• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Keterikatan siswa pada sekolah merupakan salah satu aspek penting dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan juga pihak-pihak yang membuat kebijakan dalam dunia pendidikan dianggap sebagai kunci dalam mengatasi beberapa masalah pada siswa seperti siswa yang berprestasi rendah, siswa yang merasa terasing dan juga angka drop out yang tinggi (Fredricks, Blumenfeld, & Paris, 2004). Fenomena dalam dunia pendidikan terkait dengan keterikatan siswa pada sekolah ada yang memperlihatkan siswa yang engaged dan ada pula siswa yang disengaged.

Keterikatan siswa di sekolah (student engagement) menurut Alexander dkk (dalam Font & Maguire-Jack, 2013) merupakan kemampuan anak untuk menyelaraskan dirinya sendiri dengan kelompok sebaya, berhasil secara akademis, dan pencapaian dalam konteks sekolah. Keterikatan siswa berhubungan dengan siswa yang merasa memiliki sekolahnya, ikut serta dalam aktivitas-aktivitas sekolah dan pada dasarnya dia juga memiliki disposisi yang positif untuk bekerja sama dengan orang lain dalam lingkungan sekolah (Ainley dalam Duchesne, McMaugh, Bochner, & Krause, 2010). Dotterer dan Lowe (2011) mendefinisikan student engagement sebagai perasaan, perilaku dan pikiran siswa tentang pengalaman sekolah mereka dan pembangun penting dalam hubungannya dengan hasil akademik seperti prestasi.

Penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 2 November 2015 yang melibatkan 7 orang siswa SMA dengan melakukan FGD (Focus Group

(2)

Discussion), memperlihatkan beberapa fenomena siswa merasa nyaman dan juga terikat dengan sekolahnya. Beberapa siswa yang merasa terlibat dan nyaman ketika berada di sekolah mengungkapkan bahwa mereka sangat senang ketika harus berangkat ke sekolah karena bisa bertemu teman-teman dan melakukan berbagai aktivitas lain yang menyenangkan di sekolah. Namun pada waktu tertentu mereka juga tidak jarang merasakan bosan untuk belajar akan tetapi terus berusaha untuk fokus dalam memahami pelajaran.

Fenomena lain yang terlihat dari hasil FGD tersebut juga terdapat beberapa siswa yang merasa tidak nyaman ketika berada di sekolah. Beberapa siswa yang terlibat dalam FGD mengaku terkadang tidak nyaman dengan lingkungan sekolah yang kurang dapat memfasilitasi kebutuhan siswa terutama dalam fasilitas yang ada, kurang tertibnya para siswa lain di sekolah dan kurang kondusif suasana sekolah dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa-siswa tersebut juga menyebutkan tidak merasa senang berada di sekolah karena lebih menyenangkan bila berkumpul dengan teman-teman yang berada di sekitar rumah saja, sehingga terkadang ia tidak semangat untuk berangkat ke sekolah, sering terlambat datang ke sekolah dan jarang mengerjakan tugas-tugas.

Beberapa penelitian memperlihatkan adanya penurunan keterikatan siswa di sekolah. Penelitian Li dkk (2011) memperlihatkan bahwa dari waktu ke waktu siswa pada dasarnya mengalami penurunan yang cukup drastis dalam tingkat keterikatan mereka ketika berada di sekolah hampir di seluruh tingkatan sekolah. Pada beberapa penelitian ditemukan pula pengaruh kurangnya keterikatan siswa di sekolah berdasarkan tingkat putus sekolah yang dialami oleh siswa SMA. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Fall dan Roberts (2012) terlihat bahwa keterikatan siswa baik secara akademik maupun perilaku yang rendah akan

(3)

berkaitan dengan kemungkinan siswa untuk putus sekolah (droup out). Ketidaksopanan, pembolosan dan absensi siswa dalam proses belajarnya memperlihatkan beberapa hal tentang perasaan keterasingan siswa yang menyebabkan siswa tidak merasa terlibat ketika berada di sekolah dan keinginan untuk belajar serta kesenangan lainnya pun menjadi lebih rendah. Hal-hal tersebut mempengaruhi pada tingkat putus sekolah siswa dalam jangka panjang (Archambault, Janosz, Fallu, & Pagani, 2009).

Fenomena membolos sekolah cukup banyak terjadi diantaranya yaitu di Yogyakarta sebanyak 10 orang siswa terjaring razia pada sejumlah warung internet yang menyediakan fasilitas game online. Pelajar yang terjaring tersebut duduk di bangku sekolah menengah pertama dan atas. Mereka tidak masuk sekolah dengan pengakuan bosan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah (Rusqiyanti, 2015). Yulianingsih (2013) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil data pada tahun 2012 terdapat 87 pelajar yang terjaring razia oleh petugas pada saat jam pelajaran berlangsung. Pelajar yang terjaring razia oleh petugas ini pada sebagian besar merupakan siswa SMA dan terjaring sedang bermain game online atau di tempat nongkrong lainnya.

Selain permasalahan dengan lingkungan sekolah terdapat pula beberapa fenomena yang berhubungan dengan kegiatan akademik siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari (2012) pada 43 orang siswa SMP Negeri 1 Lembang memperilihatkan adanya fenomena pada siswa berupa kurang tertariknya mereka dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, mudah teralihkan perhatiannya dengan kegiatan lain yang dirasa lebih menyenangkan, adanya emosi-emosi yang negatif, malas dan jenuh dalam mengikuti pelajaran baik di sekolah maupun belajar di rumah.

(4)

Penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Kusdiyati (2014) mengungkapkan bahwa 61% dari 103 siswa kelas XI di Pesantren Persatuan Islam No.1 Bandung yang memiliki nilai di bawah KKM mengalami masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademiknya seperti mengerjakan tugas, memperhatikan guru di kelas dan memahami pelajaran. Siswa-siswa tersebut mengemukakan merasa kesulitan untuk memahami pelajaran yang tidak mereka sukai dan juga mereka tidak mengerjakan PR karena tidak ada keinginan untuk menyelesaikan tugas yang mereka anggap sulit. Selain itu, faktor beban tugas dan juga guru menjadi faktor ketidaknyamanan siswa dalam bidang akademik. Hasil studi awal peneliti juga menunjukan adanya ketidaknyamanan siswa dari banyaknya tugas yang diberikan oleh guru dan juga perlakuan guru pada siswa selama di sekolah. Para siswa tersebut mengungkapkan bahwa faktor beban tugas yang diberikan oleh guru yang cukup banyak dengan tenggat waktu yang sebentar tidak membuat mereka terpacu untuk mengerjakan. Justru para siswa ini menjadi tidak bersemangat yang akibatnya menyebabkan siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru

Penelitan yang dilakukan oleh Mukminin dan McMahon (2013) tentang mahasiswa Amerika dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika terkait dengan keterikatan dengan proses akademiknya. Keterikatan dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam pendidikan. Mahasiswa Indonesia yang belajar di universitas Amerika mengalami kesulitan untuk terikat dengan kampusnya dikarenakan beberapa hal seperti keadaan kampus, beban tugas, kegiatan belajar, perlakuan dari dosen dan faktor-faktor yang berhubungan dengan dinamika kelas. Mahasiswa Indonesia memiliki perbedaan terkait faktor-faktor dalam dinamika kelas dengan mahasiwa Amerika.

(5)

Mahasiswa cenderung diam, malu dan pasif ketika proses perkuliahan berlangsung sedangkan mahasiswa Amerika berkebalikan yaitu cenderung aktf dan memberikan gagasan/ide selama proses perkuliahan. Hal tersebut memperlihatkan adanya pengaruh lingkungan dan juga individu yang dapat mempengaruhi keterikatan siswa pada sekolah.

Di Indonesia fenomena tentang keterikatan siswa pada sekolah salah satunya dapat terlihat dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Afrianty dan Kusdiyati (2014) tentang student engagement pada siswa SMA di Bandung. Beberapa siswa menunjukan kurangnya keterikatan siswa di sekolah dengan tidak mematuhi peraturan sekolah, membolos, tidak mengerjakan tugas akademik. Kurangnya keterikatan siswa pada sekolah ini juga berhubungan dengan usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian dan kontribusi siswa dalam kegiatan akademik. Siswa-siswa tersebut merasa malas untuk belajar, tidak memiliki jadwal belajar, hingga adapula yang malas untuk mengerjakan tugas yang sulit sehingga mengeluh bila harus mengerjakannya karena tidak mengetahui strategi untuk menghadapi tugas-tugas tersebut.

Banyak faktor yang bisa mempengaruhi agar siswa dapat terlibat pada sekolah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ini dapat menyebabkan keterikatan siswa di sekolah memiliki tingkat yang tinggi maupun rendah. Fredricks dkk (2004) mengungkapkan terdapat 3 faktor yang berpengaruh dalam keterikatan siswa di sekolah diantaranya adalah faktor sekolah, kelas dan kebutuhan individu. Faktor sekolah terdiri dari karakteristik sekolah hingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah seperti kegiatan ekstrakurikuler. Siswa yang berpartispasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah secara konsisten dapat memprediksi kehadiran siswa yang berkaitan dengan keterikatan siswa pada sekolahnya (Zaff, Moore,

(6)

Papillo, & Williams, 2003). Selain itu pula beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa partisipasi kegiatan ekstrakurikuler bisa memberi kesempatan untuk meningkatkan keterikatan siswa pada sekolah dan juga keberhasilan dalam kegiatan lainnya (Cooper dkk dalam Chen, 2015).

Faktor kelas yang berpengaruh dalam keterikatan siswa di sekolah adalah dukungan guru, teman sebaya, struktur kelas dan juga karakteristik tugas. Valeski dan Stipek (dalam Fredricks dkk, 2004) mengungkapkan bahwa hubungan antara guru dan siswa telah berasosiasi dengan keterikatan perilaku siswa di sekolahnya seperti berpartisipasi dalam pembelajaran secara kooperatif. Penolakan oleh teman sebaya baik pada masa anak-anak dan juga masa remaja di sekolahnya akan meningkatkan kemungkinan untuk drop out dari sekolah yang dapat mengindikasikan kurangnya keterikatan siswa pada sekolah (French & Conrad, Parker & Asher dalam Fredricks dkk, 2004). Faktor kebutuhan individu menyangkut penerimaan siswa dalam konteks kelas dan terdiri dari tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan keterhubungan, kebutuhan akan otonomi dan kebutuhan akan kompetensi. Hal-hal tersebut berhubungan dengan faktor-faktor internal yang ada dalam diri siswa salah satunya motivasi sebagai dorongan siswa dalam keterikatan (Fredricks dkk, 2004).

Skinner dan Belmont (dalam Wormington, Corpus, & Anderson, 2012) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang dapat memprediksi keterikatan siswa di sekolah adalah adanya motivasi akademik. Seorang siswa yang memiliki motivasi akademik akan berusaha untuk bisa terlibat dengan sekolahnya. Ketika seorang siswa memiliki motivasi akademis maka hal tersebut merupakan bagian penting dalam ketertarikan dan kenyamanan untuk sekolah dan belajar. Gottfired (dalam Lai, 2011) mendefinisikan motivasi akademik sebagai kenyamanan

(7)

pembelajaran di sekolah ditandai dengan orientasi penguasaan, keingintahuan, ketekunan, serta pembelajaran yang menantang, sulit dan tugas yang baru.

Penelitian awal pada tanggal 2 November 2015 yang dilakukan oleh peneliti juga menjadikan alasan bagi peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang motivasi akademik siswa. Beberapa siswa menyebutkan bahwa ia merasa termotivasi untuk belajar sejak di tingkat sekolah sebelumnya namun ada pula siswa yang merasa tidak memiliki motivasi tertentu untuk bersekolah. Siswa yang memiliki motivasi akademik untuk belajar agar dapat meraih cita-citanya kelak untuk melanjutkan sekolah memiliki kemampuan untuk menentukan sekolah yang ia pilih dan ia berusaha untuk sebaik mungkin belajar selama di sekolah walaupun terkadang dalam keadaan yang kurang kondusif dari segi lingkungannya. Siswa yang lainnya justru tidak memiliki motivasi tertentu untuk belajar di sekolah tersebut dan hanya melakukan yang diminta oleh keluarganya saja. Siswa tersebut juga merasa kurang terlibat dengan lingkungan sekolahnya dan lebih merasa terlibat dengan lingkungan rumahnya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keberhasilan akademik adalah salah satu keadaan yang bisa dilihat untuk memprediksi adanya keterikatan siswa pada sekolah. Motivasi akademik siswa untuk dapat berhasil salah satunya dalam bidang akademik akan memberikan siswa waktu banyak untuk melibatkan dirinya dalam suasana sekolah baik secara perilaku, emosi maupun juga kognitif. Siswa akan berusaha untuk memiliki keyakinan tentang kompetensi atau kemampuan akademik yang dimiliki olehnya agar dapat meraih tujuan yang ingin dicapainya. Adanya motivasi akademik yang dimiliki oleh seorang siswa akan memberikan stimulus sebagai penentu keberhasilan

(8)

akademiknya dalam hal tugas-tugas yang didapatkan serta berbagai perilaku atau kegiatan yang berhubungan dengan sekolah (Elliss, 2013).

Hasil penelitian awal pada tanggal 2 November 2015 yang dilakukan oleh peneliti memperlihatkan bahwa siswa merasa senang bisa terlibat dengan sekolahnya dikarenakan ada beberapa motivasi. Siswa mengaku bahwa mereka senang berada di sekolahnya karena bisa bertemu dengan teman-teman. Selain itu juga bahwa mereka berusaha untuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan dan belajar dikarenakan termotivasi oleh keinginan dirinya untuk menjadi orang yang lebih sukses di masa depannya juga adanya kesadaran dari diri sendiri untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan. Walker, Greene, dan Mansel (2006) mengungkapkan bahwa diantara tiga jenis motivasi akademik, motivasi akademik intrinsik berpengaruh besar pada keterikatan kognitif siswa yang berhubungan dengan keinginan untuk terlibat dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran dan motivasi ekstrinsik pun memberikan pengaruh terhadap keterikatan kognitif walaupun tidak sebesar pengaruh motivasi intrinsik. Glanville dan Wildhagen (dalam Li dkk, 2011) mengungkapkan bahwa adanya ikatan emosional ketika berada di sekolah dan keterhubungan dengan komunitas sekolah merupkan komponen penting dalam keterikatan siswa. Dengan kata lain pula bahwa dilihat dari beberapa hal sejauh mana siswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan akademik dan sosial sekolah serta merasa terhubung ketika berada di sekolah. Salah satu kegiatan sekolah yang dapat memfasilitasi kegiatan siswa selain pada jam pelajaran adalah kegiatan ekstrakurikuler.

Seperti pada penjelasan sebelumnya, Fredricks dkk (2004) mengungkapkan salah satu faktor lain yang berpengaruh dalam keterikatan siswa di sekolah adalah partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan

(9)

ekstrakurikuler diartikan sebagai kegiatan siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di luar daerah kurikulum di dalam sekolah (Massoni, 2011).

Pada penelitian awal yang dilakukan pada bulan Oktober 2015, siswa-siswa mengungkapkan merasa nyaman berada di sekolah salah satunya karena adanya kegiatan ekstrakurikuler. Siswa merasa nyaman ketika berada di sekolah selama kegiatan ekstrakurikuler karena adanya interaksi dengan sesama teman dan juga penyaluran pendapat dari pada hanya diam dan tidak melakukan kegiatan lainnya. Siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler memiliki berbagai macam alasan yaitu adanya keinginan dari dalam diri untuk mengembangkan potensinya sesuai kesenangan, pengalaman yang pernah dimiliki dan juga dukungan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun siswa-siswa ini harus belajar dalam waktu yang lama selama aktivitasnya di kelas selama pembelajaran, mereka masih berusaha menyempatkan waktu mereka sepulang sekolah untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang difasilitasi oleh sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian awal pada bulan Oktober 2015 juga diketahui bahwa siswa dari beberapa kegiatan ekstrakurikuler masih merasa kurang terfasilitasi dalam melakukan kegiatan ekstrakurikulernya. Beberapa siswa mengungkapkan masih belum terfasilitasi beberapa perlengkapan ekstrakurikuler sehingga mengalami beberapa kendala untuk melakukan aktivitas latihan di kelompoknya. Misalnya anggota PMR yang kekurangan tali, sehingga terkadang harus meminjam tali pada kelompok pecinta alam. Selain dari segi fasilitas fisik, siswa merasa beberapa kelompok ekstrakurikuler terutama kegiatan olahraga tidak terlalu diberikan kesempatan untuk mengikuti perlombaan dibandingkan kegiatan ekstrakurikuler jenis lain seperti paskibra. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan akan tetapi para siswa ini pada dasarnya merasakan

(10)

manfaat dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diantaranya adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab, mengasah kemampuan diri baik dalam secara pribadi maupun juga dalam pergaulan dengan lingkungan, mendapatkan skill/kemampuan yang tidak bisa didapatkan dari pelajaran di kelas.

Manfaat partisipasi dalam kegiatan esktrakurikuler telah dipaparkan dalam beberapa penelitian. Aktvitas dalam kegiatan ekstrakurikuler pula dianggap merupakan konteks yang penting dalam perkembangan remaja dan partisipasi dalam kegiatan ini dapat membuat hasil yang positif pada remaja-remaja tersebut (Mello & Worrell, 2008). Kegiatan ekstrakurikuler memilki banyak efek positif pada pendidikan. Efek positif dari kegiatan ekstrakurikuler ini diantaranya terhadap perilaku siswa, nilai yang lebih baik, kegiatan setelah sekolah yang positif serta aspek menjadi orang dewasa yang lebih sukses dan aspek sosial seperti rasa memiliki antar teman dan adanya integrasi sosial (Massoni, 2011; Mahoney dkk dalam Mestapelto & Pulkkinen, 2012; Zaff dkk, 2003).

Peneliti merasa perlunya dilakukan penelitian ini dikarenakan adanya perbedaan peninjauan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada dasarnya referensi tentang hubungan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler masih sangat terbatas. Penelitian sebelumnya lebih banyak melihat partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari banyaknya atau jumlah kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa seperti penelitian yang dilakukan oleh Wormington, Corpus dan Anderson (2011). Penelitian tersebut tidak meneliti aspek partisipasi kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Hal tersebut membuat peneliti merasa perlunya dilakukan dengan melihat

(11)

Beberapa penelitian di luar negeri menyebutkan bahwa partisipasi kegiatan ekstrakurikuler yang bebas dipilih oleh siswanya dengan berbagai macam jenis ekstrakurikuler dapat meningkatkan keterikatan siswa dengan sekolahnya (Feldman & Matjasko, 2005). Di Indonesia terdapat perbedaan cara partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan mewajibkan salah satu jenis kegiatan ekstrakurikuler untuk diikuti oleh siswa dan kegiatan lainnya dapat bebas dipilih. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2014) menyebutkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari kegiatan ekstrakurikuler wajib dan pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diselenggarakan oleh satuan pendidikan serta wajib diikuti oleh seluruh peserta didik adalah pendidikan kepramukaan. Hal ini memperlihatkan perbedaan sistem dan lingkungan dalam pemilihan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler oleh siswa. Hal tersebut dapat menjadi dasar untuk meneliti kembali guna melihat akankah terdapat hubungan anatara partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan keterikatan siswa pada sekolah.

Selain perbedaan pemilihan kegiatan ekstrakurikuler secara wajib dan bebas, penelitian sebelumnya lebih banyak melihat partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari banyaknya kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa seperti penelitian yang dilakukan oleh Wormington, Corpus dan Anderson (2011). Penelitian tersebut tidak meneliti aspek partisipasi kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Keterbatasan penelitian yang belum mengungkap partisipasi dari aspek dalam aktivitas ekstrakurikuler peneliti anggap perlu diangkat dalam penelitian ini.

Seperti halnya partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, motivasi akademik telah dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memprediksi

(12)

keterikatan siswa di sekolah (Elliss, 2013; Wormington dkk, 2012). Ryan dan Deci (2000) dalam teori determinasi diri mengungkapkan bahwa pada dasarnya lingkungan belajar memainkan peran yang signifikan dalam menentukan motivasi akademik pada diri siswa. Dalam konteks sistem pendidikan di barat seperti yang telah dikemukakan dalam beberapa penelitian (Elliss, 2013; Finn dalam Hart, Stewart, & Jimerson, 2011) ditemukan bahwa bila motivasi akademik yang dimiliki siswa rendah maka akan berpengaruh pula pada keterikatan siswa di sekolah yang berdampak pula pada hasil pembelajaran seperti prestasi akademik. Indonesia memiliki beberapa perbedaan dalam pendidikan dengan negara yang lainnya. Secara singkat dapat terlihat dari sistem pendidikan yang masih bersifat sentralistik dalam pengaturan kurikulum dan manajemen pendidikan dan berimbas pada beban mata pelajaran untuk siswa, hingga kompetensi pengajar atau guru yang kualifikasinya berbeda dengan beberapa negara lain (Mariana, 2013). Maka dari itu dengan perbedaan lingkungan dan karakteristik sistem pendidikan yang berbeda di Indonesia dan di negara lain, akankah terdapat hubungan antara motivasi akademik dan keterikatan siswa di sekolah.

Beberapa fenomena dan juga hasil dari preliminari menunjukan pentingnya tentang keterikatan siswa pada sekolah karena bersangkutan dengan hasil yang akan siswa raih di sekolah. Selain itu juga terlihat pentingnya peranan aspek pribadi siswa dan aspek di luar siswa tersebut yang dapat menunjang keterikatan siswa pada sekolah. Dalam hal ini motivasi akademik siswa seperti yang telah dijelaskan sebelumnya akan mendorong siswa untuk berusaha lebih dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan akademiknya di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan pengalaman dan menyebabkan siswa nyaman berada di sekolahnya dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang bisa

(13)

mengarahkan hobi dan mengasah kemampuan pribadinya. Sehingga bila dilihat berdasarkan penjelasan tersebut memperkuat peneliti untuk mengetahui tentang motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler sebagai prediktor keterikatan siswa pada sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah keterikatan siswa pada sekolah dapat diprediksi berdasarkan motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler secara bersama-sama dapat menjadi prediktor terhadap keterikatan siswa pada sekolah.

2. Untuk mengetahui kontribusi dari motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler terhadap keterikatan siswa pada sekolah.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dengan menambah khasanah ilmu psikologi khususnya dalam psikologi pendidikan tentang variabel-variabel yang diteliti baik secara hubungannya dengan teori-teori terkait maupun penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

(14)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran kepada pihak terkait yaitu siswa dan pihak sekolah mengenai peran motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler terhadap keterikatan siswa pada sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini pula dapat memperlihatkan tingkatan motivasi akademik, partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan keterikatan siswa yang dimiliki oleh siswa di sekolah sehingga baik pihak sekolah dan siswa dapat mengenali dan memahami keadaan siswa di sekolah. Pihak sekolah dapat memanfaatkan hal tersebut untuk mengarahkan siswa terkait dengan keterikatannya pada sekolah.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan motivasi akademik, partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan juga keterikatan siswa di sekolah pada dasarnya secara terpisah telah dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya. Namun tentunya penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti tersebut berbeda dari segi subjek, metode dan juga variabel-variabel penelitian yang terlibat didalamnya. Selain itu setting penelitian dalam hal ini tempat penelitian dan lingkungan serta hasil yang akan diperoleh pun pada dasarnya berbeda.

Penelitian lain yang meneliti motivasi dan keterikatan secara bersamaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Walker dkk (2006). Penelitian ini melihat motivasi akademik dan efikasi diri sebagai prediktor dalam keterikatan siswa. Subjek penelitian ini adalah 191 mahasiswa dan mendapatkan hasil bahwa motivasi akademik dan efikasi diri berkorelasi positif dengan keterikatan siswa pada sekolah. Motivasi akademik memberikan sumbangan untuk dapat

(15)

memprediksi keterikatan siswa pada sekolah. Perbedaan penelitian terdapat pada sampel penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengambil subjek siswa SMK. Selain itu juga peneliti menggunakan variabel partisipasi kegiatan ekstakurikuler selain variabel motivasi akademik sebagai variabel independen.

Penelitian tentang kegiatan ekstrakurikuler dilakukan oleh Zaff dkk (2003) tentang partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler yang dapat memprediksi beberapa hasil positif yang terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan keterikatan siswa seperti kehadiran di sekolah dan prestasi akademiknya. Subjek penelitian ini adalah siswa tingkat 8 yang diambil datanya setiap dua tahun sekali secara longitudinal mulai dari siswa tersebut di tingkat 8, 10, 12 dan 2 tahun setelah tingkat 12. Hasil dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa partisipasi yang konsisten dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat memprediksi prestasi akademik dan juga menumbuhkan perilaku prososial pada usia dewasa muda. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki subjek yang berbeda karena subjek penelitian pada siswa SMK. Selain itu pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak melihat efek variabel partisipasi secara longitudinal dan penelitian ini menambahkan variabel motivasi akademik untuk melihat hubungannya dengan keterikatan siswa dengan sekolah.

Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Doko (2012) tentang hubungan antara student autonomy dengan student engagement pada mahasiswa. Penelitian ini mengambil sampel penelitian sebanyak 51 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dalam kegiatan belajar student autonomy ini terletak pada motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seorang pembelajar. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara student autonomy dan student engagement pada mahasiswa. Penelitian

(16)

sebelumnya lebih mengkhususkan pada variabel student autonomy yang ada dalam aspek motivasi intrinsik, sedangkan dalam penelitian ini peneliti mengambil langsung variabel motivasi akademik untuk melihat hubungannya dengan keterikatan siswa dengan sekolah.

Penelitian yang dilakukan oleh Wormington dkk (2011) menganalisis tentang motivasi akademik, performansi dan keterikatan di setting sekolah menengah memperlihatkan hasil bahwa motivasi akademik yang tinggi terutama dalam motivasi akademik intrinsik memberikan pengaruh pada keterikatan siswa. Penelitian ini membahas ketiga variabel yang peneliti teliti, namun dalam penelitian ini partisipasi kegiatan ekstrakurikuler hanya diukur berdasarkan jumlah banyaknya kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti serta adanya penggolongan motivasi akademik dalam kuantitas dan kualitas. Penelitian yang peneliti teliti lebih melihat partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari peran aktif siswa untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikulernya dan tidak dilakukan pengelompokan variabel motivasi akademik.

Beberapa penelitian yang telah dipaparkan di atas memperlihatkan banyak penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan motivasi akademik, partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan keterikatan siswa pada sekolah. Namun pada dasarnya penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya baik dari segi subjek dan juga lokasi penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

and you can see from the radar screen – that’s the screen just to the left of Professor Cornish – that the recovery capsule and Mars Probe Seven are now close to convergence..

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek