• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan, biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).

Menurut (OHSAS 18000, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu.

Definisi kecelakaan akibat kerja menurut Suma’mur (1987), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu :

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau 2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik. Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan misalnya kelengahan, kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya. Sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya (Notoadmodjo, 1997).

(2)

2.2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :

a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh d. Terjepit oleh benda

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut. 2. Klasifikasi menurut penyebab :

a. Mesin

. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik . Mesin penyalur (= transmisi)

. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam . Mesin-mesin pengolah kayu

. Mesin-mesin pertanian . Mesin-mesin pertambangan

. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut b. Alat angkut dan alat angkat

(3)

. Mesin angkat dan peralatannya . Alat angkutan di atas rel

. Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api, alat angkutan udara . Alat angkutan air

. Alat-alat angkutan lain c. Peralatan lain

. Bejana bertekanan

. Dapur pembakar dengan pemanas . Instalasi pendingin

. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan)

. Alat-alat listrik (tangan)

. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik . Tangga

. Perancah

. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

. Bahan peledak

. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak . Benda-benda melayang

. Radiasi

(4)

e. Lingkungan kerja . Di luar bangunan . Di dalam bangunan . Di bawah tanah

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang

b. Dislokasi/keseleo c. Regang otot/urat

d. Memar dan luka dalam yang lain e. Amputasi

f. Luka-luka lain g. Luka dipermukaan h. Gegar dan remuk i. Luka bakar

j. Keracunan-keracunan mendadak (= akut) k. Akibat cuaca, dan lain-lain

l. Mati lemas

m. Pengaruh arus listrik n. Pengaruh radiasi

(5)

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh a. Kepala b. Leher c. Badan d. Anggota atas e. Anggota bawah f. Banyak tempat g. Kelainan umum

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut (Suma’mur, 1987).

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor, penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan meyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan meyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan.

2.3. Penyebab Kecelakaan Kerja

(6)

berbagai negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu bahwa kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab :

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act). 2. Kadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions).

Sekalipun rumit permasalahan sebab-sebab kecelakaan, secara sederhana dapat dikatakan, bahwa penyebab-penyebab kecelakaan paling utama ditemukan tidak pada mesin-mesin yang paling berbahaya (seperti mesin gergaji sirkuler, mesin pengaduk dan mesin tekan) atau zat-zat yang paling berbahaya (seperti bahan-bahan peledak atau cairan-cairan yang mudah menyala), tetapi pada kegiatan yang biasa seperti terantuk, terjatuh, bekerja tidak tepat atau penggunaan perkakas tangan dan tertimpa oleh benda jatuh ( Suma’mur, 1987).

Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua yakni: a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi keselamatan misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia.

b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Heinrich (1931) dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya Teori Domino. Teori ini menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai

(7)

lima domino yang berdiri sejajar yaitu : kebiasaan seseorang, perbuatan dan kondisi tak aman (hazard), kecelakaan, serta cidera (Suardi, 2005).

Birds (1967) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu :manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian (Suardi, 2005).

Dalam konteks ini, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya :

1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.

2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda- benda padat.

3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan. 4. Faktor fisiologis, seprti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.

5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya (Suardi, 2005).

2.4. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

1. Perundang - undangan, yaitu ketentuan -ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi -kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-

(8)

tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPK, dan pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis- jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higene umum, atau alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan - ketentuan perundang undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengamanan, pengujian alat - alat perlindungan tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelahaan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset Medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola - pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.

8. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru, dalam keselamatan kerja.

(9)

9. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat ( Suma’mur, 1997).

10.Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

11.Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak.

Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar, antara lain :

a. Menurut Silalahi dan Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dua aspek, yakni : aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan lain sebagainya) dan aspek yang lainnya adalah aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).

b. Menurut Julian B. Olishifki (1985) dalam Silalahi (1995) bahwa pencegahan yang profesional adalah:

. memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, kerja, material dan struktur perencanaan.

. memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut.

. memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan (Silalahi, 1995).

(10)

Dari uraian beberapa pakar di atas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah pada intinya perlu memperhatikan empat faktor yakni : lingkungan, manusia, peralatan, bahaya (hal-hal yang membahayakan).

2.5. Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan

Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Belawan adalah pada saat kapal berada di dermaga atau sandar. Pekerja tenaga kerja bongkar muat naik ke kapal (bekerja di atas kapal), pada saat bongkar muat di dermaga pekerja melakukan bongkar muat sewaktu berada di atas peti kemas, pada saat di lapangan penumpukan dan pada saat perawatan dan perbaikan peralatan. Pekerja bekerja diketinggian, diatas petikemas dan container crane.

Proses bongkar muat berlangsung ketika membawa barang dari palka (ruang-ruang dalam kapal) dan membawa barang dari kapal ke dermaga (steverdoring). Tenaga kerja membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya secara manual ke geladak kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang, kemudian dengan menggunakan conteiner crane diangkut dan disusun oleh tanaga kerja kedalam truk

Proses bongkar muat dalam 1 kapal dilakukan oleh 2-3 regu, 1 regu diatas kapal (deck), 1 regu lagi di dermaga, dan masing-masing regu terdiri dari 12 orang. Dalam sehari kapal yang sandar di dermaga 4-5 kapal.

Sarana kerja adalah peralatan yang digunakan sewaktu melakukan pekerjaan. Peralatan yang ada di pelabuhan Belawan adalah :

(11)

muat peti kemas dari dermaga ke kapal dan sebaliknya.

b. Forklift merupakan alat angkut barang umum/general cargo dengan kapasitas angkat tertentu dan mempunyai jangkauan pengangkat yang terbatas.

c. Tronton/Trado untuk dapat mengangkut peti kemas 20 feet dan merupakan daya angkut yang terbatas.

d. Spreader (pengangkat peti kemas), mampu mengangkat peti kemas dan mempunyai jangkauan pengangkatan yang fleksibel (bisa pendek maupun jauh).

Peralatan bongkar muat non mekanik adalah alat pokok penunjang pekerjaan adalah jala-jala lambung kapal (shipside net), tali baja (wire sling), tali rami manila (rope sling), jala-jala (wire net), jala-jala tali manila (rope net), gerobak dorong, palet, gancu.

a. Jala-jala lambung kapal adalah segala apa yang rupanya seperti jala. Dalam hal ini jala-jala digunakan untuk mengangkut barang dalam karung.

b. Palet adalah alat yang digunakan untuk menumpuk muatan supaya bisa diangkat sekaligus.

c. Gancu adalah pengait yang bertangkai.

d. Gerobak dorong adalah alat angkut yang beroda dua.

2.6. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri sangat sederhana ialah alat pelindung yang dikenakan (dipakai) oleh tenaga kerja secara langsung untuk tujuan pencegahan kecelakaan yang disebabkan oleh aneka faktor yang ada (timbul) di lingkungan tempat kerja. Dengan

(12)

pengertian seperti itu, maka alat-alat pelindung diri dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu :

1. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap kecelakaan kerja, kelompok ini disebut Alat Pelindung Keselamatan Industri. Alat-alat pelindung diri yang termasuk di dalam kelompok ini adalah alat-alat yang digunakan untuk perlindungan ke seluruh bagian tubuh.

2. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap gangguan kesehatan (timbulnya suatu penyakit, kelompok ini disebut Alat Pelindung Kesehatan Industri (Suardi, 2005).

Sesungguhnya bahwa alat pelindung diri tersebut dibutuhkan apabila bahaya-bahaya yang ada di lingkungan kerja tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dikendalikan baik secara teknis maupun secara administratif. Dengan demikian alat pelindung diri merupakan pertahanan terakhir. Oleh karenanya alat pelindung diri tidak pernah dipertimbangkan sebagai suatu pertahanan yang utama untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja (termasuk agar tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat kerja) Suardi, (2005).

Kebanyakan alat pelindung diri mengakibatkan beberapa perasaan tidak enak dan menghalangi gerakan atau tanggapan panca indera si pemakai. Oleh karena itu, umumnya tenaga kerja akan menolak memakai alat pelindung diri bila diberi. Dari bermacam-macam alat pelindung diri umumnya hanya membantu dalam

(13)

perlindungan terhadap hal-hal yang tidak terduga atau hal-hal yang tidak biasa terjadi Suardi, (2005).

Persiapan terhadap hal-hal yang tidak terduga tersebut telah menjadikan permasalahan pribadi yang menyangkut dua masalah yang berbeda :

1. Sikap mental ke arah kebiasaan menggunakan alat-alat pelindung.

2. Pemilihan alat-alat pelindung diri yang paling baik dan dapat dipercaya (Suardi 2005).

Sikap adalah kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat. Seorang tenaga kerja yang memiliki sikap baik diartikan sebagai seorang tenaga kerja yang memiliki kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat baik, hal ini dapat dikembangkan ke arah sikap selamat yang akan menghasilkan kebiasaan tenaga kerja yang selalu berbuat selamat. Cara pengembangan sikap tersebut harus dimulai dari atas, terutama pimpinan yang langsung menangani pekerjaan (supervisor), mereka harus menjadi panutan atau percontohan atau suri teladan bagi para tenaga kerja (Suardi, 2005).

Sikap seorang pemimpin terhadap lingkungan kerja akan tercermin pada sikap para tenaga kerja terhadap hal yang sama. Untuk mengembangkan sikap selamat menjadi kebiasaan dapat dimulai dengan mengadakan pengecekan terhadap kesiapan tenaga kerja yang akan mulai bekerja, hal ini dapat dilakukan secara rutin. Sebagai contoh misalnya membiasakan persiapan-persiapan sebelum mulai bekerja. Pimpinan termasuk supervisor atau kepala regu dapat mengecek perlengkapan para tenaga kerja seperti : topi pengaman, lengan baju (tidak boleh memakai baju berlengan panjang), sepatu pengaman, sabuk pengaman, cup-goggles dan lain-lain (Suardi, 2005).

(14)

Pemilihan Alat Pelindung Diri menurut Suardi 2005 :

Sekali kebutuhan akan alat-alat pelindung diri telah tertanamkan, maka pemilihan tipe yang baik dan sesuai untuk melakukan suatu pekerjaan perlu (harus) dilaksanakan. Oleh karenanya alat pelindung diri yang baik harus memiliki beberapa persyaratan, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Alat-alat pelindung diri harus dapat melindungi terhadap bahaya-bahaya dimana tenaga kerja terpajan.

b. Alat (pakaian) pelindung diri harus ringan dan efisien dalam memberi perlindungan

c. Sebagai alat pelengkap terhadap tubuh harus fleksibel namun efektif.

d. Berat alat yang harus diterima oleh bagian tubuh, dapat ditahan dengan baik. e. Tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri harus tidak terhalang gerakannya

maupun tanggapan panca inderanya. f. Alat-alat pelindung diri harus tahan lama. g. Alat-alat pelindung diri harus menarik.

h. Bagian-bagian penting yang harus sering diganti agar ada persediaannya.

i. Alat-alat pelindung diri harus tidak memberikan efek samping (bahaya tambahan karena pemakaian) baik oleh karena bentuknya, konstruksi, bahan atau mungkin penyalahgunaan.

Dalam pemilihan terhadap jenis alat pelindung diri yang baik dan sesuai dengan kebutuhan (dalam rangka melindungi diri dari hal-hal yang tidak terduga), maka perlu dilakukan identifikasi terhadap potensi bahaya yang ada di lingkungan

(15)

kerja, yang akan mencakup jenis dan sifat bahaya, jangka waktu pemajanan dan batas kemampuan alat pelindung tersebut (Suardi, 2005).

Macam-macam alat pelindung diri tersebut adalah sebagai berikut : a. Topi Pengaman (Safety Hat).

Umumnya topi pengaman (topi keselamatan) dibuat dari fiber glass, plastik atau aluminium. Topi pengaman terutama adalah untuk melindungi kepala dari benda jatuh. Oleh karenanya harus tahan benturan (baik dengan benda tumpul maupun dengan benda tajam), tahan himpitan atau gencetan oleh benda keras dan berat, harus ringan, enak dipakai, tahan lama dan tidak menghantarkan arus listrik yang dapat mengakibatkan tenaga kerja menderita kecelakaan, tidak dapat terbakar, tahan air. Topi pengaman yang terbuat dari aluminium umumnya digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan di luar gedung (terkena sinar matahari seperti di lingkungan konstruksi dan lain-lain). Selain melindungi kepala dari benturan benda keras (benda jatuh), juga melindungi kepala dari radiasi matahari.

b. Pelindung mata ada beberapa macam yaitu :“Spectacle goggles” (kaca mata), Cup goggles, Cover goggles, Topeng muka (face shield).

c. Welding helmet. d. Safety belt.

e. Pelindung tangan (sarung tangan). f. Safety shoes (Sepatu pengaman).

Sepatu pengaman atau sepatu keselamatan umumnya dirancang untuk melindungi kaki dari jatuhan benda-benda keras, terantuk benda dan injakan terhadap benda-

(16)

benda tajam atau runcing (lempengan logam atau paku). g. Alat-alat pelindung saluran pernapasan

Tujuan utama dalam memberi perlindungan agar tenaga kerja dapat (mampu) bertahan terhadap bahaya-bahaya saluran pernapasan adalah dengan mengendalikan pencemar pada sumbernya dan mencegah agar tidak masuk ke dalam udara daerah pernapasan tenaga kerja (Suardi, 2008).

2.7. Kesehatan Kerja

Menurut Notoatmodjo, 2007 kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka kedua hal tersebut juga menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja. Dalam kesehatan kerja pedomannya adalah ’’ Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah’’, maka upaya pokok kesehatan kerja ialah pencegahan kecelakaan akibat kerja.

Salah satu tujuan utama kesehatan kerja adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. Tujuan akhir kesehatan kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat dicapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain : suhu, penerangan/pencahayaan

(17)

yang cukup, bebas debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya, dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2007).

2.7.1. Perilaku Kesehatan

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behaviour) sebagai berikut ; Perilaku kesehatan (health behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagaianya. Dalam hal ini juga termasuk tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja. Lawrence Green, 1980 menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor :

• Faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

• Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan lain sebagainya.

(18)

• Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dari teori Green ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku ( Notoatmodjo, 2007). 2.7.2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b. Memahami (comprehensian)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(19)

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisa (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain..

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden Pengetahuan terkait dengan pencegahan kecelakaan kerja menjadi fokus utama.

2.7.3. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

(20)

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok..

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri sikap dari beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan.

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

(21)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata ”setuju” atau ”tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.

2.7.4. Kepercayaan

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (2005) kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata.

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2007).

Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).

Pendekatan teori Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dari Wolinsky (dalam Kalangie, 1994), menyebutkan beberapa faktor yang memengaruhi seseorang bertindak untuk mencari pengobatan atas penyakitnya yang menunjukkan tingkat permintaan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Perantara. 2. Keseriusan. 3. Manfaat.

4. Hal yang memotivasi.

Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah mendorong

(22)

penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an, Health Belief Model (HBM) diuraikan dalam usaha menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. Health Belief Model (HBM) digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.

Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau (Health Beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved Threat of Injury or Illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Benefits and Costs).

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat.

Perilaku tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada :

a. Ketidak kebalan yang dirasakan (Perceived Vulnera Bility) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka.

(23)

b. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Severity) orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut, mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.

Fokus asli dari Health Belief Model (HBM) adalah perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman penyakit berdasarkan perilaku yang dirasakan sehingga memerlukan pemeriksaan penyakit (cek-up) untuk pencegahan atau pemeriksaan awal (screening).

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2005), adalah :

1. Kepercayaan.

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang- orang tersebut terhadap kesehatan. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh. Kerugian yang di dapat, hambatan yang di terima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

2. Sarana.

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.

3. Latar belakang.

Latar belakang yang memengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dibedakan atas pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki

(24)

dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.

2.8. Landasan Teori

Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan sejarah perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dari permulaan hingga saat ini secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkaan, tapi kemudian pada titik tertentu berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti kita ketahui trend yang saat ini dominan, banyak diterapkan terutama perusahaan-perusahaan besar disamping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir terjadinya kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah manajemen sebagi sebuah sistem namun, kembali pada konsep awal seperti yang dikemukakan oleh H.W. Heinrich dengan dominasi human error/unsafe acts atau kembali ke perilaku manusia (Riyadi, 2007).

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah mencapai kesehatan masyarakat pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya (Notoatmodjo, 2007).

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan pendidikan, latihan-latihan, penggairahan, dan semua aspek perangkat lunak yakni manusia dan

(25)

segala unsur yang berkaitan (Suma’mur, 1997). Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika sedang bekerja.

Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau (Health Beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved Threat of Injury or Illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Benefits and Costs).

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2005), adalah latar belakang. Latar belakang yang memengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dibedakan atas pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.

Green dalam teorinya mengemukakan ada tiga faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposising factors), terwujud dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. 3 Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok

(26)

referensi dari perilaku masyarakat, dalam hal ini petugas pengawas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Landasan teori yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah Teori Green dan Notoatmodjo (2005) yang dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Gambar 2.1. Diagram Teori Green Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Kepercayaan - Nilai - Persepsi - Tingkat Pendidikan - Tingkat Pendapatan Faktor pendorong dukungan dari : - Orang lain - Teman sebaya - Petugas kesehatan - Orangtua Faktor pendukung : - Ketersediaan sarana dan prasarana - Peraturan-peraturan Perilaku individu atau masyarakat Tingkat kesehatan

(27)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Gambar 2.2. Diagram Kerangka Konsep Penelitian FAKTOR PENDUKUNG - FASILITAS/SARANA ( ALAT PELINDUNG DIRI) FAKTOR PREDISPOSISI - PENGETAHUAN - SIKAP - KEPERCAYAAN - TINGKAT PENDIDIKAN - TINGKAT PENDAPATAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

Gambar

Gambar 2.1. Diagram Teori Green Faktor Predisposisi : -  Pengetahuan  -  Sikap  -  Kepercayaan  -  Nilai  -  Persepsi  -  Tingkat Pendidikan -  Tingkat Pendapatan Faktor pendorong dukungan dari :  -  Orang lain  -  Teman sebaya  -  Petugas kesehatan   -  O
Gambar 2.2. Diagram Kerangka Konsep Penelitian FAKTOR PENDUKUNG    - FASILITAS/SARANA  ( ALAT       PELINDUNG DIRI) FAKTOR PREDISPOSISI - PENGETAHUAN - SIKAP - KEPERCAYAAN - TINGKAT PENDIDIKAN - TINGKAT PENDAPATAN PENCEGAHAN  KECELAKAAN KERJA

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan persepsi terhadap warna maskulin menyebabkan warna pink kehilangan bentuk pemaknaan, selain disebabkan dominasi warna baru maskulin, terdapat pengaruh yang kuat dari

Berdasarkan data dan grafik pada danau diketahui setiap waktu pengamatan menunjukkan adanya kenaikan suhu hanya pada pukul 12.00 meningkatnya suhu tersebut

menyimpang yang terdapat di tempat wisata Silokek sudah jauh dari ajaran nilai-nilai agama, dalam hal ini agama yang dimaksud adalah agama islam karena masyarakat Nagari

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, brand image atau citra merek adalah persepsi konsumen tentang suatu merek dimana berdasarkan memori konsumen tentang suatu produk,

Oleh karena itu, untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subjek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding

emosionalnya untuk memusatkan perhatian atas tugas-tugasnya memiliki pikiran yang jernih.akibatnya prestasi belajar kurang baik, berdasarkan uraian diatas dapat dipahami

Gambar 5.7 Antarmuka Halaman Menu Diagnosis Berdasarkan Nama Penyakit

Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Merek Pada Restoran Kentucky Fried Chicken Cabang Medan Mall Medan .Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera