• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerajan Siak Sri Indrapura Menurut Pendekatan Pendidlkan Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kerajan Siak Sri Indrapura Menurut Pendekatan Pendidlkan Sejarah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kerajan Siak Sri Indrapura Menurut Pendekatan Pendidlkan Sejarah

Nurhabsyah

Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara A. Etimologi

Istilah ”Siak Sri Indrapura" sampai saat ini masih tetap abadi sebagai nama kota Siak Sri Indrapura, merupakan ibu kota Kecamatan Siak, dan salah satu dari Kecamatan dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis.

Banyak sebutan yang dikemukakan para hali tentang asal-usul kata "Siak". Ada yang berpendapat bahwa Siak berarti orang penunggu mesjid (ghorin), dan juga dapat berarti orang yang banyak mengetahui tentang seluk beluk agama Islam. Pendapat lain menyatakan bahwa Siak berasal dari kata "Lasiak", menurut bahasa Batak identik dengan lada, hal ini menurut suatu cerita rakyat bahwa dulu pernah suatu ekspedisi Batak datang ke Siak. Dalam perjalanan mereka mengaliri sungai Siak mereka banyak menemui lada di piziggir-pinggir sungai Siak, yang menurut loghat bahasa Batak namanya pohon Lasiak.

Pendapat lain menyebutkan bahwa Siak beraisal dari kata "Suak", yaitu tempat atau kampung yang dialiri oleh sungai kecil yang banyak terdapat di sepanjang sungai Siak. Kemudian disebutkan lagi Siak berasal dari kata "Siak-Siak”, yakni nama sejenis tumbuh-tumbuhan atau rumput-rumputan yang akar dan buahnya dijadikan obat. Akhirnya kata Siak diabadikan pada nama kerajaan Siak Sri Indrapura (Muchtar Lutfi, et; 1977, 14).

B. Pemerintahan Raja-Raja Siak Sri Indrapura

Di kota Siak Sri Indrapura masih berdiri kukuh bekas istana kerajaan Siak Sri Indrapura yang dikenal dengan nama "istana Asserayah Hasyimiah". Di sinilah tempat pusat pemerintahan dan dari sinilah dikendalikan kegiatan pemerintahan kerajaan Siak Sri Indrapura. dengan semua daerah taklukannya, sampai dengan berakhirnnya kerajaan Siak Sri Indrapura dalam masa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebelum berdirinnya kerajaan Siak Sri Indrapura pada tahun 1723 , daerah Siak dan sekitarnya berada di bawah penguasaan kerajaan Johor-Riau sebagai Pewaris Kesultanan Melaka. Oleh karena itu raja-raja Siak ditunjuk dan diangkat oleh raja kerajaan Johor-Riau. Pada masa kerajaan Johor Riau diperintahi oleh Sultan Mahmud Syah 1, beliau mengangkat Raja Abdullah di Siak dengan gelar Sultan Khoya Ahmad Syah. Kemudian pada tahun 1596 Raja Hasan Putra Sultan Ali Jallo Abdul Jalil Raja Johor-Riau, di tabalkan sebagai Raja di Siak (Haji Buyong. Adil; 1980, 53). Raja Hasan memerintah sampai tahun 1662.

Setelah tahun 1662 kerajaan Johor-Riau menganggap bahwa diSiak tidak perlu didudukan seorang raja sebagai wakil pemerintah kerajaan Johor-Riau. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan aspek ekonomis, bukan berdasarkan atas pertimbangan politis maupun pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomis dianggap bahwa kalau di Siak didudukan seorang Raja jelas akan memerlukan dana yang tidak sedikit, dibandingkan dengan perdagangan di Siak dan di sepanjang aliran sungai Siak belum menunjukkan

(2)

suasana yang menguntungkan. Timah dan emas merupakan komoditi utama dari Petapahan, itupun hanya tersedia puluhan pikul saja, tidak seperti diharapkan (Leonard Y Andaya; 1987, 74). Sementara itu dari segi politis dan Hankam kerajaan Johor-Riau merasa yakin bahwa mereka mempunyai kekuatan yang tangguh.

Pada masa itu kerajaan Johor-Riau sudah menjalin persahabatan dengan Belanda dalam menghadapi Portugis, dan musuh-musuh lainnya, sehingga kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Melaka menyegani mereka apabila ada kekuatan lain yang ingin mencoba menyerang atau menguasai Siak, angkatan laut kerajaan Johor-Riau akan segera beraksi untuk mengusir agresor tersebut.

Siak yang semula berada di bawah kekuasaan Johor-Riau sudah berakhir, sebab Raja Kecil pada tahun 1723 mendirikan kerajaan yang berdiri sendiri di "Buantan:". Beliau menjadi raja pertama dengan gelar "Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah" (1723-1746). Kemudian pada masa pemerintahan "Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah”Raja kedua, kerajaan Siak, resmi namanya menjadi Siak Sri Indrapura, artinya kerajaan buantan merupakan cikal bakal dari kerajaan Siak Sri Indrapura.

Setelah mangkatnya Raja kecil, Tengku Buang menaiki tahta kerajaan menggantikan. Raja kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Nuzaffar Syah tahun 1146. Sultan kedua ini memindahkan ibu kota kerajaan dari Buantan ke hulu sungai Siak yang bernama "Nempura", nama kerajaan adalah Siak Sri Indrapura.

Pada tahun 1765 Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah wafat, maka sebagai pengganti beliau diangkatlah putra Tengku lsmail dengan gelar "Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah". Sebelum meninggal ayahnya berwasiat agar tidak mengadakan hubungan dengan Belanda, dan jangan sampai terjadi perselisihan atau perang sesame saudara, dan apabila pamannya Raja Alamuddin kembali ke Siak harus menyerahkan tahta kerajaan kepada pamannya, demi menentukan eksentensi kerajaan Siak Sri Indrapura. Rupanya Belanda mulai melirik atas pengangkatan Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah, dan mulailah Belanda menjalankan "Politik devide et impera", politik pecah belah dalam upaya melakukan kembali intervensi terhadap kerajaan Siak Sri lndrapura yang sebelumnya mengalami kegagalan, karena kekalahannya dalam perang Guntung.

Dengan mematuhi wasiat dari ayahnya, maka Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah menyerahkan tahta kerajaan kepada pamannya Raja Alamuddin dengan gelar "Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dengan kurun waktu 1166-1180. Pada masa inilah Belanda mulai melakukan intervensi dan menanamkan pengaruhnya di kerajaan Siak Sri lndrapura, karena Belanda juga berperan untuk menjadikan Raja Alamuddin

Sebagai Raja di Siak Sri Indrapura. Namun hal ini membuat Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah tidak merasa senang atas eksistensi Belanda di Siak Sri Indrapura. Kemudian Belanda ikut pula dalam bidang politik, misalnya memecah belah para pembesar kerajaan, dan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah banyak tahu bahwa sebagian dart pembesar kerajaan tidak menyenanginya karena ikut campur tangannya Belanda dalam pengangkatanya sebagai Sultan.

Atas beberapa pertimbangan, maka Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan ibu kota kerajaan dari Mempura ke Senapelan pada awal tahun 1767. Akhirnya Senapelan menjadi ramai dengan jalur perdagangan , dan dibangun pula sebuah Pekan (pasar) yang baru yang disebut “Bandar Pekan”, akhirnya lebih dikenal menjadi “Pekanbaru”, yang sekarang menjadi ibu kota provinsi Riau. Suatu hal yang dilakukan Sultan adalah merombak tradisi, yakni mengawinkan putrinya "Tengku Embung

(3)

Badariah” dengan seorang bangsa Wan Arab bernama “Sayed Syarif Osman Ihnu Syarif; Abdul Hahman Syaha Buddin: Sejak beliaulah Keturunan Sultan Melayu di Siak Sri Indrapura. dilanjutkan oleh Keturunan Arab.

Setelah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah wafat tahun 1780, dan beliau digantikan oleh putranya Tengku Muhammad Ali dengan gelar "Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Sebelum diangkat beliau adalah Panglima Besar Kerajaan, tahun 1760 berhasil menggagaIkan Belanda untuk menguasai Siak Sri Indrapura.

Sultan ini tidak lama memegang kendali pemerintahan, karena beliau diangkat sebagai Sultan kelima kerajaan Siak Sri Indrapura daIam usia lanjut, masa pemerintahnya beliau. terus mengembangkan bidang perekonomian dan perdagangan, disamping itu juga membuka hubungan dagang dengan daerah tentangga .Minangkabau, yaitu melalui Muara Mahat ke Payakumbuh. Demikian pula perdagangan dengan luar negeri (Singapura).

Setelah wafat anak pertama beliau Tengku Yahya dinobatkan sebagai Raja keenam Siak Sri Indrapura dengan gelar "Sultan Yahya Abdul JaIil Muzaffar Syah tahun 1782. Dia diangkat sebagai Sultan sesudah meninggalnya Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Nuazam Syah (Tenas Effendi; 1972,33).

Sistem pemerintahnya tidak berjalan baik, karena anak Tengku Embung Badariyah yang bernama "Tengku Said Ali" menginginkan pula sebagai sultan kerajaan Siak Sri Indrapura. Akibat tekanan dari Tengku Said Ali ini, akhirnya Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan ibukota kerajaan kembali ke Mempura, untuk menghindarikan pertentangan dengan Tengku Said Ali(Team penyusunan dan Penulisan Sejarah Riau; 1977, 251).

Namun tekanan datang silih berganti dari Tengku Said Ali kepada Sultan Yahya maka Tengku Said Ali melakukan serangan sehingga memaksa Sultan Yahya ke Iuar dari istana Siak Sri Indrapura tahun 1784, dan menyingkir ke Kampar, dari sini ia pergi ke Melaka untuk berziarah kemakam nenek moyangnya, akhir mangkat disana.

Setelah Sultan Yahya Abdul Jalil Nuzaffar Syah meninggal maka secara resmi diangkatlah T. Sayed Ali naik tahta kerajaan Siak Sri Indrapura dengan gelar "Sultan Assyaidis Syarif Ali Syaifuddin Baalawi" atau dipanggil T. Sayed Ali sejak inilah sistem pemerintahan atau struktur pemerintahan Siak Sri Indrapura keturunan Melayu-Arab.

Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sultan ketujuh memindahkan pusat pemerintahan Sri Mempura "Kota Tinggi", dengan pertimbangan Kota Tinggi terletak ditepi sungai Siak, dan memudahkan alur dagang. Masa T. Sayyed Ali inilah kerajaan Siak melakukan penaklukan-penaklukan seperti Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai, Kualuh, Panai, Bilah, Asahan, Serdang Langkat, Delim Temiang, Bangko, daerah Kubu, pelalawan, Tanah Putih Kerajaan Sambasadi Kalimantan

Tengku Sayyed Ali adalah Sultan yang cakap dan ahli dalam strategi perang, dan mampu menentukan para panglima perang yang punya kemampuan perang, sehingga pada masa pemerintahaan beliau dapat menaklukan mulai dari Temiang sampai kePelalawan, dari Tapung sampai ke Sambas Kalimantan.

Pada tahun 1810 Tengku Sayyed wafat dan digantikan oleh Tengku Sayyed Ibrahim anak Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syarifuddin. Dia diangkat untuk menggantikan ayahandanya dengan gelar "Sultan” syaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil KhaliIuddin Syah" yang merupakan sultan kedelapan. Dalam menjalankan pemerintahan

(4)

beliau pada prinsipnya tidak sanggup karena beIiau sering sakit-sakitan, sebagai pelaksanaan roda pemerintahan dijalankan Wali Sultan yakni "panglima Besar Tengku Muhammad.

Sultan inilah melakukan hubungan kerjasama dengan Inggris, pada tanggal 31 Agustus 1818 diikat suatu perjanjian dagang, yang di Tanda Tangani . oleh Sultan Siak Sultan Ibrahim dan pihak Inggrid Kolonel William Forquhar. Namun Kontak dagang tersebut diketahui oleh Belanda, maka oleh Gubernur Belanda di Malaka A Corperus mengirim utusan "Kapten D. Buys" ke Siak untuk mengecek kebenarannya, dan sekaligus mengadakan perjanjian dengan Siak tahun 1822 di Bukit batu. Isinya agar Siak tidak boleh mengadakan hubungan dengan negara lain, kecuali dengan Belanda.

Akibatnya sultan menghadapi dua negara yakni Inggris dan Belanda, namun Sultan terlalu lemah dan tekanan dari ke dua Negara agresor tersebut menyebabkan Sultan seakan-akan terombang ambing oleh dunia politik Eropa. Demikian puIa konflik orang-orang besar kerajaan, terutama dari puteranya Sultan sendiri bernama "Tengku Putera". Pada masa pemerintahannya inilah didirikan istana Siak Sri Indrapura di "Kuala mempura Kecil", sekaligus sebagai tempat peristirahatan beliau, tahun 1827 beliau mangkat.

Setelah Sultan Sayed Ibrahim wafat, maka ia digantikan oleh Tengku Sayyed Ismail yakni anak saudara Sultan bernama Tengku Mandah yang kawin dengan Tengku Muhammad. yang bergelar “Sultan Assyaidis. Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin “sultan ke sembilan.

Dengan pengangkatannya itu terjadi perselisihan dengan putera Sultan Ibrahim yakni Tengku Putera, karena ia juga ingin menjadi sultan Akibat perselisihan tersebut Siak menjadi lemah, hal ini menyebabkan daerah-daerah yang ditaklukannya itu masa moyangnya melepaskan diri dari kerajaan Siak Sri Nndrapura. Belanda pun ikut memainkan politiknya, hal ini dengan di tandainya perjanjian atas Deli, Serdang, Langkat, dan Asahan masuk ke dalam kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda pada tanggal 1 Pebruari 1858 (DGE, Hall ; 1988, 549).

Sementara itu terjadi pula perselisihan di kalangan istana, di mana keluarga sultan yang tidak senang atas perjanjian antara Belanda dengan Sultan. Sultan Syarif lsmail wafat pada tahun 1864 sehingga digelar “Marhum Indrapura”.

Setelah wafatnya Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin maka diangkatlah Sayed Kasim sultan kesepuluh dengan gelar “Sultan Assyaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1864. Lebih populer disebut Sultan Syarif Kasim I.

Sejak la diangkat campur tangan Belanda sangat nampak sekali, sehingga pengangkatan Sultan Syarif Kasim I ini kabarnya dilakukan setelah mendapat restu “Ratu Belanda”. di dalam pemerintahan Sultan di tempatkan pula seorang wakil pemerintah Belanda yang disebut "controleur".

Sementara itu pihak Kolonialisme Belanda yang terus melakukan konsolidasi pemerintahan di daerah pesisir timur Sumatera melihat prospek yang sangat baik bagi pengembangan perdagangan di masa datang. Untuk mempersiapkan hal itu, Belanda membentuk keresidenan baru yaitu keresidenan Sumatera Timur yang berpusat di Bengkalis, berdasarkan "Putusan Gubernemen tanggal 15 Mei 1813 nomor 13"(WHM. Schadeej 1918 : Bagian 11 Pasal 31). WiIayahnya meliputi antara lain Siak dan sekitarnya. Demikianlah Siak Sri Indrapura selama pemerintahan Sultan Syarif Kasim I, tahun 1889 beliau meninggal digelari dengan nama "Marhum Mahkota".

(5)

Mangkatnya Sultan Syarif Kasim I tanggal 21 Oktober 1889 oleh para pembesar kerajaan memilih puteranya bernama Tengku Ngah sebagai Sultan kesebelas, dengan gelar "Sultan Assyaidis Syarif Hasyim I Abdul Jalil Syaifuddin”. Pada masa pemerintahannya terjadi penciutan struktur pemerintahan kerajaan, yaitu jabatan Wakil Raja yang sebelumnya ada dihapuskan.

Perlawa tan beliau ke Eropa tahun 1889 dalam rangka menghadiri penobatan "Ratu Wilhelmina” di negeri Belanda sangat besar artinya, terutama dalam wawasan memerintah kerajaan Siak Sri Indrapura, kemudian untuk membangun istana kerajaan, membuka kebun secara besar-besaran, membeli dan membangun toko-toko di Singapura, dan menggalakan perdagangan.

Sultan ini berhasil membawa kerajaan Siak mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya, kendatipun pemerintahannya di bawah bayang-bayang pemerintah Belanda. Karya-karya besar yang telah dibuktikan masa pemerintahnya adalah : Terciptanya semacam "Konstitusi" dari kerajaan Siak Sri Indrapura. yang disebut dengan "Bab-Alkewa’id", artinya Pintu Segala Pegangan. Berdirinya Istana "Asserayah Al-Hasyimiah", Balaicung Sari, dan sebagainya.

Pada tahun 1908 Sultan Hasyim wafat dan digantikan oleh putra Mahkota yaitu Sayyed I Kasim yang pada waktu itu berumur16 tahun. Untuk sementara menjalankan roda pemerintahan diangkatlah dua orang pejabat yang mewakili raja (regent), yaitu Tengku Besar Sayyed Syarif Syagaf dan Datuk Lima Puluh menteri kerajaan (Tenas Effendi; 1972, 45).

Selama tujuh tahun lamanya pemerintahan Siak Sri Indrapura dijalankan oleh dua wakil raja tersebut, karena Sultan Syarif Kasim masih menimba pengetahuannya di Ba tavia. Barulah pada tanggal 3 Maret 1915 dalam usia 23 tahun dan memiliki kematangan usia dan wawasan ilmu pengetahuan, siap mental dan fisik, Sayyed Kasim dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura kedua belas dengan gelar "Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin.

Sultan kedua belas inilah yang merupakan Sultan terakhir kerajaan Siak Sri Indrapura. Sejak diproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka dengan serta merta dan didorong oleh niat ikhlas Sultan Syarif Kasim II telah menyerahkan harta pusaka beserta dengan istananya kepada pemerintah Indonesia, dan ini membuktikan bahwa sultan benar-benar berjuang untuk bangsa dan negara Indonesia, dan jelas mendukung proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

C. Kerajaan Siak Sri Indrapura di tinjau dari Pendidikan dan Pengajaran Sejarah. Sejarah Kerajaan Siak Sri lndrapura merupakan momentum sejarah lokal, sehingga sedikit sekali orang-orang luar daerah yang memahami dan mengetahui. bagaimana sebenarnya peranan sejarah siak Sri Indrapura sebagai sejarah lokal dan sejarah Nasional. Kami berusaha untuk mengungkap selintas tentang sejarah kerajaan Siak Sri lndrapura sebagaimana telah uraikan terdahulu.

Dari sejarah memiliki sekurang-kurang 4, (empat) kegunaan, diantaranya adalah, Kegunaan pertama sejarah mengandung nilai edukatif (memberikan pendidikan). Sering Kata mendengar. Kata-kata “belajarlah dari sejarah" atau "Sejarah mengajarkan kepada kita" atau "Perhatikan pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh sejarah". Historia vitae magistra artinya "sejarah sebagai cermin kehidupan Dari sejarah dapat mendidik kita bijaksana dan masih banyak aspek pendidikan yang kita dapati dari belajar dari sejarah.

(6)

Dari sejarah mendidik kita untuk menghargai sesuatu momentum, dari sejarah kita memiliki wawasan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Bila berhasil diterapkan pendidikan sejarah yang sebenarnya akan timbul kegairah di kalangan para subjek didik pada waktu pendidikan sejarah tengah disajikan guru. Sebab guru sejarah tidak lagi sebagai pengajar sejarah, tetapi sebagai pendidik sejarah. Pendidikan sejarah tidak saja mementingkan jumlah cakupannya, segi kuantitas, tetapi juga mutu, kualitas, bahan yang di sajikan. Dalam pendidikan sejarah yang demikian, bahan sejarah yang disajikan juga mendalam, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan para subjek didik. Dengan demikian seringkali cakupan bahan relatif sedikit, tetapi cukup mendalam. Pendalaman bahan akan lebih memudahkan terjadinya internalisasi nilai-nilai yang ada dalam bahan sejarah yang disajikan. Bahan sejarah sebagai manispestasi sebagai aspek dari kejadian sejarah yang sebenarnya.

Kegunaan kedua, memiliki daya guna "instruktif", artinya dari belajar sejarah dapat memberikan pengajaran. Tujuan pengajaran sejarah adalah untuk dengan cara-cara yang terencana dan terarah memberikan kepada anak didik suatu kesadaran mengenai masa lampau, caranya ialah dengan menyajikan kepada subjek didik hasil penelitian ilmu yang memang bertujuan mengungkapkan masa lampau manusia, yaitu hasil penelitian ilmu sejarah.

Kegunaan sejarah ketiga, adalah "Inspiratif", artinya dengan sejarah memberikan inspirasi atau ilham. Tindakan-tindakan kepahlawanan dan telah dilakukan oleh pahlawan-pahlawan kita pada masa lampau dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan yang sekarang. Dari peristiwa-peristiwa besar mengilhami kita supaya mencetuskan peristiwa yang besar, Pula Misalnya jiwa dan semangat rela berkorban, pantang menyerah dari Pahlawan bangsa pada rasa revolusi fisik, atau pada masa melawan kolonialisme dan Imperialisme asing sebelum proklamasi. Dengan demikian sejarah dapat membangkitkan jiwa dan semangat nasional dan patriotisme.

Kegunaan sejarah keempat, adalah "Rekreatif", artinya dari sejarah dapat memberikan kesenangan lain pada kita. Kesenangan ltu dapat dilakukan melalui pengamatan langsung ke obyek-obyek peninggalan, sejarah dan budaya artinya melalui "Pesona perlawatan".

Dengan melihat dan menyaksikan bentuk~bentuk peninggalan tersebut, seolah-olah kita terbawa oleh pikiran ke masa lampau, sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan, dan timbul pula rasa kagum masing-masing kita, bagaimana para pendahulu-pendahulu kita dapat berpikir canggih dan memiliki daya seni dan arsitektur indah. Dari sejatah inilah kita mendapatkan kesenangan lahir maupun batin.

Dari pendidikan sejarah khususnya Peranan kearajaan Siak Sri Indrapura dapat memberikan wawasan kita, sehingga kita dapat memandang sebagai berikut :

1. Melihat perkembangan kehidupan manusia Indonesia sebagai satu kesatuan perkembangan yang berkesinambungan dari jaman pra sejarah sampai dengan jaman modern.

2. Memandang gerakan-gerakan bangsa Indonesia sebagai perjuangan untuk mempertahankan harkat sebagai bangsa yang sederajat dengan bangsa lain di dunia ini, dan bahwa gerakan-gerakan itu adalah dalam rangka menentang setiap bentuk penindasan dan penjajahan di muka bumi ini.

3. Mengembangkan lukisan sejarah yang “proporsional konsentris”, yaitu yang berpusat pada lukisan utama mendalam tentang bangsa Indonesia. Kemudian baru tentnag

(7)

sejarah negara-negara tetangga, dan terakhir secara lebih “Komprehensif ” tentang bangsa-bangsa lain di luar Indonesia dan negara-negara tetangga tersebut. (DR. IG. Widjaj 1989, 25).

Demikian pula dari pendidikan dan pengajaran sejarah menurut, Harsya W. Bachtiar dapat mencerminkan paling tidak untuk keperluan pendidikan, yang diharapkan menghasilkan generasi-generasi baru yang memiliki sifat-sifat juang, kita harus menampilan pahlawan-pahlawan yang tidak dikalahkan musuh, terlebih lagi yang tidak menyerah. Dengan perkataan lain, kita harus secara sadar membebaskan diri dari unsur-unsur warisan kebudayaan jajahan Belanda yang tidak sesuai dengan tuntutan kita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, bangsa yang membangun, bangsa yang mempunyai semangat juang, bangsa yang agung.

Melalui Pendidikan dan pengajaran sejarah kita dapat menarik kesimpulan bahwa kerajaan Siak Sri Indrapura merupakan momentum sejarah lokal, yang mau tidak mau merupakan momentum nasional, yang memiliki nilai edukatif, instruktif, inspiratif maupun rekratif. Sebagai masyarakat lokal, setiap kita harus dapat mengetahui dan memahaminya.

Nilai edukatif dari peranan sejarah Siak Sri Indrapura adalah merupakan materi untuk muatan lokal, para subjek didik secara langsung mampu dan faham akan eksistensi kerajaan Siak Sri lndrapura dalam sejarah daerah dan Nasional. Nilai Instruktif, dapat banyak belajar bagaimana awal dan berakhir kerajaan Siak Sri Indrapura, siapa-siapakah sultan-sultan yang permh memerintah, kerajaan Siak Sri Indrapura, dan sebagainya. Nilai Inspiratif dapat memberikan ilham bagi subjek didik atau peserta didik, atau pengajar dan pendidik sejarah dari peristiwa dulu baik menyangkut tentang aspek positif maupun negatif, untuk masa mendatang dapat lebih di tingkatkan. Demikian pula Nilai rekreatif . yang diberikan sejarah, dapat memberikan rasa senang bagi setiap orang, misalnya bentuk-bentuk peninggalan kerajaan Siak Sri Indrapura setiap saat dapat dikunjungi. baik wisatawan mancanegara maupun domestik. Demikian pula dapat pula menjadi studi ilmiah para ahli sejarah, budaya, maupun arsitek.

D. Kesimpulan dan Saran

Dari uraian makalah yang telah dikemukaan, maka beberapa kesimpulan dapat diambil, diantaranya adalah :

1. Kerajaan Siak Sri Indrapura merupakan sejarah lokal namun tidak dapat dipisahkan dari sejarah nasional.

2. Kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk salah satu kerajaan besar, yang memiliki hubungan dengan kerajaan Melaka, Johor-Riau

3. Pusat pemerintahan kerajaan Siak Sri Indrapura selalu berpindah-pindah, kepindahan tersebut dilakukan oleh Sultan yang memerintah pada waktu itu, baik pertimbangan politik, keamanan, maupun ekonomi dan perdagangan.

4. Kerajaan Siak Sri Indrapura merombak tradisi lama, yakni melakukan perkawinan dengan keturunan lain, khususnya Arab, sehingga. sebagian Sultan yang memerintah Siak merupakan keturunan Arab-Nelayu. Gelar kebangsawanan terjadi perubahan, sehingga dikenal dengan "Assyaidis" atau Sayyed".

5. Pada masa pemerintahan Sultan-sultan di Kerajaan Siak Sri Indrapura ada yang bekerjasama dengan Belanda, dan ada pula menentang kehadiran Belanda, sehingga

(8)

muncul peperangan. Belanda di kerajaan Siak Sri Indrapura melakukan politik “devide et impera". Demikian pula hubungan Kerajaan Siak Sri lndrapura dengan pemerintah Inggris. telah terjadi beberapa kontrak dagang maupun politik dengan Belanda maupun Inggris.

6. Pada pemerintah Sultan terakhir Syarif Kasim II dengan rela dan ikhlas menyerahkan harta beserta istana kepada pemerintah Republik lndonesia, dan mendukung proklamasi kemerdekaan yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945.

7. Kerajaan Siak Sri Indrapura telah memberikan konstribusi baik untuk daerah setempat maupun daerah lain, terutama peninggalan-peninggalan yang masih ada sampai sekarang.

Saran-Saran

Uraian ini akan dilengkapi pula dengan beberapa saran, diantaranya adalah :

1. Sebagai subjek didik, pendidik dan pengajar sejarah wajib mengetahui dan memahami eksistensi kerajaan Siak Sri Indrapura, sebagai salah satu sejarah lokal, dan tidak terpisahan dari sejarah nasional.

2. Sebagai generasi menerus sudah sewajarnya untuk mencintai peninggalan sejarah, dan dapat selalu dilestarikan, sehingga dapat pula dinikmati oleh generasi-generasi yang akan datang.

3. Pelajarilah sejarah Siak Sri Indrapura dari berbagai aspek, dan lakukanlah penelitian secara ilmiah dengan berdasarkan historiografi Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad Yatim, Inventarisasi Benda-benda Koleksi Bersejarah dalam Istana Siak Sri Indrapura, Mimeo, Pekanbaru, 1989

Andaya. Leonard Y, Kerajaan Johor 1641-1728, Di terjemahkan oleh Samfuddin Jaafar, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1987 Anrooy, HA. Hijmana van, Catatan Tentang Kerajaan Siak, terjemahan S.Panjaitan, 1973 H. Buyong Adil, Sejarah Johor, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran

Malaysia, Kuala Lumpur, 1980

Harsya, W Bachtiar, Prof. Sejarah Lisan di Indonesia, Sebuah Laporan, di dalam Lembaran Beri ta Sejarah Lisan, ARNAS RI, Jakarta, 1981

Hall, WE, Sejarah Asia Tenggara, terjemahan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Kuala Lumpur, 1973

IG. Widja, DR. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah, Depdikbud; Dikti, Jakarta, 1989

(9)

Netshher, E, De Nederlanders in Johor en Siak 1602 tot 1865, Bruinings'& Wijt, Batavia, 1870. ,

Scahde, VHM, Geschiedenis van Sumatrat’s Oostkust (Se,jarah Sunia tera T imur), Ooskust van Sumatera Instituut (Institut untuk pantai timur Sumatera), Amsterdam, 1918. .

Muchtar Lutfi, et-all. Sejarah Daerah Riau, Senopres, Pekanbaru, 1977

Team Penyusunan dan Penulisan Sejarah Riau, Pemda TK I Riau, Pekanbaru, 1977

Tenas Effendy, Lintasan S ejarah Siak Sri Indrapura, Badan Pembina Kesenian Daerah Riau, Pekanbaru, 1972

Referensi

Dokumen terkait

a.. 4enis usaha yang menglah bahan baku men$adi barang $adi disebut.. 'edagang yang tidak menetap dan berkeliling disebut pedagamg .. 'engiriman barang dari dalam negeri keluar

Selanjutnya memodelkan timbunan dengan penambahan perkuatan geotekstil dengan variasi panjang perzona dan panjang seragam menggunakan metode kesetimbangan yang paling

Meja Kursi Tamu dari kayu,furniture dan kelengkapan rumah tangga lainnya dari rotan atau bambu.. Garam Meja, Garam

Adanya perbedaan harga antara kedua desa tersebut disebabkan oleh karena kuantitas paku pohon (tanggiang) lebih banyak ditemukan di Desa Suka Makmur daripada di

Hasil tersebut menunjukkan bawa nilai tertiggi yang diraih oleh siswa sudah berada pada kategori sangat baik, sedangkan nilai terendah yang didapatkan siswa berada pada

Segala sesuatu harus dilakukan atas dasar kasih, sehingga guru bimbingan konseling Kristen bersedia meluangkan waktunya, persaannya, dan dirinya untuk

Diener membagi komponen kesejahteraan subjektif menjadi tiga bagian, yaitu 1 Kepuasan hidup life Satisfaction, yakni suatu keseluruhan yang merupakan evaluasi kognitif terhadap

Tujuan dari perancangan visual novel Manarah ini adalah untuk mengangkat cerita Ciung Wanara menjadi cerita yang bisa dikenal oleh masyarakat luas. Konteks cerita