• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya pengendalian internal dalam suatu organisasi. Selama melaksanakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya pengendalian internal dalam suatu organisasi. Selama melaksanakan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

11 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Audit Internal

Audit merupakan pengendalian manajemen serta pendukung utama untuk tercapainya pengendalian internal dalam suatu organisasi. Selama melaksanakan kegiatannya, audit harus bersikap objektif dan kedudukannya dalam organisasi harus bersifat independen.

2.1.1.1 Pengertian Audit Internal

Menurut Sawyer’s yang dialih bahasakan oleh Andhariani (2005:10) menjelaskan bahwa pengertian dari audit internal adalah:

“Sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan, (2)risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi, (3)peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedut internal yang bias diterima telah diikuti, (4)kriteria operasi yang memuaskan telah terpenuhi, (5)sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis, dan (6)tujuan organisasi telah dicapai secara efektif. Semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.”

Sedangkan menurut Sukirno (2004:221), pengertian dari Audit Internal adalah “Suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih, mengenai ketelitian, dapat dipercayai, efisiensi dan kegunaan dari catatan-catatan (akuntansi) perusahaan dan pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan.”

(2)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa audit internal merupakan fungsi penilaian independen yang memberikan jasanya bagi organisasi dengan cara mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi tersebut.

2.1.1.2 Tujuan Audit Internal

Tujuan audit internal adalah membantu manajemen agar tujuan suatu organisasi dapat tercapai, seperti apa yang dikemukakan oleh The Chief of Internal Auditors (Sawyer, 2005: 28) yaitu:

“The objective of internal audit to provide guidance and related matters to the organizations so as to assist management in the dischange of its responsibilities for installing and maintaining controls that to ensure organizational objective are achieved. To this end it furnishes them with analysis appraisals, recommendation, consultation and information concerning the activities reviewed.”

Tujuan Audit internal menurut CIA adalah menjadi pedoman bagi pihak manajemen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengendalian internal organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang telah dijadikan target sebelumnya. Fungsi audit internal dalam membantu manajemen adalah dengan memberikan analisis penilaian, rekomendasi, konsultasi dan juga membentuk informasi mengenai aktivitas yang diperiksa.

Pernyataan tujuan audit internal pun dikemukakan oleh Tugiman (2006: 2) sebagai berikut:

”Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.”

Tujuan dari audit internal harus dimuat dalam suatu Charter Audit Internal, hal ini sesuai dengan pernyataan Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004: 15) yaitu:

(3)

“Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.”

Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi harus memahami dengan jelas tujuan dari pelaksanaan audit internal. Diharapkan dengan adanya pemahaman mengenai tujuan, tugas, dan tanggung jawab dari audit internal, maka akan mendorong mereka (pihak-pihak yang memiliki otoritas tinggi) untuk memberikan dukungan sepenuhnya terhadap pelaksanaan fungsi audit internal.

2.1.1.3 Ruang Lingkup Audit Internal

Menurut Arens (2008:123) Audit internal meliputi lima kategori yaitu lingkungan kendali, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan. Lima kategori ini merupakan komponen pengendalian yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan jaminan bahwa sasaran hasil pengendalian manajemen akan terpenuhi. Terdapat ruang lingkup dalam internal audit seperti yang dinyatakan oleh IIA (Sawyer, 2005:23):

“The scope of internal auditing work encompasses a systematic, disciplined approach to evaluating and improving teh adequacy and effectiveness of risk management, control and governance processes and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.” Lingkup pengendalian audit internal yang dimuat dalam SPAI (2004: 13) adalah sebagai berikut:

“Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan resiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.”

(4)

Ruang lingkup audit internal menurut IIA mencakup pendekatan sistematis yang dirancang untuk mengevaluasi dan meningkatan kecukupan atau kememadaian dan keefektifan manajemen resiko, pengendalian, pengelolaan organisasi serta kualitas dari kinerja organisasi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi.

2.1.1.4 Wewenang dan Tanggung jawab Audit Internal

Wewenang dan tanggung jawab audit internal harus dinyatakan secara tegas dalam dokumen tertulis yang formal. Wewenang dan tanggung jawab dari fungsi audit internal ini dimuat dalam suatu Internal Audit Charter. Charter tersebut harus mendapat persetujuan dari Direktur Utama dan Dewan Komisaris.

Berikut ini merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki auditor internal yang dinyatakan oleh IIA (Sawyer, 2005:33).

“Authorized acces to records, personnel and resources needed to conduct the audit”

Pernyataan IIA diatas megemukakan bahwa salah satu wewenang auditor internal adalah memiliki akses atas catatan-catatan, personil-personil dan sumber daya yang dibutuhkan untuk keperluan dalam menjalankan tugas audit.

Tanggung jawab dari auditor internal yang dikemukakan oleh (Tunggal, 2005: 21) dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Direktur audit internal memiliki tanggung jawab dalam menetapkan program audit internal organisasi. Direktur audit internal bertugas untuk mengarahkan personil atau karyawan dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal yang menyiapkan rencana tahunan, untuk memeriksa semua

(5)

unit organisasi beserta aktivitas yang telah dilakukan organisasi. Direktur audit internal menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan. 2. Auditing supervisor memiliki tanggung jawab dalam membantu direktur

auditor internal dalam mengembangkan program audit tahunan yang telah dibuat dan membantu dalam mengkoordinasi kinerja pihak auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai. 3. Tanggung jawab senior auditor adalah menerima program audit dan

instruksi untuk area audit yang telah ditugaskan oleh auditing supervisor. Senior auditor memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit, dengan memantau dan memberikan instruksi yang telah ia terima, agar pelaksanaan audit dapat berjalan sesuai.

4. Tanggung jawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit sesuai dengan aturan dan intruksi yang diterimanya.

Dari pernyataan di atas auditor internal tidak mempunyai wewenang untuk memberi perintah langsung pada pegawai-pegawai bidang operasi. Dengan demikian terlihat jelas bahwa audit internal hanya bertanggung jawab sebatas penilaian yang dilakukannya, sedangkan tindakan koreksinya merupakan tugas dari manajemen.

Peran auditor internal menurut Tunggal (2002:49), adalah sebagai Compliance Auditor dalam hal ini auditor internal bertanggung jawab kepada direktur utama dan mempunyai akses kepada komite, memonitor pelaksanaan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, mengevaluasi sistem pengendalian internal, memelihara dan mengamankan aktiva perusahaan dengan

(6)

meminimalisir resiko yang terjadi, serta menelaah kinerja korporat melalui mekanisme audit keuangan dan audit operasional. Selain itu, audit internal juga berperan sebagai Internal Business Consultant dalam hal ini audit internal membantu komite audit dalam menilai resiko dengan memberi nasihat pada pihak manajemen, melaksanakan fungsi konsultan dan memastikan pelaksanaan corporate governance, serta menelaah peraturan corporate governance minimal dalam setahun sekali.

2.1.2 Pengertian Profesionalisme

Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku dibidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjan yang memenuhi kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

“Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan”. (Badudu dan Sutan, 2002:848)

Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran.

(7)

Arens et al. (2003) dalam Noveria (2006:3) mendefinisikan profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kriteria tugas yang tinggi (Guntur et.al, 2002 dalam Ifada dan . Ja’far 2005:3).

Sebagai professional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berprilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan profesional apabila telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain (Wahyudi dan Aida, 2006:28).

2.1.2.1 Profesionalisme Auditor Internal

Profesionalisme menurut Tugiman dalam jurnal bisnis manajemen dan ekonomi yang ditulis oleh Asikin (2006:791) yaitu mengartikan profesionalisme sebagai suatu sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Definisi-definisi audit internal yang telah dikemukakan sebelumnya membawa kepada konsekuensi tuntutan profesionalitas sebagai bentuk peran profesi dalam memberikan nilai tambah pada perusahaan. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak.

Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi Standards Professional Practice Internal Auditing yang telah

(8)

ditetapkan oleh The Institute of Internal Auditors dalam Effendi (2006), antara lain:

a. Standar atribut, yang meliputi otoritas, tanggung jawab, independensi, objektivitas, kemahiran profesional dan perhatian profesional yang harus diberikan, dan program perbaikan dan penjaminan kualitas.

b. Standar kinerja, yang meliputi pengaturan aktivitas internal auditor, sifat pekerjaan, keterlibatan perencanaan, melakukan keterlibatan, pemantauan kemajuan dan penerimaan manajemen risiko.

Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja yang profesional. Kualitas profesionalisme didukung oleh ciri-ciri sebagai berikut (Asikin, 2006):

1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati piawai ideal.

2. Meningkatkan dan memelihara profesionalnya.

3. Keinginan untuk sentiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya.

4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesionalnya.

Agar terciptanya auditor internal yang efektif, maka dibutuhkan auditor internal yang profesional, untuk mencapai kedua hal tersebut diperlukan adanya kriteria atau standar. Tugiman (2006:13) mengemukakan beberapa kriteria tersebut sebagai berikut:

(9)

1. Independensi

Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa oleh objektivitas para pemeriksa internal (internal auditor). Status organisasi dari unit audit internal haruslah memberi keleluasan dan kebebasan yang bertanggung jawab dalam rangka memenuhi dan menyelesaikan tugas pemeriksaan yang diberikan kepada unit audit internal tersebut.

2. Kemampuan profesional

Audit internal harus dilaksanakan dengan keahlian dan ketelitian profesional. Menurut Tugiman (2006:27) kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.

3. Lingkup Pekerjaan

Lingkup pekerjaan auditor internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.

(10)

4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan

Kegiatan audit (pemeriksaan) harus meliputi perencanaan audit (audit program), pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil (reporting), dan menindak lanjuti (follow up).

a. Perencanaan audit: pemeriksa internal atau audit internal haruslah merencanakan setiap pemeriksaan

b. Pengujian dan pengevaluasian informasi: pemeriksa internal harus mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan

c. Penyampaian hasil pemeriksaan: pemeriksa internal harus melaporkan hasil-hasil pemeriksaan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya. d. Tindak lanjut hasil pemeriksaan: pemeriksa internal harus terus

memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan untuk memastikan bahwa hasil pemeriksaan yang dilaporkan kepada manajemen perusahaan telah dilakukan tindak lanjut yang tepat oleh manajemen perusahaan tersebut. 5. Manajemen bagian audit internal

Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal dengan tepat.

a. Kebijaksanaan dan prosedur: pimpinan audit internal harus membuat berbagai kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis yang akan dipergunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.

(11)

b. Koordinasi: pimpinan audit internal harus mengkoordinasi usaha-usaha atau kegiatan audit internal dengan auditor eksternal perusahaan untuk memastikan bahwa seluruh lingkup penugasan sudah memadai dan meminimalkan duplikasi pemeriksaan.

Adanya profesionalisme internal audit yang handal diharapkan dalam upaya mengambil langkah untuk mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang Asikin (2006:2). Saran dan sikap korektif dari internal auditor akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi bahan penindakan bagi karyawan yang melakukan tindakan penyimpangan.

2.1.3 Pengertian Kinerja

Trisaningsih (2007:8) mengemukakan bahwa secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performace atau actual performace (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu :

“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

Larkin (1990) dalam Trisaningsih (2007:8) juga mengemukakan definisi kinerja sebagai berikut :

“Suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepada seseorang atau sekelompok orang yang dilaksanakan berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan ketetapan waktu.”

(12)

Sedangkan pengertian kinerja audior menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998:9) adalah:

“Akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.”

Dengan demikian kinerja auditor internal (performance) adalah suatu kondisi atau hasil yang dicapai oleh seorang auditor internal dalam memeriksa/mengontrol dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas didalam perusahaan berdasarkan kecakapan pengalaman, dan kesungguhan yang dikur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketetapan waktu dengan membandingkan antara target atau tujuan dengan hasil yang dicapai.

2.1.3.1 Pengukuran Kinerja

Larkin (1990) dalam Trisaningsih (2007:4-5) menyatakan bahwa terdapat empat dimensi personalitas dalam mengukur kinerja auditor, antara lain :

1. Kemampuan (ability)

Seorang auditor yang mempunyai kemampuan dalam hal auditing, maka akan cakap dalam menyelesaikan pekerjannya.

2. Komitmen Professional

Auditor yang memiliki komitmen terhadap profesinya, maka akan loyal terhadap profesinya seperti yang dipresepsikan oleh auditor tersebut. 3. Motivasi

(13)

Motivasi yang dimiliki seorang auditor akan mendorong keinginan individu auditor tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

4. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja auditor adalah tingkat kepuasan individu auditor dengan posisinya dalam organisasi secara relative dibandingkan dengan teman sekerja atau teman seprofesi lainnya.

2.1.3.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu (Simamora,2004:338). Tujuan penilaian kinerja menurut Simamora (2004:343) dibagi dalam dua bagian besar, yaitu:

1. Tujuan evaluasi

Hasil penilaian kinerja sering berfungsi sebagai basis evaluasi regular terhadap kinerja anggota organisasi. Dalam pendekatan evaluasi seorang manajer menilai kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluator menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan kemudian memakai data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi, dan kompensasi.

2. Tujuan Pengembangan

Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat pula dimanfaatkan untuk memudahkan pengembangan pribadi anggota organisasi. Dalam

(14)

pendekatan pengembangan, seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang individu di masa depan. Manajer memberikan saran kepada karyawan mengenai pengembangan karirnya dan membantu bawahan menentukan sasaran kinerja. Manajer menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan. Karena karyawan memiliki masukan dalam penilaian, proses pengembangan menjadi lebih memakan waktu dalam penilaian dibandingkan ketika penyedia hanya sekedar mengisi formulir penilaian.

Dengan demikian penilaian kinerja dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kualitas dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Karena jika tugas yang dikerjakan bisa dijalankan dengan baik dan mampu mencapai prestasi, maka akan dapat memberikan kesempatan/peluang untuk memperoleh reward (penghargaan).

2.1.3.3 Standar Kinerja Auditor Internal

Menurut Messier et.al yang dialih bahasakan oleh Hinduan (2005 : 516-517) bahwa standar kinerja internal auditor dapat dilihat dari : 1) Pengelolaan aktivitas audit internal, 2) Sifat pekerjaan, 3) Perencanaan Penugasan, 4) Pelaksanaan Penugasan, dan 5) Komunikasi hasil penugasan. Berikut adalah penjelasannya :

a) Pengelolaan Aktivitas Audit Internal

Dilakukan secara efektif dan efisien agar memberi nilai tambah bagi organisasi, dengan melakukan perencanaan dan komunikasi dan persetujuan, pengelolaan sumber daya, penetapan kebijakan dan prosedur,

(15)

koordinasi yang memadai dan menyampaikan laporan berkala pada pimpinan dan dewan pengawas.

b) Sifat Pekerjaan

Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.

c) Perancanaan Penugasan

Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu dan alokasi sumberdaya. Disini auditor internal harus melakukan pertimbangan perencanaan, menentukan sasaran penugasan, menetapkan ruang lingkup penugasan, menentukan sumberdaya dan menyusun program kerja yang menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi dan mendokumentasi informasi selama penugasan.

d) Pelaksanaan Penugasan

Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang handal dan relevan, mendasar kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat, mendokumentasikan informasi yang relevan, dan supervise penugasan dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas serta meningkatnya kemampuan staf.

(16)

e) Komunikasi Hasil Penugasan

Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan secara tepat waktu yang memenuhi kriteria komunikasi yang tepat, kualitas komunikasi yang akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap dan tepat waktu, pengungkapan atas ketidakpatuhan terhadap standar yang dapat mempengaruhi penugasan tertentu dan menyampaikan hasil penugasan pada pihak yang berhak.

2.1.3.4 Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal Terhadap Kinerja Auditor Internal

Profesionalisme menurut Tugiman dalam jurnal bisnis manajemen dan ekonomi yang ditulis oleh Asikin (2006:791) yaitu mengartikan profesionalisme sebagai suatu sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Elemen – elemen profesionalisme yang digunakan dalam penelitian menurut Tugiman (2006:13) yaitu profesionalisme pada auditor internal yang terdiri dari independensi, kemampuan profesionalisme, lingkup pekerjaan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, dan manajemen bagian audit internal.

Menurut Messier et.al yang dialih bahasakan oleh Hinduan (2005: 516-517) bahwa standar kinerja internal auditor dapat dilihat dari : Pengelolaan aktivitas audit internal, Sifat pekerjaan, Perencanaan Penugasan, Pelaksanaan Penugasan, dan Komunikasi hasil penugasan.

Dengan demikian, dari dua pengertian diatas terdapat teori penghubung antara profesionalisme auditor internal terhadap kinerja auditor internal, yaitu teori yang dikemukakan oleh Hall (1968). Konsep profesionalisme yang

(17)

dikembangkan oleh Hall (1968) banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor internal yang tercermin dari sikap dan perilaku. Hall (1968) menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara sikap dan perilaku, yaitu perilaku profesionalisme adalah refleksi dari sikap profesionalisme dan demikian sebaliknya. Hall (1968) menjelaskan bahwa profesionalisme berpengaruh terhadap kinerja auditor internal dalam afiliasi komunitas (community affiliation) dan kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand), berikut penjelasannya :

1. Afiliasi Komunitas (community affiliation) yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.

2. Kebutuhan untuk mandiri (Autonomy demand) merupakan suatu pandangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (Pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut karyawan yang bersangkutan dalam situasi khusus. Dalam pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan oleh

(18)

manajemen secara ketat, akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas.

Adanya profesionalisme internal audit yang handal diharapkan dalam upaya mengambil langkah untuk mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang Asikin (2006:2). Saran dan sikap korektif dari internal auditor akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi bahan penindakan bagi karyawan yang melakukan tindakan penyimpangan.

Seorang auditor internal jika telah melaksanakan tugasnya secara professional, maka diharapkan akan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang efektif sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal (Nasution, 2011:34). Laporan hasil pemeriksaan tersebut sangat penting bagi auditor internal karena laporan tersebut mencerminkan kinerja auditor internal terhadap pekerjaanya, maka semakin baik profesionalisme auditor internal akan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang semakin efektif sehingga mencerminkan kinerja auditor internal yang baik.

Dari pemaparan diatas, apabila auditor memiliki profesionalisme yang tinggi, maka dia akan melakukan seluruh tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya.Tugas dan tanggungjawab tersebut merupakan hal-hal yang harus dilaksanakan seperti batasan serta kewajiban yang harus dipatuhi serta dijalankan oleh auditor. Apabila seseorang mengikuti batasan-batasan yang ada, maka auditor itu tidak akan melanggar peraturan dan dapat

(19)

menyelesaikan semua tanggung jawabnya, dengan begitu akan berdampak pada penilaian yang baik pada kinerjanya.

2.2 Kerangka Pemikiran

Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan yang cukup dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Selain itu profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang auditor sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, seorang auditor harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi modern (Mulyadi 2009:158) sedangkan pengertian kinerja audior menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998:9) adalah:

“Akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.”

Dengan demikian kinerja auditor internal (performance) adalah suatu kondisi atau hasil yang dicapai oleh seorang auditor internal dalam memeriksa/mengontrol dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas didalam perusahaan berdasarkan kecakapan pengalaman, dan kesungguhan yang dikur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketetapan waktu dengan membandingkan antara target atau tujuan dengan hasil yang dicapai.

(20)

Ketika auditor memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi maka dia akan mematuhi peraturan yang berlaku. Auditor yang dapat melakukan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan peraturan dan norma yang ditetapkan akan berdampak pada kinerja yang baik (Siahaan, 2010).

Hal ini didukung oleh temuan hasil penemuan Lisnawati (2013) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh tingkat pendidikan, profesionalisme auditor dan sistem reward terhadap kinerja auditor inspektorat provinsi sumatera utara, penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa profesionalisme auditor internal berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal. Dengan adanya profesionalisme seorang auditor internal maka diharapkan agar dapat mengendalikan operasi perusahaan dengan lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya kinerja auditor internal yang baik maka akan terwujudnya tujuan perusahaan.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, model kerangka pemikiran teoritis yang dibangun dapat dilihat pada gambar 2.2 yang menggambarkan kerangka pemikiran teoritis mengenai pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap kinerja auditor internal.

Hall (1968) (X) Profesionalisme Auditor Internal 1. Independensi 2. Kemampuan Profesionalisme 3. Lingkup Pekerjaan 4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan 5. Manajemen Bagian Audit Internal. Hiro Tugiman,2006 (Y) Kinerja Auditor Internal 1. Pengelolaan Aktivitas Audit Internal 2. Sifat Pekerjaan 3. Perencanaan Penugasan 4. Pelaksanaan Penugasan 5. Komunikasi Hasil penugasan Nuri Hinduan,2005

(21)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan (Sugiyono 20012:96). Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan maka dapat ditarik sebuah sebuah hipotesa bahwa :

Ha: Profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap kinerja auditor

IIIII iinternal.

2.4 Penelitian Terdahulu

Zulkifli (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pendidikan Berkelanjutan, Komitmen Organisasi, Sistem Reward, Pengalaman dan Motivasi Terhadap Kinerja Auditor” mengambil penelitian pada inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa secara simultan dan parsial tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja audit internal.

(22)

Lisnawati (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Profesionalisme Auditor dan Sistem Reward Terhadap Kinerja Auditor” mengambil sampel penelitian pada inspektorat provinsi Sumatera Utara. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat pendidikan, profesionalisme auditor dan system reward berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor inspektorat.

Rosindah et.al (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Dampak Motivasi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah” mengambil penelitian pada Pemerintah Kabupaten Cirebon. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat dampak motivasi dan profesionalisme secara parsial dan simultan terhadap kualitas audit.

Yusar (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan Whistleblowing”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa profesionalisme internal auditor dengan dimensi afiliasi komunitas, kewajiban social, dedikasi terhadap pekerjaan, dan keyakinan terhadap peraturan sendiri atau komunitas berpengaruh negative terhadap intensi melakukan whistleblowing, sedangkan profesionalisme internal auditor dengan dimensi tuntutan untuk mandiri berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whitstleblowing.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

1) Adakah faktor lain yang menjadi hambatan KUSP untuk mengembangkan kemitraan dengan pihak lain? Mengapa faktor tersebut menghambat? Dalam bentuk apakah hambatan tersebut.. 2)

dari berbagai film animasi kartun yang kita lihat sekarang ini.. Mereka

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dam hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Disamping menggunakan algoritma pada google maps dapat juga dikembangkan dengan menambahkan algoritma pencarian jalur terpendek untuk metunjukkan arah atau rute,

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Sungai Raya mengalami kesulitan koneksi

Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam, BPPT Jl. Tujuan makalah ini adalah untuk memperkenalkan sistem baru untuk estimasi luas panen padi yang disebut sebagai “Pendekatan

 Memahami keputusan apoteker melakukan pemesanan (jenis dan jumlah) untuk ketersediaan obat dan alkes

SIA Berbasis Kompu. ter pada Alfa Ma. Seberapa efektif suatu sistem tergantung dari penerapan sistem tersebut dalam perusahaan. Penerapan sistem yang baik tentunya akan