PENDUGAAN PERUBAHAN ZONA JENUH AIR TANAH DI
SEKITAR TAMBANG TERBUKA BATUBARA DI KALIMANTAN
SELATAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS
KONFIGURASI WENNER
S. Rahayu
1, E. Pujianto
2*, M. Iryanti
1*1Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
2Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
srirahayu_yuay@yahoo.com, eko@tekmira.esdm.go.id, mimin_iryanti@yahoo.com
Abstrak
Pada tambang terbuka batubara di daerah penelitian air tanah sengaja di dewatering untuk kestabilan lereng tambang dan tidak mengganggu pekerjaan, sehingga diperkirakan akan menurunkan zona jenuh air tanah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui lapisan batuan dan perubahan zona jenuh air tanah. Untuk mengetahui hal tersebut telah dilakukan penelitian menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner di dua lintasan dengan dua kali pengukuran (September 2011 dan Mei 2012). Dari hasil pengolahan data menggunakan Software Res2Dinv daerah penelitian tersusun dari batuan dengan resistivitas 0,72-21,7 ohm meter yaitu batuan lempung yang diperkirakan merupakan batuan zona jenuh dan batuan lainnya dengan resistivitas 21,8-2064 ohm meter yang terdiri dari batuan lempung pasiran, pasir, serta sisipan batubara. Penurunan kedalaman lapisan zona jenuh air tanah berkisar 0,5-2,0 meter dan penipisan ketebalan 0,5-13,5 meter.
Kata kunci: Geolistrik, Resistivitas, Air Tanah, Zona Jenuh, Dewatering. Abstract
On the open mining coal at the observation area, intentionally groundwater is dewatered for slope stability and does not disturb the work, then predictivelly it can reduce saturated groundwater zone. The purpose of the this observation is to determine the layers of rock ang saturated groundwater zone change. That there is saturated groundwater zone decreasing, has been done research using geoelectrical resistivity with Wenner configuration method in two lines with twice measurement (September 2011 and May 2012). The results of data processing used Res2Dinv software the observation area is composed by rock with resistivity 0,27-21,7 ohm meter is clay wich is predicted as saturated zone and with resistivity 21,8-2064 ohm meter such as sandy clay, sand, seam coal. The observation show that there is saturated groundwater zone decreasing with dept range about 0.5-2.0 meter and thickness decreasing 0.5-13.5 meter.
Keyword: Geoelectric, Resistivity, Groundwater, Saturated Zone, Dewatering. PENDAHULUAN*Penulis Penanggung Jawab
Batubara merupakan sumber energi sekarang dan masa depan yang cukup handal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak karena cadangannya yang sangat besar. Formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di Indonesia,
meliputi 40 cekungan di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa. (Amri, 2000 dalam Handayani, 2004). Salah satu wilayah yang terdapat tambang batubara yaitu Kalimantan Selatan. Metode penambangan batubara yang diterapkan di daerah penelitian yaitu secara terbuka.
Pada tambang terbuka umumnya, air
tanah memang sengaja dikeluarkan
dimaksudkan untuk mengurangi berat dan meningkatkan daya ikat antar butir batuan sehingga diharapkan akan meningkatkan kestabilan lereng tambang dan tidak
mengganggu pekerjaan penambangan.
Untuk mempercepat keluarnya air tanah tersebut dari dalam batuan dilakukan
dewatering dengan cara membuat
dewatering hole. Pengurangan jumlah air
tanah di dalam batuan mengakibatkan
tingkat kejenuhan batuan menjadi
berkurang. Pada tahun 2009-2011 telah dilakukan penelitian muka air tanah, dan
menunjukkan zona jenuh air tanah
mengalami penurunan berkisar 15037-72367 meter persegi. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini digunakan metode geolistrik resistivitas (tahanan jenis) konfigurasi Wenner pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui apakah terjadi penurunan zona jenuh kembali setelah dilakukan penelitian muka air tanah. Secara umum penelitian ini dilakukan untuk menentukan gambaran lapisan batuan, dan perubahan zona jenuh air tanah di sekitar wilayah tambang terbuka batubara di Kalimantan Selatan.
Metode Geolistrik Resistivitas
Metode geolistrik resistivitas
merupakan metode geolistrik yang
mempelajari sifat-sifat aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Besaran fisis yang dipelajari adalah tahanan jenis batuan
akibat adanya medan potensial dan arus yang terjadi di bawah permukaan bumi. Prinsip kerja metode tahanan jenis yaitu arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
buah elektroda potensial, dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk
setiap jarak elektroda tertentu dapat
ditentukan variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan batuan di bawah titik ukur. Pada metode tahanan jenis bumi diasumsikan bersifat homogen isotropik. Dengan asumsi ini, tahanan jenis yang
terukur merupakan tahanan jenis
sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda. Pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan tahanan jenis yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka nilai tahanan jenis yang terukur bukan merupakan harga sebenarnya akan tetapi merupakan nilai tahanan jenis semu. Tahanan jenis semu ini dengan dirumuskan sebagai:
(1)
Dimanaρa adalah tahanan jenis semu (ohm
meter), R adalah resistansi (ohm), ∆V adalah beda potensial (volt), I adalah arus (ampere) dan K adalah faktor geometri yang bergantung pada susunan elektroda.
Penempatan susunan elektroda yang digunakan dalam penelitian ini adalah konfigurasi Wenner. Pada konfigurasi Wenner jarak antara keempat elektroda
sama, yaitu a dengan dipol potensial P1 dan
P2 berada di tengah-tengah antara C1 dan
C2. (Grandis, H. 2002) M N C P P C a a a L B A
Gambar 1. Susunan elektroda Wenner
Maka resistivitas untuk konfigurasi Wenner ditentukan dengan persamaan:
(2)
Dengan π adalah 3,14 dan a adalah jarak
antara elektroda.
Zona Jenuh Air Tanah
Menurut Soetrisno, S (1999)
penyebaran vertikal air bawah permukaan dapat dibagi menjadi zona tak jenuh dan zona jenuh. Model aliran air tanah akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan, air permukaan ataupun air
dari tanaman mengalami proses
penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah atau batuan atau celah atau rekahan pada tanah maupun batuan, kemudian akan berakumulasi pada satu titik dimana air menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air. Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air. Zona jenuh air adalah zona yang seluruh ruangnya terisi oleh air. Sementara zona tak jenuh terdiri dari ruang antara sebagian terisi oleh air dan sebagian terisi oleh udara.
Pada proses sirkulasi air, volume air tanah di dalam zona penyimpanan akan selalu berubah, karena terjadinya proses
pengisian kembali (recharge) dan
pengeluaran kembali (discharge). Pengisian kembali air tanah berasal dari peresapan air hujan, tubuh air permukaan dan pengisian air tanah secara buatan. Pengeluaran kembali terjadi apabila air tanah mengalir keluar dari zona penyimpanan seperti rembesan, mata air, dan pemompaan air tanah.
Dewatering
Air tambang memiliki pengaruh besar
terhadap produktifitas dan keamanan
tambang. Oleh karena itu diperlukan cara untuk mengeluarkan air dari bukaan
tambang, metode tersebut adalah
dewatering (Tn: 2013). Metode dewatering
yaitu membuat sumur didalam bukaan
tambang kemudian di pompa keluar. Tujuan proses dewatering antara lain untuk
mencegah rembesan, memperbaiki
kestabilan tanah dan pengeringan batuan. Adapun keuntungan akibat dilakukannya dewatering yaitu longsor kurang, lereng lebih curam dan tekan tanah berkurang. Sedangkan kerugiannya yaitu menyebabkan mata air sekeliling turun, muka air tanah turun, permukaan tanah turun (Wibawa, P: 2013)
METODE
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif analitik, yaitu mengumpulkan data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, memprosesnya dan analisis data serta ditunjang dari beberapa literatur. Wilayah penelitian di tambang terbuka batubara Kalimantan Selatan berada di koordinat UTM antara 329000-340000 BT dan 9752000-9760000 LS. Data berupa data geolistrik di empat lintasan dengan dua kali pengukuran (September 2011 dan Mei 2012) dengan panjang setiap lintasan 275 meter dan spasi terkecil antar elektroda adalah 5 meter.
Pengolahan data menggunakan
software Res2Dinv diperoleh penampang
resistivitas 2D. Proses interpretasi
berdasarkan nilai resistivitas lapisan batuan dengan mengacu nilai resistivitas pada literatur (Telford, dkk. 1990: 285, 290) dan data geologi setempat dalam peta geologi
(gambar 2) sehingga dapat diketahui
lapisan batuan zona jenuh. Analisis
penurunan lapisan batuan zona jenuh berdasarkan dari data dua kali pengukuran yang telah dilakukan.
Berdasarkan peta geologi daerah penelitian termasuk dalam cekungan Kutai dan dalam Formasi Warukin, dengan
litologi batuan berupa batulempung,
Bukaan tambang batubara
Gambar 2. Peta Geologi Regional Daerah
Penelitian. Sumber: Peta Geologi Lembar
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
(Heryanto, dkk. 1994 dalam Nurjihan, A. 2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data geolistrik di empat lintasan dari dua kali pengukuran menghasilkan 8 pemodelan penampang 2D resistivitas bawah permukaan. Lintasan 1, 3 dan 4 berada di sebelah utara bukaan tambang batubara, dan lintasan 2 berada di sebelah selatannya
Gambar 3. Peta kontur lintasan geolistrik Lintasan 1
Lintasan 1 memiliki panjang
bentangan 275 meter, dengan arah lintasan dari baratdaya-timurlaut dan berada di
ketinggian sekitar 40−42 meter diatas permukaan laut.
Gambar 4. Zona jenuh air tanah lintasan
1 pengukuran ke-1, 19 September 2011 (a) pengukuran ke-2, 9 Mei 2012 (b)
Dari hasil penampang 2D lintasan 2 (gambar 4) memiliki harga resistivitas yang bervariasi ditandai dengan beberapa warna. Dapat diketahui lintasan 1 untuk nilai
resistivitas 11,5-288 ohm meter
diperkirakan sebagai pasir dan sisipan batubara. Sedangkan untuk nilai resistivitas 4,7-11,4 ohm meter diperkirakan sebagai lempung.
Dari gambar 4 dapat diperkirakan
keberadaan zona jenuh air tanah.
Berdasarkan cirinya bahwa zona jenuh seluruh ruangannya terisi oleh air dan bersifat kedap air yaitu zona yang tidak mampu meloloskan air dalam jumlah berarti. Karena zona jenuh air tanah terisi oleh air, dimana air bersifat konduktif maka hal ini dicirikan dengan nilai resistivitas yang paling kecil ditunjukkan pada gambar 4 (a) ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas.
Zona jenuh air tanah dengan memiliki nilai resistivitas 5,1−11,4 ohm meter, di
kedalaman berkisar 15,5 meter dan
ketebalannya mencapai 27,5 meter. Pada pengukuran ke-2 dengan melihat pada gambar 4 (b) ditunjukkan dengan warna biru tua dan ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas, dengan nilai resistivitas yang paling kecil merupakan zona jenuh air tanah sebesar 5,4−11,7 ohm meter. Terlihat lapisan zona
85 lintasan 1 lintasan 2 lintasan 3 lintasan 4 330000 331000 332000 333000 334000 335000 336000 337000 9752000 9753000 9754000 9755000 9756000 9757000 9758000 9759000 9760000 a b
jenuh air tanah semakin menurun dan menipis. Berada di kedalaman berkisar 17 meter dan ketebalannya menjadi 14 meter, ini menunjukkan kedalamannya turun 2 meter dan ketebalannya juga semakin menipis 13,5 meter, bahkan pada jarak pengukuran 90-115 dan 80-205 meter ditunjukkan pada gambar 4 (b) dengan ditandai garis putus-putus berwarna merah sebagai pembatas sudah tidak jenuh air tanah lagi dibanding pengukuran ke-1, dimana di jarak tersebut merupakan zona jenuh air tanah.
Lintasan 2
Lintasan 2 memiliki panjang bentangan 275 meter, dengan arah lintasan dari barat-timur dan berada di ketinggian sekitar 88-99 meter diatas permukaan laut.
Gambar 5. Zona jenuh air tanah pengukuran ke-1, 20 September 2011 (a) dan perubahan zona jenuh air tanah pengukuran ke-2, 12 Mei 2012 (b)
Dari hasil penampang 2D lintasan 2 (gambar 5) memiliki harga resistivitas yang bervariasi ditandai dengan beberapa warna. Dapat diketahui lintasan 1 untuk nilai resistivitas 7,6-183 ohm meter diperkirakan
sebagai pasir dan sisipan batubara.
Sedangkan untuk nilai resistivitas 3,1-7,5 ohm meter diperkirakan sebagai lempung.
Dari gambar 5 dapat diperkirakan
keberadaan zona jenuh air tanah.
Berdasarkan cirinya bahwa zona jenuh seluruh ruangannya terisi oleh air dan bersifat kedap air yaitu zona yang tidak mampu meloloskan air dalam jumlah berarti. Karena zona jenuh air tanah terisi oleh air, dimana air bersifat konduktif maka hal ini dicirikan dengan nilai resistivitas
yang paling kecil ditunjukkan pada gambar 5 (a) ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas.
Zona jenuh air tanah dengan memiliki nilai resistivitas 3,1−7,0 ohm meter, di
kedalaman berkisar 2,5 meter dan
ketebalannya mencapai 14,5 meter. Pada pengukuran ke-2 dengan melihat pada gambar 5 (b) ditunjukkan dengan warna biru tua dan ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas, dengan nilai resistivitas yang paling kecil merupakan zona jenuh air tanah sebesar 3,6−7,5 ohm meter. Terlihat lapisan zona jenuh air tanah semakin menurun dan menipis. Berada di kedalaman berkisar 3,5 meter dan ketebalannya menjadi 14 meter, ini menunjukkan kedalamannya turun 1 meter dan ketebalannya juga semakin menipis 0,5 meter, bahkan pada jarak pengukuran 50-80meter ditunjukkan pada gambar 5 (b) dengan ditandai garis putus-putus berwarna merah sebagai pembatas sudah tidak jenuh air tanah lagi dibanding pengukuran ke-1, dimana di jarak tersebut merupakan zona jenuh air tanah.
Lintasan 3
Lintasan 3 memiliki panjang bentangan 275 meter, dengan arah lintasan dari barat-timur dan berada di ketinggian sekitar 50-55 meter diatas permukaan laut.
Gambar 6. Zona jenuh air tanah lintasan 3
pengukuran ke-1, 21 September 2011 (a) pengukuran ke-2, 11 Mei 2012 (b)
Dari hasil penampang 2D lintasan 2 (gambar 5) memiliki harga resistivitas yang bervariasi ditandai dengan beberapa warna. Dapat diketahui lintasan 1 untuk nilai a
b
a
resistivitas 8,9-861 ohm meter diperkirakan sebagai lempung pasiran, pasir dan sisipan batubara. Sedangkan untuk nilai resistivitas 0,72-8,8 ohm meter diperkirakan sebagai lempung.
Dari gambar 6 dapat diperkirakan
keberadaan zona jenuh air tanah.
Berdasarkan cirinya bahwa zona jenuh seluruh ruangannya terisi oleh air dan bersifat kedap air yaitu zona yang tidak mampu meloloskan air dalam jumlah berarti. Karena zona jenuh air tanah terisi oleh air, dimana air bersifat konduktif maka hal ini dicirikan dengan nilai resistivitas yang paling kecil ditunjukkan pada gambar 56 (a) ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas.
Zona jenuh air tanah dengan memiliki nilai resistivitas 0,72−2,1 ohm meter, di
kedalaman berkisar 7 meter dan
ketebalannya mencapai 10,5 meter. Pada pengukuran ke-2 dengan melihat pada gambar 6 (b) ditunjukkan dengan warna biru tua dan ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas, dengan nilai resistivitas yang paling kecil merupakan zona jenuh air tanah sebesar 2,8−8,8 ohm meter. Terlihat lapisan zona jenuh air tanah semakin menurun dan menipis. Berada di kedalaman berkisar 6,5 meter dan ketebalannya menjadi 10 meter, ini menunjukkan kedalamannya turun 0,5 meter dan ketebalannya juga semakin menipis 0,5 meter, bahkan pada jarak pengukuran 35-40, 60-75, 140−160 dan 200-250 meter ditunjukkan pada gambar 6 (b) dengan ditandai garis putus-putus berwarna merah sebagai pembatas sudah tidak jenuh air tanah lagi dibanding pengukuran ke-1, dimana di jarak tersebut merupakan zona jenuh air tanah.
Lintasan 4
Lintasan 4 memiliki panjang
bentangan 275 meter dengan arah lintasan dari barat daya-timur laut dan berada di ketinggian sekitar 104−113 meter diatas permukaan laut.
Gambar 7. Zona jenuh air tanah lintasan 3
pengukuran ke-1, 22 September 2011 (a) pengukuran ke-2, 10 Mei 2012 (b)
Dari hasil penampang 2D lintasan 2 (gambar 7) memiliki harga resistivitas yang bervariasi ditandai dengan beberapa warna. Dapat diketahui lintasan 1 untuk nilai
resistivitas 21,8-2119 ohm meter
diperkirakan sebagai pasir dan sisipan batubara. Sedangkan untuk nilai resistivitas 1,5-21,7 ohm meter diperkirakan sebagai lempung.
Dari gambar 7 dapat diperkirakan
keberadaan zona jenuh air tanah.
Berdasarkan cirinya bahwa zona jenuh seluruh ruangannya terisi oleh air dan bersifat kedap air yaitu zona yang tidak mampu meloloskan air dalam jumlah berarti. Karena zona jenuh air tanah terisi oleh air, dimana air bersifat konduktif maka hal ini dicirikan dengan nilai resistivitas yang paling kecil ditunjukkan pada gambar 7 (a) ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas.
Zona jenuh air tanah dengan memiliki nilai resistivitas 1,5−5 ohm meter, di
kedalaman berkisar 14 meter dan
ketebalannya mencapai 21,5 meter. Pada pengukuran ke-2 dengan melihat pada gambar 7 (b) ditunjukkan dengan warna biru tua dan ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam sebagai pembatas, dengan nilai resistivitas yang paling kecil merupakan zona jenuh air tanah sebesar 6,9−21,9 ohm meter. Terlihat lapisan zona jenuh air tanah semakin menurun dan menipis. Berada di kedalaman berkisar 16 meter dan ketebalannya menjadi 21 meter, ini menunjukkan kedalamannya turun 2 a
meter dan ketebalannya juga semakin menipis 0,5 meter, bahkan pada jarak pengukuran 110-130 dan 240−250 meter ditunjukkan pada gambar 7 (b) dengan ditandai garis putus-putus berwarna merah sebagai pembatas sudah tidak jenuh air tanah lagi dibanding pengukuran ke-1, dimana di jarak tersebut merupakan zona jenuh air tanah.
Dari hasil penampang 2D pada keempat lintasan dari pengukuran ke-1 ke pengukuran ke-2 zona jenuh air tanah
mengalami penurunan, diindikasikan
dengan penurunan kedalaman, ketebalannya semakin menipis dan di jarak tertentu sudah tidak jenuh air tanah lagi.
Keberadaan zona jenuh air tanah pada lintasan 1, 3 dan 4 berada lebih dalam dari permukaan, di kedalaman berkisar 7-15 meter dari permukaan tanah kedalam dan ketebalan zona tidak jenuhnya lebih besar. Karena letaknya yang relatif dekat dengan lereng bukaan tambang dan berada di selatan lereng bukaan tambang. Wilayah
tersebut sangat beresiko mengalami
penurunan zona jenuh air tanah, dimana air tanah akan mengalir karena gravitasi kedalam bukaan tambang melalui batuan yang terpotong oleh lereng tambang dan akibat adanya dewatering air maka air tanah dalam batuan akan berkurang. Sedangkan untuk lintasan 2 yang letaknya jauh dari lereng bukaan tambang atau berada di selatan dari tambang, keberadaan zona jenuh lebih dangkal berkisar 2 meter dan ketebalan zona tidak jenuhnya lebih kecil dibanding lintasan yang berada di bagian utara bukaan tambang. Di lintasan 2 karena posisinya berada di selatan bukaan tambang kecil kemungkinan air tanah mengalir secara gravitasi kedalam bukaan tambang yang berada di sebelah utaranya tetapi karena adanya sumur dewatering maka penurunan zona jenuh air tanah tetap terjadi.
Pada tambang terbuka batubara
memang dilakukan pemotongan batuan untuk bukaan tambang, akibatnya air yang ada di dalam batuan akan masuk ke dalam
bukaan tambang (pit) dalam bentuk
rembesan. Seperti ilustrasi gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8. Air tanah dalam batuan akuifer
dan akuiklud/lapisan kedap air tidak terganggu (a), Air tanah dalam batuan akuifer dan akuiklud/lapisan kedap air terganggu (b)
Pada Gambar 8 (a) air tanah dalam keadaan tidak terganggu, terdapatnya air tanah dalam batuan, sehingga terdapat sumur pemompaan yang auto flowing. Sedangkan pada Gambar 8 (b) air tanah terganggu karena adanya bukaan tambang yang lerengnya memotong batuan dan akibat adanya dewatering. Karena air tanah akan mengalir dari tempat yang berelevasi tinggi ke tempat yang berelevasi rendah, maka dengan adanya pemotongan batuan untuk bukaan tambang secara mudah air akan mengalir masuk ke dalam bukaan tambang (pit). Air tersebut berdampak pada kestabilan lereng tambang dan mengganggu
pekerjaan penambangan, untuk itu
dilakukan dewatering yaitu dalam bentuk
sumur-sumur pemompaan untuk
mengeluarkan air dalam bukaan tambang dan air di dalam batuan sebelum masuk ke
bukaan tambang. Hal tersebut
menyebabkan kandungan air yang terdapat di dalam lapisan batuan sekitar tambang dari waktu ke waktu semakin berkurang dan bahkan kedua sumur pemompaan menjadi kering (dry well).
Berdasarkan hasil pengukuran
geolistrik resistivitas pada September 2011 dan Mei 2012, daerah penelitian mengalami penurunan zona jenuh air tanah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa setelah
dilakukan penelitian muka air tanah tahun 2009-2011, zona jenuh air tanah di lokasi penelitian pada tahun 2011-2012 masih tetap mengalami penurunan
b a
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian muka air tanah dan geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner di
sekitar tambang terbuka batubara
Kalimantan Selatan, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu batuan penyusun di
daerah penelitian berdasarkan nilai
resistivitas yang terukur, diperkirakan
batuan dengan nilai resistivitas berkisar 0,72-21,7 Ωm adalah batuan lempung yang merupakan lapisan batuan zona jenuh air tanah. Dan batuan dengan nilai resistivitas berkisar 21,8-2064 Ωm diperkirakan terdiri dari lempung pasiran, pasir dan batubara.
Penurunan zona jenuh air tanah terjadi di keempat lintasan dengan mengalami penurunan kedalaman berkisar 0,5-2 meter dan ketebalan lapisan semakin menipis 0,5-13,5 meter serta di jarak tertentu pada pengukuran ke-2 lapisan batuan zona jenuh sudah tidak jenuh lagi. Hal tersebut diakibatkan oleh bukaan tambang yang lerengnya memotong batuan sehingga karena adanya gravitasi air akan mudah masuk kedalam bukaan tambang melalui rembesan, dan akibat adanya dewatering.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, G. Azhar (2004). “Penerapan
Metode Geolistrik Schlumberger untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara”.
Jurnal Natur Indonesia. 6, (2), 1-5
Grandis, H. (2002). Pelatihan dan
Pengukuran Dasar Metode Geofisika ITB. Bandung: Laboratorium Fisika
Bumi Institut Teknologi Bandung
Nurjihan, A. (2011). Geologi Dan
Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap Perbedaan Peringkat Batubara Seam T120 Berdasarkan Parameter Nilai Reflektan Vitrinit Daerah Tutupan Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan. Skripsi Sarjana
pada FTM UPN Veteran Yogyakarta: tidak diterbitkan
Soetrisno, S. (1999).
Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Airtanah.
[Online]. Tersedia:
http://www.geocities.ws/Eureka/Gold/1 577/hg_dasar.html [12 November 2013] Telford, W.M. Geldart, L.P. dan Sheriff,
R.E. (1990). Applied Geophysics.
Second Edition. New York: Cambridge University Press
Tn. (2010). Dewatering. [Online]. Tersedia: http://matakuliahteknik.blogspot.com/2 010/04/dewatering.html [20 Februari 2014]
Wibawa, P. (2013). Sistem Penyaliran
Tambang. [Online]. Tersedia: http://pojanwibawa.wordpress.com/201 3/10/19/sistem-penyaliran-tambang/ [20 Februari 2014]