• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN JALAN NAFAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GANGGUAN JALAN NAFAS"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

GANGGUAN JALAN NAFAS

Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Anestesi yang diampu oleh dr. Titin S., Sp. An. Semester III Blok 8 Tahun Ajaran 2011/2012

OLEH :

KELOMPOK VIII

1.

Ayu Rindwitia Indah P.

H2A010008

2.

Fithri Ratna Sari

H2A010018

3.

Kartika Ayu Mekarsari

H2A010028

4.

Oktavia Candra Utami

H2A010038

5.

Syarifah Alfi Azzulfa Alathas

H2A010048

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

S1 PENDIDIKAN DOKTER UMUM

▸ Baca selengkapnya: perbedaan pola nafas dan gangguan pertukaran gas

(2)

Pendahuluan

Pembunuh yang tercepat pada penderita trauma adalah ketidak mampuan untuk mengantarkan darah yang terorganisasi ke otak dan struktur vital ian. Pencegahan hipoksemia memerlukan airway yang terlndungi, terbuka dan ventilasi yang cukuo yang merupakan prioritas yang arus didahulukan dibandingkan keadaan lainnya. Airway harus diamankan, O2 diberikan dan bantuan ventilasi diberikan. Semua penderita trauma memerlukan tambahan O2.

Kematian dini kaena masakah air way sering kali masuh dapat dicegah dan dapat disebabkan oleh :

1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway 2. Katidakmampuan untuk membuka airway

3. Kegagalan mengetahui adanya airway

4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang 5. Kegagala mengetahui adanya keluhan ventilasi

6. Aspirasi isi lambung.

Nb : air way dan ventilasi merupakan prioritas pertama

Anatomi dan Fisiologi Jalan Nafas A. ANATOMI

Sistem pernafasan terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan paru. Setiap bagian dari sistem ini memainkan peranan penting dalam proses pernafasan, yaitu dimana oksigen dapat masuk ke aliran darah dan karbon dioksida dapat dilepaskan. 1. Jalan Nafas Atas

Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memungkinkan udara atmosfear masuk melalui hidung, mulut dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan nafas terdiri dari rongga hidung dan rongga mulut, laring, trakea sampai percabangan bronkus. Udara yang masuk melalui rongga hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembaban, dan penyaringan dari segala kotoran. Setelah rongga hidung, dapat dijumpai daerah faring mulai dari bagian belakang platum mole sampai ujung bagian atas dari oesofagus.

(3)

1. Nasofaring (bagian atas), dibelakang hidung;

2. Orofaring (bagian tengah), dapat dilihat saat membuka mulut; 3. Hipofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring.

Dibawah faring terletak oesofagus dan laring yang merupakan permulaan jalan nafas bawah. Di dalam laring ada pita suara dan otot – otot yang dapat membuatnya bekerja, serta terdiri dari tulang rawan yang kuat. Pita suara merupakan suatu lipatan jaringan yang mendekat di garis tengah .

Tepat di atas laring, terdapat struktur yang berbentuk daun yang disebut epiglotis. Epiglotis ini berfungsi sebagai pintu gerbang yang akan menghantarkan udara yang menuju trakhea, sedangkan benda padat dan cairan akan dihantarkan menuju oesofagus. Dibawah laring, jalan nafas akan menjadi trakhea, yang terdiri dari cincin – cincin tulang rawan.

2. Jalan Nafas Bagian Bawah

Jalan nafas bawah terdiri dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru. Pada saat inspirasi, udara masuk melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas bawahsebelum mencapai paru-paru. Trakhea terbagi dua cabang, yaitu bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Masing – masing bronkus utama terbagi lagi menjadi beberapa bronkus primer dan kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.

(4)

B. FISIOLOGI

Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli melintasi membran alveolar-kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi kemudian akan membawa oksigen yang berikatan dengan sel darah merah ini menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada membran alveolar – kapiler dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai, maka sel darah merah yang telah teroksigenasi (kadar karbondioksida rendah) ini akan menuju sisi kiri jantung dan akan dipompakan ke seluruh sela dalam tubuh.

Saat mencapai jaringan, sela darah merah yang teroksigenasi ini akan melepaskan ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk bahan bakar metabolisme. Juga karbon dioksida akan masuk sel darah merah yang rendah

(5)

oksigen dan tinggi karbon dioksida ini akan menuju sisi kanan jantung, untuk kemudian dipompakan ke paru-paru.

Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah, bahwa alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup.

Proses pernafasan sendiri ada dua :

- Inspirasi ( Menghirup)

- Ekspirasi ( Mengeluarkan Nafas)

Inspirasi dilakukan oleh dua jenis otot :

1. Otot Intercostae, antara iga- iga (costae)

Pernafasan ini dikenal dengan pernafasan torakal. Tentu saja otot harus dipersyarafi dan dilakukan melalui Nervus Intercostalis (Toracal I – XII). 2. Otot Diagfragma, bila kontraksi maka diagfragma akan turun

Ini dikenal sebagai pernafasan abdominal, dan persyarafannya melalui Nervus Frenikus yang berasal dari Cervical III – IV – V.

Pusat pernafasan ada di batang otak, yang mendapatkan rangsangan melalui baro resptor yang terdapay di aorta dan arteri carotis. Melalui Nervus Frenikus dan Nervus Intercostalis akan terjadi pernafasan abdomino-toracal (pada bayi toraco-abdominal).

Dalam keadaan normal, maka ada volume tertentu yang kita hirup saat bernafas yang dikenal sebagai volume tidal. Bila membutuhkan oksigen lebih banyak

(6)

maka akan dilakukan penambahan volume pernafasan melalui pemakaian otot – otot pernafasan tambahan.

Bila pernafasan lebih dari 40 x/menit, maka penderita harus dianggap mengalami hipoventilasi (nafas dangkal). Baik frekuensi nafas maupun kedalaman nafas harus dipertimbangkan saat mengevaluasi pernafasan. Kesalahan yang sering terjadi adalah anggapan bahwa penderita dengan frekuensi nafas yang cepat berarti mengalami hiperventilasi.

Air way

a. Pengenalan masalah

Gangguan air way dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresid dan atau berulang. Meskipun sering kali berhubungan dengan nyeri dan atau kecemasan, takipnea mungkin merupakan tanda yang samar tetapi dini akan adanya bahaya terhadap airway atau ventilasi. Oleh karena itu penting untuk melakukan penilaian ulang yang sering terhadap kelancaran airway dan kecukupan ventilasi. Khususnya penderita dengan penurunan kesadaran mempunyai resiko terhadap gangguan airway dan sering kali memerlukan pemasangan airway definitif. Penderita dengan cedera kepala dan tidak sadar, penderita yang berubah kesadarannya karena alkohol dan atau obat-obatan yang lain, dan mengalami gangguan pernafasan. Pada penderita seperti ini, pemasangan intubasi endotrakeal dimaksutkan untuk :

a. Membuka airway

b. Memberikan tambahan O2 c. Menunjang ventilasi d. Mencegah aspirasi

Pada penderita trauma terutama bila telah mengalami cedera kepala maka manjaga oksigenasi dan mencegah hiperkarbia merupakan hal yang utama dalam pengelolaan penderita trauma.

Dokter harus dapat memperbaiki kemungkinan timbulnya muntah pada semua penderita yang timbulnya munta pada semua penderita yang cedera dan sudah siap untuk kemungkinan itu. Adanya isi lambung di dalam orofaring menandakan adanya resiko aspirasi. Pada keadaan ini harus segera dilakukan penghisapan dan rotasi seluruh tubuh penderita ke posisi lateral.

(7)

1. Trauma maksilofasial

Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan airway yang agresif. Contih mekanisme penyebab cedera ini adalah penumpang/pngemudi kendaraan yang tidak menggunakan sabuk pengaman dan kemudian terlempar mengenai kaca depan dan dashboard. Trauma pada daerah tengah wajah dapat menyebabkan fraktur-dislokasi dengan gangguan padanasofaring dan orofaring. Fraktur pada wajah mungkin menyebabkan sekresi yang meningkat dan gigi yang tercabut, yang menambah masalah-masalah dapat mempertahankan masalahdalam mempertahankan airway yang terbuka patien fraktur rahang bawah, terutama fraktur korpus bilateral, dapat menyebabkabn hilangnya tumpuan normal dan sumbatan airway akan terjadi apabila penderita berada dalam posisi berbaribg mungkin merupakan indikasi bahwa ia mungkin merupakan indikasi bahwa ia mengalami kesulitan menjaga airway atau mengatasi sekresi

2. Trauma leher

Luka tembus leher dapat menyebabka kerusakan vaskuler dengan perdarahan yang berat. Ini dapat mengkibatkan perubahan posissi dan sumbatan ini tidak memungkinkan intubasi endotrakheal ini tidak memungkinkan intubasi endotorakal maka akan di perlukan suatu pemasangan airway dengan cara pembedahan secara urgen. Perdarahan dari kerusakan vaskuler yang berdekatan dapat banyak dan mungkin memerlukan pembedahan untuk mengatasi.

Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan kerusakan pada laring atau trakhea yang kemudian meyebabkan sumbatan airway atau perdarahan hebat pada sistem trakheobronkial sehingga sebegra memerlukan airway definitif.

Cedera leher dapat menyebabkan sumbatan sirway parsial karena kerusakan laring dan trakea atau penekanan pada air way akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak di leher . mula-mula penderita dengan cedera airway yang serius seperti ini mungkin masih dapat mempertahankan airway akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak di leher. Mula-mula penderita dengan cedera airway yang serius seperti ini mungkin masih dapat mempertahankan airway dan ventilasinya, namun bila dicurigai bahaya terhadap airway, suatu ada, pipa endotorakal harus dipasang secara hati-hati. Apabila penderita mengalami obstruksi airway, yang dapat terjasi secara mendadak dan surgical airway secara dini biasanya diperlukan.

(8)

Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi hal ini daat menyebabkan sumbatan airway akut. Fraktur laring ditandai dengan adanya trisas :

a. Suara parau

b. Emfisema subkutan c. Teraba fraktur

Apabila airway penderita tersumbat total atau penderita berada dalam keadaan gawat 9disstress) nafas berat, diperlukan usaha intubasi, intubsi dengan tuntutan endoskop flexibel mungkin menolong pada situasi ini, tetapi hanya kalau dapat dilakukan dengan segera. Apabila intubasi tidak berhasil, diperlukan trakheostomi darurat dan kemudian diikuti dengan pembenahan dengan pembedahan. Namun trakheostomi apabila dilakukan pada keadaan darurat, dapat menyebabkabn perdarahan yang bnyak dan mungkin membutuhkan waktu yang lama. Krikotiroidotomi surgical meskipun bukan merupakan pilihan cara yang dapat menyelamatkan penderita.

Trauma jalan pada laring atau trakhea mudah dikenali dan memerlukan perhatian segera. Terpotingnya total trakhea atau subatan terpotongnya total trakhea atau sumbatan airway oleh darah atau jaringan lunak dapat menimbulkan bahaya airway akut yang memerlukan bahaya airway akut yang memerlukan koreksi segera. Cedera-cedera seperti ini sering diikuti cedera-cedera esofagus, artei karotis, atau vena jugularis juga kerusakan luas jaringan sekitarnya karena efek ledakan.

Adanya suara nafas tambahan menunjukkan suatu sumbaytan airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total. Tidal adanya pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah terjadi. Pabila tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjdi. Apabila tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjadi lebih sulit adanya dispnea mungkin hanya satu-satunya bukti adanya sumbatan airway atau cedera trakheobronkhial.

Apabila dicurigai terdapat fraktur laring, berdasarkan pada mekanisme cedera dan tanda-tanda klinis yang samar-samar, maka computed tomography mungkin dapat membantu menemukan cedra macam ini

(9)

Pengelolaan air way dan ventlasi

Saat initial assessment pada airway, penderita yang mampu berbicara memberikan jaminan bahwa airwaynya terbuka dan tidak dalam keadaan yang berbahaya. Oleh karena itu, tidakan awal yang paling penting adalah dengan mengajak penderita berbicara dam memancing jawaban verbal. Suatu respon verbal yang positif dan sesuai menunjukkan bahwa airway penderita terbuka, ventilasi utuh, dan perfusi otak cukup. Kegagalan untuk berespon memberikan kesan suatu gangguan tingkat kesadaran atau airway/ventilasi yang mengalami.

b. tanda-tanda objektif-sumbatan airway

1. Lihat (look) apakah penderita mengakami agitasi atau tampak bodoh. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan tampak bodohmemberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan yang, apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway

2. Dengar (liaten) adanya suara abnormal. Pernafasan yang berbunyu (suara nafas tambahan) adalah pernafasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring) berkumur(gargling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Suara parau (hoarseness dysphonia) menunjukkan sumbatan pada laring. Penderita yang melawa dan kata-kata kasar (gaduh dan gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena keracunan/ mabuk

3. Raba (feel) lokasi trakhea dan dengan cepat tentukan apakah trakhea berada di tengah.

PENGELOLAAN JALAN NAFAS

Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Pulse oxymeter penting digunakan. Bila ditemukan masalah atau dicurigai adanya masalah, tindakan-tindakan sebaiknya dimulai secepatnya untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi resiko bahaya pernafasan lebih lanjut. Ini berupa teknik-teknik mempertahankan airway, tindakan-tindakan airway definitif (termasuk surgical airway), dengan cara-cara untuk memberikan tambahan ventilasi. Karena semua tindakan-tindakan ini

(10)

mungkin mengakibatkan pergerakan pada leher, maka perlindungan terhadap servikal (servical spine) harus dilakukan pada semua penderita ,bila terutama diketahui adanya cedera servikal yang tidak stabil atau penderita belum sempat dilakukan evaluasi lengkap serta beresiko. Servikal harus dilindungi sampai kemungkinan cedera spinal telah disingkirkan dengan penilaian klinis dan pemeriksaan foto ronsen yang sesuai.

Penderita yang memakai helm dan membutuhkan tindakan terhadap jalan nafasnya, kepala dan leher harus dijaga dalam posisi netral, sampai helm dapat dilepaskan. Ini adalah prosedur yang harus dilakukan 2 orang. Satu orang melakukan imobilisasi segaris in line dari arah leher,sedangkan petugas satu lagi menarik kedua sisi helm ke arah lateral,sambil menarik helm ke arah kranial. Kemudian imobilisasi segaris di ambil alih dari petugas yang berada di kepala, dan keudian dilakukan proteksi servikal. Bila diketahui ada cedera servikal,maka membuka helm memakai alat pemotong gips akan mengurangi pergerakan leher.

Pemberian oksigen harus dilakukan sebelum dan segera setelah pengelolaan jalan nafas. Alat suction yang kaku(rigid) harus senantiasa tersedia. Penderita dengan fraktur tulang wajah mungkin disertai fraktur lamina kribrosa dan pemakaian kateter suction yang unak, mungkin akan menyebabkannya masuk ke dalam rongga tengkorak.

A. Teknik-teknik mempertahankan airway

Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan. Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal atau nasofaringeal. Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Prosedur -prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris.

1. Chin lift

Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian secara hati- hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah utuk membuka mulut. Ibu jari juga dapat diletakkan di belakang gigi seri bawah dan secara bersamaan, dagu dengan hati- hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperektensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita

(11)

dengan kemungkinan patah ruas tulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

2. Jaw thrust

Maneuver mendorong rahang di lakukan dengan cara memegang sudut rahang bawah kiri dan kanan, dan mendorong rahang bawah kedepan. Bila cara ini dilakukan sambil memegang masker dari alat bag-valve, dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat.

3. Airway orofaringeal

Airway oral disisipkan kedalam mulut dibalik lidah. Teknik yang dipilih adalah dengan menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah dan menyisipkan airway tersebut kebelakang. Alat ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang yang justru akan membuntu airway.

Teknik lain adalah dengan menyisipkan airway oral secara terbalik, sehingga bagian yang cekung mengarah ke kranial sampai didaerah pallatum molle. Pada titik ini alat diputar 180°, bagian cekung mengarah ke kaudal , alt diselipkan ketempatnya di atas lidah. Cara ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak,karena rotasi alat ini dapat mencederai mulut dan faring.

4. Airway nasofaringeal

Airway nasofaringeal disisipkan pada salah satu lubang hidung dan dilewatkan dengan hati-hati ke orofaring posterior. Pada penderita yang masih memberikan respon airway nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaringeal karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah. Alat tersebut sebaiknya di lumasi baik-baik,kemudian disisipkan ke lubang hidung yang tampak tidak tertutup. Bila hambatan dirasakan selama pemasangan airway,hentikan dan coba melalui lubang hidung satunya. Bila ujung dari pipa nasofaring bisa tampak di orofaring posterior , alat ini dapat menjadi sarana yang aman untuk pemasangan pipa nasogastrik pada penderita dengan patah tulang wajah.

5. Multimen esophageal airway device

Alat ini dipakai oleh paramedik di para Rumah sakit sebagai alternatif untuk pemasangan airway definitif. Satu cabang akan berhubungan dengan esofagus,satu cabang lainnya akan berhubungan dengan jalan nafas. Petugas yang memasang alat

(12)

ini sudah terlatih untuk menentukan cabang yang mana akan berhubungan dengan esofagus akan ditutup,dan cabang yang mana akan berhubungan dengan trakea, dan yang mana dengan esofagus. Cabang yang berhubungan dengan esofagus akan ditutup , dan cabang yang berhubungan dengan trakhea akan dilakukan ventilasi. Pemakaian detektor CO2 akan meningkatkan akurasi pemasangan alat ini. Bila penderita terpasang alat ini, maka setelah penilaian penderita, alat ini harus dibuka dan diganti dengan airway definitif.

6. Laryngeal mask airway (LMA)

LMA bukan airway definitif. Pemasangan alat ini cukup sulit dan memerlukan latihan yang cukup. Peran alat ini dalam resusitasi penderita belum jelas. Bila penderita terpasang alat ini, maka setelah penilaian penderita, harus dipertimbangkan untuk membuka dan diganti dengan airway definitif, atau membiarkan alat ini di tempatnya.

B. Airway definitif

Pada airway definitif maka ada pipa di dalam trakea dengan balon ( cuff ) yang dikembangkan, pipa tersebut di hubungkan dengan suatu alat bantu pernapasan yang diperkaya dengan oksigen, dan airway tersebut dipertahankan ditempatnya dengan plaster. Terdapat 3 macam airway definitif, yaitu ; pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical ( cricotiroidotomi / trakeostomi ). penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan – penemuan klinis antara lain :

1. Adanya apneu

2. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas ddengan cara – cara yang lain. 3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus. 4. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, seperti akibat lanjut dari

cedera inhalasi, patah tulang wajah, hematoretrofaringeal, atau kejang – kejang yang berkepanjangan.

5. Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan napas ( GCS < 8 )

6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah.

Rute dan metoda yang digunakan ditentukan oleh tingkat kegawatan dan keadaan yang menyebabkan perlunya tindakan terhadap airway. Bantuan ventilasi yang berlangsung lama, akan dipermudah dengan tambahan sedasi,analgesik, atau pelemas

(13)

otot, sesuai indikasinya. Penggunaan pulse oxymeter dapat membantu dalam menentukan perlunya airway definitif, saat pemasangan airway definitif dan efektivitasnya airway definitif.

Tabel 1- Indikasi Airway Definitif.

Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadar Apnea

 Paralisis neuromuskuler  Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat  Takipnea  Hipoksia  Hiperkarbia  Sianosis Bahaya aspirasi  Perdarahan  Muntah – muntah

Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan  Hematoma leher  Cedera laring, trakea  Stridor

Intubasi orotrakial dan nasotrakeal adalah cara yang paling sering digunakan. Adanyta kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan pada penderita yang memerlukan perbaikan airway.

C. Airway Definitif-Intubasi Endotrakeal

Penting untuk memastikan ada atau tidaknya fraktur ruas tulang leher, tetapi pengambilan foto servikal tidak boleh mengganggu atau memperlambat pemasangan airway definitif bila indikasinya telah jelas.

(14)

Penderita yang mempunyai skor GCS8 atau lebih rendah harus di intubasi. Apabila tidak diperlukan intubasi segera, pemeriksaan foto servikal dapat dilakukan. Tetapi, foto servikal lateral yang normal tidak menyingkirkan adanya cedera ruas tulang leher.

Catatan:

Faktor yang paling menentukan dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif bila dilakukan dengan dengan tepat. Oklusi esofagus dengan penekanan krikoid berguna dalam mencegah aspirasi dan memberikan visualisasi airway yang lebih baik. Bila telah diputuskan bahwa diperlukan intubasi orotrakeal,sebaiknya dilakukan teknik dua-orangdengan immobilisasi segaris pada servikal. Bila penderita apnea, diperlukan intubasi orotrakeal. Setelah pemasangan pipa orotrakeal, balon sebaiknya dikembangkan dan bantuan ventilasi(assisted ventilation) mulai diberikan. Penempatan pipa yang benar dilakukan dengan mendengar adanya suara nafas yang sama di kedua sisi paru dan tidak terdeteksinya borborigmi pada epigastrium , pada waktu inspirasi mengesankan suatu intubasi esofageal dan memerlukan pemasangan ulang. Suatu detektor karbondioksida (colorimetric CO2 monitoring device)dapat dipakai untuk membantu memastikan intubasi airway telah benar. Adanya karbonoksida didalam udara ekhalasi merupakan indikasi bahwa airway di intubasi dengan baik, tetapi bukan jaminan bahwa letak pipa tepat. Apabila karbondioksida tidak terdeteksi, dipastikan pipa dimasukkan kedalam esofagus. Indikator karbondioksida colorimetric tidak bisa digunakan untuk pemantauan fisiologis adapun menilai kecukupan ventilasi. Setelah letak pipa (yang benar) ditentukan,pipa harus dipertahankan agar tidak berubah.

Gambar 1

Algoritme Airway

Keperluan Segera Airway Definitif Kecurigaan cedera servikal

Oksigenasi / ventilasi

Apneic Bernafas

(15)

dengan imobilisasi atau orotrakeal servikal segaris dengan imobilisasi servikal segaris* Cedera maksilofasial berat

Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi

Tambahan farmakologik

Intubasi orotrakeal Tidak dapat intubasi

Airway Surgical

*Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

Apabila penderita dipindahkan,letak pipa sebaiknya dinilai ulang dengan cara auskultasi kedua lapangan paru untuk mendengarkan adanya suara nafas yang sama dan dengan menilai ulang karbondioksida yang dikeluarkan udara nafas (ekshalasi).

Intubasi nasotrakeal adalah teknik yang bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway yang tidak memungkinkan foto servikal. Intubasi nasotrakeal secara membuta memerlukan penderita yang masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. Makin dalam penderita bernafas, makin mudah mengikuti aliran udara sampai kedalam laring. Fraktur wajah, fraktur sinus frontalis, fraktur sinus cranii, dan fraktur lamina cribiformis merupakan kontraindikasi relatif untuk intubasi nasotrakeal. Adanya fraktur nasalis,raccoon eyes ,battle sign, dan kemungkinan kebocoran cairan cerebrospinalis (rinorrhea atau otorrhea) merupakan tanda adanya cedera – cedera tersebut. Tindakan pencegahan berupa immobilisasi servikal harus dilakukan seperti pada intubasi orotrakeal.

(16)

Penderita yang datang dengan pipa endotrakeal telah terpasang harus dipastikan pipanya berada pada tempat yang benar. Ini penting dilakukan karena pipa mungkin telah dimasukkan kedalam esofagus, bronkus utama, atau tercabut selama transportasi dari lapangan atau rumah sakit lain. Pemeriksaan foto thorax, pemantauan CO2, dan pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menilai posisi pipa. Adanya karbondioksida dalam udara ekshalasi memastikan bahwa pipa di airway. Penderita -penderita dengan cedera ruas tulang leher, artritis servikal yang berat, leher yang pendek berotot, atau cedera maksilofasial/mandibular secara teknis mungkin sulit dilakukan intubasi. Penggunaan flexible fiberoptic endoscope dapat mempermudah intubasi penderita-penderita ini.

Penggunaan obat-obat anestesia,sedativa, dan pelumpuh otot untuk intubasi penderita trauma bukanlah tanpa resiko. Pada kasus–kasus tertentu kebutuhan untuk memasang airway mengalahkan resiko penggunaan obat-obat ini. Dokter yang menggunakan obat-obat ini harus mengetahui farmakologinya, terlatih dalam teknik intubasi endotrakeal, dan mampu malakukan airway surgikal bila diperlukan. Umumnya pada keadaan dimana diperlukan pemasangan airway secara sito pada survei primer, penggunaan obat-obat yang melumpuhkan atau memenangkan biasanya tidak diperlukan.

Teknik untuk intubasi cepat adalah sebagai berikut:

1. Bersiaplah untuk memasang airway surgikal bila mengalami kegagalan dalam menguasai jalan nafas.

2. Preoksigenasi penderita dengan oksigen 100%. 3. Lakukan penekanan diatas kartilago krikoidea.

4. Berikan obat sediva (mis. Etomidate,0.3 mg/kg, atau 30mg atau midazolam 2 sampai 5mg secara intravena).

5. Berikan succinylcholine 1 – 2 mg/kg intravena(dosis biasanya 100mg). 6. Setelah penderita lumpuh, intubasi penderita lewat orotrakeal.

7. Kembangkan balonnya dan pastikan letak pipa (auskultasi dada penderit dan tentukan adanya CO2 dalam udara ekshalasi).

8. Lepaskan tekanan pada krikoid. 9. Ventilasi penderita.

(17)

Entomidate tidak berpengaruh terhadap peninggian tekanan intrakrania. Sedasi yang baik akan tercapai pada penderita. Etomidate atau sedativa lainnya harus dipergunakan dengan berhati-hati, karena akan dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas saat penderita dilakukan sedasi. Kemudian dipakai succinylcholine. Succinylcholine adalah obat yang pendek kerjanya. Onset kelumpuhannya cepat yaitu dalam waktu kurang dari 1menit dan lama kerjanya sekitar 5 menit atau kurang. Penyulit paling berbahaya dari penggunaan obat sedativa dan pelumpuh otot adalah ketidakmampuan untuk membebaskan airway. Apabila intubasi endotrakeal tidak berhasi, penderita harus diberi nafas dengan alat bag-valve-mask sampai paralisisnya menghilang. Karena alasan inilah maka obat yang pengaruhnya lama tidak digunakan. Succinylcholine tidak boleh digunakan pada penderita dengan penyakit penyerta seperti gagal ginjal khronik, paralisis khronik, atau penyakit neuromuskular khronis karena potensial dapat mengakibatkan hiperkalemia berat.

Obat-obat induksi seperti thiopental dan sedativa, berbahaya bila digunakan pada penderita trauma yang mengalami hipovolemia. Dosis-dosis kecil diazepam dan midazolam cocok digunakan untuk mengurangi kecemasan(anxietas) pada penderita yang akan dilumpuhkan. Untuk mengembalikan efek sedatif setelah benzodiazepine diberikan,harus tersedia flumazenil. Kebiasaan dalam praktek,pemilihan obat-obat, dan prosedur khusus dalam pengelolaan airway berbeda-beda pada tiap institusi. Sangat penting adalah bahwa seseorang yang menggunakan teknik-teknik ini terampil melakukannya,dan mengetahui secara mendalam bahaya yang bisa timbul akibat intubasi cepat, dan mampu mengatasi penyulit yang timbul.

D. Airway Definitif-Airway Surgikal

Ketidakmampuan malkukan intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas untuk membuat airway surgikal. Apabila terdapat edema pada glottis,fraktur laring, atau perdarahan orofaringeal berat yang membuntu airway dan pipa endotrakeal tidak dapat dimasukkan melalui plica,maka airway surgikal harus dibuat. Pada sebagian besar penderita yang memerlukan airway surgikal, krikotiroidotomi surgikal lebih dianjurkan dari pada trakeostomi. Krikotiroidostomi surgikal lebih mudah dilakukan, perdarahannya lebih sedikit, dan lebih cepat dikerjakan dari pada trakeostomi.

(18)

Menussukan jarum melewati membrana krikotiroidea atau kedalam trakea merupakan teknik yang berguna dalam situasi darurat dan mampu memberikan oksigen dalam jangka waktu pendek sampai airway definitif dapat dipasang. Jet insufflation mampu memberikan tambahan oksigen sementara sehingga intubasi dapat diselesaikan secara urgen tetapi bukan secara emergensi. Teknik jet insufflation dilakukan dengan cara menusukkan kanula plastik besar, ukuran #12 sampai #14 (#16 sampai # 16 pada anak-anak),melewati membrana krikotiroidea kedalam trakea di bawah tempat pembuntuan. Kanula kemudian dihubungkan dengan oksigen melalui selang dengan aliran 15 liters/menit (40 sampai 50 psi) dengan menggunakan y-connector atau lubang pada selang selama1 detik dan membukanya selama 4 detik. Penderita dapat di oksigenasi secara adekuat selama hanya 30 sampai 45 menit dengan cara ini, tetapi ini terbatas hanya pada penderita dengan fungsi paru normal yang tidak mendapat cedera dada yang berarti. Selama 4 detik dimana oksigen tidak diberikan dengan tekanan,terjadi sedikit ekshalasi. Karena ekshalasi yang tidak adekuat, karbondioksida secara perlahan akan menumpuk dan ini merupakan keterbatasan penggunaan teknik ini, terutama pada penderita cedera kepala.

Jet insufflation harus digunakan secara hati-hati bila dicurigai terjadi pembuntuan total daerah glottis dengan benda asing. Meskipun tekanan tinggi mungkin dapat melontarkan benda tersebut ke hipofaring dan kemudian mudah dikeluarkan, namun dapat menimbulkan barotrauma yang cukup berat, termasuk ruptur paru dengan tension pneumotoraks.Bila terdapat pembuntuan glottis digunakan oksigen dengan aliran yang rendah (5 sampai 7 liter/menit).

2. Krikotiroidotomi surgikal.

Krikotiroidotomi surgikal dilakukan dengan membuat irisan kulit menembus membrana krikotiroid. Suatu hemostat bengkok dapat diselipkan untuk melebarkan lubang tersebut, dan pipa endotrakeal atau kanul trakeostomi kecil(lebih baik diameter 5 sampai 7 mm) dapat disisipkan. Apabila digunakan pipa endotrakeal,cervical collar dapat dipasang kembali sesudahnya. Harus diwaspadai kemungkinan pipa endotrakeal dapat berubah tempat. Terutama pada anak-anak harus berhati-hati melakukan krikotiroidotomi, untuk mencegah kerusakan kartilago krikoidea,yang merupakan satu-satunya penyangga trakea bagian atas. Karena itu krikotiroidotomi surgikal tidak dianjurkan untuk anak yang berumur dibawak 12 tahun.

(19)

Pada tahun-tahun terakhir ini trakeostomi perkutan telah dilaporkan sebagai pilihan lain dari traeostomi surgikal. Teknik bukan merupakan prosedur yang aman pada situasi trauma akut, karena leher penderita harus dihiperekstensi untuk menempatkan kepala pada posisi yang tepat agar prosedur dapat dilakukan secara aman. Trakeostomi perkutan memerlukan penggunaan guidewire dengan beberapa dilator. Hal ini mungkin dan berbahaya dan/atau memerlukan banyak waktu tergantung dari macam alat yang digunakan.

E. Skema Penentuan Jenis Airway

Skema penentuan jenis airway berlaku hanya pada penderita yang berada dalam distress pernfasan akut (atau apnea) dan dalam keadaan memerlukan airway segera,dan dimana dicurigai cedera servikal dengan melihat mekanisme cederanya dan pemeriksaan fisik. Prioritas pertama adalah memastikan oksigenase bersamaan dengan menjaga imobilisasi servikal. Ini dilakukan mula-mula dengan mengatur posisi (yaitu chin lift atau jaw thrust) dan teknik-teknik airway pendahuluan (yaitu airway orofaringeal atau nasofaringeal) seperti telah disebutkan.

Pada penderita yang masih menunjukan sedikit usaha bernafas, pipa nasotrakeal dapat dipasang bila dokter terampil dalam teknik ini. Kalau tidak, sebaiknya dipasang pipa orotrakeal sementara orang kedua melakukan immobilisasi segaris. Apabila baik pipa orotrakeal maupun nasotrakeal tidak dapat dimasukkan dan status pernafasan penderita dalam keadaan gawat,sebaiknya dilakukan krikotiroidotomi.

Pada penderita dengan apnea, kesegarisan harus dilakukan 1 orang,sambil dilakukan intubasi orotrakeal oleh yang lain. Pada penderita yang cedera maksilofasial berat sehingga intubasi nasotrakheal tidak dapat dilakukan, maka harus dilakukan krikotiroidotomi surgikal.

Oksigenasi dan ventilasi harus tetap dijaga sebelum, sewaktu dan segera setelah selesai memasang airway definitif. Sebaiknya menghindari memberi ventilasi dan oksigenasi yang tidak adekuat atau melalaikan ventilasi oksigenasi untuk waktu lama.

F. Oksigenasi

Cara terbaik memberikan oksigen adalah dengan cara menggunakan masker wajah yang melekat ketat dengan reservoir oksigen(tight-fitting oxygen reservoir face mask) dengan aliran 11 liters/menit. Cara lain (misalnya kateter nasal, kanula nasal,

(20)

masker nonrebreather)juga dapat meningkatkan konsentrasi oksigen yang dihisap. Karena perubahan oksigenasi dapat terjadi dengan cepat dan tidak mungkin dideteksi klinis,pulse oxymeter sebaiknya digunakan bila intubasi atau ventilasi yang diperkirakan akan sulit. Termasuk pula dalam hal ini pengangkutan penderita cedera yang berada dalam kondisi kritis. Pulse oxymeter adalah metoda yang noninvasif untuk mengukur saturasi oksigen darah arterial secara terus menerus. Alat ini tidak mengukur tekanan parsiil oksigen(PaO2) dan, tergantung dari letak pada oxyhemoglobin dissociation curve,PaO2 dapat jauh berbeda. Saturasi 95% atau lebih yang terukur dengan pulse oxymeter merupakan bukti kuat oksigenasi arterial perifer yang adekuat (sesuai dengan PaO2 > 70mmHg atau 9,3 Kpa).Pulse oxymeter memerlukan perfusi perifer yang intact dan tidak mampu membedakan oxyhemoglobin dari carboxyhemoglobin maupun methemoglobin,sehingga tidak berguna pada penderita yang mengalami vasokonstiksi hebat dan penderita dengan keracunan karbonmonoksida. Anemia berat (hemoglobin < 5 g/dL)dan hipotermia(<30°C) menurunkan keandalan teknik ini. Bagaimanapun juga, pada kebanyakan penderita trauma,pulse oxymeter tidak saja berguna,tetapi pemantauan saturasi oksigen secar terus menerus memberi kesempatan untuk menilai tindakan therapeutik dengan cepat.

Tabel 2- Perkiraan PaO2 dibandingkan tingkat Saturasi Hemoglobin O2

Tingkat PaO2 Tingkat Saturasi Hemoglobin O2

90 mm Hg 60 mm Hg 30 mm Hg 27 mm Hg 100% 90% 60% 50% G. Ventilasi

Ventilasi yang efektif dapat dicapai dengan teknik bag-valve-face mask. Betapapun juga, penelitian-penelitian mengesankan bahwa teknik ventilasi satu orang, menggunakan bag-valve mask, kurang efektif dibandingkan teknik dua orang diman akedua tangan dari satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik.

Intubasi pada penderita yang mengalami hipoventilasi dan/atau apnea mungkin pada awalnya tidak berhasil dan mungkin memerlukan beberapa kali usaha. Pada usaha

(21)

intubasi yang berkepanjangan penderita harus secara periodik diberi ventilasi. Dokter penolong dianjurkan membiasakan diri menarik nafas panjang dan menahannya apabila intubasi pertama kali dicoba. Bila ia terpaksa harus bernafas kembali,percobaan intubasi harus dihentikan dan penderita dilakukan bantuan ventilasi.

Setelah selesai melakukan intubasi trakea, dianjurkan diikuti bantuan ventilasi,dengan menggunakan teknik pernafasan tekanan positif (positive-pressure breathing). Respirator volume atau pressure-regulated dapat digunakan, tergantung tersedianya alat. Dokter harusnya waspada terhadap penyulit-penyulit sekunder akibat perubahan-perubahan di tekanan intratorakal,yang dapat mengubah pneumotoraks sederhana menjadi tension pneumotoraks,atau bahkan timbul pneumotoraks yang sekunder akibat barotrauma.

H. Jebakan (Pitfalls)

1. Pada penderita yang membutuhkannya, maka ketidakmampuan untuk melakukan intubasi atau membuat airway surgikal akan menyebabkan hipoksia dan memburuknya keadaan penderita. Harus diingat bahwa melakukan suatu needle krikotiroidotomi dengan jet insufflation dapat menyediakan cukup waktu yang diperlukan untuk membuat airway definitif.

2. Penderita trauma dapat mengalami muntah dan aspirasi. Alat pengisap yang berfungsi baik harus tersedia dalam jangkauan,dan dokter dianjurkan memastikan airway yang terjamin dan terbuka pada semua penderita trauma.

3. Distensi lambung dapat timbul sewaktu memberi ventilasi dengan alat bag-valvemask,yang dapat menyebabkan penderita muntah dan mengalami aaspirasi. Cara ventilasi ini juga dapat menyebabkan distensi lambung yang menekan vena cava, sehingga menimbulkan hipotensi dan bradikardia.

4. Kegagalan yang disebabkan karena alat dapat terjadi justru pada saat yang paling genting dan tidak selalu dapat diperkirakan, seperti lampu laringoskop terbakar(mati), baterei laringoskop lemah, cuff endotrakeal bocor, atau pulse oxymeter tidak berfungsi baik.

Tata Laksana Jalan Nafas

1. Pemberian Suplementasi Oksigen

Pada kegawatan kardio pulmoner, pemberian oksigen harus dilakukan secepatnya. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk menghasilkan

(22)

energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja, sehingga pada keadaan kegawatan kardiopulmoner yang mengakibatkan hipoksemia dan hipoksia jaringan perlu diperbaiki dengan peningkatan fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi (PO2).

Perjalanan oksigen dari udara luar sampai pemanfaatan di dalam sel untuk metabolisme didalam tubuh harus melalui tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi. Difusi yaitu perpindahan oksigen melewati membran alveoli-kapiler ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan O2 alveoli (PaO2). PAO2 dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen, dengan demikian peningkatan perbedaan tekanan sepanjang membran akan memperbaiki PaO2.

Pemberian oksigen dapat dilakukan dengan memakai berbagai alat. Keefektifan masing- masing alat ditentukan oleh kemampuan alat untuk menghantarkan oksigen dengan kecepatan aliran yang cukup tinggi untuk mengimbangi kecepatan aliran inspirasi pernafasan spontan. Oleh karena itu, pemberian oksigen yang diinspirasi setinggi 100% ( fraksi oksigen inspirasi = FiO2 : 1.0) dianjurkan untuk kegawatan kardiopulmoner. Hal ini ditujukan untuk mengoptimalkan tekan oksigen inspirasi yang akan memaksimalkan saturasi oksigen dalam darah arteri dan akhirnya memaksimalkan pengfangkutan oksigen sistemik (DO2). Pengangkutan oksigen yang dibawa dalam tubuh (ke jaringan) dinyatakan dalam DO2 (Oksigen Delivery) yang nilainya dipengaruhi oleh kadar hemoglobin, saturasi oksigen dalam arteri (SaO2) dan curah jantung.

Alat - Alat Pemberian Oksigen

Agar dapat memberikan oksigen kepada pasien diperlukan peralatan dasar yaitu:  Sumber oksigen

Yang dimaksud sumber oksigen adalah tabung oksigen atau unit yang tertempel pada dinding (oksigen sentral). Pada oksigen sentral, sumber oksigen dikendalikan dari ruang sentral, sumber oksigen dikendalikan dari ruang sentral oksigen yang biasanya terdapat di rumah sakit besar. Sumber oksigen ini disambungkan ke alat suplementasi agar oksigen dapat dialirkan ke pasien sesuai kebutuhan.

Kelengkapan dari sumber oksigen adalah:

a. Pembukaan katub untuk membuka tabung, pengukur tekanan, dan aliran gas (pressure gauge dan flowmeter).

(23)

b. Pipa penghubung (tubing connector) ke alat suplementasi oksigen.

 Alat – alat suplementasi oksigen: kanul nasal, berbagai macam sungkup muka. Alat- alat suplementasi oksigen (lihat tabel 1) dapat digolongkan menjadi sistem rendah atau sistem oksigen tinggi (dapat memberikan oksigen sampai 100%) dan sistem aliran rendah atau sistem aliran tinggi, yang artinya alat dapat mengalirkan oksigen dengan fraksi oksigen inspirasi yang diatur maksimal (100%).

a. Kanul nasal

Melalui kanul nasal, oksigen (100%) yang dialirkan dapat diatur dengan kecepatan aliran antara 1-6 liter per menit untuk menambah oksigen dari udara kamar yang diinspirasi pasien. Konsentrasi oksigen yang diinspirasi pasien atau disebut fraksi oksigen inspirasi (FiO2) tergantung dari kecepatan aliran dan ventilasi semenit pasien, dengan demikian tidak dapat dikendalikan, tetapi maksimal FiO2 yang dicapai tidak lebih dari 0,44 (FiO2 =40%). Peningkatan kecepatan aliran oksigen 1 liter per menit akan meningkatkan konsentrasi oksigen sebesar 4%. Pemberian aliran yang lebih tinggi tidak akan memberikan FiO2 yang tinggi, malah berakibat mengeringkan dan mengiritasi mukosa nasal. Oleh karena itu, kanul nasal disebut alat suplementasi oksigen sistem oksigen rendah. Aliran rendah. Keuntungan kanul nasal adalah kenyamanan pasien dan aliran O2 yang terus menerus meskipun pasien sedang makan, diukur suhu, maupun selama pemakaian pipa nasogastrik. Pada pasien yang dicurigai dengan sindroma koroner akut dianjurkan diberikan O2 4 liter per menit.

b. Sungkup muka sederhana

Sungkup muka sederhana atau dikenal dengan sungkup muka Hudson. Sungkup muka ini mempunyai lubang tempat pipa saluran masuk O2 di dasarnya dan lubang-lubang kecil disekeliling sungkup muka. Oksigen dapat dialirkan dengan kecepatan 6-10 liter permenit dengan FiO2 yang dicapai sekitar 0,35-0,6. Bila kecepatan aliran oksigen kurang dari 6 liter per menit akan terjadi penumpukan CO2 akibat terjadi dead space mekanik. Alat ini termasuk sistem oksigen-sedang, aliran tinggi. c. Sungkup muka non-rebreathing

(24)

Sungkup muka ini terdiri atas sungkup muka sederhana yang dilengkapi dengan kantong reservoir oksigen pada dasar sungkup muka dan satu katup satu arah yang terletak pada lubang disamping sungkup dan satu lagi katup satu arah terletak diantara kantong reservoir dan sungkup muka.

Pada saat inspirasi, katup yang terletak di bagian samping sungkup muka akan menutup sehingga seluruh gas inspirasi berasal kantong reservoir, sedangkan katub yang berada diantara kantong reservoir dan sungkup menutup sehngga gas ekspirasi tidak masuk ke kantong resevoir tetapi dipaksa keluar melewati lubang- lubang kecil disamping sungkup. Pada sistem ini, aliran oksigen terus menerus akan mengisi kantong reservoir. Kecepatan aliran oksigen pada sungkup ini sebesar 9-15 liter per menit dapat memberikan konsentrasi oksigen sebesar 90-100%. Agar berfungsi semestinya, harus dijaga agar kantong reservoir mengembang-mengempis, tidak kolaps.

d. Sungkup muka partial rebreathing

Sungkup muka ini terdiri dari sungkup muka sederhana dengan kantong reservoir pada dasar sungkup. Oksigen mengalir ke kantong reservoir terus menerus. Ketika ekspirasi sepertiga awal gas ekspirasi masuk ke kantong reservoir bercampur oksigen yang ada. Jadi saat inspirasi pasien menghisap kembali sepertiga gas ekspirasinya.

Sungkup muka yang dilengkapi dengan kantong reservoir merupakan alat sistem oksigen tinggi, aliran-tinggi.

Sungkup muka dengan reservoir O2 digunakan pada pasien- pasien:

1. Sakit kritis, kesadaran masih baik, ventilasi adekuat tetapi membutuhkan oksigen dengan konsentrasi tinggi.

2. Sebelum ada indikasi intubasi trakea, seperti pada edema paru akut, asma akut, PPOK, atau pasien tidak sadar tetapi ventilasi adekuat dengan refleks batuk masih ada.

e. Sungkup muka venturi terdiri dari sungkup muka dan mixing jet

Dengan alat ini FiO2 yang diberikan dapat dikendalikan. Oksigen yang diberikan dapat diatur berkisar 24%, 28%, 35%, dan 40% dengan kecepatan aliran 4-8 liter per menit, dan 45-50% dengan kecepatan aliran 10-12 liter per menit.

(25)

Sungkup muka ini paling berguna pada pasien dengan PPOK yang diketahui memerlukan sedikit hipoksemia untuk menjaga pacu respirasi. Sehingga diperlukan pemberian titrasi Fi02 untuk memperbaiki saturasi oksigen tanpa menekan ventilasi semenit. Alat ini termasuk sistem oksigen-terkendali, aliran-tinggi.

kanul nasal sungkup venturi

Tabel 1. Alat suplementasi oksigen, kecepatan aliran dan persentase oksigen yang dihantarkan

Alat Kecepatan aliran % oksigen

Kanul Nasal 1 L/ menit

2 L/ menit 3 L/ menit 4 L/ menit 5 L/ menit 6 L/ menit 21% - 24% 25% - 28% 29% - 32% 33% - 36% 37% - 40% 41% - 44% Sungkup Muka sederhana 6-10 L/ menit 35% - 60% Sungkup muka dengan

reservoir sederhana 6 L/ menit 7 L/ menit 8 L/ menit 9 L/ menit 10-15 L/ menit 60% 70% 80% 90% 95% - 100% Sungkup muka sederhana 4-8 L/ menit

10-12 L/ menit

24% - 35% 40% - 50%

(26)

Pemantauan Pemberian Oksigen

Untuk memantau keefektifan pemberian oksigen dan membantu titrasi konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2), dapat dengan pemeriksaan invasif yaitu analisis gas darah (PaO2 dan SaO2) dan secara non- infasif dengan alat Oksimetri denyut (Pulse Oxymetry)

Oksimetri denyut akan mengukur saturasi oksigen yang berasal dari sinyal cahaya yang ditransmisikan melalui jaringan dengan memperhitungkan sifat- sifat denyutan aliran darah. Prinsip oksimetri denyut berdasarkan pada absorbsi yang berdenyut antara sumber cahaya dan foto detektor yaitu darah arteri, perbedaan absorbsi gelombang cahaya merah dan infra merah oleh oksihemoglobin dan hemoglobin tereduksi pada fraksi darah arteri yang berpulsasi dibawah alat sensor.

Light Emitting Dioda (LED) pada probe lat ini akan mentransmisikan cahaya melalui jaringan (misalnya di ujng jari), dan intensitas cahaya yang ditransmisikan diukur oleh detektor cahaya pada sisi lainnya.

Penggunaaan oksimetri denyut dapat pula sebagai petunjuk pemilih alat suplementasi oksigen (tabel 2)

Tabel 2. Pemilihan alat suplementasi oksigen berdasarkan nilai oksimetri denyut Nilai Oksimetri Denyut Arti Klinis Pilihan Alat Suplementasi O2

95% - 100% Dalam batas

normal

O2 4 L/ menit Kanul nasal

90% - <95% Hioksia sedang sampai sedang

Sungkup muka sederhana

85% - <90% Hipoksia sedang sampai berat

Sungkup muka dengan reservoir

<85% Hipoksia berat

yang mengancam nyawa

Ventilasi dibantu

2. Pembukaan dan Pemeliharaan Jalan Nafas Atas

Pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan nafas yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot- otot tenggorokan. Dalam kasus ini, lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan nafas pada bagian faring.

(27)

Pembukaan jalan nafas secara manual

Teknik dasar pembukaan jalan nafas atas adalah dengan mengangkat kepala dan mendorong rahang bawah ke depan atau disebut angkat kepala, angkat dagu (head tilt-chin lift). Teknik dasar ini akan efekif bila obstruksi jalan nafas disebabkan oleh lidah atau relaksasi otot pada jalan nafas atas.

Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera leher, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala. Karena mengelola jalan nafas yang terbuka dan memberikan ventilasi merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala- tarik dagu bila penarikan rahang saja tidak membuka jalan nafas.

Pemeliharaan Jalan Nafas Atas

Agar pasien- pasien dapat bernafas secara spontan, maka jalan nafas atas harus dijaga agar tetap terbuka. Oleh karena itu, pad apasien yang dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya refleks batuk atau muntah, pasanglah OPA atau NPA untuk mengelola potensi jalan nafas.

Jika menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar dan henti nafas, bukalah mulutnya lebar- lebar dan carilah benda asing didalamnya. Bila menemukannya, keluarkan dengan jari penolong. Bila penolong tidak melihat adanya benda asing, mulai lakukan RJP.

3. Alat Bantu Jalan Nafas Atas

Posisi jalan nafas atas yang benar harus dijaga pada pada pasien tidak sadar yang dapat bernafas secara spontan. Pada pasien yang tidak sadar tanpa refleks batuk atau muntah, dapat dipasang alat bantu jalan nafas sederhana.

Alat bantu jalan sederhana adalah:

 Alat bantu jalan nafas orofarings (Oropharyngeal Airway/ OPA)

Alat bantu jalan nafas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala – angkat dagu tidak berhasil mempertahankan jalan nafas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindkasikan untuk pemasangan OPA.

(28)

Langkah Tindakan

1 Bersihkan mulut dan faring dari sekresi, darah, atau muntah dengan menggunakan ujung penyedot faring yang kaku (Yaunker), bila memungkinkan.

2 Pilihlah ukuran OPA yang tepat yaitu dengan menempatkan OPA disamping wajah, dengan ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada sudut rahang bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka OPA akan tetap sejajar dengan pangkal glotis.

3 Masukkan OPA sedemikian hingga ia berputar ke arah belakang ketika memasuki mulut.

4 Ketika OPA sudah masuk rongga mulut dan mendekati dinding posterior farings, putarlah OPA sejauh 1800 ke arah posisi yang tepat.

Suatu metode alternatif adalah memasukkan OPA secara lurus ketika menggunakan penekan lidah atau alat yang serupa untuk menahan lidah didasr mulut.

Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar kepala dan dagu tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga potensi jalan nafas. Lakukan penyedotan berkala didalam mulut dan faring bila ada sekret, darah atau muntah.

Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OPA:

 Bila OPA dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan trauma pada struktur laring.

 Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar lidah dari belakang dan menyumbat jalan nafas.

 Masukkan dengan hati – hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak pada bibir dan lidah.

Ingatlah untuk menggunakan OPA hanya pada pasien yang tidak dapat membeikan respons dan tidak ada refleks batuk atau muntah. Bila pasien

(29)

memiliki refleks batuk atau muntah, OPA dapat menstimulasi terjadinya muntah dan laringospasme.

 Alat bantu jalan nafas nasofarings (Nasopharyngeal Airway/ NPA)

Tidak seperti alat bantu jalan nafas orofarings, alat bantu jalan nafas nasofarings dapat digunakan pada pasien yang sadar. Atau setengah sadar, jadi pasien yang masih mempunyai refleks batuk dan muntah. Alat ini berbentuk pipa dari plastik yang lembut dan tidak berbalon yang berfungsi sebagai jalan aliran udara antara lubang hidung dan farings. Indikasi lain penggunaan NPA adalah bila ditemui kesulitan pada penggunaan OPA seperti adanya trauma disekitar mulut atau trismus.

Cara penggunaan alat bantu jalan nafas nasofarings adalah:

Langkah Tindakan

1 Pilihlah ukuran NPA yang tepat

 Bandingkan diameter luar NPA dengan lubang dalam hidung . NPA tidak boleh terlalu besar sehingga menyebabkan lubang hidung memucat. Beberapa tenaga kesehatan menggunakan diameter jari kelingking pasien sebagai pedoman untuk memilih ukuran yang tepat.

 Panjang NPA haruslah sama dengan jarak antara ujung hidung pasien dengan cuping telinga.

2 Basahi saluran nafas dengan pelumas larut air atau jelly anestesik

3 Masukkan NPA melalui lubang hidung dengan arah posterior membentuk garis tegak lurus dengan permukaan wajah. Masukkan dengan lembut sampai dasar nasofaring. Bila mengalami hambatan:

 Putar sedikit pipa untuk memfasilitasi pemasangan pada sudut antara rongga hidung dan nasofaring.  Cobalah tempatkan melalui lubang hidung yang

satunya karena pasien memiliiki rongga hidung dengan ukuran yang berbeda.

(30)

Lendir, darah, muntah, atau jaringan lunak faring dapat menyumbat NPA yang memiliki diameter internal yang kecil. Dibutuhkan pemantauan dan penyedotan pada jalan nafas atas untuk memastikan patensinya.

Perhatikan hal- hal berikut ketika menggunakan NPA:

 Usahakan untuk memasukkan NPA dengan lembut untuk menghindari terjadinya komplikasi. NPA dapat mengiritasi mukusa atau merobek jaringan adenoid dan menyebabkan pendarahan dengan kemungkinan terjadinya aspirasi gumpalan ke trakea. Penyedotan dapat dilakukan untuk mengeluarkan darah dan sekret.

 NPA dengan ukuran yang tidak tepat dapat masuk ke dalam esofagus. Dengan ventilasi yang aktif, seperti ventilasi kantung nafas- sungkup muka, NPA dapat menyebabkan terjadinya pemompaan lampung dan kemungkinan hipoventilasi.

 NPA dapat menyebabkan laringospasme dan muntah, walaupun secara umum NPA dapat ditoleransi oleh pasien dalam keadaan setengah sadar.

 Pada pasien yang mengalaami trauma wajah karena adanya risiko terjadinya penempelan yang salah ke dalam rongga tengkorak melalui lapisan cribiformis yang mengalami fraktur, maka NPA tidak boleh dipasang pada pasien ini. Pemberian Ventilasi Manual

1. Ventilasi dengan kantung nafas-sungkup muka

Alat ventilasi kantung nafas – sungkup muka terdiri dari sebuah kantung ventilasi(selalu mengembang) yang melekat pada sebuah sungkup muka wajah dan katup satu arah(non- rebreathing). Selain dengan sungkup muka, kantung ventilasi bisa dihubungkan dengan alat bantu jalan nafas lain seperti pipa trakhea, sungkup larings, dan pipa esofagotrakhea. Peralatan ini telah menjadi suatu peralatan utama selama beberapa dekade yang digunakan untuk ventilasi dalam keadaan darurat. Ventilasi dengan kantung nafas-sungkup muka adalah metode paling lanzim yang digunakan untuk memberikan ventilasi bertekanan positif. Alat yang lengkap harus terdiri satu arah

1. Kantung nafas(selalu mengembang) yang untuk pasien dewasa dengan volume 1600 mL.

(31)

2. Sistem katup satu arah (non- rebreathing) untuk mencegah pasien menghirup udara yang sudah dihembuskan. Katup ini sebagai saluran masuk oksigen dengan aliran maksimal 30 liter per menit.

3. Konektor dengan diameter 15/22mm 4. Bahan tahan cuaca

Indikasi penggunaan ventilasi kantung nafas-sungkup muka adalah: 1. Henti nafas

2. Nafas spontan tidak adekuat

3. Menurunkan kerja nafas dengan membantu memberikan tekanan positif pada saat inspirasi pasien

4. Hipoksemia akibat ventilasi spontan yang tidak adekuat

Keberhasilan pemberian bantuan nafas dengan alat ini tergantung dari :

1. Menjaga jalan nafas ttap terbuka

2. Tidak ada kebocoran antara sungkup muka dengan muka pasien

3. Pemberian nafas dengan volume tidal yang optimal dengan menekan kantong nafas dengan benar

Oleh karena itu, agar berhasil dalam memeberikan ventilasi buatan ada beberapa anjuran dalam penggunaan ventilasi kantung nafas-sungkup muka, yaitu:

1. Menggunakan alat Bantu nafas orofaringeal bila pasien tidak mempunyai refleks batuk atau refleks muntah agar jalan nafas tetap terbuka

2. dengan tetap melakukan ekstensi kepala, ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf ‘C’ menekan pinggir. Sungkup muka ke wajah pasien agar tidak ada kebocoran diantara sungkup dan wajah, sedangkan tiga jari sisanya menentukan huruf ‘E’ mengankat rahang bawh sehingga jalan nafas tetap terbuka. Tangan yang lain menekan kantong nafas dengan lembut dalam waktu lebih dari 1 detik setiap ventilasi. 3. apabila cara di atas sulit dilakukan oleh satu orang penolong, maka dianjuran

dilakukan oleh dua orang penolong. Satu penolong memegang sungkup dengan 2 tangan yang masing-masing membentuk huruf ‘C’ dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk menutup kebocoran diantara sungkup dan wajah, dan memebentuk huruf ‘E’ dengan 3 jari sisanya untuk mengangkat rahang bawah. Penolong kedua menekan kantong nafas dalam waktu lebih dari 1 detik setiap ventilasi samapi dada terangak. Kedua penolong harus mengamti terangkatnya dada.

(32)

4. kebocorn antara kantong nafas dan sungkup muka tidak akan terjadi bila kantong nafas dihubungkan dengan alat-alat Bantu jalan nafas seperti pipa trachea, sungkup larings dan pipa esofagotrakhea.

5. Pemberian Ventilasi Dengan alat Bantu jalan nafas tingkat lanjut 2. Intubasi endotrakea

Hanya tenaga kesehatan berpengalaman yang boleh melakukan intubasi endotrakeal.

Intubasi endotrakeal adalah proses memasukkan pipa endotrakeal kedalam trakea pasien.bila pipa dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orortrakea, bila melalui hidung disebut nasotrakea. Intubasi didalam trachea ini termasuk dalam tata laksana jalan nafas tingat lanjut.

Kegunaan pipa endotrakea adalah:

1. Memelihara jalan nafas atas terbuka (paten) 2. membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi

3. memfasilitasi pemberian ventlasi dengan volume tidal yang tepat untuk memeliharanpengembangan paru yang adekuat

4. mencegah jalan nafas dari aspira isi lambung atau benda padat atau cairan dari mulut, kerongkongan atau jalan nafas atas

5. mempermudah penyedotan dalam trakea

6. sebagai alternatif untuk memasukkan obat (atropine, vasopressin dan lidokain) pada waktu resusitasi jantung-paru bila askes intravena atau intraoseus belum ada. Indikasi intubasi endotrakeaadalah

1. henti jantung bila ventilasi kantong nafas tidak memungkinkan atau tidak efektif 2. pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen yang tidak

adekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif 3. pasien yang tidak bias mempertahankan jalan nafas 3. Tekanan krikoid

penekanan tulang rawan krikoid adalah untuk mencegah regurgitas isi lambung dan membantu visualisasi orificium trachea. Penekana dilakukan sampai pipa endotrakeal masuk, dikembangkan dan posisi pipa dipastikan tepat.

(33)

Penekaan krikoid dilakukan oleh penolong yang tidak memberikan ventilasi atau kompresi dada, dengan langkah-langkah:

1. raba tonjolan tulang tiroid

2. raba membran krikotiroid yang merupakan jaringan lunak di bawah tulang rawan tiroid

3. raba tonjolan keras yaitu tulang rawan krikoid tepat dibawah membrane krikotiroid 4. dengan ibu jari dan jari telenjuktekan kebawah dan kearah kepala

5. lepaskan tekanan apabila pipa trachea telah tepat posisinya dan sudah dikembangkan atau bila telah diperhatikan oleh orang yang melakukan intubasi 4. pemeriksaan posisis pipa endotrakeal

pemeriksaan posisis pipa didalam trachea dapat dilakukan dengan:

1. pemeriksaan fisik yaitu dengan melihat dada mengembang. 2. alat-alat seperti end tidal CO2 detector, dan esophageal detector

apabila dinding dadatidak terlihat mengmbang dan pada auskultasi terdengar gurgling di episgastrium berati terjadi intubasi esophagus. Ventilasi dengan sungkup muka-kantong napas dihentikan, dan pipa endotrakheal dicabut , kemudian:

1. berikan ventilasi denga kantong napas-sungkup muka atau pertimbangkan penggunaan alat Bantu nafas lanjutan lainya seperti LMA atau combitube.

2. ulangi intubasi pipa endotrakeal didalam traekhea setelah melakukan reoksigenasi selam 30 detik dengan ventilasi kantong napas-sungkup muka dengan oksigen 100% 3. setelah intubasi ulang, tampak pengembangan dinding dada dan tidak terdengar suara

cairan dari dalam perut, lakukan auskultasi di 5 tempat yaitudiatas perut,lapangan paru atas kanan kiri, dan lapangan paru bawah kanan kiri

4. apabila belum yakni dengan posisi pipa endotrakeal, maka lakukan laringoskopi ulangan untuk memastikan ujung pipa endotrakeal telah melewati pita suara

komplikasi intubasi endotrakea 1. trauma:

 laserasi bibir,lidah farings,atau trakea

 trauma pita suara

 perforasi farings-esofagus

(34)

 meningkatnya sekresi katekolamin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah,takhikardia,atau aritmia

2. Intubasi esophagus : apabila hal ini terjadi maka segera pipa didalam trachea dicabut kemudian berikan ventilasi dengan kantung nafas-sungkup muka dengan 100% oksigen selama 20-30 detik.

3. Intubasi satu bronkus : terjadi lebih sering pada bronkus kanan dibandingkan bronkus kiri,dan dapat berakibat hipoksemia karena tidak terdapat ventilasi pada salah satu paru-paru,sehingga tindakan yang harus dilakukan adalah :

 Kempeskan balon pipa endotrakeal

 Tarik pipa endotrakeal keluar sekitar 1-2 cm

 Konfirmasi posisi pipa endotrakeal dengan pemeriksaan fisik

Pemberian ventilasi pada pasien dengan intubasi trachea yang dilakukan RJP pada pasien dengan henti jantung atau henti nafas,pemberian ventilasi dengan memperhatikan hal-hal berikut :

1. Volume

 Besarnya volum oksigen yang diberikan dengan kantung nafas-sungkup muka hanya sampai dada tampak terangkat.

 Pada pasien obesitas diberikan volume yang lebih besar.

 Setiap pemberian volume lamanya 1 detik

2. Kecepatan : kecepatan pemberian ventilasi dengan kantung nafas-sungkup muka adalah :

 8-10 kali permenit ( sekitar 1 ventilasi setiap 6-8 detik ) pada waktu resusitasi jantung paru

 10-12 kali permenit ( sekitar 1 ventilasi setiap 5-6 detik ) pada waktu henti nafas tanpa disertai henti jantung

3. Siklus kompresi dada-ventilasi : kompresi dada dengan kecepatan 100 kali permenit tanpa diselingi pemberian ventilasi ( tidak ada sinkronisasi antara kompresi dada dan pemberian ventilasi ).

Pemberian obat-obatan resusitasi melalui pipa endotrakeal

Pemberian obat melalui pipa endotrakeal hanya dilakukan bila tidak berhasil mendapatkan akses intravena atau intraoseus. Obat-obat yang bisa diberikan adalah nalokson,atropine,vasopressin,epinefrin,dan lidokain ( disingkat NAVEL ).

(35)

Dosis obat-obat tersebut bila diberikan melalui pipa endotrakea besarnya 2-2,5 kali dosis intravena ,dan diencerkan dalam 10 ml NaCl 0,9% atau aquabidest. Setelah obat dimasukkan ke dalam pipa endotrakeal,dilakukan ventilasi 2 kali agar obat terdeposisi ke dalam jalan nafas.

Sungkup larings (Laryngeal Mask Airway/LMA)

LMA merupakan pipa yang ujungnya berbentuk sungkup dengan balon yang bisa dikembangkan. LMA dimasukkan ke dalam farings tanpa laringoskopi sampai terasa ada tahanan. Adanya tahanan ini menunjukkan ujung distal pipa sampai pada hipofarings dan balon segera dikembangkan sehingga mendorong sungkup menutupi pembukaan trakea,dan menjadikan tidak ada kebocoran. Pemberian ventilasi terjadi lewat lubang yang ada pada bagian tengah sungkup LMA.

Indikasi pemasangan LMA :

1) ketidakmampuan penolong memberikan ventilasi dengan alat kantong nafas-sungkup muka

2) Henti nafas dan henti jantung Cara pemasangan LMA :

1. masukkan LMA ke dalam mulut sampai terasa ada tahanan. Adanya tahanan menunjukkan ujung distal pipa LMA sampai di hipofarings

2. Kembangkan balonnya. Pengembangan balon akan mendorong sungkup menutupi lubang trachea dan menyebabkan udara mengalir lewat pipa masuk ke dalam trachea 3. Pemberian ventilasi dengan pipa LMA akan mengalirkan udara lewat lubang ditengah

sungkup dan masuk ke dalam trachea Combitube (Pipa Esofagus-Trakea)

Combitube merupakan pipa dengan dua lumen dan dua balon. Pipa ini dipasang tanpa perlu memvisualisasi pita suara. Satu lumen mempunyai lobang-lobang ventilasi di sisi pipa pada tingkat hipofarings dan ujung distalnya buntu. Satu lumen lainnya mempunyai ujung yang tebuka.

Bila Combitube dimasukkan ke dalam mulut dan balon farings dikembangkan, balon akan berada diantara dasar lidah dan palatum molle, sehingga Combitube berada pada posisi yang tepat dan memisahkan orofarings dari hipofarings. Pengmbangan balon esofagus akan

(36)

memisahkan trakea atau esofagus. Combitube lebing sering masuk ke dalam esofagus dibandingkan ke dalam trakea. Kontraindikasi penggunaan combitube adalah pasien dengan refleks-refleks farings atau larings.

Cara pemasangan Combitube :

1. Pegang dan masukkan pipa combitube yang balonnya dalam keadaan kemps dengan arah lengkungan pipa searah dengan lengkungan farings ke dalam mulut sampai 2 garis hitam pada pipa terletak diantara gigi atas dan gigi bawah pasien.

2. Kemudian kembangkan balon farings (proksimal/biru) dengan 80-100ml udara dan kemudian balon esofagus (distal/putih) dengan 12-15ml udara.

3. Pastikan posisi Combitube,didalam esofagus atau trakea.

4. Dengan memberikan ventilasi melalui pipa biru (faring/proksimal)dan lihat dada terangkat, maka pipa combitube masuk kedalam esofagus. combitube masuk ke dalam esofagus tapi dapat mengembangkan paru karena ventilasi masuk kedalam lubang-lubang pada sisi lumen faring yang berada diantara 2 balon, dan udara akan masuk ke trakea

5. apabila ventilasi melampui pipa biru(farings/prokksimal) tidak dapat mengembangkan paru, artinya dada tidak terangkat, maka ventilasi diberikan melalui pipa putih(trakea/distal) dan lihat dada terangakt, berate combitube masuk dalam trakea, sehingga fungsi combitube sama dengan pipa endotrakeal.

Gambar

Tabel  1.  Alat  suplementasi  oksigen,  kecepatan  aliran  dan  persentase  oksigen  yang  dihantarkan
Tabel 2. Pemilihan alat suplementasi oksigen berdasarkan nilai oksimetri denyut  Nilai Oksimetri Denyut  Arti Klinis  Pilihan Alat Suplementasi O 2

Referensi

Dokumen terkait

UNIT PELAYANAN POLIKLINIK SANITASI No Indikator Mutu Pengukuran Indikator Mutu Tanggal Hasil Pengukura n dikali 100% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Semakin tinggi nilai profitabilitas maka perusahaan akan cenderung melakukan perataan laba karena perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi mencerminkan kinerja perusahaan

Det RPN Recommended Action Responsibility &amp; Target Completion Date Prevention Detection Lingkungan Jarak antar mesin cukup jauh Penggunaan alat material handling

Begitu juga dalam hal batas transfer dari pengguna yang telah ada akan diubah oleh Pengguna Utama, maka perubahan ini akan langsung berlaku tanpa memerlukan otorisasi dari

Program pengujian struktur aljabar ini akan terbatas pada pengujian struktur aljabar ring, ring komutatif, ring pembagian, field, sub-ring, ideal, homomorfisma ring, epimorfisma

Pernyataan yang hampir sama diungkapkan oleh Mowen (2002) yaitu perspektif pengambilan keputusan (decision-making perspektif) menggambarkan seorang konsumen sedang