, yang dibedakan atas penggunaan material penyusun pelat lantai dan dinding.
b. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
perbandingan penggunaan material
penyusun pelat lantai dan dinding terhadap kebutuhan penulangan balok dan kolom dari masing-masing model.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Balok
Balok merupakan member atau elemen struktur pada suatu sistem struktur konstruksi pada arah horizontal yang didominasi oleh gaya dalam berupa momen (lentur dan torsi) dan gaya geser sepanjang bentangnya, pada saat mentransfer beban luar yang bekerja dan menyalurkannya kepada kolom-kolom sebagai penopangnya. Sifat dari bahan beton yaitu sangat kuat untuk menahan tekan, tetapi tidak kuat (lemah) menahan tarik. Oleh karena itu beton dapat mengalami retak jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya. Beban yang bekerja pada balok biasanya berupa beban lentur, beban geser maupun torsi, sehingga perlu baja tulangan untuk menahan beban-beban tersebut. Tulangan ini berupa tulangan memanjang atau tulangan longitudinal (yang menahan beban lentur) serta tulangan geser atau sengkang (yang menahan beban geser dan torsi).
2.2. Kolom
Kolom adalah elemen struktur rangka dengan bentang arah vertikal, yang fungsi utamanya adalah mendukung balok penahan beban. Kolom menyalurkan beban dari lantai atas ke tingkat lebih bawah dan selanjutnya disalurkan ke tanah melalui pondasi. Kegagalan kolom
adalah kegagalan tekan, yang dapat
mengakibatkan keruntuhan progresif dari lantai yang berhubungan dan mengakibatkan
keruntuhan total struktur. Selain itu,
keruntuhan tekan tidak memberi peringatan visual yang jelas. Karena itu dalam desain kolom perlu perhatian yang luar. Untuk menjamin daktalitas kolom, maka ACI dan SNI menetapkan rasio tulangan longitudinal
tidak lebih dari 1% dan tidak lebih besar dari 8%. Tetapi dalam pelaksanaan, rasio tulangan yang sesuai adalah 1,5% - 3% dan tidak
dianjurkan lebih besar 4%, untuk menghindari keruwetan penulangan terutama di tumpuan. 2.3. Pelat Lantai
Pelat lantai adalah elemen dalam bidang
bangunan yang horizontal, pelat lantai
membagi ruang pada tingginya, dan
membentuk gedung bertingkat. Pelat lantai merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan yang lurus, datar dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang lain. Struktur pelat bisa saja dimodelkan dengan elemen 3 dimensi yang mempunyai tebal h, panjang b, dan lebar
a. Konstruksi untuk pelat lantai dapat dibuat dari berbagai material, contohnya kayu, beton, beton ringan aerasi dan plat baja.
a. Pelat Lantai Beton
Pelat lantai beton bertulang merupakan struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Pelat lantai beton bertulang umumnya dicor di tempat, bersama-sama balok penumpu, dengan demikian akan diperoleh hubungan yang kuat yang menjadi satu kesatuan (monolit). Penulangan pada pelat beton tergantung dari sistem strukturnya, dikenal dengan pelat 1 arah dan 2 arah. Pemberian tulangan tarik dan tulangan tekan digunakan untuk menahan momen lentur sedangkan tulangan susut digunakan untuk meminimalisir retak beton akibat volume susut beton.
b. Pelat Lantai Beton Ringan Aerasi AAC Pelat lantai beton ringan aerasi (AAC) merupakan salah satu material pracetak dari beton ringan aerasi yang dicetak kedalam lembaran (panel) sehingga tidak memerlukan proses pengecoran dalam konstruksi. Untuk
mendapat kekuatan sempurna dipasangi
tulangan baja pada panel lantai dengan kekuatan dan ketahanan yang sama, panel lantai mempunyai berat tiga kali lebih ringan dari cor konvensional sehingga mempercepat estimasi dan aplikasi pembangunan.
Tabel 2.1 Spesifikasi teknis panel lantai beton ringan Citicon
Berat jenis kering, (ρ) Berat lapangan, (ρ) Kuat tekan, (σ)
Daya konduksi panas, (λ) Beban imposed*
Beban hidup + beban material finishing
700 kg/m3 780 kg/m3 6,2 N/mm2 0,2 w/mk 405 kg/m2 Sumber: www.citicon.co.id, 2015
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 3
Tabel 2.2 Dimensi dan kode panel lantai
Citicon Kode Panel L (mm) W (mm) H (mm) Berat per Panel (kg) Jumlah per m3 (pcs) PLC 1500 R125 1470 600 125 86,00 9,07 PLC 1750 R125 1720 600 125 100,62 7,75 PLC 2000 R125 1970 600 125 115,25 6,77 PLC 2250 R125 2220 600 125 129,87 6,01 PLC 2500 R125 2470 600 125 144,50 5,40 PLC 2750 R125 2720 600 125 159,12 4,90 PLC 3000 R125 2970 600 125 173,75 4,49 PLC 3250 R125 3220 600 125 188,37 4,14 Sumber: www.citicon.co.id, 2015 2.4. Dinding
Dinding adalah elemen vertikal ruang, merupakan bagian struktur yang menjadi alat penyekat antar ruangan maupun penyekat antara bagian dalam bangunan dengan bagian luar bangunan.
a. Dinding Bata Merah
Bata merah adalah bahan yang terbuat dari tanah merah atau tanah liat yang diproduksi secara rumahan atau sering kita sebut home industri kadang ada yang dikerjakan di pabrik, meskipun pabriknya menggunakan mesin yang tradisional.
Tabel 2.3 Ukuran standar bata merah
Ukuran Jenis Besar
Jenis
Kecil Toleransi
Panjang 240 mm 230 mm ± 3% Selisih ukuran terbesar dan terkecil maksimum 10 mm Lebar 115 mm 110 mm ± 4% Selisih ukuran terbesar dan
terkecil maksimum 5 mm
Tebal 52 mm 50 mm ± 5% Selisih ukuran terbesar dan terkecil maksimum 4 mm Sumber: NI-10 Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan, Bandung 1973
Tabel 2.4 Kuat tekan bata merah
Mutu Bata Merah Kuat Tekan Tingkat I
tidak ada yang menyimpang > 10 N/mm 2 Tingkat II
Satu buah dari sepuluh benda percobaan 8 – 10 N/mm 2 Tingkat III
dua buah dari sepuluh benda percobaan 6 – 8 N/mm 2
Sumber: NI-10 Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan, Bandung 1973
b. Bata Ringan Aerasi AAC
Bata Ringan/Blok Beton Ringan (Autoclaved Aerated Concrete) adalah beton ringan terbuat dari bahan baku berkualitas tinggi, bahan pembuat beton ringan ini dikenal sebagai "gas concrete" yang digunakan dalam memproduksi isolasi panas bahan bangunan. Bata ini cukup ringan, halus, dan memiliki tingkat kerataan yang baik sehingga bisa
langsung diberi aci tanpa harus diplester terlebih dahulu.
Tabel 2.5 Spesifikasi teknis bata ringan
Citicon Panjang, L (mm)
Tinggi, H (mm) Tebal, T (mm) Berat jenis kering, (ρ) Berat jenis normal, (ρ)
Kuat tekan, (σ) Konduktifitas termis, (λ) 600 200; 400 75; 100; 125; 150; 175; 200 530 kg/m3 600 kg/m3 > 4,0 N/m2 0,14 w/mk Sumber: www.citicon.co.id, 2015 2.5. Pembebanan Gedung
Ketentuan mengenai perencanaan didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan untuk memikul semua beban kerjanya. Beban kerja diambil berdasarkan SNI 1727:2013
Beban Minimum Perancangan Untuk
Bangunan Gedung dan Struktur Lain dan SNI
03-1727-1989-F Tata Cara Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung. Dalam perencanaan terhadap gempa, seluruh bagian struktur yang membentuk kesatuan harus memenuhi SNI 1726:2012 Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung. a. Beban Mati
Beban mati merupakan berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. SNI
1727:2013 menyebutkan bahwa dalam
menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang.
Tabel 2.6 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung Bahan Bangunan : Baja Besi tuang Beton Beton bertulang Pasangan bata merah Komponen Gedung :
Adukan, per cm tebal : - dari semen
- dari kapur, semen merah atau tras Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal
Dinding pasangan bata merah - satu batu
- setengah batu
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm tebal
7.850 kg/m3 7.250 kg/m3 2.200 kg/m3 2.400 kg/m3 1.700 kg/m3 21 kg/m2 17 kg/m2 14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2 24 kg/m2 Sumber: SNI 03-1727-1989-F
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 4
b. Beban Hidup
Beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Beban hidup pada atap diakibatkan oleh pelaksanaan pemeliharaan oleh pekerja, peralatan dan material serta selama masa layan struktur yang diakibatkan oleh benda bergerak.
Tabel 2.7 Beban hidup terdistribusi merata
minimum,L0 dan beban hidup terpusat minimum
Hunian atau Penggunaan Merata psf (kN/m2)
Terpusat lb (kN)
Ruang pertemuan Kursi tetap (terikat di lantai)
Lobi
Kursi dapat dipindahkan Panggung pertemuan Lantai podium 100 (4,79) 100 (4,79) 100 (4,79) 100 (4,79) 100 (4,79)
Balkon dan dek 1,5 beban hidup
untuk daerah yang dilayani. Tidak perlu melebihi 100 psf (4,79 kN/m2) Koridor Lantai pertama Lantai lain 100 (4,79) sama seperti pelayanan hunian kecuali disebutkan lain Rumah tinggal
Hunian (satu keluarga dan dua keluarga)
Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang
Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang
Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur
Semua ruang kecuali tangga dan balkon Semua hunian rumah tinggal lainnya
Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka
Ruang public dan koridor yang melayani mereka 10 (0,48) 20 (0,96) 30 (1,44) 40 (1,92) 40 (1,92) 100 (4,79) Sumber: SNI 1727:2013
Tabel 2.8 Faktor elemen beban hidup, KLL
Elemen KLL*
Kolom-kolom interior
Kolom-kolom eksterior tanpa pelat kantilever
4 4 Kolom-kolom tepi dengan pelat kantilever 3 Kolom-kolom sudut dengan pelat kantilever
Balok-balok tepi tanpa pelat-pelat kantilever Balok-balok interior
2 2 2 Semua komponen struktur yang tidak disebutdiatas:
Balok-balok tepi dengan pelat-pelat kantilever Balok-balok kantilever
Pelat-pelat satu arah Pelat-pelat dua arah
Komponen struktur tanpa ketentuan-ketentuan untuk penyaluran
Geser menerus tegak lurus terhadap bentangnya 1
*Selain nilai di atas KLL diizinkan dihitung tersendiri
Sumber: SNI 1727:2013
c. Beban Gempa
Beban gempa yaitu semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh gerakan tanah akibat gempa. Jika pengaruh gempa pada struktur
gedung ditentukan berdasarkan analisis
dinamik, maka beban gempa adalah gaya-gaya di dalam struktur yang terjadi oleh gerakan
tanah akibat gempa. Gempa rencana
ditetapkan sebagai gempa dengan
kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 %. (SNI 1726:2012).
Sumber : SNI 1726:2012
Gambar 2.1 Peta respons spektra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) probabilitas
terlampaui 2% dalam 50 tahun
Sumber : SNI 1726:2012
Gambar 2.2 Peta respons spektra percepatan 1.0 detik (S1) di batuan dasar (SB) probabilitas
terlampaui 2% dalam 50 tahun
2.6. Faktor Keamanan a. Kuat Perlu
Untuk perencanaan beton bertulang, kuat perlu
ditentukan berdasarkan SNI 2847:2013,
Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, agar supaya struktur dan komponen struktur memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban, maka harus dipenuhi kombinasi-kombinasi beban terfaktor sebagai berikut :
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 5 - U : 1,4 D - U : 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lla atau Hj) - U : 1,2 D ± 1,0 E+ 1,0 L atau U : 0,9 D ± 1,0 E Keterangan: U : Kuat perlu D : Beban mati L : Beban hidup E : Beban gempa b. Kuat Rencana
Dalam menentukan kuat rencana suatu komponen struktur, maka kuat minimalnya
harus direduksi dengan faktor reduksi
kekuatan sesuai dengan sifat beban, hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan. Kekuatan desain yang disediakan oleh suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal, geser, dan torsi, harus diambil sebesar kekuatan nominal dihitung sesuai dengan persyaratan dan asumsi dari standar SNI 2847:2013, yang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan Ø.
Tabel 2.9 Faktor reduksi Ø
Tinjauan Kondisi Regangan Faktor Reduksi Kekuatan (Ø) Penampang terkendali tarik 0,90 Penampang terkendali tekan
a. komponen dengan tulangan spiral b. penampang struktur bertulang lainnya
0,75
0,65
Geser dan torsi 0,75
Sumber : SNI 2847:2013
3. Metodologi Penelitian 3.1. Objek dan Lokasi Studi
Objek kajian yang digunakan untuk Tugas Akhir ini adalah berupa perencanaan struktur
portal beton bertulang pada bangunan
bertingkat yang terdiri dari 4 lantai,
difungsikan sebagai asrama (hunian) yang berlokasi di Kota Bogor. Dari beberapa struktur portal yang ada, dipilih portal yang dipandang mewakili portal-portal yang lain. 3.2. Material Konstruksi
a. Material Beton
- Kuat tekan beton yang direncanakan, f’c = 25 MPa
- Modulus elastisitas beton, Ec = 4700√f’c
- Angka poisson, ʋ = 0,2
- Modulus geser, G = Ec/[2(1+ʋ)] b. Material Baja Tulangan
- Diameter ≤ 12 mm BJTP, fy = 240 MPa
- Diameter > 12 mm BJTD, fy = 400 MPa
3.3. Pembebanan Gedung a. Beban Mati
Berat sendiri komponen struktur dihitung secara otomatis oleh ETABS berdasarkan input data dimensi dan karakteristik material yang digunakan.
- Beton bertulang , 23,54 kN/m3
- Beton ringan aerasi, 7,65 kN/m3
Beban mati tambahan, antara lain sebagai berikut:
- Dinding
Bata merah, setengah batu, 2,45 kN/m2 Blok beton ringan aerasi (10 x 20 x 60 cm), 0,58 kN/m2
- Screeding lantai, per cm tebal, 0,21 kN/m2
- Keramik, 0,24 kN/m2
- Plafond dan penggantung, 0,18 kN/m2
- Mekanikal dan elektrikal, 0,25 kN/m2
- Aspal, per cm tebal, 0,14 kN/m2
b. Beban Hidup
- Beban hidup pada lantai, 2,45 kN/m2
- Beban hidup atap, 0,98 kN/m2
c. Beban Gempa
Penetapan parameter gempa diambil
berdasarkan letak bangunan terhadap wilayah gempa, jenis tanah, fungsi bangunan dan tipe struktur. Nilai kategori resiko dan faktor keutamaan (Ie) didapatkan dari data fungsi bangunan, letak bangunan terhadap wilayah gempa dan jenis tanah digunakan untuk mendapatkan nilai SDS dan SD1 dan faktor
reduksi gempa (R) berdasarkan tipe struktur yang digunakan.
3.4. Kombinasi Pembebanan
Dengan mengacu pada kombinasi pembebanan SNI 2847:2013, kombinasi pembebanan yang digunakan ditetapkan sebagai berikut:
U = 1,4 SW + 1,4 DL U = 1,2 SW+ 1,2 DL + 1,6 LL U = 1,2 SW + 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 EQx U = 1,2 SW + 1,2 DL + 0,5 LL - 1,0 EQx U = 1,2 SW + 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 EQy U = 1,2 SW + 1,2 DL + 0,5 LL - 1,0 EQy Dimana;
SW = beban mati akibat berat sendiri DL = beban mati tambahan
LL = beban hidup EQ = beban gempa
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 6
3.5. Dimensionering Penampang a. Balok
Perencanaan dimensi balok berdasarkan SNI 2847:2013, Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
b. Kolom
Kolom yang direncanakan merupakan kolom dengan pengikat sengkang. Penentuan luas kotor penampang kolom Ag yang diperlukan mengacu kepada SNI 2847:2013.
c. Pelat Lantai
Tebal pelat lantai beton pada perencanaan ini menyesuaikan tebal panel lantai beton ringan aerasi yang digunakan yaitu 125 mm, yang merupakan pembanding dari pelat lantai beton
dan tebal tersebut sudah memenuhi
persyaratan minimal tebal pelat lantai beton 120 mm berdasarkan SNI 2847:2013.
3.6. Konfigurasi dan Sistem Struktur Berdasarkan bentuk denah yang direncanakan
merupakan konfigurasi gedung yang
beraturan, oleh karena itu sesuai SNI 1726:2012 peninjauan perilaku struktur saat menerima beban lateral gempa dianalisa secara statik. Penetapan sistem struktur gedung merupakan Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) berdasarkan SNI 1726:2012, dalam hal ini sistem penahan beban lateral terdapat pada rangkaian portal arah melintang maupun longitudinal.
3.7. Rancangan Penelitian
Tabel 3.1 Model penelitian
Model Pelat lantai Dinding
I Beton Bata merah
II Beton Blok beton ringan aerasi III Panel beton ringan aerasi Bata merah
IV Panel beton ringan aerasi Blok beton ringan aerasi
3.8.Asumsi
Asumsi merupakan pendekatan dan
penyederhanaan dari data yang ada untuk metode dan analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk kepentingan analisis gempa,
berdasarkan jenis tanahnya bangunan dianggap berada diatas tanah sedang. 2. Pelat lantai dianggap sebagai diafragma
yang sangat kaku pada bidangnya, dan
dimodelkan sebagai elemen shell yang
bersifat menerima beban tegak lurus bidang
(vertical) dan beban lateral (horizontal) akibat gempa.
3.9. Pemodelan dan Analisa Struktur Analisa struktur ini menggunakan prinsip metode elemen hingga (finite element method)
dengan memanfaatkan program bantu analisa struktur ETABS v.9.7.4. Pemodelan struktur portal 3 dimensi. Hal ini berarti bahwa penahan beban gravitasi (berat sendiri struktur, beban mati tambahan, beban hidup) dan beban gempa, sepenuhnya dipikul oleh frame system. Oleh karena itu, balok dan kolom dirancang sebagai suatu kesatuan model element portal yang harus mampu memberikan respons atas pembebanan yang berupa gaya normal, lintang dan momen pada 6 derajat kebebasan (degree of freedom). Kondisi tersebut dilakukan
dengan tidak memberi batasan derajat
kebebasan (Ux, Uy, Uz, Rx, Ry, Rz = 0) pada masing-masing nodal, akan tetapi khusus elemen kolom, nodal pada kaki kolom di
restraint secara fixed untuk membatasi perpindahannya (Ux, Uy, Uz, Rx, Ry, Rz ≠ 0).
4. Analisa dan Pembahasan
4.1. Data Perencanaan
- Jumlah lantai : 4 lantai
- Tinggi lantai : 4 m
- Tinggi bangunan : 16 m
- Fungsi bangunan : Asrama
- Struktur bangunan : Beton bertulang
- Lokasi : Bogor
4.2. Analisa dan Pembahasan Studi Kasus
a. Bangunan Model I
1. Berat gedung
Tabel 4.1 Berat bangunan
Lantai hi (m) Wi (kN) Wi hik (kN) Vx = Vy (kN) Fix,y (kN) Story 4 16 5449,115 94747,885 2879,643 802,771 Story 3 12 9570,118 123729,705 2879,643 1048,326 Story 2 8 9570,118 81489,189 2879,643 690,434 Story 1 4 9570,118 39906,082 2879,643 338,113 ∑ 34159,469 339872,858
Sumber: Hasil Analisa, 2016
2. Eksentrisitas rencana
Tabel 4.2 Eksentritas rencana (ed) arah X
Lt. Kekakuan Pusat Massa Pusat E (arah y) b (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed x-kr 4 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 3 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 2 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 1 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.3 Eksentritas rencana (ed) arah Y
Lt. Kekakuan Pusat Massa Pusat E B (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed y-kr
4 6,972 7,000 -0,028 36 1.758 -1,828 1.758 7,000 3 6,971 6,913 0,058 36 1,887 -1,742 1,887 6,913 2 6,976 6,913 0,063 36 1,895 -1,737 1,895 6,913 1 6,988 6,913 0,075 36 1,913 -1,725 1,913 6,913
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 7
3. Simpangan antar lantai
Tabel 4.4 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah X
Lantai hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ)(mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa)(mm) Ket. 4 4,00 134,02 16,42 80 Ok 3 4,00 117,60 33,79 80 Ok 2 4,00 83,81 45,59 80 Ok 1 4,00 38,22 38,22 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.5 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah Y
Lantai (m) hi (mm) Δs Simpangan antar lantai (Δ)(mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa)(mm) Ket. 4 4,00 107,41 15,04 80 Ok 3 4,00 92,37 28,40 80 Ok 2 4,00 63,97 36,80 80 Ok 1 4,00 27,17 27,17 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
4. Penulangan balok dan kolom
Tabel 4.6 Perhitungan tulangan balok B20 (250 x 400 mm) Penulangan Tumpuan kiri Tengah Tumpuan kanan Tulangan minimum (mm2) 946,110 313,417 835,706 Tulangan digunakan 5D16 2D16 5D16 Tulangan terpasang (mm2) 1005,30 402,12 1005,30
Tabel 4.7 Perhitungan tulangan kolom Dimensi kolom (mm) Tulangan minimum (mm2) Tulangan digunakan Persentase tulangan kolom 300 x 400 7.020,0 12D28 5,85%
Balok ukuran 250 x 400 mm dengan selimut beton 40 mm, maka luas tulangan yang ada tidak boleh kurang dari:
2 min 250 360 281,25 400 4 25 . 4 ' mm x x d b fy c f As
dan tidak lebih kecil dari :
2 min 250 360 315,00 400 4 , 1 . 4 , 1 mm x d b fy As
Berdasarkan kontrol tulangan di atas,
persyaratan tulangan sudah terpenuhi dimana tulangan minimum terpasang 2D16 (402,12
mm2). Pada penulangan sengkang, jika
dipasang sengkang polos 2ϕ10-100, maka luas tulangan per meter adalah:
2 2 4 1 1570,80 100 1000 . . . . 2 d mm Av
Sehingga luas tulangan didapat,
b. Bangunan Model II
1. Berat gedung
Tabel 4.7 Berat bangunan
Lantai hi (m) Wi (kN) Wi hik (kN) Vx = Vy (kN) Fix,y (kN) Story 4 16 5449,115 94747,885 2275,979 773,656 Story 3 12 7183,149 92869,167 2275,979 758,315 Story 2 8 7183,149 61164,235 2275,979 499,431 Story 1 4 7183,149 29952,747 2275,979 244,577 ∑ 26998,561 339872,858
Sumber: Hasil Analisa, 2016
2. Eksentrisitas rencana
Tabel 4.7 Eksentritas rencana (ed) Arah X Lt. Pusat Kekakuan Pusat Massa e b (arah y) (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed x-kr 4 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 3 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 2 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 1 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.8 Eksentritas rencana (ed) arah Y Lt. Pusat Kekakuan Pusat Massa e b (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed y-kr 4 6,972 7,000 -0,028 36 1,758 -1,828 1,758 7,000 3 6,971 6,878 0,093 36 1,940 -1,707 1,940 6,878 2 6,976 6,878 0,098 36 1,947 -1,702 1,947 6,878 1 6,988 6,878 0,110 36 1,965 -1,690 1,965 6,878
Sumber: Hasil Analisa, 2016
3. Simpangan antar lantai
Tabel 4.9 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah X
Lantai hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ)(mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa)(mm) Ket. 4 4,00 109,96 15,11 80 Ok 3 4,00 94,85 28,05 80 Ok 2 4,00 66,80 36,53 80 Ok 1 4,00 30,27 30,27 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.10 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah Y
Lantai hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ)(mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa)(mm) Ket. 4 4,00 88,25 13,54 80 Ok 3 4,00 74,71 23,60 80 Ok 2 4,00 51,11 29,55 80 Ok 1 4,00 21,56 21,56 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
4. Penulangan balok dan kolom
Tabel 4.11 Perhitungan tulangan balok B20 (250 x 400 mm) Penulangan Tumpuan kiri Tengah Tumpuan kanan Tulangan minimum (mm2) 728,851 310,264 728,851 Tulangan digunakan 4D16 2D16 4D16 Tulangan terpasang (mm2) 804,24 402,12 804,24
Tabel 4.12 Perhitungan tulangan kolom Dimensi kolom (mm) Tulangan minimum (mm2) Tulangan digunakan Persentase tulangan kolom (Ok) /mm mm 1,435 / 57 , 1 1000 80 , 1570 2 2 mm mm
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 8 (Ok) /mm mm 1,015 / 05 , 1 1000 20 , 1047 2 2 mm mm 300 x 400 4.600,00 10D25 3,83%
Berdasarkan kontrol desain penulangan di atas,
persyaratan tulangan terpenuhi dengan
tulangan minimum terpasang 2D16 (402,12 mm2). Jika dipasang sengkang polos 2ϕ 10-150, maka luas tulangan per meter adalah:
2 2 4 1 1047,20 150 1000 . . . . 2 d mm Av
Didapat luas tulangan per meter panjang,
c. Bangunan Model III
1. Berat gedung
Tabel 4.13 Berat bangunan
Lantai hi (m) Wi (kN) Wi hik (kN) Vx = Vy (kN) Fix,y (kN) 4 16 3446,864 59933,239 2228,597 521,307 3 12 7663,213 99075,798 2228,597 861,775 2 8 7663,213 65251,963 2228,597 567,570 1 4 7663,213 31954,548 2228,597 277,945 ∑ 26436, 503 256215,548
Sumber: Hasil Analisa, 2016
2. Eksentrisitas rencana
Tabel 4.14 Eksentritas rencana (ed) arah X Lt. Pusat Kekakuan Pusat Massa e b (arah y) (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed x-kr 4 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 3 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 2 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 1 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.15 Eksentritas rencana (ed) arah Y Lt. Pusat Kekakuan Pusat Massa e b (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed y-kr 4 6,972 7,000 -0,028 36 1,758 -1,828 1,758 7,000 3 6,971 6,942 0,029 36 1,844 -1,771 1,844 6,942 2 6,976 6,942 0,034 36 1,851 -1,766 1,851 6,942 1 6,988 6,942 0,046 36 1,869 -1,754 1,869 6,942
Sumber: Hasil Analisa, 2016
3. Simpangan antar lantai
Tabel 4.16 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah X
Lt. hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ) (mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa) (mm) Ket. 4 4,00 100,82 11,18 80 Ok 3 4,00 89,64 25,19 80 Ok 2 4,00 64,45 34,92 80 Ok 1 4,00 29,53 29,53 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.17 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah Y
Lt . hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ)(mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa) (mm) Ket. 4 4,00 80,72 10,45 80 Ok 3 4,00 70,27 21,17 80 Ok 2 4,00 49,10 28,14 80 Ok 1 4,00 20,96 20,96 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
4. Penulangan balok dan kolom
Tabel 4.18 Perhitungan tulangan balok B20 (250 x 400 mm) Penulangan Tumpuan kiri Tengah Tumpuan kanan Tulangan minimum (mm2) 712,791 310,264 712,791 Tulangan digunakan 6D13 3D13 6D13 Tulangan terpasang (mm2) 796,38 398,19 796,38
Tabel 4.19 Perhitungan tulangan kolom Dimensi kolom (mm) Tulangan Minimum (mm2) Tulangan yang digunakan Persentase tulangan kolom 300 x 400 4.523,11 12D22 3,77%
Balok ukuran 250 x 400 mm dengan selimut beton 40 mm, maka luas tulangan yang ada tidak boleh kurang dari:
2 min 250 360 281,25 400 4 25 . 4 ' mm x x d b fy c f As
dan tidak lebih kecil dari :
2 min
250
360
315
,
00
400
4
,
1
.
4
,
1
mm
x
d
b
fy
As
Persyaratan tulangan sudah terpenuhi dimana tulangan minimum terpasang 32D13 (398,19 mm2). Jika dipasang sengkang polos 2ϕ 10-125, maka luas tulangan per meter adalah:
2 2 4 1
1256
,
64
125
1000
.
.
.
.
2
d
mm
Av
Sehingga luas tulangan per meter panjang didapat,
d. Bangunan Model IV
1. Berat bangunan
Tabel 4.20 Berat bangunan
Lt. hi (m) Wi (kN) Wi hik (kN) Vx = Vy (kN) Fix,y (kN) 4 16 3446,898 59933,836 1624,944 499,231 3 12 5276,276 68215,678 1624,944 568,217 2 8 5276,276 44927,288 1624,944 374,231 1 4 5276,276 22001,349 1624,944 183,265 ∑ 19275, 727 195078,151
Sumber: Hasil Analisa, 2016
2. Eksentrisitas rencana
Tabel 4.21 Eksentritas rencana (ed) arah X
Lt. Pusat Kekakuan Pusat Massa e b (arah y) (1,5*e) + (0,05* b) e-0,05*b ed x-kr 4 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 3 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 2 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00 1 18,00 18,00 0,00 14 0,70 0,70 0,70 18,00
Sumber: Hasil Analisa, 2016
(Ok) /mm mm 1,184 / 26 , 1 1000 64 , 1256 2 2 mm mm
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 9
Tabel 4.22 Eksentritas rencana (ed) arah Y Lt. Pusat Kekakuan Pusat Massa e b (1,5*e)+ (0,05*b) e-0,05*b ed y-kr 4 6,972 7,000 -0,028 36 1,758 -1,828 1,758 7,000 3 6,971 6,907 0,064 36 1,896 -1,707 1,940 6,907 2 6,976 6,907 0,069 36 1,904 -1,702 1,947 6,907 1 6,988 6,907 0,081 36 1,922 -1,690 1,965 6,907
Sumber: Hasil Analisa, 2016
3. Simpangan antar lantai
Tabel 4.23 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah X
Lt. hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ)(mm) Simpangan antar lantai ijin (Δa)
(mm) Ket. 4 4,00 76,97 9,98 80 Ok 3 4,00 66,99 19,51 80 Ok 2 4,00 47,48 25,89 80 Ok 1 4,00 21,59 21,59 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tabel 4.24 Kinerja batas layan akibat simpangan gempa arah Y
Lt. hi (m) Δs (mm) Simpangan antar lantai (Δ) (mm) Simpangan antar lantai ijin
(Δa) (mm) Ket. 4 4,00 61,73 9,04 80 Ok 3 4,00 52,69 16,41 80 Ok 2 4,00 36,28 20,92 80 Ok 1 4,00 15,36 15,36 80 Ok
Sumber: Hasil Analisa, 2016
4. Penulangan balok dan kolom
Tabel 4.25 Perhitungan tulangan balok B20 (250 x 400 mm)
Penulangan Tumpuan kiri Tengah Tumpuan kanan Tulangan minimum (mm2) 507,610 310,264 507,610 Tulangan digunakan 5D13 3D13 5D13 Tulangan terpasang (mm2) 663,65 398,19 663,65
Tabel 4.26 Perhitungan tulangan kolom
Dimensi kolom (mm) Tulangan Minimum (mm2) Tulangan yang digunakan Persentase tulangan kolom 300 x 400 2.444,725 10D19 2,04%
balok ukuran 250 x 400 mm dengan selimut beton 40 mm, maka luas tulangan yang ada tidak boleh kurang dari:
2 min 250 360 281,25 400 4 25 . 4 ' mm x x d b fy c f As
dan tidak lebih kecil dari :
2 min 250 360 315,00 400 4 , 1 . 4 , 1 mm x d b fy As
Persyaratan tulangan sudah terpenuhi dimana tulangan minimum terpasang 3D13 (398,19 mm2). Jika dipasang sengkang polos 2ϕ 10-200, maka luas tulangan per meter adalah:
Sehingga luas tulangan per meter panjang didapat, 2 2 4 1 785,40 200 1000 . . . . 2 d mm Av
5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
1. Berat gedung yang didapatkan dari
pemodelan berdasarkan komposisi
penyusun material pelat lantai dan dinding pada Model I menghasilkan berat gedung sebesar 34.159,469 kN, Model II sebesar 26.998,561 kN, Model III sebesar 26.436,503 kN dan Model IV sebesar 19.275,727 kN. Dari ke empat Model, berat terbesar pada Model I dan pada Model IV berat terkecil.
2. Perbandingan pembebanan gedung sangat
berpengaruh terhadap gaya geser gempa yang dihasilkan, dimana gaya geser dasar gempa terbesar pada Model I dengan 2.879,643 kN dan terkecil pada Model IV sebesar 1.624,944 kN.
3. Desain penulangan yang dihasilkan
merupakan hasil dari gaya-gaya dalam berdasarkan pembebanan yang diterima oleh struktur. Pada Model I, luas
kebutuhan tulangan pokok sebesar
946,110 mm2 dengan penulangan
terpasang 5D16 (1005,30 mm2), dan
kebutuhan penulangan terkecil terdapat pada Model IV dengan luas tulangan
sebesar 507,610 mm2 dengan desain
penulangan 5D13 (663,65 mm2).
4. Besarnya gaya geser dasar gempa
berpengaruh besar terhadap kebutuhan penulangan kolom, karena pada dasarnya gaya-gaya lateral gempa yang diterima struktur balok dan pelat didistribusikan struktur ke struktur kolom sebagai penahan gaya lateral (gempa), dimana pada kolom Model I persentase kebutuhan tulangan yang dihasilkan sebesar 5,85% dan pada Model IV sebesar 2,04% dari luas penampang kolom.
5.2. Saran
1. Dengan adanya pengurangan penggunaan
besi pada struktur dengan menggunakan pelat dan dinding beton ringan aerasi, hal ini akan berdampak terhadap efisiensi biaya pada pekerjaan struktur balok dan kolom. (Ok) /mm mm 764 , 0 / 79 , 0 1000 40 , 785 2 2 mm mm
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 10
2. Perlu dilakukan penelitian dan analisis lebih lanjut terhadap desain sambungan pada pelat atau panel lantai beton ringan aerasi, karena perlakuan struktur yang diterima berbeda dengan pelat lantai
beton, dimana pelat lantai beton
berdasarkan pelaksanaan pengecorannya monolit dengan balok dan perlakuannya tumpuannya bersifat jepit sementara panel lantai beton ringan aerasi AAC kondisi tumpuannya sendi.
PUSTAKA
1. Anonim, SNI 1726:2012 Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta, 2012
2. Anonim, SNI 03-1727-1989-F Tata Cara
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta, 1989
3. Anonim, SNI 1727:2013 Beban Minimum
Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta, 2013
4. Anonim, SNI 2847:2013 Persyaratan
Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta, 2013
5. Artiningsih, Titik Penta, Hand-Out
Struktur Beton, Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor, 2000
6. Frick, Heinz & Pujo L. Setiawan, Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Kanisius, Yogyakarta, 2001
7. Imran, Iswandi., Struktur Beton,
Departemen Teknik Sipil Institut
Teknologi Bandung, Bandung
8. Purwono, Rahmat, Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung [SNI 03-2847-2002] Dilengkapi Penjelasan [S-002], ITS Press, 2009
9. http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_sp
ektra_indonesia_2011/
10. www.citicon.co.id
RIWAYAT PENULIS
1. Undin Nuryadin, ST. Alumni (2016) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor. 2. Dr. Ir. Titik Penta Artiningsih, MT.
Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.
3. Ir.Wiratna Tri Nugraha, MT. Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.