• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS DAN DISTRIBUSI SPASIAL JUVENIL IKAN PADA HABITAT MANGROVE DAN LAMUN DI PULAU PRAMUKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS DAN DISTRIBUSI SPASIAL JUVENIL IKAN PADA HABITAT MANGROVE DAN LAMUN DI PULAU PRAMUKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS DAN DISTRIBUSI SPASIAL JUVENIL IKAN PADA HABITAT MANGROVE DAN LAMUN DI PULAU PRAMUKA

COMMUNITY STRUCTURE AND SPATIAL DISTRIBUTION OF FISH JUVENILE IN MANGROVE AND SEAGRASS HABITATS IN PRAMUKA ISLAND

Fathul Amin1*, M Mukhlis Kamal1, dan Am Azbas Taurusman2

1

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor 2

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB, Bogor *E-mail: fathul.amin88@gmail.com

ABSTRACT

This study was aimed to investigate the community structure of fish juvenile, spatial distribution and similarity from both adjacent habitats of mangrove and seagrass. This study was conducted in the eastern part of Pramuka island from April to June 2015. The samples were collected by using line transect method in three observation areas that were spatially connected i.e., mangrove, transition and seagrass zones. The result of the study from three observation zones revealed that there were found 24 species of fishes from 15 families i.e., Siganidae (4 species), Apogonidae (3 species), Ger-reidae (2 species), Terapontidae (2 species), Gobiidae (2 species), Labridae (2 species), Mugilidae, Nemipteridae, Hemiramphidae, Sphyraenidae, Monacanthidae, Atherinidae, Pomacentridae, Lut-janidae, and Lethrinidae (each of them 1 species). According to community structure, the adjacent ob-servation zones did not show a significant difference in the number of species, abundance, and bio-mass. According to fish distribution, fish species in transition zone and seagrass zone were relatively similar and dominated by Gerres oblongus, Fibramia lateralis, and Siganus canaliculatus. Mean-while, in mangrove zone revealed a significant different of fish species than in transition and seagrass zones. In mangrove zone, fish species was dominated by Gerres oblongus and Siganus guttatus. Keywords: spatial distribution, juvenile, mangrove, seagrass, pramuka Island, Siganidae

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas juvenil ikan, distribusi spasial dan similaritas dari kedua habitat yang berdekatan yaitu habitat mangrove dan lamun. Penelitian dilakukan di bagian timur pulau Pramuka pada bulan April - Juni 2015. Pengambilan sampel menggunakan metode transek garis pada tiga zona pengamatan yang terkoneksi spasial yaitu zona mangrove, tran-sisi, dan lamun. Hasil penelitian dari ketiga zona pengamatan menunjukkan terdapat 24 spesies ikan dari 15 famili yaitu Siganidae (4 spesies), Apogonidae (3 spesies), Gerreidae (2 spesies), Terapontidae (2 spesies), Gobiidae (2 spesies), Labridae (2 spesies), Mugilidae, Nemipteridae, Hemiramphidae, Sphyraenidae, Monacanthidae, Atherinidae, Pomacentridae, Lutjanidae, dan Lethrinidae (masing-masing 1 spesies). Berdasarkan struktur komunitas, perbedaan antar habitat pengamatan yang ber-dekatan tidak berbeda nyata menurut parameter jumlah jenis, kelimpahan, dan biomassa ikan. Ber-dasarkan distribusi, spesies ikan di zona transisi dan lamun relatif sama yang didominasi oleh Gerres oblongus, Fibramia lateralis, dan Siganus canaliculatus, sedangkan di zona mangrove relatif berbeda dengan zona transisi dan lamun yang didominasi oleh Gerres oblongus dan Siganus guttatus.

Kata kunci: distribusi spasial, juvenil, mangrove, lamun, pulau Pramuka, Siganidae I. PENDAHULUAN

Kepulauan Seribu merupakan salah satu yang termasuk dalam kawasan pesisir yang secara geografis memiliki peran penting

terhadap pertumbuhan ekonomi daerah baik dalam bidang perikanan, jasa transportasi laut maupun pariwisata (Sachoemar, 2008). Pulau Pramuka merupakan bagian dari ka-wasan pesisir di Kepulauan Seribu yang

(2)

se-cara administratif dijadikan sebagai pusat pe-merintahan dan perumahan penduduk sehing-ga memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi (DKKJI, 2015). Hal tersebut memicu aktivitas masyarakat yang terus meningkat sehingga berpotensi memberi ancaman terha-dap kelestarian habitat pesisir tersebut. Pulau Pramuka secara ekologi terdiri dari tiga habi-tat utama yaitu mangrove, lamun dan terum-bu karang yang saling terkoneksi satu sama lain. Secara spasial konektivitas ekologis yang paling dekat dari tiga habitat tersebut adalah antara habitat mangrove dengan la-mun dimana terdapat zona transisi yang me-rupakan zona campuran antara keduanya. Adanya konektivitas diantara habitat tersebut tentunya menimbulkan suatu sistem interaksi yang juga saling berkaitan antara satu dengan lainnya.

Beberapa bentuk interaksi yang ter-jadi seperti interaksi fisik, nutrien ataupun bahan-bahan organik dan partikulat sehingga mampu memberikan stabilitas lingkungan.

Habitat mangrove dan lamun memberikan nutrisi penting dari dekomposisi bahan orga-nik dan sumber penting detritus sehingga membentuk dasar dari jaring makanan serta mampu menyediakan air yang lebih jernih bagi habitat terumbu karang, sementara habi-tat terumbu karang dengan struktur fisiknya mampu menurunkan aliran pasang surut se-hingga memberikan tekanan air yang lebih rendah bagi habitat mangrove dan lamun (Kathiresan, 2014). Begitulah seterusnya in-teraksi tersebut berlangsung sehingga men-ciptakan kestabilan lingkungan yang sangat mendukung bagi berbagai biota yang berada didalamnya, terutama ikan yaitu pada stadia juvenil.

Stadia juvenil menurut Kendall et al. (1983) adalah akhir transformasi dari larva yang ditandai dengan hilangnya karakter lar-va seperti mulai terbentuknya pigmen warna, sisik dan sirip yang lengkap sehingga karak-ter juvenil sudah seperti ikan dewasa, dimana perbedaannya adalah pada ukuran dan kema-tangan organ reproduksi yang belum ber-fungsi. Kelangsungan hidup juvenil ikan

umumnya lebih banyak disediakan oleh ha-bitat mangrove dan lamun diantaranya yaitu sebagai daerah asuhan dan perlindungan, sumber makanan dan tempat mencari makan (Nagelkerken et al., 2000; Nakamura and Tsuchiya, 2008; Verweij et al., 2008). Pada beberapa ikan, pemanfaatan habitat mang-rove dan lamun umumnya sebagai habitat da-sar terutama pada stadia juvenil sebelum ber-migrasi ke terumbu karang pada fase dewasa (Harm et al., 2012; Huijbers et al., 2008). Hal tersebut menunjukkan pentingnya konek-tivitas antar habitat dalam menunjang kelang-sungan hidup ikan terutama bagi ikan-ikan yang bersifat migrasi dari satu habitat ke ha-bitat lainnya.

Konektivitas habitat mangrove dan la-mun di pulau Pramuka yang secara spasial le-taknya berdekatan sangat penting dan men-dukung terutama bagi juvenil ikan. Hal ter-sebut menyebabkan terjadinya dinamika ju-venil ikan sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan: (1) apakah terdapat perbedaan dalam struktur komunitas juvenil ikan meli-puti jumlah jenis, kelimpahan dan biomassa antara kedua habitat yang berdekatan; (2) apakah terdapat perbedaan distribusi jenis ikan serta bagaimana pola similaritas dari ha-bitat yang berdekatan berdasarkan distribusi tersebut. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa struktur komu-nitas, distribusi spesies dan similaritas habitat yang berdekatan yaitu habitat mangrove dan lamun sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam pengelolaan ekosistem pesisir di wila-yah pulau Pramuka.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan di per-airan sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan Seri-bu pada Seri-bulan April - Juni 2015 dengan fre-kuensi sampling 1x/bulan. Penentuan zona pengamatan berdasarkan pada konektivitas spasial dari habitat mangrove dan lamun

(3)

yang berada di sebelah timur pulau Pramuka. Zona 1 mewakili area mangrove (vegetasi mangrove), zona 2 mewakili area transisi (vegetasi mangrove dan lamun) dan zona 3 mewakili area lamun (vegetasi lamun), se-lengkapnya disajikan pada Gambar 1. Luasan pengamatan ditentukan pada lokasi yang me-wakili vegetasi tersebut yaitu zona mangrove (20 m x 160 m), zona transisi (15 m x 120 m) dan zona lamun (100 m x 160 m) yang terba-gi ke dalam 3 garis transek (A, B, C) yang di-tarik tegak lurus dari daratan ke arah laut dengan jarak antar garis transek ± 80 m. 2.2. Pengambilan dan Identifikasi Contoh

Pengambilan sampel juvenil ikan di-lakukan secara harian dengan cara mengam-bil contoh ikan yang berada dalam area sapu-an wilayah garis trsapu-ansek. Sampling dilakuksapu-an dari pagi – sore hari (sekitar jam 09.00- 17.00 WIB). Menurut Ramdhan (2011), tipe pasang surut di pulau Pramuka termasuk da-lam tipe pasang surut campuran condong ha-rian tunggal yaitu terjadi 2 kali pasang dan 1

kali surut. Pasang tertinggi terjadi pada wak-tu malam (21.00 - 23.00 WIB) dan siang hari (13.00 - 15.00 WIB), sedangkan surut teren-dah terjadi pada pagi hari (03.00 - 06.00 WIB).

Sampling ikan dilakukan mengguna-kan jaring insang dengan mesh size 1 cm, panjang 10 m dan tinggi 1,2 m (luas jaring = 12 m2). Cara pengambilan sampel juvenil ikan yaitu jaring dibentangkan secara meling-kar, setelah kedua tali bertemu maka jaring diseret secara menyapu sejauh 5 m (luas per unit sampling: 12 m x 5 m = 60 m2) hingga menjadi lingkaran kecil agar ikan terkumpul, kemudian sampel diambil dan dimasukkan ke dalam wadah sampel. Selanjutnya dilakukan pengawetan sampel dengan formalin 4%, kemudian diganti dengan alkohol 70% ketika di laboratorium. Selanjutnya sampel juvenil ikan diidentifikasi dengan berpedoman pada Kottelat et al. (1993); Allen et al. (1999); Kuiter and Tonozuka (2001); Allen et al. (2003); White et al. (2013).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di pulau Pramuka (Keterangan angka: 1= Zona Mangrove, 2 = Zona Transisi, 3 = Zona Lamun).

2 3 1

(4)

2.3. Analisis Data

2.3.1. Struktur Komunitas Ikan

Analisis struktur komunitas ikan dili-hat berdasarkan parameter jumlah taksa (spe-sies), kelimpahan dan biomassa ikan. Kom-posisi jenis ikan dilihat berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan sesuai dengan tingkatan taksonominya yaitu mulai dari or-do, famili dan spesies. Sedangkan untuk ke-limpahan dan biomassa komunitas ikan dili-hat berdasarkan rerata hasil pengukuran da-lam luasan unit pengamatan. Selanjutnya un-tuk melihat signifikansi antar habitat berda-sarkan parameter tersebut secara statistik di-lakukan uji ANOVA (Analysis of Variance). 2.3.2. Distribusi

Distribusi spesies ikan pada habitat atau stasiun pengamatan dilakukan berdasar-kan analisis nMDS (non-Metric Multidimen-sional Scaling) menggunakan software Ply-mouth routines in multivariate ecological re-search (PRIMER) versi 5.2 sehingga tergam-bar suatu pola distribusi berdasarkan letak atau jarak plot dalam konfigurasinya. Letak atau posisi plot yang berdekatan bahkan ter-tutupi secara bersama satu sama lain meng-gambarkan pola distribusi yang sama atau mirip, sedangkan letak plot yang berjauhan menggambarkan pola distribusi yang ber-beda. Indikasi baik buruknya konfigurasi ter-sebut dapat dilihat dari nilai stress. Konfi-gurasi yang lebih baik ditentukan oleh nilai stress yang lebih rendah yaitu < 0,25. Jika nilai stress > 0,25 maka dapat dikatakan model konfigurasi tersebut tidak dapat diper-gunakan (Hobbs et al., 2007 dalam Sutomo dan Darma, 2011).

2.3.3. Similaritas

Tingkat similaritas diantara habitat dilakukan berdasarkan analisis similaritas Bray-Curtis juga menggunakan software

PRIMER versi 5.2 yang mampu mengelom-pokkan zona pengamatan berdasarkan spe-sies ikan yang menjadi karakteristik penciri dalam kelompok habitat tersebut. Spesies ikan penciri habitat tersebut dilihat

berdasar-kan anilisis SIMPER (Similarity of Percen-tage) yang mampu mengidentifikasi spesies mana yang menjadi pembeda serta seberapa besar persentase kontribusi spesies tersebut disuatu habitat. Spesies ikan yang menjadi penciri dalam suatu grup atau kelompok ada-lah yang memiliki kelimpahan tinggi secara konsisten dalam pengambilan contoh, sehing-ga menjadi penciri atau pembeda yang baik dalam kelompok (Clarke and Gorley, 2001). Dengan demikian, berdasarkan karakteristik penciri antar habitat tersebut dapat dilihat persentase kesamaan antar habitat yang di-bandingkan.

Analisis similaritas disajikan dalam bentuk cluster atau dendrogram sehingga ter-gambar hirarki kelompok atau habitat yang dibandingkan. Tingginya tingkat kesamaan antar habitat ditunjukkan oleh tingginya nilai persentase similaritas. Menurut Krebs (1989), indeks Bray - Curtis adalah sebagai berikut :

keterangan: B= Disimilaritas (Indeks Keti-daksamaan) Bray - Curtis, S= Similaritas (In-deks Kesamaan) Bray - Curtis, Xij = Jumlah

individu spesies ke-i dalam setiap contoh (pengamatan) ke-j, Xik= Jumlah individu

spe-sies ke-i dalam setiap contoh (pengamatan) ke-k, Selanjutnya untuk indeks similaritas (S) = 1 - B

Selanjutnya untuk melihat signifi-kansi antar habitat berdasarkan similaritas tersebut dilakukan uji ANOSIM (Analyisis of Similarity). Signifikansi tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai Global R serta taraf signifi-kansinya. Menurut Chapman and Underwood (1999) menyatakan nilai Global R berkisar antar 0 (tidak dapat dibedakan) hingga 1 (se-mua similaritas data dalam group < simila-ritas data antar group). Selanjutnya berdasar-kan level signifiberdasar-kansinya, terdapat perbedaan nyata jika signifikansi level < 5% (p < 0,05) dan sangat nyata jika signifikansi level < 1% (p < 0,01).

(5)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil

Komposisijenis ikan yang ditemukan dari hasil pengamatan terdiri dari 5 ordo, 15 famili dan 24 spesies dengan total kelimpa-han 3.222 individu dalam luasan total area pengamatan 2,16 ha (Tabel 1). Sebagian be-sar ikan termasuk dalam ordo Perciformes yaitu sebanyak 10 famili dan 20 spesies. Fa-mili dengan jumlah spesies terbanyak secara berturut-turut adalah Siganidae (4 spesies), Apogonidae (3 spesies), Gerreidae, Terapon-tidae, Gobiidae dan Labridae (2 spesies), Mugilidae, Nemipteridae, Hemiramphidae, Sphyraenidae, Monacanthidae, Atherinidae, Pomacentridae, Lutjanidae dan Lethrinidae (1 spesies). Berdasarkan perbedaan tipe habi-tat habihabi-tat, keragaman spesies tertinggi terda-pat di zona lamun yaitu 17 spesies dan tidak berbeda jauh dengan zona mangrove dan transisi masing-masing yaitu 16 dan 15 spe-sies. Selanjutnya secara kelimpahan dan bio-massa tertinggi hingga terendah secara berturut-turut yaitu terdapat pada zona tran-sisi, lamun dan mangrove.

Secara persentase kelimpahan berda-sarkan famili, famili ikan yang kelimpahan-nya tertinggi secara berturut-turut yaitu Ger-reidae (56,11%), Apogonidae (27,81%), Si-ganidae (6,18%), Atherinidae (3,32%), Ne-mipteridae (2,42%) dan Hemiramphidae (1,58%), sedangkan famili lainnya dengan persentase yang lebih rendah yaitu < 1%. Jenis famili yang mendominasi tersebut rela-tif sama dengan hasil pengamatan Unsworth et al. (2009) dimana jenis famili yang domi-nan diantaranya yaitu Atherinidae, Apogoni-dae dan SiganiApogoni-dae

Berdasarkan data jenis ikan pada Ta-bel 1, beberapa jenis ikan yang ditemukan termasuk jenis ikan-ikan ekonomis penting menurut White et al. (2013) dan Peristiwady (2006) diantaranya yaitu ikan Baronang (Si-ganus sp.), Kapasan atau Putihan (Gerres sp.), Belanak (M. engeli), Kembang waru atau Jenaha (L. fulviflamma), Ketambak (Le-thrinus sp.), Pasir-pasir (P. trivittatus),

Kerong-kerong (T. jarbua) dan Baracuda (S. barracuda). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pentingnya peranan habitat mangrove dan lamun tersebut bagi produksi ikan yang mana jika kelestarian juvenil ikan tersebut terganggu, maka produksi ikan dewasa tang-kapan juga menurun.

Selanjutnya untuk melihat pola distri-busi kelimpahan spesies ikan pada tiap zona pengamatan tergambar dari konfigurasi hasil analisis nMDS (Gambar 2). Konfigurasi atau susunan distribusi tersebut berdasarkan kom-posisi jenis ikan yang memiliki kelimpahan yang tinggi secara konsisten sehingga mem-berikan karakter dalam suatu plot. Selan-jutnya letak atau posisi antar plot satu dengan plot lainnya dapat menggambarkan pola dis-tribusinya.Keterangan kode plot stasiun pe-ngamatan yaitu: A. Habitat 1. M: mangrove 2. T: Transisi 3. L: Lamun B. Bulan 1. A: April 2. M: Mei 3. J: Juni C. Transek 1. a: Transek a 2. b: Transek b 3. c: Transek c

Hasil analisis nMDS tersebut menun-jukkan bahwa pola konfigurasi tersebut ter-masuk dalam konfigurasi yang baik (nilai stress= 0,13). Berdasarkan konfigurasinya, secara umum distribusi spesies ikan di zona transisi (kode “T”) relatif lebih dekat dengan zona lamun (kode “L”), sedangkan zona mangrove (kode “M”) dengan letak yang lebih jauh bahkan terlihat lebih mengelom-pok sendiri. Hal tersebut mengindikasikan bahwa distribusi kelimpahan spesies ikan di zona transisi secara konsisten lebih dekat de-ngan zona lamun.

Selanjutnya untuk melihat tingkat ke-samaan atau similaritas antar zona pengama-tan berdasarkan kelimpahan ikan di sajikan pada Gambar 3.

(6)

Tabel 1. Komposisi jenis dan biomassa ikan pada zona pengamatan di pulau Pramuka.

Tingkatan Taksonomi Spesies

Habitat

Mangrove Transisi Lamun

Ind. gram Ind. gram Ind. gram

Ordo Atheriniformes Famili Atherinidae Atherinomorus endrachtensis 59 141,2 35 90,87 13 16,2 Ordo Beloniformes Famili

Hemiramphidae Zenarchopterus dispar 42 115,66 9 14,79 - -

Ordo Mugiliformes

Famili Mugilidae Moolgarda engeli 26 160,57 - - - -

Ordo Percifomes

Famili Apogonidae Cheilodipterus

quinquelineatus 1 1,51 - - 3 3,99

Fibramia Lateralis 78 70,68 474 485,42 335 326,09

Sphaeramia orbicularis 1 11,44 3 4,44 1 10,2

Famili Gerreidae Gerres oblongus 558 1237,4 677 1383,41 562 1595,02

Gerres oyena 9 19,57 2 7,62 - -

Famili Gobiidae Amblygobius

stethophthalmus 1 7,37 19 106,14 8 40,5

Pseudogobiopsis

oligactis - - 1 5,01 1 0,7

Famili Labridae Halichoeres

chloropterus - - - - 1 6,28

Halichoeres argus - - 2 4,89 2 6,71

Famili Lethrinidae Lethrinus laticaudis - - - - 1 4,18

Famili Lutjanidae Lutjanus fulviflamma 1 8,06 - - 4 6,15

Famili Nemipteridae Pentapodus trivittatus 10 85,92 38 213,31 30 179,34

Famili Pomacentridae Dischistodus fasciatus 2 27,75 - - - -

Famili Siganidae Siganus canaliculatus 6 15,72 27 39,39 34 40,57

Siganus guttatus 95 214,15 16 16,54 4 3,69

Siganus javus - - - - 1 0,61

Siganus virgatus - - 8 5,58 8 10,4

Famili Sphyraenidae Sphyraena barracuda 4 32,6 - - - -

Famili Terapontidae Lagusia micracanthus - - 1 0,81 - -

Terapon Jarbua 1 15,81 - - - -

Ordo

Tetraodontiformes

Famili Monacanthidae Acreichthys tomentosus - - 1 5,08 7 25,57

(7)

Gambar 3. Dendrogram similaritas zona pe-ngamatan.

Berdasarkan dendrogram similaritas habitat pada Gambar 3, terlihat bahwa zona lamun dan zona transisi dikelompokkan se-cara bersama dalam satu group dengan per-sentase 55,22%, Sedangkan zona mangrove secara hirarki terpisah dari group tersebut di-mana memiliki persentase kesamaan yang le-bih rendah yaitu sebesar 48,44%.

3.2. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan me-nunjukkan bahwa secara umum habitat yang berdekatan tidak memiliki perbedaan dalam hal jumlah jenis ikan. Meskipun demikian, secara komposisi jenis terlihat spesies ikan tertentu yang hadir disetiap habitat memiliki kelimpahan yang sangat berbeda antar habitat satu dengan lainnya diantaranya seperti spe-sies Fibramia lateralis, Atherinomorus en-drachtensis, Siganus guttatus, Siganus cana-liculatus dan Pentapodus trivittaus. Selain itu, terdapat spesies ikan yang hanya terda-

pat di suatu habitat tertentu diantaranya se-perti Moolgarda engeli dan Sphyraena bar-racuda yang hanya ditemukan pada habitat mangrove, Siganus virgatus dan Acreichtys tomentosus yang ditemukan pada habitat la-mun dan transisi. Adanya perbedaan kelim-pahan spesies tersebut dapat dikarenakan pre-frensi spesies terhadap suatu habitat tertentu. Secara kelimpahan dan biomassa, an-tar habitat yang berdekatan menunjukkan adanya variasi rereta kelimpahan dan bio-massa ikan secara spasial, selengkapnya di-sajikan pada Gambar 4.

Berdasarkan hasil pada Gambar 4, terlihat bahwa rerata kelimpahan tertinggi secara berturut-turut terdapat pada zona tran-sisi, lamun dan mangrove. Kelimpahan pada zona transisi sebesar 0,48 ± 0,06 ind m-2, zona lamun sebesar 0,37 ± 0,06 ind m-2, se-dangkan pada zona mangrove sebesar 0,33 ± 0,03 ind m-2. Secara rata-rata dari hasil ter-sebut diketahui bahwa kelimpahan ikan di Pulau Pramuka sebesar 0,39 ind m-2 atau setara dengan 3.900 individu per hektar. Ha-sil uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata parameter kelimpahan antar habitat berdeka-tan tersebut.

Selanjutnya secara biomassa, rerata biomassa ikan pada Gambar 4 juga menun-jukkan hasil yang sama dimana biomassa ter-tinggi secara berturut-turut juga terdapat pada zona transisi, lamun dan mangrove. Biomas-sa pada zona transisi sebeBiomas-sar 0,88 ± 0,32 g m2, zona lamun sebesar 0,84 ± 0,37 g m-2,

(8)

sedangkan pada zona mangrove sebesar 0,80 ± 0,32 g m-2. Hasil uji statistik yang dilaku-kan juga menunjukdilaku-kan bahwa antar zona ter-sebut tidak berbeda nyata terhadap biomassa.

Secara struktur komunitas, hasil terse-but mengindikasikan bahwa struktur komu-nitas ikan diantara habitat yang berdekatan ti-dak berbeda berdasarkan parameter jumlah jenis, kelimpahan dan biomassa ikan. Hal ter-sebut dapat dikarenakan faktor kedekatan spasial diantara habitat sehingga memberikan suatu konektivitas yang erat antar habitat da-lam pergerakan juvenil ikan. Selain itu, ke-dua habitat tersebut baik mangrove maupun lamun secara umum memiliki peranan yang sama dalam mendukung kelangsungan hidup juvenil ikan. Departemen Kehutanan (2008) menyatakan bahwa penyebaran mangrove di pulau Pramuka tidak memiliki zonasi spesies serta bukan merupakan jenis mangrove yang tumbuh secara alami. Hal ini menegaskan bahwa meskipun mangrove di Pulau Pramu-ka merupaPramu-kan mangrove non-estuari dan bu-kan mangrove alami, namun kehadiran habi-tat mangrove tersebut sangat mendukung ba-gi juvenil ikan. Sejalan dengan Ikejima et al. (2003) dan Unsworth et al. (2009) yang me-nyatakan bahwa baik mangrove estuari mau-pun non-estuari dan lamun memiliki fungsi yang sama sebagai nursery habitat bagi kum-pulan jenis ikan.

Secara habitat, kelimpahan dan bio-massa yang tinggi pada zona transisi dapat disebabkan oleh struktur fisik habitat yang

lebih kompleks karena zona tersebut me-rupakan campuran dari kedua habitat sehin-gga memiliki kestabilan kondisi yang lebih mendukung bagi juvenil ikan. Sejalan dengan Huijbers et al. (2008) menyatakan kelimpa-han juvenil ikan di habitat berdekatan secara ekologis lebih tinggi dibandingkan dengan habitat tunggal atau terpisah. Lebih lanjut Prabhakaran et al. (2013) dan Unsworth et al. (2008), juga menyatakan struktur fisik habi-tat yang subur umumnya memiliki keterse-diaan sumber makanan yang tinggi dan re-siko predasi yang rendah sehingga banyak di-temukan kumpulan ikan-ikan kecil (schoo-ling) di habitat tersebut.

Pada zona lamun, kelimpahan dan bio-massa lebih tinggi dibandingkan dengan zona mangrove disebabkan adanya spesies ikan tertentu yang berasosiasi dengan tanaman la-mun tersebut dalam jumlah yang besar (schooling) sehingga memberikan proporsi yang tinggi terhadap kelimpahan di habitat tersebut. Meskipun demikian, perbedaan yang tidak berbeda nyata antar zona tersebut secara statistik mengindikasikan bahwa seca-ra umum kelimpahan antar habitat yang ter-koneksi erat secara spasial memiliki kelim-pahan yang relatif sama.

Selanjutnya berdasarkan perbedaan sta-dia ikan sta-diantara habitat, sebagian besar ikan yang dikumpulkan berada pada stadia juve-nil, selengkapnya disajikan pada Gambar 5.

Hasil pada Gambar 5 menunjukkan sta-dia juvenil berkisar antara 97,87 - 99,

(9)

21%, sedangkan untuk stadia dewasa hanya berkisar antara 0,79 – 2,13%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa habitat mangrove dan lamun di Pulau Pramuka sangat men-dukung sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi komunitas juvenil ikan, teruta-ma untuk ikan-ikan yang ketika dewasa ber-migrasi ke perairan yang lebih dalam. Seja-lan dengan hasil penelitian Harm et al. (2012) yang menunjukkan komunitas ikan di habitat mangrove dan lamun didominasi oleh stadia juvenil, sedangkan di habitat terumbu karang didominasi oleh stadia dewasa. Lebih lanjut Kimirei et al. (2011) juga menyatakan beberapa jenis ikan karang seperti Lutjanus fulviflamma, Lethrinus lentjan, Lethrinus ha-rak dan Siganus sutor menghabiskan stadia juvenilnya (ukuran < 15 cm ) di perairan dangkal (mangrove dan lamun) dan bermig-rasi ke perairan yang lebih dalam seperti te-rumbu karang pada ukuran yang lebih besar (> 15 cm).

Dari hasil pengamatan, sebanyak 20 spesies dari jumlah total 24 spesies ikan berada pada stadia juvenil, sedangkan 4 spe-sies lainnya berada pada stadia juvenil dan dewasa. Spesies yang hanya ditemukan pada stadia juvenil didominasi oleh jenis ikan yang termasuk kategori ikan besar dimana pada stadia dewasa memiliki panjang maksi-mum > 30 cm seperti dari famili Siganidae, Gerreidae, Sphyraenidae, Lutjanidae dan Terapontidae. Sedangkan spesies yang dite-mukan pada stadia dewasa didominasi oleh jenis ikan kecil (small fishes) dimana pada stadia dewasa juga memiliki ukuran yang kecil. Spesies small fishes tersebut diantara-nya seperti Sphaeramia orbicularis yang ha-nya memiliki panjang maksimum 11,5 cm dan Pseudogobiopsis oligactis dengan pan-jang maksimum 8 cm (Allen et al., 1999), dan Amblygobius stethophthalmus dengan panjang maksimum 8,5 cm (Kuiter and To-nozuka, 2001). Hal tersebut mengindikasikan bahwa selain sebagai daerah asuhan, habitat mangrove dan lamun diduga juga berperan sebagai daerah pemijahan khususnya bagi ikan-ikan small fishes.

Selanjutnya berdasarkan distribusi-nya, hasil analisis nMDS pada Gambar 2 me-nunjukkan bahwa secara umum distribusi ke-limpahan spesies ikan di zona lamun relatif lebih dekat dengan zona transisi, sedangkan zona mangrove dengan letak yang lebih jauh dan terlihat lebih mengelompok sendiri. Se-cara habitat, distribusi spesies dengan kelim-pahan yang sangat tinggi dibandingkan spe-sies lainnya serta mendominasi disemua tipe habitat adalah spesies Gerres oblongus. Me-nurut White et al. (2013), spesies dari famili Gerreidae sangat menyukai perairan pantai dangkal dan dekat dengan daratan. Hal itu mengindikasikan bahwa spesies tersebut dapat bermigrasi secara bebas diantara habi-tat yang berdekatan tersebut dikarenakan du-kungan habitat baik dalam faktor lingdu-kungan ataupun ketersediaan sumberdaya makanan. Lebih lanjut Abreyami dan Sivashanthini (2008) menyatakan bahwa kebiasaan makan Gerres oblongus termasuk dalam omnivora, dimana sumber makanan utamanya yaitu al-gae, diatom, makrofita, mollusca, crustacea dan polychaeta. Selain itu, tingginya kelim-pahan Gerres oblongus tersebut kemungki-nan juga terkait dengan musim pemijahan yang mana puncak pemijahannya terjadi pada bulan Oktober – Februari (Shutarshan, 2011). Di zona lamun dan transisi, distribusi kelimpahan jenis ikan secara umum yaitu dari spesies Fibramia lateralis, Siganus canaliculatus, Siganus virgatus dan Penta-podus trivittatus. Hasil pengamatan di lapa-ngan menunjukkan adanya kumpulan (Schooling) spesies Fibramia lateralis pada dedaunan tumbuhan lamun Enhalus acoroi-des. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya asosiasi spesies Fibramia lateralis terhadap tumbuhan lamun, sejalan dengan Edrus dan hartati (2013) yang menyatakan umumnya spesies dari famili Apogonidae merupakan penghuni tetap padang lamun.

Meskipun demikian, jika dilihat se-cara kelimpahan pada Tabel 1, beberapa spe-sies yang tergolong penghuni lamun seperti Fibramia lateralis, Pentapodus trivittatus dan Amblygobius stethophthalmus

(10)

menun-jukkan kecendrungan kelimpahan yang lebih tinggi pada habitat transisi. Hal tersebut me-ngindikasikan bahwa pentingnya kehadiran habitat lain yang berdekatan dalam mendu-kung kelimpahan ikan dihabitat tersebut, di-mana habitat transisi merupakan zona perte-muan antara habitat mangrove dengan lamun.

Selanjutnya distribusi kelimpahan spesies dari famili Siganidae yaitu Siganus canaliculatus juga lebih banyak ditemukan pada habitat lamun dan transisi. Randall et al. (1997) dalam Grandcourt et al. (2007) me-nyebutkan bahwa stadia juvenil Siganus canaliculatus banyak ditemukan bergerom-bol pada area bervegetasi seperti lamun dan makroalga, dimana makanan utamanya ada-lah filamen alga. Lebih lanjut juga disebut-kan kumpulan Siganus canaliculatus banyak ditemukan disekitar petakan terumbu karang (Woodland, 1999). Sejalan dengan penelitian kondisi lamun di pulau Pramuka yang juga terdapat pecahan terumbu karang (reef cest). Spesies dari famili Siganidae lainnya yaitu Siganus virgatus juga menunjukkan kelim-pahan yang sama antara habitat lamun dan transisi.

Di zona mangrove, distribusi kelim-pahan jenis ikan di dominasi oleh spesies Siganus guttatus, Atherinomorus endrach-tensis dan Zenarchopterus dispar. Tingginya kelimpahan Siganus guttatus kemungkinan terkait dengan faktor lingkungan yaitu Sali-nitas yang lebih rendah di zona tersebut. Sejalan dengan Woodland (1999) menyata-kan spesies Siganus guttatus lebih menyukai perairan pesisir dengan salinitas rendah. Hal tersebut diperkuat dengan Komatsu et al. (2006) yang menyebutkan stadia juvenil Si-ganus guttatus banyak bermigrasi dan

mene-tap ke mulut sungai atau area estuarine. Mes-kipun mangrove di Pulau Pramuka merupa-kan mangrove non-estuarine yang mana ma-sukan air tawar hanya terjadi pada saat hujan, namun hasil pengamatan kualitas air di lapa-ngan menunjukkan salinitas di habitat mang-rove tersebut lebih rendah dibandingkan ha-bitat transisi dan lamun. Selain itu, terdapat juga spesies yang hanya ditemukan di habitat mangrove seperti Moolgarda engeli dan Sphyraena barracuda. Stadia juvenil kedua spesies tersebut umumnya banyak ditemukan di mangrove dalam mencari makan (Kottelat et al., 1993).

Selanjutnya berdasarkan similaritas, hasil analisis similaritas Bray-Curtis pada Gambar 3 menunjukkan bahwa zona transisi (kode “T”) yang secara spasial terletak dian-tara zona mangrove dan lamun dikelompok-kan dalam satu group dengan zona lamun (kode “L”) yaitu dengan persentase simila-ritas 55,22%. Sedangkan zona mangrove (ko-de “M’) secara hirarki terpisah dari kelom-pok tersebut dengan persentase similaritas yang lebih rendah yaitu 48,44%. Pola simi-laritas tersebut berdasarkan pada spesies ikan yang menjadi karakter penciri disetiap habi-tat, disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan data, Spesies Gerres ob-longus memiliki persen kontribusi yang sa-ngat tinggi di semua tipe habitat (berkisar an-tara 73,59% - 88,22%). Spesies Fibramia la-teralis memiliki persen kontribusi yang rela-tif sama baik di habitat transisi maupun lamun (20,85% –22,4%), sedangkan spesies Siganus guttatus yang menjadi penciri di ha bitat mangrove memiliki persentase kontri busi yang lebih rendah yaitu sebesar 5,02%.

Tabel 2. Persen kontribusi spesies penciri habitat.

No Spesies Kontribusi spesies (%)

Mangrove Transisi Lamun

1 Gerres oblongus 88,22 75,83 73,59

2 Fibramia lateralis - 20,85 22,4

(11)

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa besar-nya kontribusi dari habitat mangrove dan la-mun di Pulau Pramuka dalam mendukung spesies-spesies tersebut.

Selanjutnya hasil uji Analysis of Simi-larity (ANOSIM) berdasarkan distribusi ke-limpahan jenis ikan di setiap habitat, diketa-hui persentase tingkat perbedaan antara habi-tat mangrove dengan transisi adalah 0,1% atau 0,001 (berbeda sangat nyata), begitu juga halnya antara habitat mangrove dengan lamun. Sedangkan antara habitat transisi de-ngan lamun, persentase tingkat perbedaannya adalah sebesar 68,2% atau 0,682 (tidak ber-beda nyata). Secara keseluruhan tingkat bedaan antar zona menunjukkan terdapat per-bedaan yang sangat nyata (Global R = 0,116, p < 0,001), dimana perbedaan terjadi antara habitat mangrove dengan kedua habitat lain-nya yaitu lamun dan transisi.

Secara distribusinya, kajian ini mem-berikan gambaran bahwa adanya konektivitas spasial diantara habitat yang berdekatan me-miliki peranan yang sangat penting bagi ju-venil ikan terutama yaitu adanya pilihan ha-bitat yang mendukung kelangsungan hidup juvenil ikan tersebut. Beberapa pola distri-busi juvenil ikan dari kajian ini secara umum yaitu; 1) Spesies yang bermigrasi secara be-bas diantara habitat seperti Gerres oblongus, 2) Spesies yang preferensinya pada habitat lamun dan transisi seperti Fibramia lateralis, Pentapodus trivittatus, Siganus canaliculatus dan Siganus virgatus, 3) Spesies yang pre-ferensinya pada habitat mangrove seperti Si-ganus guttatus, Atherinomorus endrachtensis dan Moolgarda engeli.

Secara umum, kajian yang telah dila-kukan menegaskan bahwa habitat mangrove dan lamun di pulau Pramuka sangat mendu-kung bagi sebagian besar juvenil ikan. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa > 97% juvenil ikan sangat bergantung terhadap habi-tat mangrove dan lamun di Pulau Pramuka, terutama bagi juvenil ikan-ikan ekonomis seperti Gerres oblongus yang memiliki per-sen kontribusi > 73% dan ikan dari famili Si-ganidae yang memiliki keragaman spesies

tertinggi (4 spesies) serta menjadi salah satu ikan tangkapan utama masyarakat di Pulau Pramuka. Hal tersebut mengindikasikan bah-wa pentingnya kedua habitat yang berde-katan tersebut secara tak langsung bagi peri-kanan tangkap.

Selain itu, secara distribusinya terlihat sebagian besar jenis ikan yang dominan ter-distribusi di semua habitat meskipun dengan kelimpahan yang berbeda-beda antar habitat. Hal ini memberikan gambaran bahwa konek-tivitas spasial diantara habitat yang berde-katan memiliki peranan yang sangat penting bagi pergerakan juvenil ikan terutama yaitu adanya pilihan habitat bagi juvenil ikan ter-sebut Meskipun demikian, kecendrungan dis-tribusi ikan antar habitat yang berdekatan ter-sebut akan berbeda-beda tergantung dengan pilihan habitat yang mendukung bagi juvenil ikan tersebut.

IV. KESIMPULAN

Secara struktur komunitas, perbedaan antar habitat pengamatan yang berdekatan tidak berbeda nyata berdasarkan parameter jumlah jenis, kelimpahan dan biomassa ikan. Secara distribusi ikan menurut habitat, spe-sies ikan di zona transisi dan lamun relatif sa-ma yang didominasi oleh Gerres oblongus, Fibramia lateralis dan Siganus canalicula-tus, sedangkan di zona mangrove relatif ber-beda yang lebih didominasi oleh Gerres ob-longus dan Siganus guttatus. Hasil analisis similaritas berdasarkan distribusi kelimpa-han jenis ikan menunjukkan bahwa zona transisi dan lamun relatif sama dan berbeda sangat nyata dengan zona mangrove.

UCAPAN TERIMA KASIH

Artikel ini merupakan bagian dari ha-sil kegiatan penelitian institusi FPIK IPB “Pengembangan Perikanan Baronang Ter-padu”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM IPB yang telah mendanani sebagian dari penelitian ini, serta rekan-rekan dan staff Laboratorium Biologi Makro

(12)

De-partemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB atas fasilitas dan bantuan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga disam-paikan kepada anonymous reviewer yang te-lah banyak memberikan masukan dan ko-mentar untuk memperbaiki tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA

Abreyami, B. dan K. Sivashanthini. 2008. Some aspects on the feeding of Ger-res oblongus (Cuvier, 1830) dwelling from the Jaffna lagoon. J. Biological Sciences, 11(9):1252-1257.

Allen, G., R. Swainston, and J. Ruse. 1999. Marine fishes of tropical and south-east Asia, a field guide for anglers and divers. Periplus Edition. Austra-lia. 292p.

Allen, G., R. Steene, P. Humann, and N. De-loach. 2003. Reef fish identification tropical pacific. New World Publica-tion INC. Florida. 457p.

Chapman, M.G. and A.J. Underwood. 1999. Ecological patterns in multivariate assemblages: information and inter-pretation of negative values in ANO-SIM test. Marine Ecology, 180:257-265.

Clarke, K.R. and R.N. Gorley. 2001. Ply-mouth routines in multivariate ecolo-gical research (PRIMER) V 5.2: User manual/tutorial. Primer-E Ltd. 90p. Departemen Kehutanan. 2008. Taman

Nasio-nal Kepulauan Seribu. Departemen Kehutanan. Jakarta. 9hlm. http:// www.dephut.go.id/uploads/files/TN_ Kep_Seribu 2008.pdf. [diunduh 14 April 2015].

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2015. Profil kawasan konservasi Provinsi DKI Jakarta. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Jakarta. 29hlm.

Edrus, I.S. dan S.T. Hartati. 2013. Kompo-sisi jenis, kepadatan dan keanekaraga-man juvenil ikan pada padang lamun gugus Pulau Pari. Bawal, 5(1):9-22.

Effendi, I. 2009. Pengantar akuakultur. Pe-nebar Swadaya. Jakarta. 188hlm. Grandcourt, E., T. Abdessalaam, F. Francis,

and A. Shamsi. 2007. Population bio-logy and assesment ot the White-Spotted Spinefoot, Siganus canalicu-latus (Park, 1979) in the Southern A-Rabian Gulf. J. Appl. Ichtyol., 23:53-59.

Harm, J.J., J. Saunders, and M.R. Speight. 2012. Distribution of fish in seagrass, mangroves and coral reefs: life-stage dependent habitat use in Honduras. J. Biology Trop., 60(2):683-698.

Huijbers, C.M., E.M. Mollee, and I. Nagel-kerken. 2008. Post-larval French grunts (Haemulon flavolineatum) dis-tinguish between seagrass, mangrove and coral reef water: Implications for recognition of potential nursery habi-tats. J. Experimental Marine Biology and Ecology, 357:134-139.

Ikejima, K., P. Tongnunui, T. Medej, and T. Taniuchi. 2003. Juvenile and small fi-shes in a mangrove estuary in Tang province, Thailand: seasonal and ha-bitat differences. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 56:447-457.

Kathiresan, K. 2014. Interconnectivity of co-astal ecosystem. J. Geo Marine Sci-ence, 43(6):979-988.

Kendall, A.W., E.H. Ahlstrom, and H.G. Moser. 1983. Early life history stages of fishes and their characters. In: On-togeny and systematic of fishes. Ba-sed on an international symposium dedicated to the memory of Elbert Halvor Ahlstrom. National Marine Fi-sheries Service. US. 22p.

Kimirie, I.A., I. Nagelkerken, B. Griffioen, C. Wagner, and Y.D. Mgaya. 2011. Ontogenetic habitat us by mangrove/ seagrass-associated coral reef fishes shows flexibility in time and space. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 92:47-58.

Komatsu, T., S. Nakamura, and M. Naka-mura. 2006. A sex cord-like structure

(13)

and some remarkable features in early gonadal sex differentiation in the ma-rine teleost Siganus guttatus (Bloch). J. of Fish Biology, 68:236-250.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan air tawar Indonesia bagian barat dan Su-lawesi. Periplus Editions. Jakarta. 344 hlm.

Kuiter, R.H. and T. Tonozuka. 2001. Picto-rial guide to: Indonesian reef fish. Zoonetics. Australia. 437p.

Nagelkerken, I., G. Velde, M.W. Gorissen, G.J. Meijer, Hof, and C. Hartog. 2000. Importance of mangroves, se-agrass beds and the shallow coral reef as a nursery for important coral reef fishes, using a visual census techni-que. J. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 51:31-44.

Nakamura, Y. and M. Tsuchiya. 2008. Spa-tial and temporal patterns of seagrass habitat use by fishes at the Ryukyu Islands, Japan. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 76:345-356.

Peristiwady, T. 2006. Ikan-ikan laut ekono-mis penting di Indonesia: petunjuk identifikasi. LIPI. Jakarta. 270hlm. Prabhakaran, M.P., B. Nandan, P.J.

Jaya-chandaran, and P.R. Pillai. 2013. Spe-cies diversity and community struc-ture of ichtyofauna in the seagrass ecosystem of Minicoy Atoll, Lak-shadweep, India. J. of Geo Marine Sciences., 42(3):349-359.

Ramdhan, M. 2011. Komparasi hasil penga-matan pasang surut di perairan Pulau Pramuka dan Kabupaten Pati dengan prediksi pasang surut Tide Model Driver. J. Segara, 7(1):1-12.

Sachoemar, S.I. 2008. Karakteristik lingku-ngan perairan Kepulauan Seribu. J. Air Indonesia, 4(2):109-114.

Shutarshan, S. 2011. Population dynamics of Gerres oblongus (Pisces-Perciformes) from the Jaffna Lagoon. Zoology. Abstract. http://repo.lib.jfn.ac.lk/ujrr/

handle/123456789/708. [diunduh 13 januari 2016].

Sutomo, dan D.P. Darma. 2011. Analisis ve-getasi di kawasan hutan danau Buyan Tamblingan Bali sebagai dasar untuk manajemen kelestarian kawasan. J. Bumi Lestari, 11(1):78-84.

Unsworth, R.K.F., P.S.D. Leon, S.L. Gar-rard, J. Jompa, D.J. Smith, and J.J. Bell. 2008. High connectivity of Indo-Pacific seagrass fish assembla-ges with mangrove and coral reef ha-bitats. J. Marine Ecology Progress Series, 353:213-224.

Unsworth, R.K.F., S.L. Garrard, P.S. De-Leon, L.C. Cullen, D.J. Smith, K.A. Sloman, and J.J. Bell. 2009. Structu-ring of Indo-Pacific fish assemblages along the mangrove-seagrass conti-nuum. Aquatic Biology, 5:85-95. Verweij, M.C., I. Nagelkerken, I. Hans, and

S.M. Ruseler. 2008. Seagrass nurse-ries contribute to coral reef fish po-pulations. J. American Society of Lim-nology and Oceanography, 53(4): 1540-1547.

Woodland, D.J. 1999. An examination of the effect of ecological factors, especially competitive exclusion, on the distri-butions of species of an inshore, tro-pical, marine family of Indo-Pacific fishes (Siganidae): in proceedings of the 5th Indo-Pacific Fish Conference, Noumea. 890p.

White, W.T., P.R. Last, Dharmadi, R. Faizah, U. Chodrija, B.I. Prisantoso, J.J. Po-gonoski, M. Puckridge, and S.J.M. Blaber. 2013. Market fishes of Indo-nesia. Australian Centre for Interna-tional Agricultural Research (ACI-AR). Australia. 442p.

Diterima : 16 Desember 2015

Direview : 18 April 2016

(14)

Gambar

Gambar 1.  Peta lokasi penelitian di pulau Pramuka (Keterangan angka: 1= Zona Mangrove, 2
Tabel 1. Komposisi jenis dan biomassa ikan pada zona pengamatan di pulau Pramuka.
Gambar 3. Dendrogram similaritas zona pe- pe-ngamatan.
Gambar 5. Persentase stadia ikan di beberapa tipe habitat.

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Bengkel Fabrikasi Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY menggunakan simulasi aplikasi 3DS Max bermanfaat bagi proses belajar mengajar penerpan aspek

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa akibat topografi kota, sistem penyediaan air bersih yang diusahakan sendiri ( self provision ) ikut terkonsentrasi pada

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi gawat darurat,

Berkaitan dengan kompetisi peradilan semu, Moot Court Community Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (MCC FH UNS) telah menerima undangan tertanggal 5 Juni

“Dengan meningkatnya arus informasi yang begitu cepat dimasa kini, kami masyarakat merasa sangat mudah untuk mengetahui hal yang belum kami pahami dengan baik tentang pelayanan

Hal ini perlu dilakukan mengingat saat konflik terjadi di Saparua, pihak- pihak yang berkompeten di bidang agama (pemimpin umat) ternyata kemudian secara tidak sengaja dapat

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan

Dengan menguraikan tanda-tanda itu Nursi menjalin tafsirannya dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah (sunnah) sebagai orang yang paling otoritatif