• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman: 13-19

© 1999 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya

(Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)

ENDANG ANGGARWULAN, NITA ETIKAWATI, AHMAD DWI SETYAWAN Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

ABSTRAK

This research is objected to find out (1) the number, the type and the size of chromosomes, (2) the karyotype formulae and maps of the chromosomes, and (3) the phylogenetic relationship of Allium. In this research, six species are examined, i.e. A.ascalonicum (shallot), A.cepa (onion), Allium sp. (“big shallot”), A.sativum (garlic), A.fistulosum (Japanese bunching) and A.porrum. Referring to Backer and Bakhuizen van den Brink’s manual (1968), they are identified before the examination. The result found out that all species has a same number of chromosomes, i.e. 2n = 16. All of chromosomes have metacentric shape, except for the first chromosome pair of Allium sp. which has the sub-metacentric shape. The longest of haploid chromosome length is A.sativum with 196.36 µm, then for A.porrum is 137.27µm, Allium sp. is 132.69 µm, A.ascalonicum is 124.71 µm and A.fistulosum is 113.60 µm. The relative asymetric index is over then 50 (53.79 – 57.70). The R-ratio of A.ascalonicum and A.sativum subsequently are 1.6 and 1.7, then for A.cepa is 2.25, A.fistulosum is 2.28, A.porrum is 2.67 and Allium sp.is 2.71. A.ascalonicum and A.fistulosum have the closest genetic relationship with similarity index of 80, then followed by A.cepa and Allium sp. with similarity index of 75. The four species joint with A.porrum with similarity index of 65. A.sativum is the last species that joint with them with similarity index of 35.

Key words: Allium, chromosomal karyotype, phylogenetic relationship.

PENDAHULUAN

Genus Allium memiliki banyak anggota, sebagian di antaranya bernilai ekonomi tinggi dan telah dimanfaatkan sejak lama. Allium berguna untuk bumbu, sayuran, obat dan tanaman hias. Kebutuhan pasar dunia akan jenis sayuran ini sangat tinggi, begitu pula kebutuhan nasional. Namun produksi di Indonesia sangat terbatas, bahkan beberapa spesies harus diimpor. Karena meskipun iklim, musim dan lahan di Indonesia mendukung pembudidayaan, kebanyakan petani tinggal di dataran rendah sedang Allium umumnya merupakan tumbuhan dataran tinggi (Rismunandar, 1989; Samadi dan Cahyono, 1999). Untuk memproduksi Allium secara besar-besaran, harus dilakukan pemuliaan tanaman agar diperoleh kultivar-kultivar dataran rendah. Di samping harus menarik, ukuran besar, masa panen singkat, tahan penyakit dan lain-lain (Pike, 1989).

Terdapat tujuh spesies Allium yang sering dibudidayakan, yaitu: bawang putih (Allium sativum L.), bawang merah (Allium ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.), bawang prei (Allium porrum L.), bawang kucai (Allium

odorum L.) dan bawang langkio (Allium schaenoprasum

L.) (Jones dan Mann, 1963), Menurut Rismunandar (1989), dua spesies terakhir jarang dibudidayakan di Indonesia. Di samping itu Pike (1989) menambahkan bawang kurat (Allium ampeloprasum L), bawang rakkyo (Allium chinense G. Don) dan bawang prei cina (Allium

tuberosum L) yang belum dibudidayakan di Indonesia. Allium umumnya merupakan herba biennial, memiliki

batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Daun tersusun berseling, tumbuh dari batang sejati berbentuk pipih atau cawan. Daun yang lebih tua terletak di sebelah luar dan membungkus daun yang lebih muda. Helai berwarna hijau untuk fotosintesis, sedang pelepah

berwarna merah, kuning atau putih serta menebal dan membentuk umbi lapis untuk menyimpan cadangan makanan. Umbi lapis A.sativum berbeda dengan umbi bawang lain. Umbi lapis bawang ini merupakan kumpulan siung yang membentuk satu rumpun. Setiap rumpun terdiri lebih dari 3-13 siung, yang disatukan oleh pelepah tipis seperti kulit. Setiap siung juga dibungkus oleh pelepah yang sama, sehingga terjaga dari kekeringan (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968).

Sebagai bahan makanan Allium memiliki nilai gizi yang cukup. Tanaman ini mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin A, B, C serta mineral berupa kalsium, fosfor dan besi. Allium dikenal memiliki kasiat obat, khususnya A.sativum. Karena mengandung alliin, allisin, allitiamin, minyak atsiri metilalil-trisulfida dan lain-lain (Rismunandar, 1989).

Sifat fenotip diatur secara genetis (Suryo, 1995), sehingga program pemuliaan tanaman perlu ditunjang informasi sifat genetika (Chikmawati dkk., 1998). Data-data morfometrik kromosom yang meliputi bentuk, ukuran dan jumlah, serta peta karyotipe merupakan salah satu syarat utama pemuliaan. Di samping berguna pula untuk taksonomi dan mengetahui hubungan kekerabatan. Studi sitologi genus Allium sering dilakukan, namun hingga saat ini data-data tersebut masih terbuka luas untuk diteliti (Jacobsen dan Ownberry, 1976; Chinnappa dan Basappa, 1986), karena karyotipe sebagian besar spesiesnya belum diketahui (Cai dan Chinnappa, 1987).

Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dalam satu spesies pada dasarnya selalu tetap, sehingga dapat dibuat peta karyotipe atau karyogram serta idiogram. Berdasar-kan kontriksi primernya, dikenal kromosom berbentuk metasentris, submetasentris, akrosentris dan telosentris. Berdasarkan ukurannya dikenal ukuran absolut dan ukuran relatif. Sedang berdasarkan jumlahnya dikenal kromosom aneuploid dan poliploid (Darnaedi, 1991; Suryo, 1995).

(2)

Pembelahan meiosis biasanya hanya digunakan untuk menghitung jumlah kromosom, sedang pembelahan mitosis dapat digunakan untuk membuat peta karyotipe (Riesenberg dkk., 1987). Studi mitosis dapat menggunakan ujung akar, ujung batang, primordia daun, petala muda, ovulum muda dan kalus. Namun biasanya digunakan ujung akar karena mudah tumbuh dan seragam, sedang untuk pembelahan meiosis sering digunakan anthera (Darnaedi, 1991). Sifat kromosom sel mitosis secara morfologi lebih stabil dibandingkan meiosis, karena struktur penanda seperti satelit, penyempitan, letak sentromer dan panjang lengan lebih jelas (Min dkk., 1984).

Levan dkk., 1964 membagi kromosom menjadi tiga kelompok berdasarkan posisi relatif sentromer, dimana bentuk metasentris dengan indeks sentromer 50-37,5; submetasentris (sm) dengan indeks sentromer 37,5-25 dan subtelosentris dengan indeks sentromer 25-12,5.

Kolkisin mampu berikatan dengan mikrotubuli, sehingga menghentikan tahap prometafase dan kromosom tidak tertarik ke bidang ekuator maupun kutub. Kolkisin juga menyebabkan kromosom mengkerut, sehingga ukurannya memendek, terpencar-pencar, tidak terlalu tumpang tindih dan mudah diamati. Konsentrasi efektif kolkisin antara 0,01-1,00% untuk lama perendaman 6-72 jam. Kolkisin dapat digantikan 8-hidroksiquinolin, kloralhidrat, indolasetat, asenapten dan p-diklorobenzen (Eigsti dan Dustin, 1957; Okada, 1981).

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui jumlah, bentuk dan ukuran kromosom anggota-anggota genus Allium, (2) mengetahui rumus dan peta karyotipe anggota-anggota genus Allium dan (3) mengetahui hubungan kekerabatan antar anggota-anggota genus Allium.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: penanaman sediaan (Radford dkk., 1974), pembuatan kemikalia (Berlyn dan Miksche, 1976; Mc Lean dan Cook, 1965), studi pendahuluan, pembuatan preparat (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979; Soerodikoesoemo, 1989), pembuatan karyotipe (Robert dan Short, 1979; Ahmad dkk., 1993; Levan dkk., 1964) dan penyusunan dendrogram (Sokal dan Sneath, 1963; Pielou, 1984).

Alat dan Bahan

Objek penelitian berupa enam spesies Allium yang dibudidayakan di Indonesia: bawang merah (Allium

ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.),

bawang merah besar (Allium sp.), bawang putih (Allium

sativum L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.) dan

bawang prei (Allium porrum L). Bawang kucai (Allium

odorum L) dan bawang langkio (Allium schaenoprasum

L)., keduanya tidak ditemukan di Surakarta dan sekitarnya. Menurut Rismunandar (1989), keduanya jarang dibudidayakan dalam jumlah besar. Sebelum diteliti, setiap spesies diidentifikasi kembali dengan pustaka Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968).

Dalam penelitian ini diperlukan alkohol absolut, kolkisin 0,1% dan 0,2%, asam asetat glasial 45%,asam klorida 1N, asetoorsein 2%, gliserin, cat kuku, akuades, akuabides dan minyak imersi.

Alat yang digunakan meliputi: kotak penanaman, botol flakon, gelas benda, gelas penutup, kotak preparat, kertas alumunium, kertas label, kertas tisu, kapas, pinset, silet/skalpel, kuas, jarum preparat, pipet dan penggaris, oven, lemari pendingin, mikrometer, mikroskop cahaya, kamera lusida, kamera mikrofotografi dan film.

Cara Kerja

Penanaman Sediaan

Ujung akar Allium diperoleh dengan merendam pangkal umbi sedalam kurang lebih seperempat dari titik akar atau meletakkan umbi di atas kapas basah. Air harus diganti setiap hari untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur. Akar akan muncul setelah 2-3 hari, tergantung umur umbi lapis (Radford dkk., 1974).

Apabila jumlah kromosom prometafase tidak cukup, maka umbi Allium ditumbuhkan dalam air hingga panjang akar mencapai ± 0,5 cm, lalu direndam dalam kolkisin 0,1% selama 14 jam, hingga ujung akar menggembung, dan kemudian ditanam lagi selama 2-3 hari. Perlakuan ini tidak perlu dilakukan terhadap

A.ascalonicum dan A.sativum, karena dengan prosedur

reguler jumlahnya sudah cukup.

Waktu Optimum Pembelahan Mitosis

Studi pendahuluan dilakukan pagi hari mulai jam 08.00-13.00 WIB. Pemotongan akar dilakukan setiap 30 menit dan dibuat preparat dengan metode squash semi permanen, diperoleh waktu pembelahan optimum jam 09.00 WIB (pagi).

Pembuatan Kemikalia

Kolkisin 0,2%. Kolkisin 0,2 gram dilarutkan dengan 5 ml etanol,

lalu ditambah 95 ml akuades dan diaduk hingga larut. Disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap, dalam lemari pendingin bersuhu 5 oC.

Asam Asetat Glasial 45%. Asam asetat glasial 45 ml dan 55 ml

akuades diaduk hingga larut, lalu disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar.

HCl 1N. HCl pekat 1 bagian ditambah 11 bagian akuades, digojok

hingga larut dan disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar.

Asetoorsein 2%. Asam asetat glasial 45 ml dipanaskan hingga

hampir mendidih (90-100oC), ditambah 2 gram orsein, dididihkan

selama 10 menit sambil diaduk. Didinginkan pada suhu kamar. Lalu ditambah 55 ml akuades dan digojok hingga larut. Disaring dan disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap, pada suhu kamar. Apabila terbentuk endapan, sebelum digunakan digojok dan disaring lagi.

Pembuatan Preparat

Preparat dibuat dengan metode squash semi permanen (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979; Soerodikoesoemo, 1989) sebagai berikut:

Pra-perlakuan. Ujung akar dipotong 3-5 mm, dimasukkan dalam

botol flakon berisi 2-3 ml kolkisin 0,2%. Lalu dibungkus kertas aluminium dan disimpan dalam lemari es selama 2-4 jam.

Pencucian. Kolkisin dibuang dan dicuci dengan akuades tiga kali. Fiksasi. Akuades dibuang, diganti asam asetat glasial 45% dan

disimpan dalam lemari es bersuhu 5oC selama 15 menit.

Pencucian. Asam asetat glasial 45% dibuang dan dicuci akuades tiga kali. Hidrolisis. Akuades dibuang, diganti HCl 1N dan disimpan dalam

oven bersuhu 60oC selama ± 2 menit, tergantung besarnya bahan. Pencucian. HCl 1N dibuang dan dicuci dengan akuades tiga kali.

(3)

Pewarnaan. Akuades dibuang, diganti asetoorsein 2% selama 1-3 jam,

tergantung ukuran bahan dan kesegaran pewarna. Dilakukan pada suhu kamar.

Squashing. Diambil 1-2 buah ujung akar dengan kuas, diletakkan di

atas gelas benda dan dipotong hingga tersisa 1-2 mm dari ujung. Ditetesi gliserin, ditutup gelas penutup dan diketuk-ketuk, hingga hancur merata.

Penyegelan. Kelebihan gliserin di tepi gelas penutup dibersihkan

dengan tisu, disegel dengan cat kuku bening.

Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya, untuk memperbaiki

daya resolusi digunakan filter dan minyak emersi. Preparat yang baik dipotret dengan kamera mikrofotografi. Hasil pemotretan diperbesar sehingga mudah diamati.

Analisis Hasil

Pembuatan karyotipe

Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak (diblat) pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Kemudian jumlah kromosom dan panjang kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1993).

Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom prometafase. Sifat yang diamati meliputi; panjang absolut (µm), indeks sentromer relatif (centromeric

index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid

(haploid chromosome length = HCL), indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%), perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).

• Panjang absolut (µm),

Ukuran absolut kromosom ditentukan secara langsung (Ruas dkk., 1995).

• Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci), Bentuk kromosom ditentukan berdasarkan posisi relatif sentromer (Levan dkk., 1964).

panjang lengan pendek kromosom Ci = --- X 100

total panjang lengan kromosom

• Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).

kromosom terpanjang Nilai L/S = ---

kromosom terpendek

• Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid

chromosome length = HCL).

Nilai HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh panjang pasangan kromosom.

• Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) (Ruas dkk., 1995):

total lengan panjang kromosom set AsI % = --- X 100 total panjang kromosom set

• Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R) (Ruas dkk., 1995):

pasangan kromosom terpanjang R = ---

pasangan kromosom terpendek Pembuatan dendrogram filogeni

• Hubungan kekerabatan fenetik ditentukan dengan metoda pengelompokan koefisien asosiasi. Indek

similaritas ditentukan dengan rumus (Sokal dan Sneath, 1963):

sifat berpasangan (++/--) Indeks similaritas = --- X 100

seluruh sifat (++/--/+-/-+)

• Tingkatan persamaan harga-harga koefisien assosiasi ditentukan dengan analisis klaster (Pielou, 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Karyotipe

Indeks sentromer (Ci)

Dalam penelitian ini keenam spesies yang diamati memiliki jumlah kromosom sama, 2n = 16. Hampir semua pasangan kromosom berbentuk metasentris, kecuali pasangan kromosom pertama Allium sp. Pasangan ini berbentuk submetasentris (Sm), dengan indeks sentromer 34,0, sehingga rumus karyotipe 2n = 14m + 2 sm, sedang kelima spesies lain rumus karyotipenya 2n = 16 m. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kesamaan genetik pada keluarga Allium.

Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S)

Nilai L/S ini memiliki kegunaan sama dengan indeks sentromer dari Levan dkk. (1964). Indeks sentromer tersebut dapat dikonversi menjadi nilai L/S sebagai berikut: • Bentuk kromosom metasentris: nilai CI = 50-37,5

atau nilai L/S = 1,00-1,67

• Bentuk kromosom sub-metasentris: nilai CI = 37,5-25 atau nilai L/S = 1,67-3,00

• Bentuk kromosom sub-telosentris: nilai CI = 25-12,5 atau nilai L/S = 3,00-7,00

Dalam penelitian ini, keenam spesies yang masing-masing memiliki 8 pasangan kromosom hampir semuanya memiliki nilai L/S antara 1,00-1,67, sehingga kromosom berbentuk metasentris. Kecuali pasangan pertama kromosom Allium sp., dimana nilai L/S-nya adalah 1,92, sehingga kromosomnya berbentuk submetasentris.

Panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL)

Nilai HCL tertinggi diperoleh A.sativum, yaitu 196,34, disusul A.porrum 137,27 µm, Allium sp. 132,69 µm, A.ascalonicum 124,71 µm, A.cepa 116,8 µm dan

A.fistulosum 113,6 µm. HCL dapat digunakan untuk

menduga perbedaan fenotip, perbedaan panjang HCL mengindikasikan perbedaan jumlah gen yang mengontrol sifat fenotip tersebut. Dari nilai HCL di atas terlihat bahwa A.sativum memiliki HCL yang jauh berbeda dengan kelima spesies lain. Hal ini berkaitan dengan hubungan kekerabatannya yang jauh berbeda dengan kelima spesies lainnya.

Indeks asimetri relatif (AsI%)

Indeks ini menunjukkan simetri rata-rata antara lengan panjang dan pendek dalam kromosom set. Dalam penelitian ini, nilai AsI% keenam spesies sedikit di atas 50, sehingga cenderung berbentuk simetris (metasentris). Secara berturut-turut nilai AsI% keenam spesies adalah

A.cepa 53,79, A.porrum 54,88, A.sativum 55,45, Allium sp. 56,26, A.ascalonicum 57,30 dan A.fistulosum 57,70.

Tingkat simetri kromosom A.cepa paling tinggi sedang tingkat simetri A.fistulosum palilng rendah.

(4)

Gambar 1. Allium sativum (bawang putih) Gambar 2. Allium porrum (bawang prei)

Gambar 3. Allium sp (bawang merah besar) Gambar 4. Allium ascalonicum (bawang merah)

(5)

20 µm

Gambar 7. Peta karyotipe (karyogram) dan idiogram enam spesies Allium: 1. Allium sativum, 2. Allium porrum, 3. Allium sp., 4. Allium ascalonicum, 5. Allium cepa dan 6. Allium fistulosum.

Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R)

Nilai R digunakan untuk mendeteksi keseragaman panjang kromosom dalam satu spesies (satu kromosom set). Dalam penelitian ini panjang kromosom

A.ascalonicum dan A.sativum relatif sama dalam

kromosom set-nya, masing-masing dengan nilai R 1,6 untuk A.ascalonicum dan 1,7 untuk A.sativum. Sedang keempat spesies lainnya memiliki nilai R lebih bervariasi. Allium sp. dengan nilai R 2,71, A.porrum 2,67, A.fistulosum 2,28 dan A.cepa 2,25.

Hubungan Kekerabatan Allium

Dalam penelitian ini hubungan kekerabatan ditentukan berdasarkan 19 sifat sitologi dan satu sifat morfologi yang sangat khas untuk tumbuhan bawang. Ke-19 sifat sitologi tersebut meliputi ukuran absolut pasangan kromosom sebanyak 8 buah, perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) sebanyak 8 buah, serta panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL), indeks

asimetri relatif (AsI%), perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R), masing-masing satu buah. Sifat khas morfologi yang ditambahkan adalah terbentuk-tidaknya umbi lapis.

Dendrogram filogeni yang disajikan pada gambar 8 menunjukkan bahwa spesies-spesies yang memiliki kekerabatan paling dekat adalah A.ascalonicum dan

A.fistulosum , dengan indek similaritas mencapai 80. Hal

ini agak mengherankan apabila ditinjau dari terbentuk tidaknya umbi, mengingat umbi lapis A.fistulosum sangat kecil, hanya berupa tonjolan, sehingga sering dianggap tidak membentuk umbi. Namun hal ini juga mengindikasikan bahwa umbi lapis A.fistulosum yang kecil tersebut pada dasarnya memiliki struktur sama dengan umbi lapis A.ascalonicum, yakni terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tersusun berseling. Secara morfologi keduanya cenderung memiliki kesamaan bentuk daun, bunga dan bau minyak atsiri. Varitas

A.fistulosum tertentu juga mampu hidup di daratan

(6)

Tabel 1. Data morfometri krromosom enam spesies Allium Pasangan kromosom No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 HCL AsI% R 1. A.sativum 30,93 28,36 26,54 25,31 24,71 21,99 20,31 18,19 196,34 55,45 1,70 2. A.porrum 27,99 22,08 19,35 16,39 15,02 13,66 12.30 10,48 137,27 54,88 2,67 3. Allium sp. 25,94 21,85 18,43 16,38 15,26 14,11 11,15 9,57 132,69 56,26 2,71 4. A.ascalonicum 18,20 17,60 16,99 16,23 15,49 14,87 13,96 11,37 124,71 57,30 1,60 5. A.cepa 22,54 17,76 15,48 13,66 13,66 12,52 11,16 10,02 116,80 53,79 2,25 6. A.fistulosum 20,25 17,99 15,71 14,11 13,89 11,84 10,93 8,88 113,60 57,70 2,28 (L/S) 1. A.sativum 1,13 1,28 1,14 1,32 1,12 1,20 1,58 1,40 2. A.porrum 1,08 1,37 1,18 1,40 1,28 1,22 1,00 1,30 3. Allium sp. 1,92 1,13 1,08 1,25 1,09 1,14 1,45 1,21 4. A.ascalonicum 1,50 1,127 1,33 1,28 1,27 1,39 1,36 1,34 5. A.cepa 1,11 1,17 1,27 1,22 1,07 1,20 1,13 1,20 6. A.fistulosum 1,47 1,126 1,46 1,48 1,35 1,36 1,29 1,17 Keterangan:

Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S)

Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL), Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%)

Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R)

Gambar 8. Dendrogram hubungan kekerabatan enam spesies tanaman

bawang budidaya (Genus Allium).

Kedekatan hubungan kekerabatan kedua spesies di atas disusul oleh A.cepa dan Allium sp., dimana indeks similaritas di antara keduanya mencapai 75. Selama ini di pasaran, Allium sp. sering diasosiasikan dengan

A.ascalonicum biasa, karena teksturnya menyerupai A.ascalonicum biasa, meskipun ukuran, karakter daun,

bunga dan tempat tumbuhnya lebih cenderung serupa dengan A.cepa.

Berdasarkan dendrogram anggapan ini dapat dibantah,

Allium sp. lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan A.cepa. Allium sp. kemungkinan merupakan salah satu

kultivar A.cepa yang telah mengalami mutasi, sehingga berbeda dengan induknya atau mungkin pula merupakan hasil persilangan antara A.cepa dengan A.ascalonicum biasa, karena dalam praktek di lapangan persilangan kedua spesies ini dapat menghasilkan anakan yang fertil. Persilangan ini dapat terjadi secara alamiah dengan bantuan serangga atau disengaja. Data morfometri menunjukkan pasangan pertama kromosom Allium sp. berbentuk sub-metasentris, berbeda dengan kromosom lain yang berbentuk metasentris, sehingga dapat diduga perbedaan-perbedaan yang terjadi dikontrol oleh gen-gen di dalam pasangan kromosom ini.

Gabungan A.ascalonicum dan A.fistulosum dengan gabungan A.cepa dan Allium sp. bertemu pada indeks similaritas 65, bersamaan dengan A.porrum. Hal ini sesuai dengan struktur umbi lapis kelimanya yang pada dasarnya sama, terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tumpuk menumpuk secara berseling dan bagian panggalnya menonjol, meskipun pada A.fistulosum dan

A.porrum ukuran tonjolan ini sangat kecil, sehingga

sering dikatakan tidak memiliki umbi.

A.sativum merupakan spesies terakhir yang bergabung

dalam rumpun Allium ini. A.sativum bergabung pada indeks similaritas 35. Dalam pengamatan morfologi, struktur umbi A.sativum sangat berbeda dengan kelima bawang lainnya. Umbi lapis A.sativum berupa segmen-segmen siung (clove) yang diselubungi dan disatukan oleh sisik-sisik pelepah daun sangat tipis, sehingga

(7)

membentuk rumpun umbi lapis agak pipih. Siung berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan dan setiap siung mengandung satu buah mata tunas. Dalam satu rumpun dapat dijumpai 3-13 buah siung, sedang umbi lapis kelima spesies lainnya berupa pangkal pelepah daun menebal, tersusun berseling dan berfungsi sebagai organ cadangan makanan. Di dalamnya terdapat 1-3 mata tunas yang menyisip di antara sela-sela pelepah. Di samping itu umbi lapis A.sativum berbau sangat tajam, berbeda dengan kelima spesies lainnya yang baunya antara moderat hingga netral.

KESIMPULAN

Jumlah kromosom diploid genus Allium adalah 16 buah, hampir semua berbentuk metasentris, sehingga rumus karyotipenya 2n = 16m, kecuali Allium sp. dimana rumus karyotipenya 2n = 14m + 2sm, karena pasangan kromosom pertama berbentuk submetasentris.

Secara berturut-turut A.sativum, A.porrum, Allium sp.,

A.ascalonicum, A.cepa dan A.fistulosum, memiliki

panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL) adalah: 196,34, 137,27, 132,69, 124,71, 116,80 dan 113,60; indeks asimetri relatif (AsI%) adalah: 55,45, 54,88, 56,26, 57,30, 53,79 dan 57,70; sedang perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R) adalah: 1,70, 2,67, 2,71, 1,60, 2,25 dan 2,28

A.ascalonicum berkerabat dengan A.fistulosum pada

indek similaritas 80. A.cepa berkerabat dekat dengan

Allium sp. pada indeks similaritas 75. Keempat spesies

tersebut berkerabat dekat dengan A.porrum pada indek similaritas 65. Dan akhirnya kelima spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.sativum pada indek similaritas 35.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Q.N., E.J. Britten dan D.E. Byth. 1983. A Quantitative Method of Karyotipic Analisis applied to Soy bean (Glycine max). Cytologia 48: 879-892.

Backer, C.a. dan R.C. Bakhuizen van den Brink, 1968, Flora of Java, Vol. III, Groningen: Wolters Noordhoff.

Berlyn, G.P. dan J.P. Mische. 1976. Botanical Microtechnique and Cytocemistry. Ames: Iowa State University Press.

Cai, Q. dan C.C. Chinnappa. 1987. Giemsa C-Banded Karyotipes of seven north American Spesies of Allium. American Journal of Botany 74 (7): 1087-1092.

Chikmawati, T., R. Megia, U. Widyastuti dan I.N. Farikhati, 1998. Karyotipe Musa acumunata ‘Mas Jambe’ dan M. balbisiana ‘Klutuk Wulung’. Hayati. Juni 1998: 54-57.

Chinnappa, C.C. dan G.P. Basappa. 1986. Citological Studies on some Western Canadian Allium Spesies. American Journal of Botany 73: 529-534.

Darnaedi, D., 1991, Kromosom dalam Taksonomi, Bogor: Herbarium Bogoriense, Puslitbang Biologi - LIPI, .

Eigsti, O.J. dan P. Dustin, 1957, Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology and Chemistry, Ames-Iowa: The Iowa State Collge Press. Jones, H.a. dan L.K. Mann, 1963, Onion and Their Allies, London:

Leonard Hilll Ltd.

Levan, A., K. Fredga dan A.A. Sandberg, 1964, Nomenclature for Centromeric Position on Chromosome. Hereditia 52: 201-220. Mc Lean, R.C. dan W.R.I. Cook. 1965. Plant Science Formulae.

London: Macmillan.

Min, H.G., H.T. Ma dan G.H. Liang. 1984. Karyotype Analysis of seven species in the genus Sorghum. Jorunal of Heredity 75: 196-202.

Okada, H., 1981, Report on Trainings and Investigations in LBN-LIPI, Osaka: Departement of Biology Osaka University.

Pielou, E.C., 1984, The Interpretation of Ecological Data, A Primer on Classification and Ordination, New York: John Wiley and Sons. Pike, L.M. 1989. Onion Breeding dalam Breeding Vegetable Crops.

New York: AVI Publishing Co.

Radford, A.E., W.C. Dickinson, J.R. Massey dan C.R. Bell, 1974, Vascular Plant Systematics, New York: Harper and Row Publishers.

Riesenberg, L.H., P.M. Petersen, D.E. Soltis dan C.R. Annable. 1987. American Journal of Botany 74 (11): 1614-1624.

Rismunandar, 1989, Membudidayakan 5 Jenis Bawang, Bandung: Penerbit Sinar Baru.

Roberts, A.V. dan K.C. Short, 1979, An Experimental Study of Mitosis, Journal of Biological Education 13 (3): 195-198. Ruas, C.F., P.M. Ruas, N.I. Matzenbacher, G. Ross, C. Bernini dan A.

L.L. Vanzela, 1995, Cytogenetic Studies of Some Hypochoeris Spesies (Compositae) from Brazil, American Journal of Botany (82) 3: 369-375.

Sokal, R.R. dan P.H.A. Sneath, 1963, Principles of Numerical Taxonomy, San Francisco: W.H. Freeman and Co.

Gambar

Gambar  1. Allium sativum (bawang putih) Gambar  2. Allium porrum (bawang prei)
Gambar  7.    Peta karyotipe (karyogram) dan idiogram enam spesies Allium: 1. Allium sativum, 2
Gambar 8. Dendrogram hubungan kekerabatan enam spesies tanaman  bawang budidaya (Genus Allium).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 121/PAN/XI/2011 tanggal 7 Nopember 2011, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung Tahun

PANI TI A PENGADAAN BARANG DAN JASA METODA LELANG SEDERHANA DI LI NGKUNGAN DI NAS PERTANI AN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KOTA BANDAR

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 050/10/PBJ-BRG/SD-SMP/P.7/11/2011 tanggal 17 November 2011 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Perangkat

Kabupaten Lombok Utara menyimpan potensi yang besar antara lain pada sektor-. sektor sebagai

Rekomendasi umum ini bermaksud memberikan kontribusi bagi pemenuhan kewajiban Negara Peserta untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia perempuan pekerja

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan adalah melaksanakan undang-undang dalam bentuk program kerja yang lebih operasional oleh aktor/implementor

Sebagai salah satu organisasi dakwah terkenal di Malaysia, USIA memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk melakukan aktivitas dakwah secara besar-besaran terkait

(2018) tingginya penambahan tepung ikan teri dalam formulasi biskuit, menghasilkan nilai rata-rata hedonik terhadap rasa semakin rendah; Pitunani, et al