• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN HUTAN MANGROVE SERTA NILAI EKONOMI BARANG DAN JASA LINGKUNGAN YANG DIHASILKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN HUTAN MANGROVE SERTA NILAI EKONOMI BARANG DAN JASA LINGKUNGAN YANG DIHASILKAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN HUTAN MANGROVE SERTA NILAI EKONOMI

BARANG DAN JASA LINGKUNGAN YANG DIHASILKAN

Nuddin

Harahab

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT. Mangrove Mapping and the Economic Value of Goods and Ecosystem Services Provided by Mangrove Forest. Mangrove forest is coastal

ecosystem which has own characteristics and complexity, and support a lot of life. Moreover, coastal area has become one of important parts on development and economic area. Mangroves support diverse local fisheries, commercial fisheries, and also provide nursery habitat. These forests also provide valuable ecosystem services that are coastal land stabilization, groundwater protection and storm protection. Utilization of coastal area has many advantages in several economic activities such as settlement, brackish water aquaculture, industries and infrastructure development. Then, strategic plan of coastal utilization with several purposes and priorities must be well planned in order to get continuing development of coastal area. Act determination must be based on economic and ecological importance. The purposes of this research were mapping of mangrove ecosystem and its characteristic analysis, counting of economical-ecological value of mangrove ecosystem. Mapping part was done by ground truth approach with spatial analysis in GIS model. To get the number value of mangrove ecosystem, total economic valuation was used. Map analysis on mangrove ecosystem showed that the density of mangrove was still low (140 m only in centain spot). The result of the calculation of mangrove ecosystem or total economic value (TEV ) on 146 hectares was $US 1,394,181.53 per year.

Kata kunci: mangrove, ekosistem, ekologi, valuasi ekonomi

Hutan mangrove merupakan sumberdaya pesisir yang memiliki daya dukung tinggi bagi kehidupan, terutama dari fungsi yang dikandungnya (biologi, kimia, fisik dan ekonomi). Oleh karena itu kawasan pesisir pantai menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian. Seperti yang diperkirakan bahwa dengan adanya kecenderungan sumberdaya daratan yang semakin langka, maka sumberdaya pesisir dan laut akan menjadi sumber pertumbuhan baru dan tumpuan harapan bagi pembangunan di Indonesia (Dahuri, 1993; 1996, 1997; Dahuri dkk., 2001; Bengen, 2005).

Manfaat ekonomi ekosistem hutan mangrove diartikan sebagai nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya, dalam hubungan ini nilai ekonomi hutan mangrove adalah manfaat penggunaan langsung (direct use value/DUV), sedangkan nilai ekologi berkaitan dengan fungsi yang dikandungnya dan berkaitan dengan jasa-jasa lingkungan. Oleh karena itu nilai ekologi merupakan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value: IUV) terhadap ekosistem tersebut. Pengelompokan berbagai macam manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove disampaikan dengan berbagai versi (Dixon, 1989; Khalil, 1999; Degroot dkk., 2002; Rawana, 2002; Arief, 2003; Gunarto, 2004; Pagoray, 2004, Hudspeth dkk., 2007), yang pada intinya

(2)

terdiri dari manfaat secara ekonomi dan ekologi, sedangkan teknik penilaian sumberdaya alam banyak dijelaskan dalam Hufscmidt dkk. (1987), Dixon (1989), Pearce and Turner (1990), Pomeroy (1992), Munasinghe (1993), Pearce dan Moran (1994), Fauzi (2004).

Nilai total ekonomi sumberdaya tersebut sangat penting diketahui dan diintegrasikan dalam perencanaan wilayah. Dengan kata lain, perencanaan wilayah pesisir dengan berbagai macam aktivitas penggunaan lahan harus memperhitungkan nilai-nilai yang terkandung dalam ekosistem sumberdaya. Namun demikian informasi sebaran vegetasi mangrove dalam peta menjadi penting untuk diketahui, sejauh mana lebar wilayah sempadan pantai atau jalur hijau (green belt) sudah terpenuhi.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan rumusan perencanaan wilayah pesisir yang memperhatikan nilai ekonomi dan ekologi sumberdaya, sedangkan tujuan penelitian tahun pertama ini adalah untuk mengetahui karakteristik ekosistem hutan mangrove, menyajikan data spasial wilayah pesisir dengan sistem informasi geografis dan melakukan penilaian ekonomi ekosistem hutan mangrove.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir Curahsawo Kabupaten Probolinggo. Wilayah ini dipilih karena kondisi mangrove cukup baik dan memilki luas wilayah pesisir 559 ha, paling luas di antara beberapa wilayah pesisir yang ada di Kabupaten Probolinggo.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive kepada para pengguna jasa lingkungan dan stakeholders. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari beberapa kegiatan observasi dan wawancara terhadap responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan dan BPS Kabupaten Probolinggo.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Analisis kuantitatif deskriptif maupun penjelasan kualitatif akan menggambarkan tentang karakteristik ekosistem hutan mangrove dan daya dukungnya terhadap perikanan, sedangkan analisis kuantitatif berdasarkan data angka menjelaskan tentang nilai ekonomi total dari ekosistem mangrove. Teknik perhitungan untuk penilaian ekonomi ekosistem mangrove, mengacu pada metode valuasi ekonomi atau total economic valuation (TEV) yang dikemukakan oleh Dixon (1989) dalam Pomeroy (1992). Secara matematis dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (BV + EV)

TEV = total economic value. UV = use value. NUV = non use value. DUV = direct use value. IUV = inderect use value. OV = option value. EV = existence value. BV = beguest value

(3)

185 Harahab (2010). Pemetaan Hutan Mangrove serta Nilai Ekonomi Barang dan Jasa

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove

Analisis karakteristik ekosistem hutan mangrove menjelaskan karakteristik hutan mangrove dengan mengetahui keadaan vegetasi dan hubungan ekologi dalam ekosistem hutan mangrove. Fungsi dan manfaat ekosistem hutan mangrove terkait erat dengan keadaan vegetasi, melalui jenis dan tegakan tanaman mangrove, jumlah serasah daun yang jatuh, maupun sistem perakaran, sedangkan hubungan ekologi dalam ekosistem mangrove dijelaskan melalui mekanisme daya dukung hutan mangrove terhadap organisme atau biota di sekitarnya.

Hutan mangrove di lokasi penelitian merupakan hutan mangrove yang cukup baik dan vegetasinya sedikit beragam. Jenis mangrove yang mendominasi yaitu Rhizophora mucronata (bakau), Sonneratia alba (pedada) dan Avicennia alba (api-api). Dari beberapa desa yang ada di wilayah Kecamatan Gending, vegetasi mangrove paling baik berada di Desa Curahsawo. Mangrove di Desa Curahsawo sebagian merupakan hasil reboisasi pada tahun 1980-an dan sebagian juga dari tanaman alami yang masih terperlihara dengan baik. Wilayah ini pernah memperoleh penghargaan Kalpataru pada tahun 1992. Luas hutan mangrove di Kecamatan Gending sekitar 146,0 ha. Pada saat ini luas wilayah yang sedang dilakukan reboisasi sekitar 50 ha. Kegiatan reboisasi ini dilakukan atas kerja kelompok “Bentar Indah” dan “Curah Mulya” yang sepenuhnya didanai oleh Yayasan OISCA-International (The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement) dalam program TMMP (Tokyo Marine Mangrove Project). Kerja sama dilakukan selama 5 tahun dimulai tahun 2004 sampai dengan 2009.

Data fisika, kimia dan biologi perairan hutan mangrove di sekitar lokasi penelitian menunjukkan nilai yang sangat mendukung untuk kehidupan biota perairan. Hasil analisis Mahmudi dkk. (2007) menunjukkan, bahwa produktivitas primer plankton berkisar antara 2,65–3,57 g/cm2/hr dan kandungan klorofil-A sebesar 11,12–18,07 mg/l. Nilai parameter biologi perairan tersebut menunjukkan bahwa perairan mangrove cukup subur dengan tersedianya jumlah plankton yang melimpah. Daya dukung ekosistem hutan mangrove terhadap biota perairan secara khusus dilakukan dengan menggunakan pendekatan melalui pelepasan nutrisi dari serasah daun mangrove yang dihasilkan. Dari produksi serasah daun mangrove 704,45 gr/m2/tahun, setelah mengalami proses grazing, ekspor dan dekomposisi, serasah daun menghasilkan nutrisi 0,064 gr/m2/tahun (N = 0,061 dan P = 0,003) ke lingkungan perairan, kemudian diperoleh nilai produktivitas primer dari serasah. Produktivitas primer tersebut pada akhirnya akan menentukan stok ikan di perairan. Selain produktivitas primer dari serasah, di perairan juga terdapat produktivitas primer dari fitoplankton yang telah ada di perairan. Berdasarkan kedua nilai produktivitas primer tersebut, maka produksi ikan herbivor di perairan mangrove dapat dihitung, yaitu ditemukan nilai 1196,3 kg/ha/tahun. Dengan menggunakan konversi 10% dalam aliran energi, maka produksi ikan karnivor dapat dihitung, yaitu 119,63 kg/ha/tahun. Jumlah produksi ikan herbivor dan karnivor tersebut merupakan produksi ikan total yang dihasilkan di perairan ekosistem mangrove, yaitu 1315,93 kg/ha/tahun. Artinya bahwa ekosistem mangrove di perairan tersebut

(4)

mampu menyumbang sebesar 1315,93 kg ikan per hektar mangrove per tahun. Bila nilai daya dukung ini dipakai untuk menghitung pada luas mangrove di Kecamatan Gending yaitu 146 ha, maka produksi ikan yang disumbangkan oleh ekosistem mangrove adalah 192,2 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya peranan ekosistem mangrove terhadap perikanan pantai.

Pentingnya ekosistem hutan mangrove terhadap perikanan pantai tersebut dapat dilihat di lapangan, di mana keberadaan ekosistem hutan mangrove mampu menderivasi kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan nelayan baik mencari ikan, udang maupun mencari biota air lainnya semakin tinggi dengan adanya hutan mangrove yang semakin baik, demikian pula kegiatan budidaya air payau (tambak udang). Keadaan seperti itu dapat dilihat pada lokasi di mana kondisi hutan mangrove semakin luas dan baik (di Desa Curahsawo Kabupaten Probolinggo, Desa Panunggul Kabupaten Pasuruan, Desa Wringinputih Kabupaten Banyuwangi). Keadaan semacam ini sama seperti yang dijelaskan oleh Barbier dan Strand (1997) bahwa berkurangnya habitat mangrove menunjukkan secara pasti berkurangnya produksi udang, baik jumlah maupun keuntungannya, sehingga mangrove sama pentingnya dengan input produksi perikanan udang. Kemudian Khalil (1999) menjelaskan, bahwa perikanan udang yang berhasil di Pakistan seluruhnya bergantung pada ekosistem mangrove.

Pemetaan Sebaran Hutan Mangrove

Proses pembuatan peta pada kegiatan ini terdiri dari survei lapangan yang merupakan kegiatan awal sebelum pembuatan peta tematik secara utuh. Kegiatan ini dimulai dengan penyisiran daerah pesisir yang merupakan daerah sebaran tanaman mangrove di Kecamatan Gending mulai dari sisi barat hingga batas kecamatan pada sisi timur. Hasil pemetaan dapat dilihat pada Peta 1 dan 2 pada halaman terakhir. Secara umum dapat dikatakan bahwa kerapatan dan ketebalan hutan mangrove masih rendah (140 m hanya di beberapa titik), sedangkan di wilayah ini selisih pasang tertinggi dan terendah bisa mencapai 3 sampai 5 m. Dengan demikian secara ideal ketebalan hutan mangrove minimal 450 m. Kajian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui kesesuaian lahan terhadap peruntukan berbagai vegetasi mangrove maupun untuk aktivitas yang lain.

Nilai Ekosistem Hutan Mangrove

Output ekosistem hutan mangrove tidak terlepas dari manfaat dan fungsi yang dikandungnya. Manfaat dan fungsi tersebut bergantung pada faktor input penting bagi hutan mangrove, yaitu beberapa variabel penting yang menentukan pertumbuhan dan kesuburan vegetasi. Hasil penelitian di dapatkan fungsi dan manfaat hutan mangrove di Kecamatan Gending:

a) Fungsi dan manfaat ekonomi, yaitu: sebagai penghasil kayu (kayu bakar, arang dan kayu konstruksi), sebagai tempat bersarangnya burung yang menghasilkan telur (pada bulan penghujan terdapat komunitas burung blekok yang selalu berada di dalam hutan mangrove dengan produksi telur 64.680 butir/tahun).

(5)

187 Harahab (2010). Pemetaan Hutan Mangrove serta Nilai Ekonomi Barang dan Jasa

b) Fungsi dan manfaat ekologi, yaitu: sebagai kawasan penyangga proses terjadinya intrusi atau penahan laju intrusi air laut (penyangga intrusi untuk kepentingan penduduk sekitar 33.401 jiwa atau 9.097 kepala keluarga), sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang dan berkembang biak bagi berbagai biota air (produksi udang 29.472 kg/tahun, produksi kepiting 93.000 kg/tahun, produksi tiram 120.960 kg/tahun), sebagai penahan gelombang, pencegah abrasi dan sebagai perangkap sedimen maupun penahan angin badai, sebagai daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai macam biota perairan khususnya ikan.

Berdasarkan identifikasi manfaat dan fungsi tersebut, maka penilaian dapat dilakukan. Penilaian ekonomi dan ekologi (ecological-economics) pada dasarnya adalah valuasi ekonomi, yaitu suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, terlepas dari apakah nilai pasar (market price) tersedia atau tidak.

Metode penilaian untuk mendapatkan nilai ecological-economics tersebut mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Dixon (1989) dan Pomeroy (1992), dengan menerapkan beberapa metode yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Selanjutnya manfaat dan fungsi ekosistem mangrove tersebut dikelompokkan menjadi nilai penggunaan langsung; nilai penggunaan tidak langsung dan nilai pilihan. Hasil perhitungan nilai ekonomi-ekologi ekosistem mangrove di Kecamatan Gending ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Nilai Ekonomi-Ekologi Ekosistem Mangrove di Kecamatan Gending dalam Luas 146 Hektar

No Uraian Luas wilayah

146 ha (Rp/tahun) 1 ha (Rp/tahun)

1. Penggunaan langsung (direct use value):

Penangkapan udang, produksi 29.472 kg/tahun 818.800.000 5.608.219,1 Penangkapan kepiting, produksi 93.000 kg/tahun 1.131.000.000 7.746.575,3 Penangkapan burung/telur burung, produksi 64.680

butir/tahun 7.770.000 53.219,1

Penangkapan tiram, produksi 120.960 kg/tahun 850.200.000 5.823.287,6

2. Penggunaan tidak langsung (indirect use value):

Penahan intrusi 9.961.215.000 68.227.500

Perlindungan pantai dari abrasi, banjir 472.440.944 3.235.896,8 Daya dukung produksi tangkapan ikan (ikan belanak, kakap,

bawal)

678.802.500 4.649.332,1

3. Nilai pilihan (obtion value): keanekaragaman hayati: 21.656.910 148.335

Jumlah 13.941.885.354 95.492.366

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik hutan mangrove di 5 desa pesisir di Kecamatan Gending Kabupaten

(6)

Probolinggo membutuhkan upaya perlindungan dan reboisasi, mengingat ketebalan dan kerapatan vegetasi masih rendah dan tidak sesuai dengan ketentuan garis sempadan pantai.

Perhitungan nilai ekonomi-ekologi ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo dalam luas 146 ha diperoleh nilai ekonomi total atau total economic value (TEV) ekosistem hutan mangrove sebesar Rp13.941.885.354,- per tahun. Jumlah nilai tersebut 79% merupakan nilai ekologi dari fungsi yang dikandung ekosistem tersebut dan manfaat tidak langsung (indirect use value/IUV).

Saran

Secara khsusus bagi para pengelola lingkungan, bahwa ekosistem hutan mangrove perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang lebih fokus dan serius, mengingat ekosistem hutan mangrove tersebut dapat menciptakan aktivitas ekonomi masyarakat dan nilai ekonomi-ekologi cukup tinggi. Dengan demikian disarankan dalam perencanaan wilayah pesisir mangrove, harus mempertimbangkan nilai ekonomi-ekologi ekosistem hutan mangrove tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove: Fungsi dan Manfaatnya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Barbier, E.B. and I. Strand. 1997. Valuing Mangrove-fishery: A Case Study of Campeche,

Mexico. Paper prepared for the 8th Annual Conference of European Association of Environmental and Resource Economics (EAERE), Tilburg University, The Netherlands.

Bengen, D.G. 2005. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), Interaksi Daratan dan Lautan Pengaruhnya terhadap Sumberdaya dan Lingkungan. Lembaga Pengetahuan Indonesia, LIPI Press, Jakarta.

Dahuri, R. 1993. Model Pembangunan Sumberdaya Perikanan Secara Berkelanjutan. Simposium Perikanan Indonesia I, Jakarta 25–27 Agustus 1993.

Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaaan Pemanfaatan Berganda Hutan Mangrove di Sumatera, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R. 1997. Pengelolaan Kawasan Laut dan Pesisir Secara Terpadu di Indonesia, Makalah Kursus Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut. Pusat Penelitian Kependudukan dan Lingkungan Hidup, LP-ITS. Surabaya dengan PPPSL. Surabaya 2–11 Januari 1997.

Dahuri, R.; J. Rais; S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Cetakan Kedua, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.

Degroot, R.S.; M.A. Wilson and R.M.J. Boumans. 2002. A Typology for the Clasification, Description and Valuation of Ecosystem Functions, Goods and Services. Elsevier Ecological Economics 41: 393–408.

Dixon, J.A.1989. Valuation of Mangrove: Tropical Coastal Area Management. Vol 4, No.3. Metro Manila Philippines.

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(7)

189 Harahab (2010). Pemetaan Hutan Mangrove serta Nilai Ekonomi Barang dan Jasa

Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian 23 (1).

Hudspeth, T.R.; J. Farley and R. Boumans. 2007. Valuing Philippine Mangrove Forest via Ecological Economics. University of Vermon Environmental Program and Rubenstein School of Environmental and Natural Resources, Burlington. Thomas.Hudspeth@uvm.edu.

Hufschimdt, M.M.; D.E. James; A.D. Meister; B.T. Bower and J.A. Dixon. 1987. Environmental Natural System and Development, An Economic Valuation Guide. (Edisi Indonesia: Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan, Petunjuk Penilaian Ekonomis). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Khalil, S. 1999. The Economic Value of The Environment: Cases from South Asia. IUNC. www.iucnus.org/publication.html.

Mahmudi, M.; N. Harahab dan A. Diana. 2007. Daya Dukung Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Mangrove terhadap Produksi Perikanan Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Mangrove di Wilayah Pesisir. Ristek, Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Jakarta.

Munangsinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environnment Paper Number 2.

Pagoray, H. 2004. Lingkungan Pesisir dan Masalahnya sebagai Daerah Aliran Buangan Limbah. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana IPB, Bogor. Pearce, D. dan R.K. Turner. 1990. Economics of Natural Resources and the Environment.

Harvester Wheatsheaf.

Pearce, D. and D. Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUNC. Earthscan Publication, London.

Pomeroy, R.S. 1992. Economic Valuation Available Methode. Dalam: Integrative Framework and Methodes for Coastal Area Management (T.E. Chua and LF. Scura, eds.). ICLARM Conf. Proc. 37, h 149–162.

Rawana. 2002. Problematika Rehabilitasi Mangrove Berkelanjutan. Materi Pelatihan dan Workshop Rehabilitasi Mangrove Tingkat Nasional, Yogyakarta.

(8)

Peta 2.

Peta 1.

PETA SEBARAN MANGROVE DI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN HUTAN MANGROVE DAN NILAI EKONOMI BARANG DAN JASA LINGKUNGAN YANG

(9)

191 Harahab (2010). Pemetaan Hutan Mangrove serta Nilai Ekonomi Barang dan Jasa

Peta 2.

PEMETAAN HUTAN MANGROVE DAN NILAI EKONOMI BARANG DAN JASA LINGKUNGAN YANG

(10)
(11)

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Nilai Ekonomi-Ekologi Ekosistem Mangrove di Kecamatan Gending dalam  Luas 146 Hektar

Referensi

Dokumen terkait

Kedua adalah hitungan mundur yang Digunakan untuk mengetahui waktu paling akhir memulai dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa mempengaruhi penyelesaian proyek

Mengapa hal itu masih terjadi dalam era perkembangan teknologi komunikasi yang berbasis audio visual dengan adanya HP, computer dan internet juga situs dan

viii Dalam penelitian ini yang dibahas adalah mengenai salah satu bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yaitu Merek. Merek merupakan suatu tanda yang melekat pada suatu barang

ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi

Penelitian mengenai penggunaan strategi inkuiri dalam pembelajaran fisika telah dilaporkan oleh banyak peneliti, di antaranya yaitu untuk mengatasi kesulitan belajar siswa

Edible coating pati ganyong dengan variasi konsentrasi bubuk kunyit putih (1, 2, dan 3 %) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap masa simpan pada susut bobot,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa amilum umbi gadung, gembili dan porang memiliki bentuk bulat tidak beraturan serta tipe konsentris, sedangkan amilum umbi uwi

Menurut Mulyasa (2005a), implementasi kurikulum mencakup tiga.. kegiatan pokok yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Berkenaan dengan pembuatan