• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN VEKTOR MALARIA YANG DILAKUKAN OLEH INSTITUSI KESEHATAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELITIAN VEKTOR MALARIA YANG DILAKUKAN OLEH INSTITUSI KESEHATAN TAHUN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN VEKTOR MALARIA YANG DILAKUKAN OLEH

INSTITUSI KESEHATAN

TAHUN 1975-1990

Santyo ~ i r n o w a r d o ~ o *

ABSTRA CT

Studies on the ecology of Anopheles aconitus, Ansundaicus, An. balabacensis and An.

punctulatus group were cam-ed out in the year of 1975-1990. 7'he results were found useful to support malaria control programme. Studies on otlzer .~aecies of malaria vectors revealed limitted results. Based on the results of these studies, simple methods of vector control which could be done through community participation, could be fomzulated. Therefore, ir2 malarious areas in Java and Bali where An. aconitus and An. sundaicus are the main vectors, residual house sprayings could be ~llininiized or even stopped.

On the other hand health education to motivate contrnuriityparficipation on vector control and survaillarzce should be intensified by the programme, to keep the nzalaria traizanission under control.

Study on the ecology of An. balabacensis was carried out only in Balikpapan, East Kalimantan. The result showed that the effectivity of malaria transntission by An. balabacensis was very high. Residual sprayings by

DDT

were still effective to control malaria incidence in this area. Studies on the ecology of An. punctulatus groups were done by NAMRU-2 but the results will not be discussed here.

Studies on the ecology of otlzer species of malaria vector were still needed, especially in the Easten part of Iizdonesia and at the Borders betwen Iiidorzesia and neigliboriiig countries.

PENDAHULUAN

Penyakit malaria, masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, t e r u t a m a d i wilayah l u a r J a w a - B a l i . Pemberantasan penyakit ini masih mendapat perhatian khusus oleh pemerintah, sebagai salah satu program dari Ditjen PPM dan PLP (Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit M e n u l a r d a n P e n y e h a t a n L i n g k u n g a n Pemukiman). Dalam program pemberantasan malaria, dilakukan upaya penemuan d a n pengobatan penderita serta pengendalian

vektor untuk memutus penularan. Hingga sekarang, kegiatan utama upaya pengendalian vektor adalah penyemprotan rumah (bangunan) dengan insektisida yang dilengkapi dengan tindakan anti larva. Upaya ini telah dilakukan selama puluhan tahun dengan menghabiskan banyak dana, tetapi hasilnya belum memuaskan, terbukti bahwa jumlah penderita malaria di Indonesia masih banyak, terutama di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT). Untuk efisiensi d a n a d a n m e n g o p t i m a l k a n upaya yang dilakukan, perlu dikembangkan suatu metode

*

Peneliti Bidang Entomologi Kesehatan, Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, JI. Percetakan Negara 29 Jakarta.

(2)

Penelitian vektor malaria ... Sanlyo Kirnorvardoyo

yang tepat untuk tiap wilayah yang berbeda kondisi dan situasi. Metode pemberantasan yang demikian baru dapat dirumuskan bila didasari informasi yang rinci, baik aspek vektor maupun aspek manusia yang mencakup pula tentang parasit. Untuk ini semua, diperlukan penelitian yang intensif. Dalam tulisan ini hanya dibicarakan aspek vektor, dengan pengertian aspek yang lain dibicarakan oleh pakar yang bersangkutan.

Dari laporan hasil penelitian, diketahui bahwa penelitian malaria dilakukan oleh beberapa instituti kesehatan. Karena tidak ada koordinasi yang baik, maka kadang-kadang terjadi tumpang tindih penelitian, yang menyebabkan penggunaan dana kurang efisien.

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian vektor malaria ialah :

1. K e g i a t a n u n t u k k o n f i r m a s i v e k t o r . Kegiatan ini penting, karena diketahui bahwa spesies sebagai vektor d i suatu daerah, belum tentu juga sebagai vektor di daerah lain. Kecuali itu kegiatan ini juga b e r g u n a u n t u k m e n g e t a h u i s t a t u s penularan yang berlangsung pada waktu itu. Bila survai entomologi menemukan sporosoit (parasit malaria) di kelenjar ludah vektor, berarti penularan malaria waktu itu tinggi.

2. Mempelajari ekologi vektor.

Informasi penting yang perlu diketahui adalah :

Kecuali penggunaan dana kurang efisien, juga 2.1. Habitat vektor.

sering terjadi bahwa hasil penelitian kurang D i s t r i b u s i , s i f a t d a n k e a d a a n d a p a t d i m a n f a a t k a n o l e h p r o g r a m

lingkungan (biotik dan abiotik) perlu pemberantsan, karena para peneliti memuat

dipelajari dengan rinci. Keterangan usulan penelitian berdasarkan selera masing-

habitat yang rinci adalah sebagai masing, kurang menghubungkan dengan

dasar menyusun metode tindakan kebutuhan program pemberantasan. Untuk

mengatasi ha1 ini, usulan penelitian perlu dinilai anti larva yang tepat. kelaiakannya oleh suatu badan yanianggotanya

ahli dalam pemberantasan malaria.

TUJUAN PENELITIAN VEKTOR MALARIA

Secara garis besar, tujuan penelitian vektor malaria dikelompokkan menjadi dua : 1. Mempelajari hal-ha1 yang berhubungan

langsung dan bermanfaat bagi program pemberantasan.

2. Mempelajari hal-ha1 yang berhubungan dengan pengembangan ilmu.

Dalam tulisan ini hanya dibahas tentang hal-ha1 yang berhubungan langsung d a n bermanfaat bagi program pemberantasan.

2.2. Perilaku mencari darah.

Kesenangan vektor akan sumber darah, sifat eksolendofagik d a n keaktifan menggigit yang berkaitan d e n g a n w a k t u p e n t i n g u n t u k dipelajari. Kesenangan vektor akan sumber darah, dapat menerangkan potensi menularkan malaria dari vektor bersangkutan.

2.3. Perilaku istirahat.

K e c u a l i s i f a t e k s o l e n d o f i l i k , tempat-tempat yang disenangi untuk istirahat penting untuk dipelajari, Istirahat bagi nyamuk mengandung dua arti, yaitu :

(3)

Penelitian vektor malaria ... Santyo Kirnowardoyo

- Istirahat yang sebenarnya, yaitu w a k t u m e n u n g g u p r o s e s perkembangan telur (di Indonesia antara 2-3 hari).

- Istirahat yang sementara, yaitu i s t i r a h a t s e b e l u m / s e s u d a h menggigit.

3. Kejadian penularan

Berkaitan dengan kejadian penularan, hal-hal yang penting adalah tentang : p d a , s t a t u s d a n musim p e n u l a r a n . P o i a p e n u l a r a n , kecuali d i t e n t u k a n oleh perilaku. vektor, keadaan sosial-ekonomi- kebudayaan (SOSEKBUD) masyarakat m e m p u n y a i p e n g a r u h yang b e s a r . Sedangkan untuk mengetahui status dan musim penularan, kecuali padat populasi vektor, diperlukan keterangan longivitas (umur nyamuk).

4. S t a t u s k e r e n t a n a n vektor t e r h a d a p insektisida.

Insektisida untuk uji kerentanan adalah insektisida yang digunakan oleh program p e m b e r a n t a s a n . D a l a m memilih i n s e k t i s i d a y a n g d i g u n a k a n , p e r l u m e m p e r h a t i k a n k e e f e k t i f a n n y a , keamanan bagi masyarakat dan hewan piaraan serta keringanan biaya yang harus dikeluarkan oleh program.

HASIL PENELITIAN VEKTOR MALARIA

Tidak kurang dari 18 spesies Anopheles telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di wilayah Indonesia I). Dari 18 spesies tersebut, dua spesies yang telah dipelajari dengan intensif oleh Badan Litbangkes dan Ditjen PPM & PLP yaitu A n . aconitus dan A n . sundaicus sedangkan An. balabacensis, An. nigerrintus dan An. barbirostris belum dipelajari secara intensif. Spesies lainnya belum dipelajari.

KonGrmasi ulang An. acortitus sebagai vektor malaria dilakukan di Jawa Tengah, yaitu di daerah Jepara dan Wonosobo 2). Habitat nyamuk ini adalah daerah pesawahan, terutama pesawahan berteras (air mengalir perlahan). Jentik An. aconitus kecuali terdapat pada - . petak-petak sawah, juga ditepi saluran air, terutama saluran dengan kantong-kantong air yang berumput 3). D i d a e r a h , yang para petaninya menanam padi tanpa musim tertentu (tidak serentak) padat opulasi An. aconitus tinggi sepanjang tahun 47. Hal ini disebabkan, pada tiap saat di daerah tersebut ada tempat perindukan yang ideal untuk An. aconitus. Keterangan ini ditunjang oleh penelitian Zainal A b i d i n d i d a e r a h Sleman. Penelitian d i SlemadYogyakarta menerangkan bahwa padat populasi An. aconitus mulai naik pada tanaman padi berumur empat minggu, dan mulai turun pada tanaman berumur enam minggu '1. Hal ini berarti bahwa bila petani menanam padi dengan musim tertentu (serentak), padat populasi An. acortitus hanya akan tinggi pada suatu periode pendek. Waktu diperlukan dari telur menjadi n amuk (stadium dalam air)

6;

antara 13-16 hari oleh sebab itu, apabila sawah dikeringkan tiap 10 hari dengan betul-betul kering (1-2 hari), pertumbuhan akan terputus, sehingga tidak terjadi nyamuk (vektor) yang dapat menggigit orang atau binatang.

Hasil uji darah yang ada dalam lambung nyamuk (uji presepitin), menerangkan bahwa

An. acortitus lebih menyukai menggigit binatang

(indeks antropofilik tendah) atau bersifat zoofilik 3). Di beberapa tempat di Jawa indeks antropofiliknya tinggi. Indeks antropofilik tinggi terdapat pada daerah yang ternakn a

7)

dikandangkan satu a t a p dengan orang

.

Kejadian ini juga dibuktikan oleh Barodji, bahwa jumlah An. aconihis yang menggigit orang di rumah yang ada ternaknya, labih

(4)

Penelitian vektor malaria ... Santyo Kirnowardoyo

banyak dari pada jumlah yang menggigit orang di rumah tanpa ternak

'1.

Kejadian ini mene- rangkan bahwa ternak dapat digunakan untuk membelokkan arah A n . aconitus mencari sumber darah. Dapat diartikan pula bahwa ternak dapat sebagai alat untuk mengendalikan

A n . aconitus. Ternak yang dikandangkan

terpisah dari rumah orang, di tempat yang dekat dengan tempat perindukan dan tempat istirahat nyamuk, dapat dipakai sebagai barier

'I.

Kemungkinan dapat pula terjadi, indeks antropofilik yang tinggi, terdapat di daerah yang kurang ternak. Berkaitan dengan jumlah ternak yang mencukupi agar aman dari penularan malaria, hasil penelitian menerangkan bahwa nisbah ternak dengan orang sebesar 1:13 sudah cukup memadai (aman), asal ternak tersebut dikandangkan terpisah dari rumah, akan lebih baik lagi bila dipusatkan di beberapa tempat di pinggir kampung 9). Anopheles aconitus

mulai banyak ditemukan menggigit orang mulai senja hingga hampir tengah malam, dan lebih banyak ditemukan di luar dari pada di dalam rumah 3).

Tempat istirahat utama An. aconitus di alam luar (eksofilik), yaitu di tebing parit, di bagian bawah di dekat permukaan air yang lembab 3). Lubang galian (pit-shelter) adalah tempat istirahat artifisial yang baik untuk An.

aconitus. Padat populasi An. aconitus yang

ditangkap di lubang galian sejajar dengan padat populasi yang ditangkap di sekitar ternak pada malam hari

'1.

Keterangan ini berarti bahwa lubang galian (pit-shelter) dapat digunakan sebagai "alat" untuk pengamatan fluktuasi padat populasi yang sederhana, dengan melibatkan peran aktif masyarakat. Sebagian dari An.

aconihrs ada yang memilih kandang atau rumah

campur kandang sebagai tempat istirahat. Di dalam kandang (rumah campur kandang) An.

aconitrrs hinggap hingga kiia-kira 80 cm dari

lantai 3).

Penularan malaria oleh A n . aconitus berlangsung baik di luar maupun di dalam rumah. Meskipun, penelitian menerangkan bahwa An. aconitus banyak menggigit di luar rumah, tetapi apabila pada malam hari tidak ada orang di luar rumah, nyamuk masuk rumah untuk menggigit orang 3). Besar atau kecilnya penularan malaria yang berlangsung ditentukan oleh padat populasi dan longivitas vektor. Penularan ditentukan oleh padat populasi tinggi dengan longivitas panjang. Padat populasi rendah dengan longivitas panjang berarti bahwa penularan masih berlangsung. Tetapi, bila longivitas pendek (hari), penularan malaria berhenti, meskipun padat populasinya sangat tinggi. P a d a waktu p e n u l a r a n b e r h e n t i , pencarian dan pengobatan penderita perlu diintensifkan untuk menurunkan sumber penularan sampai serendah mungkin, sehingga tidak akan berbahaya apabila penularan menguat kembali. Sebaliknya waktu a d a kejadian luar biasa (KLB), pengendalian vektor mutlak diperlukan untuk memutus penularan. Pada waktu penularan berlangsung hebat, pencarian dan pengobatan penderita tidak dapat mengejar kecepatan penularan (misal diobati sembuh 5 orang, tetapi terjadi penularan baru sebanyak 10 orang). Pada umumnya, di daerah dengan vektor An. aconitus terjadi dua puncak padat populasi. Puncak pertama antara Januari hingga Maret dan puncak kedua antara Juni hingga Agustus 3). Kedua puncak ini terlihat sangat nyata di daerah dengan musim tanam serentak, dan tidak jelas di daerah dengan musim tanam tak teratur. Berkaitan dengan musim tanam, dianjurkan agar petani m e n a n a m p a d i d e n g a n s e r e n t a k , u n t u k membatasi musim penularan malaria pada suatu periode waktu pendek dan tertentu.

(5)

Penelitian vektor malaria ... Santyo Kimowardoyo

H a s i l uji k e r e n t a n a n A n . aconitus terhadap DDT, menerangkan bahwa di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur, An.

aconitus telah kebal D D T lo). Penyemprotan D D T tidak efektif untuk menanggulangi malaria ll).

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan cara pengendalian An. aconitus sederhana yang dapat diiakukan oleh masyarakat. Upaya yang p e r l u dilakukan masyarakat dalaln berperan aktif untuk pengendalian An.

aconitus ialah :

1. Petani agar memelihara kondisi saluran pengairan tetap bersih tanpa kantong- kantong air pada tepi saluran, sehingga air mengalir dengan lancar.

2. Petani menanam padi dengan musim tanam serentak pada suatu areal cukup luas.

3. Petani melakukan pengeringan berkala tiap 10 hari sekali.

4. Petani membudayakan pola tanam selang seling a n t a r a tanaman basah (padi) dengan tanaman kering (palawija).

5. Petani menebarkan ikan pemakan jentik

di sawah.

6. Petani pemilik ternak mengandangkan ternaknya di luar rumah, akan lebih baik kalau kandang terletak d i beberapa tempat di pinggir kampung.

An. sundaicus.

Konfirmasi ulang nyamuk ini sebagai vektor malaria dilakukan di beberapa tempat d i Jawa dan d i P. Bintan, Kabupaten Riau Kepulauan 12). Studi ekologi nyamuk ini telah dilakukan di : Sulawesi Selatan, Bali (pantai utara), Jawa (pantai selatan), Lampung, Riau Kepulauan d a n Sumatera Utara. Habitat nyamuk ini pada umumnya adalah genangan air payau 13,14915716v17). Tetapi di P. Batam An.

sundaicus ditemukan di genangan air tawar Is). Yang penting diketahui ialah bahwa hasil penelitian menerangkan bahwa genangan air yang ideal untuk perkembangan An. sundaicus adalah yang terbuka, sehingga mendapat sinar matahari langsung dan permukaannya tertutup tanaman air yang terapung 13,14,15,16,17,18)

M e n g e n a i kesenangannya t e r h a d a p sumber darah, ternyata ada dua kelompok An.

sundaicus. Di wilayah Yogyakarta, nyamuk ini lebih tertarik mcng$git binatang 19). Tetapi di

Cilacap (Kp. Laul.), penangkapan dengan umpan orang dapat menangkap banyak An. sundaicus 20). Meskipun tidak menutup adanya kemungkinan keragaman spesies, ha1 ini k e m u n g k i n a n b e s a r k a r e n a p e n g a r u h lingkungan. D i wilayah Yogyakarta banyak diperlukan ternak, termasuk kambing. Ternak pada umumnya ditempatkan di bagian selatan kampung, di antara tempat perindukan dan tempat istirahat dengan kampung. Sedang di Cilacap (Kp. Laut) tidak ada ternak, tetapi hanya beberapa ekor kambing. Nyamuk ini mulai banyak ditemukan antara perempat kedua hingga ketiga malam. Jarak terbang nyamuk ini cukup jauh, hingga kira-kiua tiga kilometer 15).

Di pantai selatan Garut, An. sundaicus adalah nyamuk eksofilik Is). Tempat istirahatnya di bawah pohon pandan di pantai, di semak- semak sekitar sumur dan bagian atap kandang. Tetapi di Cilacap (Kp. Laut), pada siang hari banyak ditemukan di dalam rumah atau bersifat endofilik 20). Perbedaan ini kalau dikaitkan dengan lingkungan, kelihatannya keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar. Di Cilacap (Kp. Laut), di dalam kampung, tidak ada semak-semak dan sejenisnya sehingga sangat tetik dan tidak ada tempat yang baik untuk istirahat nyamuk.

(6)

Penelitian vektor malaria

...

Santyo Kirnowardoyo

Fluktuasi padat populasi An. suttdaicus tergantung dari tipe tempat perindukan dan dipengaruhi oleh curah hujan. Di Garut Selatan padat populasi tinggi pada akhir kemarau menjelang penghujan ''1. Kejadian ini disebabkan karena habitat An. sundaicus di daerah ini adalah muara sungai yang besar. Waktu penghujan, terjadi banjir, muara sungai membuka, air sungai langsung masuk ke laut, akibatnya tempat perindukan hilang. Di Cilacap (Kp. Laut) tempat perindukan An. sundaicus, adalah tarnbak, kolam ikan dan sejenisnya. Di daerah ini fluktuasi padat populasi An. sundaicus sulit diramalkan 20).

Pola penularan malaria di daerah dengan An. sundaicus sangat dipengaruhi oleh sosial-ekonomi-budaya (SOSEKBUD) masyarakat. Sama-sama wilayah Kabupaten Lampung Selatan, pola penularan malaria di Ds. Tarahan (Kec.Ketibung) berbeda dengan di Ds. Sukajaya (Kec. Panjang). Ds. Tarahan berpola penularan di luar rumah, sedang di Sukajaya penularan di dalam rumah. Kejadian ini disebabkan SOSEKBUD kedua desa tersebut berbeda. Di Ds. Tarahan, ekonomi masyarakat rendah, rumah mereka seperti gubuk (kecil), sehingga udara di dalam rumah sangat panas. Karenanya, masyarakat mempunyai kebiasaan berada di luar rumah hingga jauh malam, bahkan banyak remaja dan dewasa laki-laki tidur di luar. Akibatnya, untuk mencari darah, nyamuk tidak perlu masuk rumah 21). Lain halnya dengan di Ds. Sukajaya. Ekonomi penduduk cukup tinggi, rumah pada umumnya besar, sehingga mereka cukup nyaman di dalam rumah mulai senja hingga pagi hari. Akibatnya nyamuk harus ke dalam rumah untuk mencari darah 16). Kelambu dipoles permethrin di Ds. Tarahan (outdoor

transmission) tidak efektif untuk penang- gulangan malaria 21).

Uji kerentanan nyamuk ini terhadap DDT, memberikan berbagai status kerentanan yang berbeda. Di Garut SelatanAn. sundaicus masih rentan DDT Is). Di Lampung uji kerentanan menerangkan bahwa An. sundaicus toleran DDT 16), sedang di Cilacap (Kp. Laut) telah kebal DDT 20).

Dari uraian seperti tersebut di atas ternyata, bahwa ada beberapa kelompok An. sundaicus yang berbeda sifat dan perilaku. Karenanya, penelitian An. sundaicus di daerah yang mempunyai nilai penting dalam "Pembangunan Nasional" masih diperlukan. Dari hasil penelitian seperti yang diuraikan di

atas, dapat dirumuskan metode pengendalian An. sundaicus sederhana yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Upaya yang perlu dilakukan masyarakat untuk berperan aktif dalam pengendalian An. sundaicus ialah' :

1. Masyarakat agar menjaga tambak, kolam ikan dan sejenisnya selalu bersih, bebas d a r i tanaman a i r yang m e n u t u p permukaan.

2. Masyarakat bergotong royong mem- bersihkan genangan air yang tidak ada pemiliknya agar bebas dari tanaman air

yang terapung.

3. Pengelola proyek, yang menyebabkan terjadinya tempat perindukan buatan, agar menimbun dan meratakan genangan air yang berpotensi sebagai tempat perindukan An. sundaicus.

4. Masyarakat dianjurkan tidak menebang hutan bakau secara liar. Kalau terpaksa, agar lokasi bekas tebangan dijadikan tambaklkolam ikan yang dipelihara dengan baik, atau ditanami kembali dengan bibit bahan yang baru.

(7)

Penelitian vektor malaria ...

5. Masyarakat dianjurkan menebarkan ikan pemakan jentik, di genangan air yang dapat digunakan berkembang biak oleh

An. sundaicus.

6. Petani pemilik ternak menempatkan ternaknya di luar, di antara kampung d e n g a n t e m p a t p e r i n d u k a n t t e m p a t istirahat An. sudaicus.

An. balabacensis

Penelitian ekologi An. balabacensis baru dilakukan di Kalimantan Timur, yaitu di daerah penebangan hutan di dekat Balikpapan. Deteksi sporosoit (parasit malaria) terjadi pada setiap melakukan survai 22). Meskipun t idak dilaku- kan uji presipitin dan penangkapan dengan b e r b a g a i u m p a n ( o r a n g d a n binatang), diperkirakan nyamuk ini bersifat antropofilik atau suka menggigit manusia. Nyamuk ini mudah ditangkap (jumlah besar) dengan penangkapan menggunakan umpan orang (human bait). Baik sebelum maupun sesudah menggigit, banyak An. balabacensis hinggap di dinding, meskipun pada siang hari tidak ada seekor pun nyamuk hinggap di dalam rumah 22). Perilaku yang demikian menyebabkan p e n y e m p r o t a n D D T efektif u n t u k penanggulangannya, karena nyamuk kontak dengan residu D D T di dinding, pada ha1 hasil uji kerentanan menerangkan nyamuk ini masih rentan D D T

Status menularkan malaria dari An.

balabacensis sangat kuat, terbukti bahwa

hampir tiap survai dapat ditemukan nyamuk yang positif dengan sporosoit 22). Nyamuk ini bersifat endoteksofagik dengan waktu keaktifan antara perempat kedua malam hingga hingga pagi hari 22). Akhir-akhir ini dilaporkan

banyak ditemukan An. balabacensis di daerah Banjarnegara, Jawa Tengah. Penemuan ini perlu ditindak lanjuti dengan penelitian, untuk mengukur besarnya peranan sebagai vektor malaria dan mencari cara pengendaliannya.

An. barbirostris.

Hasil studi nyamuk ini juga belum m e n c u k u p i u n t u k m e n u n j a n g p r o g r a m pemberantasan. Di Sulawesi Tenggara, puncak padat populasi antara Mei dan Juni. Antara padat populasi dengan longivitas terdapat korelasi negatif 23). Artinya pada waktu padat p o p u l a s i r e n d a h longivitasnya panjang, sedangkan waktu p a d a t populasi tinggi, longivitas pendek. Ini berarti bahwa di daerah dengan vektor An. barbirostris penularan selalu berlangsung, tetapi tidak akan berlangsung begitu hebat.

PENUTUP

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan (disarankan) :

1. Penelitian vektor malaria masih diper- lukan, terutama di wilayah "Indonesia B a g i a n T i m u r " ( I B T ) d a n d a e r a h perbatasan dengan "Negara Tetangga". 2. Penelitian An. sundaicus masih diperlu-

kan di daerah yang mempunyai nilai penting dalam "Pembangunan Nasional".

3. Dilakukan penelitian An. balabacensis di daerah Jawa Tengah (Banjarnegara). 4. Diadakan penyuluhan untuk menggerak-

kan masyarakat bcrperan aktif dalam pengendalian vektor malaria di Jawa Bali (vektornya adalah An. aconilus dan An.

(8)

Penelitian vektor malaria ... Santyo Kirnowardoyo

sundaicus). Kecuali penyuluhan, agar diupayakan sumber penularan (jumlah penderita impor yang kemungkinannya cukup besar.

Barodji, (1983). Pengaruh ternak yang dikandang di dalam rumah terhadap jumlah vektor malaria An. aconitus y a n g m e n g g i g i t o r a n g d a n y a n g bersembunyi di dalam rumah di daerah pedesaan Jawa Tengah. Kongres dan Seminar Biologi ke VI, 17 sld 19 Juli 1983, Surabaya.

5. Untuk efisiensi dana dan mengoptimalkan hasil penelitian, disarankan dibentukl d i t u n j u k s u a t u b a d a n , yang s e l a i n mengkoordinir juga menilai kelayakan usulan penelitian. Badan ini aktivitasnya diusulkan dapat dibiayai oleh Badan Litbang Kesehatan.

Kirnowardoyo, S., (1987). Peranan petani dalam pemberantasan malaria di daerah dengan vektor An. aconitus Donitz. Lokakarya ~enelitian Sosial dan Ekonomi Pemberantasan Penyakit T r o p i s di Indonesia. tgl. 19-22 Januari 1987, di Jakarta. Kirnowardoyo, S., et al., (1985). Further observation on the susceptibility status of An aconitus to D D T in Java, Indonesia, J.Com.Dis., 17 (4), 1985. Kirnowardoyo, S., (1975). The effect on a D D T

DAFTAR PUSTAKA

resistant population of An. aconitus of operational use of D D T for malaria control. Internal Report, Unpablished, 1975.

1. Kirnowardoyo, S. (1985). Anopheles malaria vector in Indonesia Proceeding of the 12th SEAMIC Workshop Problems of malaria in the SEAMIC countries Bangkok, Thailand 20-24 August, 1984.

Kirnowardoyo, S., et al., (1983). Vektor malaria utama di P. Bintan, Wilayah Kep. Riau yang berbatasan dengan Singapura. Seminar Parasitologi Nasional ke 111. tgl. 29-31 Agust, 1983 di Bandung. 2. Kirnowardoyo, S. et al., (1983). Rekonfirmasi An

aconitus (Donitz.) sebagai vektor malaria di Jawa Tengah. Seminar Parasitologi Nasional ke 111 di Bandung, tgl. 29-31 Agustus, 1983.

Collins, RT., et al., (1979). A. study of the coastal malaria vector, Anopheles sundaicus (Rodenwaldt) and Anopheles subpictus (grassi) in South Sulawesi, Sulawesi, I n d o n e s i a . WHOlMALl79.913. WHOffBCl79.740.

3. Joshi, G.P., (1981). Ecology studies of Anopheles aconitus in the Semarang area of Central Java,

Indonesia. WHO/VBW7.67 Sukirno, M., et al., (1983). Bionomics of Anopheles sundnicus and other Anophelines associated with 4. Kirnowardoyo, S., (1981). Anopheles aconitus

Donitz dengan cara- cara pemberantasannya yang telah dilakukan di daerah Banjarnegara Jawa Tengah. Seminar Parasitologi Nasional ke I1 di Jakarta 24- 27, 1981.

malaria in coastal a r e a s of Bali, Indonesia. WIOffBC/83.685.

Sumarto, e t at., (1981). Penelitian bionomik Anopheles sundaicus (Rodenwaldt) betina di desa Cibalong, Kec. Pameungpeuk, Kab. G a ~ t , Prop. Jawa Barat. Seminar Parasitologi Nasional ke 11, tgl. 24-27 Januari 1981 di Jakarta.

5. Abidin, Z., (1981). Hubungan antara densilas An. aconilus dengan umur padi di sawah. Thesis FKUI program Master of Science.

Isfarain, et al., (1981). Anopheles yang potensial sebagai vektor malaria di daerah pantai Lampung. Seminar Parasitologi Nasional ke 11, tgl. 24-27 Januari 1981 di Jakarta.

6. Barodji, et al., (1985). Life cycle study of malaria vector An. aconilus Donitz in the laboratory. Bull.Penelit.Kesehatan 13 (1).

Chobei Imai, et al., (1985). Ecological Aspect and Control strategy of Anopheles sundaicus, coastal malaria vector in the Asahan Regency, North Sumatera. Asahan Health Improvement Project, Unpublished.

7. Kirnowardoyo, S., Supalin, (1983). Arti dan manfaat ternak untuk pengendalian A n aconitus Donitz dalam program pemberantasan malaria di Jawa Tengah. Kongres Entomologi 11, di Jakarta 24-26 Januari 1983.

(9)

Penelitian vektor malaria ... Santyo Kirnowardoyo

18. Kimowardoyo, S., (1991). Penelitian tentang habitat dan potensi menularkan malaria dari Anopheles

sundaicus dan Anopheles lain yang berkaitan dengan malaria di P. Batam, Prop. Riau. laporan a k h i r penelitian, Puslit Ekologi Kesehatan, Unpublished.

19. Sudir, S., (1985). Efektivitas berbagai jenis hewan sebagai umpan untuk koleksi nyamuk. Thesis untuk mencapai gelar Magister Sains di IPB. Hal. 54. 20. Kirnowardoyo, S., e t al., (1987). Entomological

Investigations of an outbreak of malaria in Cilacap on South coast of Central Java, Indonesia, During 1985. J.Com.Dis. 19 (2), 1987.

21. Kirnowardoyo, S., et al., (1991). Uji coba pemakaian kelambu dipoles permethrin untuk pengendalian malaria di daerah dengan vektor An. sundaicus di Lampung. IUPNAS V, 6 September 1991 di Jakarta. 22. Kirnowardoyo, S., e t al., (1985). Anopheles

balubacensis Baisas, 1936 di Kalimantan Timur. Seminar Entomologi Kesehatan di Jakarta 1985. 23. Bahang, Z. et al., (1984). Malayan filariasis studies

in Kendary Regency South East Sulawesi, Indonesia I1 : Surveillance of mosquitoes with reference to two Anopheles vector species. Bulletin Penelitian Kesehatan Vol. XI1 No.1, 1984.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena terdapatnya reaksi Fe 2+ yang ada dalam hemoglobin dengan oksigen yang terdapat di alam dan perbedaan tingkat suhu dan kelembaban, maka

Penulis sangat bersyukur karena telah mendapat banyak dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik untuk

Faris (2004: 20) said that the unsettling doubts emerge because of the SUHVHQFH RI PDJLFDO HYHQWV DQG REMHFWV Š WKH LUUHGXFLEOH HOHPHQWV Š DOVR RI QDUUDWRU¶V DFFHSWDQFH RYHU

Untuk pemodelan arsitektur enterprise pada RSBI SDN Galunggung mengacu pada proses-proses jenjang pendidikan dasar khususnya RSBI SDN Galunggung dengan menggunakan TOGAF

Asnidar 21 sedang neaberikan c:,rznah tkntang penerapan rxetoda VCT pada penbelajaran

Berdasarkan pengujian secara parsial diketahui bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel kompensasi finansial langsung merupakan variabel yang berpengaruh dominan dengan nilai

Pada proses kompresi file dengan nama A.doc dari ukuran file awal 493568 byte kemudian dilakukan proses dekompresi menjadi 397981 byte dengan ratio kompresi sebesar

dan Arisanti, C.I.S., 2013, Optimasi Komposisi Span 60 dan Tween 80 Sebagai Emulgator Terhadap Stabilitas Fisik Dalam Formulasi Cold Cream Ekstrak Kulit Buah