• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. tanaman. Kalimat di atas merupakan penggalan dari sebuah syair lagu yang. memberikan pesan bahwa negara kita, Indonesia, adalah negara yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. tanaman. Kalimat di atas merupakan penggalan dari sebuah syair lagu yang. memberikan pesan bahwa negara kita, Indonesia, adalah negara yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A . LATAR BELAKANG

“…… orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman……”

Kalimat di atas merupakan penggalan dari sebuah syair lagu yang memberikan pesan bahwa negara kita, Indonesia, adalah negara yang berkelimpahan nikmat dan berkah dari Allah SWT. Negara Indonesia yang ditempatkan Tuhan pada zona benua beriklim tropis, kaya akan sumber daya alam khususnya pada keanekaragaman hayati tumbuh-tumbuhan. Beragam ragam jenis tumbuhan dapat hidup subur di Indonesia. Salah satunya adalah pohon kelapa yang tumbuh subur menghijaui Desa Cipaku di Kecamatan Mrebet, kabupaten Purbalingga.

Pohon kelapa yang memiliki akar tunggang adalah salah satu pohon yang memiliki banyak manfaat. Mungkin dari sekian pohon, hanyalah pohon kelapa yang multi manfaat, karena dari akar sampai buahnya memiliki guna sekaligus memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan guna membantu kehidupan manusia.

Satu sisi kita bisa menjadi konsumen produk-produk yang dihasilkan dari pohon kelapa dan di sisi lain kita juga bisa mengambil nilai ekonomis dari pohon kelapa manakala kita menginginkannya, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat penderes yang ada di Desa Cipaku. Penderes tidak dapat dipisahkan dari pohon kelapa, karena di Desa Cipaku sendiri definisi penderes adalah orang

(2)

yang pekerjaannya membuat gula kelapa atau yang telah terkenal dengan sebutan gula jawa, khususnya di Pulau Jawa. Dalam penulisan tesis ini untuk selanjutnya penulis menetapkan pemakaian kata gula jawa.

Gula jawa adalah salah satu jenis gula yang berbahan baku nira yang berasal dari pohon kelapa. Setelah penderes memanjat pohon kelapa untuk mengambil atau menyadap nira, selanjutnya nira dimasak atau diolah oleh penderes sendiri hingga tercipta produk gula jawa. Gula jawa yang dimaksud dalam tesis ini adalah gula jawa cetak.

Pekerjaan membuat gula jawa di Desa Cipaku adalah usaha milik pribadi tiap-tiap penderes dan tergolong sebagai usaha kecil tradisional rumah tangga, karena selain cara kerja produksinya dilakukan dengan tradisional manual atau menggunakan tangan, juga jumlah atau kuantitas produk yang dihasilkan tidak besar serta tidak melibatkan pekerja selain sang istri atau sang anak yang biasanya membantu pekerjaan penderes yaitu pada tahap pengolahan atau pemasakan nira. Pekerjaan pembuatan gula jawa juga merupakan pekerjaan yang masuk ke dalam

golongan sektor informal yang mana memiliki ciri-ciri sebagai berikut1:

1. Skala usahanya kecil.

2. Usaha tidak berbadan hukum atau tidak memiliki ijin usaha. 3. Bantuan dan perlindungan negara tidak ada.

4. Kegiatan usaha kurang atau tidak terorganisir. 5. Menggunakan teknologi yang sederhana. 6. Jam kerja tidak tentu.

      

1

Mustafa, Ali A.2008. Model Transformasi Sosial Sektor Informal. Malang: In-TRANS dan INSPIRE 

(3)

7. Omzet tidak tentu dan sulit diprediksi.

8. Pendidikan formal bukan syarat utama menjalankan usaha ini.

9. Aktifitas kerjanya dilaksanakan sendiri atau dibantu oleh anggota keluarga. 10. Hubungan kerja secara kekeluargaan dan saling percaya.

11. Modal diperoleh dari tabungan sendiri atau pinjaman dari lembaga atau pihak keuangan tidak resmi.

Gula jawa sebagai produk yang diciptakan oleh tangan pelaku sektor informal yakni para penderes itu sendiri memiliki nilai guna yang setara dengan nilai guna gula pasir. Bahkan, dilansir dari sebuah media berita kesehatan, DetikHealth, memberitakan bahwa banyak ahli kesehatan menyarankan masyarakat untuk mengganti gula pasir dengan gula jawa dalam campuran minuman atau makanan, terutama bagi orang yang memiliki sakit diabetes. Selain lebih baik untuk dikonsumsi orang yang mempunyai sakit diabetes, gula kelapa atau gula jawa juga diberitakan mengandung lebih banyak nutrisi, mengandung senyawa-senyawa lain yang bermanfaat seperti thiamine, riboflavin, asam askorbat, protein dan vitamin C.

Keberadaan gula jawa tidak hanya dicari oleh kalangan ibu-ibu rumah tangga untuk kebutuhan memasak. Jika gula jawa saja dibutuhkan oleh para ibu rumah tangga, maka gula jawa juga dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan industri seperti perusahaan yang bergerak di bidang makanan atau bahan makanan, termasuk rumah makan atau restoran-restoran pun membutuhkannya. Dilihat dari aspek nilai guna dan ditambah dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat serta semakin berkembangnya industri kuliner

(4)

maka konsumsi gula jawa di dalam negeri dipastikan akan terus meningkat dari masa ke masa. Oleh karenanya, gula jawa merupakan komoditas yang sangat bernilai ekonomi, sangat potensial untuk mendongkrak perekonomian penderes selaku produsen sekaligus pemilik komoditas.

Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan tanaman kelapa terbesar

di dunia dengan luas areal 3,88 juta hektar2. Maka sangat disayangkan jika

keberadaannya tidak dimanfaatkan secara optimal khususnya bagi sektor produksi gula kelapa. Gula jawa atau gula kelapa dapat dijadikan sebagai bahan pengganti untuk mengisi kekurangan kebutuhan gula pasir yang selama ini sebagian masih impor dan diversifikasi gula berbasis gula kelapa juga dapat membantu pemerintah untuk menekan ketergantungan terhadap gula pasir. Oleh karena itu, Sudah seharusnya pemerintah memberikan support terhadap pekerjaan yang dijalani oleh para penderes.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh, memang tidak terdapat perhatian dari pemerintah kepada para penderes dalam konteks ini penderes di Desa Cipaku baik dari pemerintah lokal, maupun pemerintah daerah baik melalui dukungan permodalan, peralatan, pembinaan dan bantuan akses jaringan pemasaran produk.

Modal usaha dapat dikatakan sebagai kunci agar usaha dapat “dinyalakan”. Namun, hal yang tidak kalah pentingnya dalam usaha berbasis produksi barang adalah pemasaran atau penjualan. Produk berhasil tercipta tetapi tidak memiliki kemampuan dalam hal penjualan juga akan menjadi sia-sia.       

2

Informasi diperoleh dari website https://kelapaindonesia2020.wordpress.com/kebijakan-pengembangan-kelapa/departemen-perindustrian/ 

(5)

Kekuatan jaringan pemasaran berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang suatu usaha dan usaha pembuatan gula jawa yang berbasis rumah tangga juga tentu sangat membutuhkan bantuan.

Di satu sisi, sudah seharusnya pemerintah atau negara membantu rakyatnya, lebih-lebih kepada para penderes karena produk gula jawa jelas-jelas telah menjadi komoditas penting. Namun di sisi lain dalam konteks penderes di desa Cipaku mungkin belum tentu juga penderes mau untuk berelasi bekerjasama dengan pemerintah. Prasangka ini muncul karena konon kabarnya pemerintah Kabupaten Purbalingga pernah mempunyai rencana hendak membentuk perusahaan gula jawa kabupaten yang mana akan melibatkan para penderes,

namun sampai saat ini tidak ada realisasinya.3 Prasangka penulis kemudian

penulis gali lagi dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada penderes, kemudian didapat hasil bahwa para penderes sejatinya mendukung rencana Pemda tersebut, namun dukungan penderes bukan dituangkan dalam tindakan menjual gula mereka kepada pemerintah.

Berdasarkan fenomena yang ada, para penderes menjalankan usaha pembuatan gula jawa melibatkan pihak yang biasa dipanggil dengan sebutan juragan gula. Juragan gula ini adalah relasi usaha penderes terkait dengan pemasaran atau penjualan produk gula jawa pasca diproduksi oleh penderes. Juragan gula adalah sebutan untuk orang yang membeli gula jawa secara langsung dari tangan para penderes. Juragan gula ini merupakan pembeli tetap dan tidak membeli gula secara eceran. Selanjutnya dari pihak penjual sendiri yaitu penderes,

      

3

(6)

mereka juga tidak menjual gulanya secara bebas kepada siapa saja. Penderes menjual gula hanya kepada juragan relasinya itu. Hanya satu saluran relasi saja, yaitu juragan gulanya.

Penjualan gula yang hanya ditujukan kepada satu pihak pembeli saja menampakkan adanya pola perdagangan gula jawa yang tertutup. Perdagangan ini tidak seperti pada praktik jual-beli pada umumnya. Jika penderes selaku pemilik gula jawa hanya berfokus menjual produknya kepada satu saluran relasi saja, maka hal ini memberikan kesan bahwa para penderes “diikat” oleh juragan. Kalau tidak ”diikat”, bisa saja penderes menjual gulanya tidak hanya ke juragan saja, namun ke khalayak umum pula. Keterikatan ini pastilah ada penyebabnya, dapat dikarenakan kedua belah pihak memiliki interaksi lain di luar urusan transaksi jual beli gula jawa, seperti misal juragan gula tidak hanya berkedudukan sebagai pembeli gula, tetapi juga telah memberikan bantuan-bantuan seperti pemodalan bagi para penderes, atau mungkin melakukan tindakan lainnya yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan penderes. Oleh karena itu, penderes hanya menjual gula mereka kepada juragan relasinya saja. Berdasarkan fenomena perdagangan gula jawa yang demikian, menjadi menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian. Penelitian untuk mengetahui makna relasi atau hubungan sosial ekonomi antara penderes dan pedagang (juragan) gula jawa di Desa Cipaku.

(7)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada paparan latar belakang maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana makna relasi sosial ekonomi antara penderes dan juragan gula jawa di Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna relasi sosial ekonomi antara penderes dan juragannya dalam home industri gula jawa.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis:

Sebagai referensi bagi pembaca untuk memperkaya khasanah keilmuan, khususnya ilmu sosial yang berkaitan dengan kajian tentang makna hubungan sosial, yang mana kedepannya juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis:

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada Pemerintah maupun stakeholder lain tentang fakta kehidupan usaha home industri gula jawa masyarakat penderes.

E. LANDASAN TEORI

E.1. Perspektif Sosial Memahami Perilaku Manusia Teori Pertukaran Sosial Dalam sosiologi pertukaran sosial lazim dikonsepsikan sebagai serangkaian interaksi antara dua aktor atau lebih dalam bingkai transaksi sumberdaya (resources). Dalam konsep tersebut terendap dua komponen penting

(8)

yaitu aktor-aktor yang melakukan interaksi (subyek) dan sumberdaya (resources)

yang ditransaksikan atau ditukarkan (obyek) 4. Aktor dapat berupa pribadi

individu atau kelompok atau kelompok perusahaan dan entitas spesifik lain atau pemegang jabatan struktural yang dapat saling dipertukarkan. Pertukaran terjadi terutama karena ada sesuatu yang dibagi bersama dengan pihak lain untuk memperoleh hasil yang dianggap lebih baik daripada harus dilakukan sendiri atau

tidak melakukan sesuatu apapun5. Kekayaan atau kecakapan perilaku yang

dimiliki seorang aktor dan dihargai oleh aktor-aktor lain disebut sebagai sumber

daya dalam relasi aktor tersebut dengan aktor-aktor lainnya.6

Tokoh-tokoh Teori Pertukaran mengatakan bahwa ada dua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial: (1) perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain, dan (2) perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Tujuan yang diinginkan itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik seperti uang, barang atau jasa; atau

tujuan intrinsic seperti kasih sayang, kehormatan, kecantikan. 7

Setidaknya ada dua tokoh Teori Pertukaran Sosial, yaitu George C Homans dan Peter M Blau. Menurut Blau sendiri apa yang menarik individu ke dalam asosiasi adalah dikarenakan manusia mengharapkan ganjaran yang intrinsik maupun ekstrinsik. Blau mengemukakan dua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial: (1) perilaku tersebut harus       

4

Sunyoto Usman.2015.Materi Kuliah Kapital dan Jaminan Sosial.  5

George Ritzser dan Bari Smart.2012.Handbook Teori Sosial.Jakarta:Nusamedia hal 516  6

Ibid. hal 516  7

(9)

berorientasi pada tujuan-tujuan yang akan dicapai melalui interaksi dengan orang lain, (2) perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Tujuan yang diinginkan dapat berupa ganjaran ekstrisik seperti uang, barang-barang atau jasa-jasa , sementara ganjaran intrinsik seperti kasih sayang, kehormatan, cinta. Perilaku manusia yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertukaran sosial mendasari pembentukan struktur serta lembaga-lembaga sosial.

Pada konteks perdagangan gula jawa penderes dengan juragan, penderes menjual gula mereka kepada juragan dikarenakan adanya pertimbangan dan pemikiran. Motif mendapatkan uang dengan cepat dan maksimal tentunya menjadi keinginan mereka. Penderes jikalau menjual gula secara bebas ke khalayak umum tanpa ke juragan belum tentu gula-gulanya habis seketika hari itu mengingat produk gula bukanlah seperti produk makanan yang sekali pakai. Di sini penderes memikirkan asas efektif dan efisien dalam kaitannya dengan pemasaran. Bukan hanya karena ketidakpastian, namun juga dengan menjual gula secara bebas atau istilah jawanya diider akan mengeluarkan tambahan beban, seperti biaya transportasi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut juga dibarengi dengan pemikiran bahwa jika gula dijual kepada juraganpun harga sekilonya tidak akan jauh berbeda dengan harga di pasar.

Motif memperoleh pendapatan dengan cepat adalah wujud pertukaran ekonomis yang mana semua penjual pun menginginkan hal yang sama. Lebih jauh lagi, pertukaran yang terjadi pada perdagangan gula jawa merupakan pertukaran sosial yang unik. Tidak ada juragan selaku pembeli yang tidak melakukan

(10)

tindakan investasi sosial kepada penderes. Tindakan juragan inilah yang pula dibidik oleh penderes. Bahkan kualitas hubungan dagang dipengaruhi oleh kualitas investasi sosial yang diberikan kepada penderes. Semakin baik kualitas juragan pada ukuran penderes, maka semakin erat pula solidaritas penderes kepadanya. Penderes membutuhkan juragan memunculkan istilah nembung ngrembyong. Nembung ngrembyong merupakan istilah bahasa jawa dimana dalam konteks perdagangan gula jawa dimaknai sebagai tindakan penderes yang mendatangi juragan dengan maksud hendak bekerja sebagai penderes. Tidak hanya sebatas memberitahukan juragan bahwa dirinya akan memulai pekerjaan menderes yang mana nanti hasilnya akan dijual ke juragan tersebut, namun lebih dari itu maksud penderes adalah meminta bantuan permodalan. Di satu sisi bantuan tersebut bermanfaat bagi penderes, disisi lain dengan memberikan bantuan tersebut merupakan investasi sosial bagi pihak juragan. Sepanjang perjalanan usaha gula, investasi sosial juragan tidak akan berhenti sebatas pada kebutuhan permodalan penderes saja.

E.2. Konsep Modal Sosial_Trust

Modal sosial adalah sebuah konsep yang banyak definisinya. Berikut beberapa definisi modal sosial oleh tokoh-tokoh:

Coleman; modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi.

(11)

Fukuyama; modal sosial sebagai serangkaian nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.

Eva Cox; modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisiensi dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.

Cohen dan Prusak; modal sosial adalah setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding) dan nilai-nilai bersama (share value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Dari definisi-definisi di atas terlihat jelas kandungan unsur-unsur yang setidaknya harus berupa trust, norma-nilai, dan resiprocity. Unsur tersebut adalah simpul-simpul akan pemahaman dari modal sosial. Trust dalam pandangan Fukuyama adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.

Norma akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota

(12)

masyarakat dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Sedang nilai adalah suatu ide yang turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota masyarakat. Nilai senantiasa berperan penting dalam kehidupan manusia. Pada setiap kebudayaan biasanya terdapat nilai-nilai

tertentu yang mendominasi ide yang berkembang8.

Resiprocity merupakan kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok. Pola resiprositas disini bukanlah tindakan yang dilakukan dalam konteks resiprokal jual beli seketika terhadap komoditas. Resiprositas dalamkonteks ini maksudnya suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism atau semangat untuk membantu kepentingan orang lain. Imbalannya tidak diharapkan harus seketika dan tanpa batas waktu.

Christian Grootaert dan Thiery van Bastelaer menyatakan bahwa modal sosial secara luas adalah institusi, hubungan kerjasama, perilaku dan nilai yang mengatur interaksi di antara manusia dan memiliki kontribusi terhadap

pembangunan ekonomi dan sosial9. Modal sosial mencakup dua elemen yaitu

pertama modal sosial sebagai struktur sosial yang objektif dan dapat diamati seperti jaringan, asosiasi atau lembaga beserta peraturan dan prosedurnya misalnya sebuah grup. Sedang yang kedua adalah modal sosial yang kognitif yang subjektif dan tak kelihatan seperti sikap, resiprositas, kepercayaan dan norma. Dua

      

8

Hasbullah,J.2006.Social Capital(Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia).Jakarta:MR-United Press. 

9

Grootaert, C dan Thierry van Bastelaer.2002.Understanding and Measuring Social Capital.Washington D.C:The World Bank.Hal:2-3 

(13)

bentuk modal sosial ini walaupun saling menguatkan namun masing-masing bisa berdiri sendiri.

Trust dapat dikatakan sebagai simpul terpenting dari modal sosial dan kuat lemahnya bangunan modal sosial pada masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas trust atau kepercayaan. Pada masyarakat yang memiliki kapabilitas trust yang tinggi, maka akan memiliki potensi modal sosial yang kuat juga.

Fukuyama menggambarkan trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama-sama oleh anggota komunitas. Sedangkan Putnam mendefinisikan trust sebagai keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan saling mendukung (tidak akan merugikan diri dan kelompoknya). Sementara Woolcok mendefinisikan trust sebagai rasa saling mempercayai antar individu dan antar kelompok di dalam suatu masyarakat atau bangsa yang dibangun oleh norma-norma luhur yang melekat pada budaya masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil benang merah bahwa trust adalah rasa saling percaya antar individu maupun antar kelompok yang atas dasar nilai-nilai dan norma-norma yang dianut bersama yaitu bahwa masing-masing akan melakukan tindakan seperti yang diharapkan. Melalui trust orang-orang dapat bekerjasama secara lebih efektif, oleh karena adanya kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan

(14)

individu. Pada konteks tindakan kolektif yang didasari rasa saling percaya yang tinggi, akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam, terutama dalam kaitannya membangun bersama.

Namun sebaliknya, retaknya rasa saling percaya dalam masyarakat akan sangat berpotensi menciptakan problem sosial. Pada konteks masyarakat yang kurang memiliki rasa saling mempercayai akan sulit menghindari situasi kerawanan sosial dan ekonomi yang mengancam, sehingga lambat laut akan mendatangkan biaya tinggi bagi pembangunan. Fukuyama sendiri meyakini bahwa trust sangat bermanfaat dalam tatanan penciptaan ekonomi unggul, trust dapat diandalkan untuk mengurangi biaya dan waktu.

E.3. Konsep Relasi Patron Klien

Konsep relasi yang bercorak patron klien merupakan salah satu turunan dari Teori Pertukaran. Patronase atau patronage dalam Bahasa Inggris, berarti “perlindungan”. Jika Patronase berhubungan dengan perlindungan, maka pasti ada aktor-aktor yang saling berhubungan satu sama lain di dalamnya, yaitu aktor sebagai pihak yang memberikan perlindungan dan aktor sebagai pihak yang dilindungi. Pada istilah patronase dalam kajian keilmuan sosial, pihak yang memberikan perlindungan disebut Patron dan yang dilindungi mendapat sebutan Klien.

Pada keilmuan sosial seperti ilmu antropologi, sosiologi, politik, psikologi, kajian tentang patronase atau patron klien memiliki pendalaman materi, sebagaimana yang dikemukakan oleh James C Scott menyatakan bahwa hubungan patron klien adalah:

(15)

“A special case of dyadic (two person) ties, infolving a largely, instrumental friendship in wich an individual of higher socio-economis status (patron) uses his own influence and resources to provide protection or benefits of both, for a person of a lower status (clien) who for his part reciprocates by offering general support and assintance, including personal service to the patron”10.

Dalam penjelasannya, Scott melihat hubungan patron klien sebagai fenomena yang terbentuk atas dasar ketidaksamaan dan sifat fleksibilitas yang tersebar sebagai sebuah sistem pertukaran pribadi. Dalam pertukaran tersebut berarti ada arus patron ke klien, demikian juga sebaliknya dari klien kepada patron.

Lebih detail James Scott mengemukakan hubungan patronase memiliki karakteristik: (1) adanya ketimpangan (inequality) dalam pertukaran yang terjadi karena patron berada dalam posisi lebih kuat, lebih tinggi atau lebih kaya daripada klien sehingga ia mampu memberi lebih banyak kepada klien; (2) bersifat tatap muka, yang mana terdapat hubungan yang bersifat pribadi dan akrab sehingga menimbulkan rasa saling percaya antara dua pihak; (3) bersifat luwes dan meluas (diffuse flexibility)11.

Dalam kasus patron-klien di Asia Tenggara Scott mengatakan bahwa hubungan tersebut terjadi karena 3 kondisi pokok, yakni: (1) adanya ketimpangan mencolok dalam penguasaan atas kekayaan, status, dan kekuasaan, mengingat hal ini dianggap sah oleh mereka yang terlibat di dalamnya; (2) tidak adanya pranata yang menjamin keamanan individu, baik yang menyangkut status ataupun

      

10

James Scott dalam Heddy Shri Ahimsa Putra.1988.Minawang: Hubungan Patron-Klien Di Sulawesi Selatan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 2 

11

James C Scott dalam Heddy Shri Ahimsa Putra.1988.Minawang: Hubungan Patron Klien Di Sulawesi Selatan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 5 

(16)

kekayaannya, dan; (3) tidak dapat diandalkannya ikatan kekerabatan saja sebagai

sarana satu-satunya untuk mencari perlindungan serta memajukan diri.12

Selanjutnya, Eisenstadt mengemukakan ciri dasar hubungan patron klien sebagai berikut:

1) Hubungan patron klien biasanya partikularistik dan kabul.

2) Interaksi dimana hubungan ini didasarkan, dicirikan adanya pertukaran simultan dari tipe sumber daya yang berbeda, terutama instrumental dan ekonomi, sebagaimana pada politik (dukungan, kesetiaan, hak suara dan perlindungan), dan berjanji untuk saling menolong, solidaritas dan setia terhadap yang lainnya.

3) Pertukaran sumber daya biasanya diatur dalam beberapa jenis transaksi paket, dimana tidak satupun dari sumber daya ini yang dapat dipertukarkan secara terpisah, tetapi hanya dalam kombinasi yang termasuk dalam tiap tipe.

4) Secara ideal, suatu elemen kuat dari adanya hubungan tanpa syarat dan kepercayaan jangka panjang dibangun di dalam hubungan ini.

5) Hubungan yang terjadi adalah sangat ambivalen, dimana unsur ini sangat kuat pada hubungan yang bersifat primer sedang sangat lemah pada hubungan yang bersifat mesin politik.

6) Pembentukan hubungan antara patron klien tidak sepenuhnya legal, bahkan lebih banyak yang bersifat informal, meskipun sangat kuat dan pengertian.

      

12

James Scott.1972. Patron-Client Politic and Political Change in Southeast Asia. American Political Science Association: The American Political Science Review Vol 66, No.1. Hal: 101 

(17)

7) Meskipun ikatan mereka seolah-olah berjangka panjang namun hubungan patron klien ini termasuk hubungan sukarela dan dapat sewaktu-waktu diputuskan secara sukarela juga.

8) Hubungan ini dilakukan oleh individu atau jaringan individu dalam suatu cara yang vertikal.

9) Adanya ketidaksamaan dalam hubungan ini ketidaksamaan mana jelas merupakan elemen penting bagi monopoli patron, tapi dalam keadaan tertentu,

ketidaksamaan ini sangat penting bagi klien.13

Dalam kajian ilmu sosial, relasi pada bahasan patron klien juga mengendap unsur modal sosial dimana jika digerakkan kemanfaatannya dapat membantu memperoleh sumberdaya yang dibutuhkan untuk kebutuhan kerja melalui cara pertukaran sumber daya dengan pihak lain.

      

13

S.N Eisenstadt dalam tulisan Safrudin B. Layn, dosen Fisip Unpatti Maluku berjudul Patron Klien dalam Berbagai Perspektif Sosiologi. Lihat http://rudilayn.blogspot.co.id/2012/03/patron-klien-dalam-perspective-sosiologi.html?m=1 

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan menggunakan metode Support Vector Regression (SVR) yang menggunakan data time series dengan 4 fitur yang bertujuan untuk mendapatkan parameter

Namun di sisi lain, menurunnya daya beli masyarakat akibat krisis di Uni Eropa dan Amerika akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekspor, baik

2) Ekonomi Islam Tentang Promosi Penjualan.. Prinsip ekonomi Islam yang dipakai dalam promosi penjualan yaitu kepercayaan dan suka sama suka. Pengelola pantai batu

Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur melalui pendekatan Yuridis-Normatif maka teknik pengumpulan data dengan

Penulisan hukum yang dilakukan oleh peneliti dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGAN ATAS LAYANAN AIR BERSIH PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BANTUL, DAERAH

Adapun penjelasan mengenai transaksi di atas dapat peneliti paparkan satu persatu, yaitu yang pertama adalah transaksi Spot Yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas

(2) Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota yang telah ditetapkan sebagai anggota Tim Kampanye dan/atau

Dalam penelitian ini penulis menganalisis lebih spesifik tentang pengaruh kualitas layanan dan harga terhadap kepuasan konsumen Toko OK Elektronik Muara Bungo.. Tujuan