(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG
SIFAT FISIK TANAH PADA BERBAGAI KEDALAMAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
Vendly Moontuno 1), Nurmi 2) dan Mohamad Ikbal 3)
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedalaman lubang resapan biopori terhadap sifat fisik tanah dan pengaruh kedalaman lubang resapan biopori terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret-Juni 2014 di Desa Polohungo, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo. Desain penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), perlakuan yaitu kedalaman lubang
resapan biopori dengan tiga taraf, V0 (kontrol), V1 (lubang resapan biopori dengan
panjang 1 m, lebar 0,3 m dan kedalamannya 0,2 m), V2 (lubang resapan biopori dengan
panjang 1 m, lebar 0,3 m dan kedalamannya 0,4 m). Setiap perlakuan diulang 3 kali
sehingga terdapat 9 petak percobaan. Parameter pengamatan meliputi infiltrasi menit-31,
bulk density, ruang pori total, kadar air, pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, dan pertambahan luas penutup tajuk. Kedalaman lubang resapan biopori
berpengaruh nyata terhadap infiltrasi menit-31, bulk density dan ruang pori total, tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan
V2. Perlakuan V2 menunjukan bulk density tertinggi (1,18 g cm-3), ruang pori total
perlakuan V0 memiliki nilai tertinggi (58,27 %). Sementara untuk infiltrasi menit
-31
perlakuan V1 memperoleh nilai tertinggi (12,12 cm). Perlakuan V1 berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman (15,33 cm). Namun tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang dan pertambahan luas penutup tajuk. Perlakuan
V1 adalah perlakuan terbaik.
Kata Kunci : Lubang resapan biopori, infiltrasi cm-31, bulk density, ruang pori total,
pertumbuhan, kakao.
PENDAHULUAN
Kebutuhan utama manusia adalah pangan, disamping papan dan pakaian yang sebagian besar dapat dihasilkan
melalui pemanfaatan secara efisien
sumber daya alam yang tersedia. Salah satu sumber daya alam yang penting adalah sumber daya tanah dan air. Tanah
merupakan media tumbuh tanaman,
sedangkan air merupakan syarat mutlak kehidupan. Tanah adalah salah satu benda alam yang terbentuk apabila bahan indik berada dalam pengaruh iklim tertentu, organisme dan air pada periode waktu yang lama. Proses pembentukan tanah
(soil) secara alami berjalan secara lambat, untuk itu dapat dianggap sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Kegiatan manusia di dalam memanfaatkan lahan mempengaruhi berbagai proses di dalam tanah, seperti gerakan air, daya tanah menahan air, siklus hara serta penyerapan hara oleh tanaman dan kondisi fisik tanah (Hardjoamidjojo dan
Sukartaatmadja, 2008). Kerusakan
struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan
limpasan permukaan. Penurunan
kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG tanah, aktivitas perakaran tanaman dan
mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau partikel-partikel yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah (Tolaka dkk, 2013).
Guna mengatasi permasalahan
tersebut diperlukan bentuk pencegahan sekaligus penanganan lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah oleh petani melalui pemanfaatan teknologi seperti lubang resapan biopori. Dariah dkk, (2004) menyatakan bahwa untuk memaksimalkan peresapan air ke dalam
tanah, dapat dilakukan dengan
menambahkan sisa tanaman, seresah gulma, pangkasan tanaman ke dalam saluran, rorak, atau ke dalam lubang-lubang peresapan air, Teknik ini dikenal dengan mulsa vertkal. Pembuatan lubang-lubang resapan ini memberikan dampak
positif terhadap tumbuhan, tanah,
organisme bawah tanah dan lingkungan lainnya. Tumbuhan mampu tumbuh subur karena didukung oleh pupuk kompos hasil dari pelapukan sampah organik. Sampah organik pun menjadi faktor penghidupan bagi organisme bawah tanah.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di lahan perkebunan kakao umur 16 bulan yang terletak di Desa Polohungo, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo. Penelitian ini dilaksanakan sebulan Maret sampai Juni 2014.
Alat yang digunakan pada
penelitian ini yaitu GPS, tali rafia, cangkul, linggis skop, meteran, Double Ring Infiltrometer, Ring sampel, Mistar, plastik, karet, timbangan, ember, camera,
alat tulis menulis, oven (Laboratorium), timbangan digital (Laboratorium). Bahan yang digunakan yaitu tanah, mulsa (daun kakao kering) dan air.
Penelitian ini dilaksanakan dilahan perkebunan kakao dengan kemiringan
5%. Menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK) dengan 3 taraf
perlakuan adalah : V0 (Kontrol), V1
(lubang biopori dengan panjang 1 m, lebar
0,3 m dan kedalaman 0,2 m), V2 (lubang
resapan biopori dengan panjang 1 m, lebar 0,3 m dan kedalaman 0,4 m). Setiap perlakuan diulangi sebanyak 3 kali, hingga diperoleh 9 petak percobaan.
Parameter pengamatan pada
penelitian ini yaitu pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang dan pertambahan luas penutup tajuk, Infiltrasi menit-31, bulk density, total pori tanah, kadar air tanah. Langkah-langkah pengamatan pada penelitian ini yaitu:
1. Pengukuran pertambahan tinggi
tanaman kakao dilakukan sampai ujung tanaman tertinggi. Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir penelitian, sehingga pertambahan
tinggi tanaman yang diperoleh
merupakan selisih pengukuran awal dan akhir.
2. Pengukuran pertambahan diameter
batang tanaman kakao diukur 10 cm dari permukaan tanah, pada posisi pengukuran pertama (awal) supaya posisi pengukuran berikutnya (akhir) tepat berada pada posisi pengukuran awal. Pertambahan diameter batang yang diperoleh merupakan selisih antara pengukuran awal dan akhir. Dihitung dengan rumus: Diameter = Keliling/ .
3. Pengukuran pertambahan luas
penutup tajuk tanaman kakao
dilakukan pada tanaman sampel dengan mengambil empat posisi pengukuran kemudian dirata-ratakan dan dihitung dengan menggunaka
rumus: 2
.
4. Pengamatan infiltrasi menit-31 diukur
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG ukur infiltrasi yaitu double ring
infiltrometer, penurunan air dihitung dengan stop watch dan dinyatakan dengan satuan centimeter (cm), ring
ditempatkan didalam rorak.
Pengukuran laju infiltrasi dilakukan dengan tinggi air pada ring ± 10 cm, pengukuran laju infiltrasi diamati
pada ring bagian dalam menit-31
waktu penurunan air.
5. Pengamatan bulk density dan kadar
air dilakukan dengan pengambilan sampel tanah. Sampel tanah diambil dengan kedalaman hingga 10 cm.
Pengambilan sampel dengan
menggunakan ring sampel yang pertama diletakkan diatas permukaan tanah ditekan masuk kedalam tanah. Ring kedua diletakkan tepat diatas ring yang pertama ditekan sampai
batas permukaan tanah. Ring
diangkat secara berlahan, antara ring pertama dan ring kedua dipotong dengan menggunakan pisau kecil. Sampel yang ada di ring paling bawah dimasukkan kedalam plastik, plastik diikat dan diberi label. Sampel ini dikeringkan dalam oven dengan suhu 105° selama 24 jam. Untuk menghitung bulk density digunakan rumus sebagai berikut
Untuk menghitung kadar air tanah dihitung dengan rumus :
Ket : BB = Berat Basah
BK = Berat Kering
6. Pengamatan total ruang pori dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hardjowigeno, 2007) :
Dimana : BI = Bulk Density PD = Particel Density
(2,65 gr/cm3)
Analisis data dilakukan dengan
Analisis Of Variance (Anova).
menggunakan program data SAS
(Struktur Analitik Sistemik). Jika F hitung lebih besar dari F tabel maka dilakukan uji lanjut taraf BNT 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Infiltrasi
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% menunjukan perlakuan
kedalaman rorak berpengaruh nyata
terhadap infiltrasi menit-31 (Tabel 1).
Perlakuan V1 mencapai infiltrasi tertinggi,
dibandingkan dengan perlakuan V2,
namun tidak berbeda nyata pada
perlakuan V0.
Tabel 1. Hasil Analisis Infiltrasi Menit-31
dengan Perlakuan Kedalaman Rorak Perlakuan Infiltrasi menit-31 (cm) V0 (Kontrol) 10,92 ab V1 (Kedalaman 0,2 m) 12,12 a V2 (Kedalaman 0,4 m) 10,27 b BNT (P < 5) 1,22 KK (%) 4,87 %
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji lanjut BNT 5%.
Kemampuan tanah menyerap air
untuk perlakuan V1 lebih tinggi (12,12 cm
menit-31) dibandingkan dengan perlakuan
V2 (10,27 cm menit
-31
), namun tidak
berbeda nyata pada perlakuan V0 (10,92
cm menit-31). Tingginya nilai infiltrasi
pada perlakuan V1 menunjukan
penyerapan air yang lebih tinggi. Menurut
Tanudjaja (2007) Penerapan lubang
resapan yang dilengkapi mulsa vertikal dapat memperbesar laju infiltrasi karena dinding permukaan yang dilindungi oleh sisa tanaman, sehingga penyumbatan pori makro pada dinding saluran dapat terhambat. Semakin banyak air hujan,
maka dapat dimanfaatkan untuk
mengimbangi kebutuhan air tanaman dan pengisian air bawah tanah.
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG
Infiltrasi menit -31 pada perlakuan
V2 lebih rendah dari perlakuan V1 dan V0
diduga karena adanya pengolahan tanah dan pembuatan rorak yang menyebabkan tanah terdispersi dan ketidakstabilan agregat, bobot isi tanah meningkat sehingga sebagian pori hilang dan akan
memperlambat laju penyerapan air.
Menurut Plaster (2003) dalam Kalati
(2013), kecapatan tanah untuk
menginfiltrasikan air hujan dipengaruhi oleh keadaan fisik tanah tersebut. Salah sifat fisik tanah yang mempengaruhi infiltrasi adalah bobot isi. Pengolahan tanah yang baik dapat menaikkan atau menurunkan sifat fisik tanah, sehingga pengolahan tanah mempunyai pengaruh dalam menentukan laju infiltrasi.
Gambar 2. Infiltrasi Menit-31dengan
Perlakuan Kedalaman
Rorak
Kurva infiltrasi yang terbentuk pada Gambar 2 (atas) menunjukan bahwa pada
awalnya perlakuan V0 peresapan airnya
lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain, seiring bertambahnya waktu pengamatan, penurunan air pada
perlakuan V0 mulai rendah. Hal ini
berbeda pada perlakuan V1 awal
pengamatan penurunan air lebih rendah
namun seiring bertambahnya waktu
pengamatan penurunan air masih lebih
banyak dari perlakuan V0. Setelah sampai
pada pengamatan menit ke-8 garis penurunan air pada semua perlakuan
mulai berimpitan baik perlakuan V0,
perlakuan V1 maupun perlakuan V2. Hal
ini didukung hasil pengamatan ruang pori
total perlakuan V0 lebih banyak ruang
porinya dari perlakuan V1 meskipun
secara statistik tidak bereda nyata.
Bulk Density
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% menunjukan perlakuan
kedalaman rorak berpengaruh nyata
terhadap bulk density (Tabel 2). Perlakuan
V2 memperoleh nilai tertinggi, sedangkan
untuk perlakuan V1 dan perlakuan V0 bulk
density lebih rendah.
Tabel 2. Hasil Analisis Bulk Density dengan Perlakuan Kedalaman Rorak
Perlakuan Bulk Density (g cm-3)
V0 (Kontrol) 1,10 b
V1 (Kedalaman 0,2 m) 1,12 b
V2 (Kedalaman 0,4 m) 1,18 a
BNT (P < 5) 0,03 KK (%) 1,43 %
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji lanjut BNT 5%.
Perlakuan V2 memperoleh bulk
density tertinggi (1.18 g cm-3)
dibandingkan dengan perlakuan V0 (1.10
g cm-3) dan perlakuan V1 (1.12 g cm-3).
Hal ini dikarenakan tanah pada lokasi penelitian bertekstur liat sehingga lapisan
tanah pada perlakuan V2 kandungan bahan
organiknya rendah, selain itu aktifitas pengolahan tanah yang dilakukan saat
pembuatan rorak juga akan
mempengaruhi berkurangnya kandungan bahan organik. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Monde (2010) bahwa Pengelolaan lahan juga berpengaruh dalam proses pemadatan tanah dimana partikel yang halus akan mengisi pori
tanah sehingga bulk density akan
bertambah besar. 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 In fil tr asi (c m -31 /m en it ) Waktu (Menit) Perlakuan V0
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG Gambar 3. Keragaan Bulk Density dengan
Perlakuan Kedalaman Rorak Menurut Winarti (2012), Semakin tingginya bulk density dengan semakin dalamnya lapisan tanah dapat disebabkan
karena pada lapisan bawah tanah
kandungan bahan organik cenderung lebih rendah dari pada lapisan-lapisan tanah bagian atasnya. Kandungan bahan orgnik pada suatu jenis tanah yang sama berbeda dengan kedalaman tanah yang berbeda. Sebelumnya Tambunan (2008) telah menjelaskan bahwa kerapatan lindak (bulk density) tanah lapisan permukaan yang
kaya bahan organik dan gembur
mempunyai kerapatan lindak lebih rendah dari lapisan bawah yang pejal dengan kandungan humus rendah. Nilai bobot isi penting dipergunakan untuk
perhitungan-perhitungan kebutuhan air irigasi,
pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-lain.
Ruang Pori Total
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% menunjukan perlakuan
kedalaman rorak berpengaruh nyata
terhadap ruang pori total (Tabel 3).
Perlakuan V0 memperoleh nilai tertinggi,
sedangkan untuk perlakuan V0 dan
perlakuan V2 ruang pori total lebih
rendah.
Tabel 3. Hasil Analisis Ruang Pori Total dengan Perlakuan Kedalaman Rorak
Perlakuan Ruang Pori Total (%) V0 (Kontrol) 58,27 a
V1 (Kedalaman 0,2 m) 57,41 a
V2 (Kedalaman 0,4 m) 55,25 b
BNT (P < 5) 1.41 KK (%) 1,09 %
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji lanjut BNT 5%.
Perlakuan V0 memperoleh ruang
pori total tertinggi (58,27 %)
dibandingkan dengan perlakuan V1 (57,41
%) dan perlakuan V2 (55,25 %). Ruang
pori total yang tinggi menunjukan kepadatan tanah yang rendah. Hal ini
dikarenakan V0 tidak diberikan perlakuan
rorak sehingga permukaan tanah tidak mengalami pemadatan akibat dari aktifitas pembuatan rorak. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Monde (2010) bahwa tinggi rendahnya bobot isi dan porositas tanah dipengaruhi oleh tekanan beban baik dari alat pertanian yang digunakan maupun pijakan kaki dari petani itu sendiri yang secara rutin memberikan pemeliharaan tanaman, seperti mengolah tanah, menyiang, memupuk, pencegahan hama/penyakit, panen dan sebagainya.
Gambar 3. Keragaan Ruang Pori Total
dengan Perlakuan
Kedalaman Rorak.
Nurmi (2009) menjelaskan nilai BD berbanding terbalik dengan ruang pori total. Nilai BD yang tinggi menunjukan
1,04 1,06 1,081,1 1,12 1,14 1,16 1,18 1,2 V0 V1 V2
Bobot
Is
i (g
cm
-3)
Perlakuan
53 54 55 56 57 58 59 V0 V1 V2 Ruan g P or i Total (% )Perlakuan
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG
bahwa tanah tersebut lebih padat
dibandingkan dengan tanah-tanah yang memiliki nilai BD yang lebih rendah. Semakin padat suatu tanah maka volume
tanah tersebut semakin tinggi.
Sebelumnya Atmaja (2007) juga
menjelaskan bahwa mulsa dapat pula menghambat penyumbatan pori tanah sehingga mampu melewatkan air lebih cepat daripada tanah yang bertekstur halus dengan susunan partikel-partikel lebih rapat.
Kadar Air
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% menunjukan ketiga
perlakuan yang diujicobakan tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah (Tabel 4). Kadar air tertinggi
diperoleh pada perlakuan V2. Kadar air
yang tinggi menunjukan kelembaban tanah yang tinggi.
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Air dengan Perlakuan Kedalaman Rorak
Perlakuan Kadar Air (%)
V
0 (Kontrol)47,28
tnV
1 (Kedalaman 0,2 m)48,37
V
2 (Kedalaman 0,4 m)52,60
KK (%) 7,57 %
KK (%) 7,57 % tn= tidak berbeda nyata pada taraf uji
BNT 5%
Perlakuan V2 menunjukan
tingginya kadar air tanah dibandingkan
dengan perlakuan V0 dan perlakuan V1.
Perlakuan V2 memperoleh kadar air
tertinggi yakni 52,60 % daripada
perlakuan V1 (48,37 %) dan perlakuan V0
(47,28 %) (Gambar 4). Hal ini diduga karena pada kedalaman 0,4 m sudah mendekati lapisan kedap air oleh karena itu kadar air dan kelembaban tanahnya tinggi. Menurut Asdak (2002) dalam Januardin (2008), berkurangnya laju infiltrasi karena bertambahnya kadar air dan kelembaban dari tanah, sehingga menyebabkan butiran tanah berkembang,
dengan demikian menutup pori-pori tanah.
Gambar 4. Keragaan Kadar Air dengan Perlakuan Kedalaman Rorak
Pertambahan Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% menunjukan perlakuan
kedalaman rorak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman
(Tabel 5). Perlakuan V1 lebih tinggi
daripada perlakuan V0 dan perlakuan V2.
Tabel 5. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman dengan Perlakuan Kedalaman Rorak
Perlakuan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) V0 (Kontrol) 7,53 b V1 (Kedalaman 0,2 m) 8,56 a V2 (Kedalaman 0,4 m) 7,83 b BNT (P < 5) 0,43 KK (%) 2,38 %
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji lanjut BNT 5%.
Perlakuan V1 memperoleh hasil
tertinggi (8,56 cm) dibandingkan dengan
perlakuan V0 (7,53 cm)dan perlakuan V2
(7,83 cm). Hal ini diduga karena pada
perlakuan V1 bahan organik hasil
dekomposisi mulsa daun kakao dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Muflihah (2013) bahwa
kompos dapat menambah kandungan
bahan organik dalam tanah yang
dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat mengikat
40 45 50 55 V0 V1 V2
Kadar
Air
(%
)
Perlakuan
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini
dapat meningkatkan penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman.
Pertambahan Diameter Batang
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% ketiga perlakuan yang diujicobakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diamater batang
(Tabel 6). Perlakuan V1 merupakan
perlakuan terbaik dari ketiga perlakuan yang diujicobakan.
Tabel 6. Rataan Pertambahan Diameter
Batang dengan Perlakuan
Kedalaman Rorak
Perlakuan Pertambahan Diameter Batang (cm) V0 (Kontrol) 0.80 tn V1 (Kedalaman 0,2 m) 0.84 V2 (Kedalaman 0,4 m) 0.80 KK (%) 4,52 %
tn= tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%
Perlakuan V1 memperoleh diameter
batang terbesar (1,65 cm) jika
dibandingkan dengan perlakuan V0 (1,32
cm) dan V2 (1,37 cm). Menurut Tanudjaja
(2007) dengan adanya lubang resapan dan mulsa vertikal maka air yang terresapkan menjadi lebih banyak dan masa tanah yang terendapkan menjadi lebih banyak sehingga tanaman dapat memanfaatkan air dan hara yang terkandung didalamnya.
Pertambahan Luas Penutup Tajuk
Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji BNT 5% perlakuan kedalaman rorak berbeda nyata terhadap luas penutup
tajuk (Tabel 7). Perlakuan V1 lebih tinggi
daripada perlakuan V0 dan perlakuan V2.
Tabel 7. Rataan Pertambahan Luas
Penutup Tajuk dengan
Perlakuan Kedalaman Rorak Perlakuan Pertambahan Luas Penutup Tajuk (m) V0 (Kontrol) 0,080 tn
V1 (Kedalaman 0,2 m) 0,103
V2 (Kedalaman 0,4 m) 0,086
KK (%) 24,00 %
tn= tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%
Perlakuan V1 memperoleh hasil
tertinggi (0,103 m) dibandingkan dengan
perlakuan V0 (0,080 m)dan perlakuan V2
(0,086 m). Hal ini diduga karena
perlakuan V0 dan perlakuan V2 belum
mampu menyediakan air yang
dimanfaatkan untuk mendukung
pertumbuhan tanaman. Seperti yang
dijelaskan oleh Winarti (2012)
ketersediaan air yang kurang dalam waktu lama dapat menyebabkan peningkatan
kerusakan vegetatif tanaman, yaitu
terhambatnya pembukaan daun muda sehingga menurunnya produksi daun yang nantinya mengakibatkan pembentukan bakal bunga akan terganggu.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lubang resapan biopori dengan
panjang 1 m, lebar 0,3 m dan kedalaman 0,2 m berpengaruh
nyata terhadap infiltrasi menit-31
(12,12 cm menit-31). Ruang pori
total terbanyak pada permukaan tanah/tanpa perlakuan (58,27 %). bulk density tertinggi (1,18 g cm-3) diperoleh pada lubang resapan biopori dengan panjang 1 m, lebar 0,3 m dan kedalaman 0,4 m. Namun lubang resapan biopori tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi diperoleh pada lubang resapan
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG biopori dengan panjang 1 m, lebar
0,3 m dan kedalaman 0,4.
2. Lubang resapan biopori dengan
panjang 1 m, lebar 0,3 m dan kedalaman 0,2 m berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman kakao (8,65 cm). Namun tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan luas penutup tajuk tanaman kakao dan pertambahan diameter batang tanaman kakao. Lubang resapan biopori dengan panjang 1 m, lebar 0,3 m dan
kedalaman 0,2 m merupakan
perlakuan terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Adisoemarto, S. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Erlangga. Jakarta. 38-41. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan
Air. IPB Press, Bogor.
Atmaja, H. 2007. Kadar Air Tanah Teknik Konservasi Guludan Bersaluran dan Rorak diperkebunan Kelapa Sawit
PTPN VII Rejosari, Lampung.
Skripsi. Program Studi Ilmu.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Damanik, B.S. 2010. Pengaruh
Penggunaan Mulsa Jerami Terhadap beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga
(Studi pada Tanaman Kacang
Tanah). Skripsi. Dipublikasikan.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dariah, A., U. Haryati, dan T.
Budhyastoro. 2004. Teknologi
Konservasi Tanah Mekanik. 109– 132 dalam Teknologi konservasi tanah pada lahan berlereng. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta. Akademika Pressindo. 39 - 52.
Hardjoamidjojo, S. Dan S.
Sukartaatmadja. 2008. Teknik
Pengawetan Tanah dan Air.
Yogyakarta. Graha Ilmu. 1.
Idjudin, A.A. 2011. Peranan Konservasi
Lahan dalam Pengelolaan
Perkebunan. Balai Penelitian Tanah Bogor. Jurnal Sumberdaya Lahan. 5(2): 113.
Januardin. 2008. Pengukuran Laju
Infiltrasi Tata Guna Lahan
Berbeda di Desa Tanjung Selamat
Kecamatan Medan Tuntungan
Medan. Skripsi. Dipublikasikan. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kalati, V. 2013. Pemberian Mulsa Vertikal Lahan Berlereng serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Jagung. Skripsi. Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian,
Universitas Negeri Gorontalo.
Karmawati, E.Z., Mahmud, M., Syakir,
S.J., Munarso., I.K. Wardana.,
Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembanhan Perkebunan Bogor. 3-18.
Maharany. R., A. Rauf., T. Sabrina. 2011. Perbaikan Sifat Tanah Kebun Kakao pada Berbagai Kemiringan Lahan dengan Menggunakan Teknik Biopori dan Mulsa Vertikal. Jurnal Ilmu
Pertanian. Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. 5(2): 76.
Maryati, Ekosari, E. Widodo. 2010.
Teknologi Tepat Guna untuk
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG Menjaga Kelestarian Air Bawah
Tanah. Tim Ppm Biopori, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Uny. 1.
Monde, A. 2010. Pengendalian Aliran Permukaan dan Erosi pada Lahan Berbasis Kakao Di DAS Gumbasa, Sulawesi Tengah. Media Litbang Sulteng. III(2): 134.
Muflihah, I., A.S. Devi, A.B. Pradana., H.K. Akar., D. Anggraeni. 2013. Laporan Resmi Praktikum Lapangan
Kesuburan, Pemupukan dan
Kesehatan Tanah. Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah,
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Nurmi. 2009. Keefektifan Tindakan
Konservasi Tanah dan Air dengan Metode Vegetatif dalam Menekan Aliran Permukaan dan Erosi Tanah
pada Pertanaman Kakao
(Theobroma cacao L.). Disertasi.
Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan. 105. Saribun, D.S. 2007. Pengaruh Jenis
Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah pada Sub-Das Cikapundung Hulu. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 24 – 25.
Simangunsong, Z. 2011. Konservasi Tanah Dan Air Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PT Sari Lembah Subur,
Pelalawan, Riau. Skripsi.
Dipublikasikan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 5.
Simanjuntak, E,D. 2008. Laju Infiltrasi
pada Berbagai Kelas Umur
Tegakan Karet (hevea brasiliensis) di Desa Togur Kecamatan Dolok
Silau Kabupaten Simalungun.
Skripsi. Dipublikasikan.
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Subagyono, K., U. Haryati, S.H.
Tala’ohu. 2004. Teknologi
konservasi air pada lahan kering. 151 – 158 dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Berlereng. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor.
Supangat, A,B., Putra, P,B. 2010. Kajian Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tegakan Jati (Tectona grandis L.) Di Cepu. Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.VII(2): 149 – 159.
Suparwata, D,O. 2013. Penggunaan Mulsa Vertikal Lahan Kering untuk
Menekan Erosi dan Aliran
Permukaan serta Pengaruhnya
Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Jagung. Skripsi. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Ilmu-ilmu
Pertanian, Universitas Negeri
Gorontalo.
Tanudjaja, F. 2007. Pengaruh Kombinasi Panjang Lereng dan Luasan dengan Lubang Resapan dan Mulsa Vertikal pada Teras Gulud terhadap Aliran
Permukaan dan Erosi, serta
Produksi Kacang Tanah (Arachis
hypogayea L.) Varietas Gaja.
Skripsi. Dipublikasikan. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Tolaka, W., Wardah, Rahmawati. 2013. Sifat Fisik Tanah Pada Hutan Primer, Agroforestri dan Kebun
(1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG (2)
Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG Kakao Di Subdas Wera Saluopa
Desa Leboni Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso. Jurnal.
Fakultas Kehutanan, Universitas
Tadulako. Palu. Sulawesi Tengah. 1(1): 2.
Wijayanti, V.R. 2010. Usahatani Kakao dan Tingkat Ekonomi Petani Di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo. Skripsi.
Dipublikasikan. Program Studi
Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. 2-3.
Winarti, E. 2012. Karakteristik Fisik Tanah dan Dinamika Kadar Air Tanah pada Berbagai Penggunaan
Lahan (Studi Kasus Kebun
Percobaan Cikabayan). Skripsi.
Dipublikasikan. Departemen Sumber
Daya Lahan, Institut Pertanian