• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STRES KERJA PERAWAT DENGAN KELENGKAPAN DOKUMENTASI PROSES KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STRES KERJA PERAWAT DENGAN KELENGKAPAN DOKUMENTASI PROSES KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

ABSTRACT

Background: Nursing documentation is form of nursing activity expressing quality of treatment, which applicable for responsibility and acountability to all executed actions. But this would be difficult to reach if there any obstruction factor as work stress. In RSUD Panembahan Senopati Bantul, work stress is susceptible problem faced by nurses.

Purpose: To know the relation between nurse work stress and documentation completeness of emergency nursing process in RSUD Panembahan Senopati Bantul .

Research method: This research applies descriptive explorative observational method with cross-sectional planning. Research subject were nurses who work in Emergency Room (ER), Intensive of Care Unit (ICU), and operation room (IBS) whom taken with surfeited sampling technique.

Result: Relation test between nurse work stress and documentation completeness of emergency nursing process conducted using Chi square test (X2) resulting 7,739 as X2 value with p-value 0,021, and contingency coefficient value is 0,426. The p value is smaller than 0,05 (alpha value) so that Ho refused and Ha is accepted, this means that there is significant relationship between nurse work stress and documentation completeness of emergency nursing process in RSUD Panembahan Senopati Bantul with medium relationship.

Conclusion: There is significant relationship between nurse work stress with documentation completeness of emergency nursing process in RSUD Panembahan Senopati Bantul with medium relationship.

Keyword : Nurses Work Stress, Nursing Documentation Completeness.

*

(2)

Latar Belakang

Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam proses profesionalisasi, yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntutan secara global dan lokal/otonomi. Maka asuhan keperawatan yang profesional dan partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa dan Negara harus mampu diberikan oleh perawat Indonesia(Nursalam, 2001).

Salah satu aspek dari pembangunan bangsa adalah pembangunan kesehatan, yang harus diikuti dengan peningkatan mutu pelayanan keperawatan, yang merupakan bentuk pelayanan profesional. Pelayanan profesional disini dapat diartikan sebagai pelayanan yang dalam pelaksanaannya didasarkan atas standar-standar yang telah ditetapkan. Dalam GBHN tahun 1983 tertuang bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan mutu dan kemampuan pelayanan kesehatan yang harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Depkes RI, 1998).

Pelayanan keperawatan yang profesional tidak akan tercapai apabila terdapat faktor penghambat diantaranya yaitu stres kerja yang dialami oleh perawat. Perawat merupakan profesi yang memiliki risiko tinggi mengalami stres kerja. Hal ini terjadi karena adanya permasalahan tuntutan kualitas yang dapat menyebabkan ketegangan dan memperberat keadaan. Stres yang dihadapi oleh perawat dalam bekerja akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien. Kondisi seperti ini secara tidak disadari menjadikan perawat bagaikan robot yang dapat mendorong diperlakukannya pasien sebagai obyek semata yang membutuhkan perawatan (Astuti, 2005).

Stres kerja merupakan stres yang berkaitan dengan pekerjaan dan lebih sering muncul sebagai akibat dari ketegangan sehari-hari dari pada kejadian besar yang traumatis. Meskipun kecil, ketegangan sehari-hari dapat mnyebabkan stres karena pola kejadian yang relatif tetap dan terus-menerus, seperti beban tugas yang meningkat, pertengkaran dan konflik (Smet, 1994).

Menurut hasil Survei dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,9 % perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai. Sementara hasil penelitian yang dilakukan International Council of Nurses (ICN) menunjukkan peningkatan beban kerja perawat dari empat pasien menjadi

(3)

enam orang telah mengakibatkan 14 persen peningkatan kematian pasien yang dirawat dalam 30 hari pertama sejak dirawat di rumah sakit. Ini menunjukkan adanya hubungan antara jumlah kematian dengan jumlah perawat per pasien dalam sehari (PPNI, 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh Daniel cit. Munawaroh (2006) menunjukkan hasil bahwa 33% perawat jiwa di Hongkong mempunyai kesehatan mental yang rendah dengan supervisi sebagai salah satu penyebab stres tertinggi.

Berbicara mengenai mutu pelayanan keperawatan profesional maka tidak terlepas dari dokumentasi keperawatan, karena dokumentasi keperawatan memegang peranan penting terhadap segala macam tuntutan dan merupakan tanda dari perkembangan ilmu dan teknologi keperawatan, karena salah satu bentuk kegiatan keperawatan adalah dokumentasi keperawatan profesional yang akan tercapai dengan baik apabila sistem pendokumentasian dapat dilakukan dengan benar dan lengkap. Dokumentasi keperawatan juga merupakan sesuatu yang mutlak harus ada untuk perkembangan proses profesionalisasi keperawatan. Perawat profesional diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap segala tindakan yang dilaksanakan. Kesadaran masyarakat terhadap hukum semakin meningkat sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan. Sehingga dapat kita bayangkan apabila perawat mengalami stres kerja, maka dapat mempengaruhi proses pendokumentasian (Nursalam, 2007).

Dokumentasi keperawatan adalah sistem pencatatan sekaligus pelaporan semua kegiatan asuhan keperawatan sehingga terwujud data yang lengkap, nyata dan tercatat bukan hanya tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis, kualitas dan kuantitas pelayanan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fisbach, 1991).

Namun selain stres kerja, ketidaklengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan juga disebabkan oleh beberapa kondisi, antara lain: tidak adanya waktu yang cukup untuk menulis, adanya sumsi bahwa dokumentasi tidak perlu dilakukan kecuali untuk proses akreditasi, dan asumsi bahwa dokumen tersebut tidak lagi digunakan setelah dibuat, selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi kegiatan pendokumentasian adalah pendidikan, pelatihan, motivasi, sarana dan manajeman (Capernito, 1999).

Dari hasil studi pendahuluan, diketahui bahwa stres kerja merupakan salah satu masalah yang rentan dialami oleh perawat yang bertugas di IGD, ICU, dan IBS RSUD Panembahan Senopati Bantul berkaitan dengan pekerjaan yang dilaksanakan sehari-hari. Dari hasil wawancara pada beberapa perawat, terungkap bahwa untuk beberapa kondisi pasien, perawat tetap menunda pengisian dokumentasi. Dari fenomena ini, maka peneliti

(4)

tertarik untuk meneliti apakah kelengkapan pendokumentasian proses keperawatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul ini dipengaruhi oleh stres kerja perawat.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat di RSUD Panembahan Senopati Bantul?

Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Diketahuinya hubungan stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya gambaran stres kerja perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

b. Diketahuinya gambaran kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

B. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul

a. Diharapkan menjadi masukan bagi pengelola pelayanan keperawatan RSUD Panembahan Senopati Bantul, mengenai stres kerja perawat dan akibat stres kerja perawat terhadap kelengkapan dokumentasi proses keperawatan.

b. Diharapkan dapat membantu parawat dalam memahami stres kerja yang dialami dan memecahkan masalahnya, serta dapat menjaga kelengkapan dokumentasi proses keperawatan dalam kerjanya.

2. Bagi institusi pendidikan dan ilmu pengetahuan

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian lebih Lanjut tentang faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja.

3. Bagi penulis

Diharapkan merupakan pengalaman nyata untuk mempraktikkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta.

(5)

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode observasional bersifat deskriptif eksploratif, yaitu jenis penelitian dengan melakukan pengamatan atas perilaku objek yang bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi (Hidayat, 2007). Dalam hal ini, menggambarkan hubungan antara stres kerja perawat (variabel bebas) dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan (variabel terikat). Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional, karena variabel bebas (stres kerja perawat) dan variabel terikat (dokumentasi proses keperawatan gawat darurat) diobservasi pada waktu yang sama dan sekali.

Subyek Penelitian

Subyek penelitian pada penelitian ini adalah perawat yang bertugas di IGD, ICU, dan instalasi bedah sentral RSUD Panembahan Senopati Bantul yang diasumsikan memiliki karakteristik yang sama, yang berjumlah 35 orang (perawat IGD 16 orang, perawat ICU 10 orang, dan perawat IBS 9 orang).

Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila keseluruhan anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2006). Sehingga sampel penelitian yaitu seluruh perawat yang bertugas di IGD, ICU dan instalasi bedah sentral RSUD Panembahan Senopati Bantul, yang berjumlah 35 orang. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini adalah data primer meliputi data stres kerja perawat dan data kelengkapan dokumentasi keperawatan. Data stres kerja perawat diperoleh dengan menggunakan kuesioner stres kerja perawat, yang dibuat oleh peneliti berdasarkan kuesioner yang dibuat oleh Nursalam (2003) dan Munawaroh (2006) yang dimodifikasi oleh peneliti, sebelum digunakan kuesioner ini diuji kepada seluruh perawat IGD, ICU, dan instalasi bedah sentral RSUP Prof. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Data kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat diperoleh melalui observasi terhadap dokumen proses keperawatan gawat darurat yang dibuat oleh perawat IGD, ICU, dan instalasi bedah sentral RSUD Panembahan Senopati Bantul sesaat setelah selesai melakukan tindakan keperawatan pada pasien, sebelum pasien dipindahkan ke ruang perawatan maupun diperbolehkan pulang.

(6)

Instrumen Penelitian

a. Instrumen stres kerja perawat

Instrumen stres kerja yang digunakan berupa kuesioner yaitu suatu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2002).

Instrumen untuk mengukur stres kerja pada penelitian ini diadopsi dari instrumen yang dibuat oleh Nursalam (2003) dan Munawaroh (2006) dan dimodifikasi oleh peneliti, terdiri dari 30 pernyataan. Cara penilaian instrumen stres kerja adalah : untuk jawaban SL mendapat skor 4, untuk jawaban SR mendapat skor 3, untuk jawaban K mendapat skor 2, dan untuk jawaban J mendapat skor 1. Jumlah seluruh pernyataan adalah 30. Sehingga rentang skor minimum dan maksimum adalah 30-120. Setelah itu, dihitung prosentase untuk masing-masing responden dengan cara membagi jumlah skor yang diperoleh dengan jumlah skor maksimum lalu dikalikan 100%. Apabila prosentase yang diperoleh ≥ 75% dikatakan stres sangat berat, apaila prosentase yang diperoleh antara 50% sampai < 75% dikatakan stres berat, dikatakan stres sedang apabila prosentase yang diperoleh 25%-<50% dan dikatakan stres ringan apabila prosentase yang diperoleh <25%.

b. Instrumen kelengkapan dokumentasi proses keperawatan

Instrumen yang digunakan untuk menilai kelengkapan dokumentasi keperawatan adalah Instrumen studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan menurut Depkes RI tahun 1995 (instrumen A) yang telah dibakukan dengan modifikasi oleh peneliti. Setelah itu, dilakukan penghitungan prosentase peda masing-masing aspek yang dinilai. Dikatakan sangat lengkap apabila skor ≥ 75%, dikatakan lengkap apabila skor 50%-< 75%, dikatakan kurang lengkap apabila 25%-< 50% dan dikatakan tidak lengkap apabila skor < 25%.

Pengolahan dan Analisa Data

Beberapa langkah dalam pengolahan data antara lain :

a. Editing, diperoleh atau dikumpulkan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Pada penelitian ini editing dilakukan setelah data terkumpul.

b. Coding, merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

(7)

c. Data entry, adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.

d. Melakukan teknis analisis

Analisis data terhadap data penelitian dilakukan dengan menggunakan ilmu statistik terapan yang sesuai.

1. Analisa univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Yang nantinya akan didapat distribusi dan prosentase dari variabel stres kerja perawat dan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat.

Analisa bivariat 2. Analisa bivariat

Analisa bivariat ini dilakukan menggunakan Chi kuadrat (X2) dan dilanjutkan dengan Coefficient contingency.

Rumus Chi kuadrat :

= ( − )

Keterangan : x2 = Chi kuadrat

fo = frekuensi yang diobservasi fh = frekuensi yang diharapkan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Stres Kerja Perawat

Stres kerja merupakan stres yang berkaitan dengan pekerjaan (Smet, 1994). Pada penelitian ini stres kerja perawat yang dimaksud adalah stres kerja yang dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan, tugas dan peran individu, kondisi fisik, hubungan interpersonal, serta kekerasan dalam pekerjaan.

Karakteristik responden dalam penelitian ini menurut tingkat stres kerja adalah sebagai berikut:

(8)

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres kerja pada perawat IGD, IBS, dan ICU RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Juni 2009 Tingkat stres kerja perawat Frekuensi Persentase

Ringan Sedang Berat Sangat berat 23 12 0 0 65,7% 34,3%% 0% 0% Total 35 100,0%

Dari tabel 4.5, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengalami stres kerja tingkat ringan, yaitu sebanyak 23 orang responden (65,7%), dan sebanyak 12 orang responden (34,3%) mengalami stres kerja tingkat sedang. Sedangkan untuk stres kerja berat dan stres kerja sangat berat tidak dialami oleh perawat.

Kelengkapan Dokumentasi Proses Keperawatan Gawat Darurat

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana format dokumentasi keperawatan diisi dengan lengkap oleh perawat IGD, ICU, dan IBS. Kelengkapan dokumentasi diukur menggunakan instrumen studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan menurut Depkes RI tahun 1995 (instrumen A).

Tabel 4.6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat pada perawat IGD, IBS, dan ICU RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Juni 2009

Tingkat kelengkapan dokumentasi Frekuensi Persentase Sangat lengkap Lengkap Kurang lengkap Tidak lengkap 0 17 12 6 0 48,6% 34,3% 17,1% Total 35 100,0%

Dari tabel 4.6, dapat diketahui bahwa sebanyak 17 (48,6%) dokumentasi yang diisi oleh perawat dapat dikatakan lengkap, sedangkan 12 dokumentasi lainnya (34,4%) termasuk dalam kategori kurang lengkap, dan sebanyak 6 dokumentasi (17,1%) termasuk dalam kategori tidak lengkap, sedangkan untuk kategori sangat lengkap tidak ada dokumentasi yang memenuhi kriteria.

(9)

Stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat

Menurut Capernito (1999) masalah umum bagi perawat dalam melaksanakan dokumentasi keperawatan adalah tidak adanya waktu yang cukup untuk menulis, adanya asumsi bahwa dokumentasi tidak perlu dilakukan kecuali untuk proses akreditasi, dan asumsi bahwa dokumen tersebut tidak lagi digunakan setelah dibuat. Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi kegiatan pendokumentasian adalah pendidikan, pelatihan, motivasi, sarana, dan manajemen, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi tingkat stres individu. Maka dari itu perlu adanya tindakan untuk meminimalisasi pengaruh dari faktor-faktor tersebut sehingga diharapkan akan tercapai pendokumentasian yang lengkap. Pada penelitian ini dilakukan analisa menggunakan tabulasi silang (cross-tabs) dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.12. Tabulasi silang antara Stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat pada perawat IGD, IBS, dan ICU RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Juni 2009

Stres kerja pera- wat

Kelengkapan dokumentasi proses

keperawatan gawat darurat Total

X2 P- Value Tidak lengkap Kurang lengkap lengkap Sanga t leng--kap N % N % N % N % N % 7,73 9 0,02 1 Ringan 1 2,9 9 25,7 13 37, 1 0 0 2 3 65,7 Sedang 5 14, 3 3 8,6 4 11, 4 0 0 1 2 34,3 Berat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sangat berat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 6 17, 2 1 2 34,3 17 48, 5 0 0 3 5 100

Dari tabel 4.7. di atas, dapat dijelaskan bahwa setelah dilakukan analisis hubungan antara stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat, diperoleh hasil bahwa dari 23 responden (65,7%) yang mengalami stres kerja ringan, 1 diantaranya (2,9%) mengisi dokumentasi keperawatan secara tidak lengkap, sedangkan 9 responden lainnya (25,7%) mengisi dokumentasi keperawatan secara kurang lengkap, dan 13 responden (37,1%) mengisi dokumentasi keperawatan secara lengkap. Sedangkan dari 12 responden (34,3%) yang mengalami stres kerja sedang, 5 responden

(10)

(14,3%) mengisi dokumentasi keperawatan secara tidak lengkap, sedangkan 3 responden yang lain (8,6%) mengisi dokumentasi keperawatan secara kurang lengkap, dan 4 responden (11,4%) mengisi dokumentasi keperawatan secara lengkap. Dari hasil analisis hubungan juga dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang mengalami stres berat maupun sangat berat, demikian juga untuk pengisian dokumentasi yang sangat lengkap, tidak ada responden yang termasuk dalam kriteria.

Sedangkan dari hasil uji statistik di peroleh nilai X2 sebesar 7,739 dengan nilai

Coefficient contingency sebesar 0,42635 dan value adalah sebesar 0,021, yang mana p-value tersebut lebih kecil dari 0,05 (nilai alpha atau signifikansi). Ketentuan yang berlaku

adalah jika p-value > 0,05 maka Ho diterima dan apabila p-value < 0,05 maka Ho ditolak. Karena 0,021 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat di RSUD Panembahan Senopati Bantul, dengan keeratan hubungan sedang (nilai Coefficient contingency sebesar 0,42635). Artinya bahwa, semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami oleh individu (perawat) maka dokumentasi yang dibuat/diisi akan cenderung semakin tidak lengkap.

Pembahasan

Berdasarkan hasil konsensus umum cit. Munawaroh (2006), didapatkan data bahwa stres yang terlalu tinggi atau terlalu rendah berakibat tidak baik. Stres dengan tingkat sedang cenderung menghasilkan performance yang lebih baik dibanding keduanya. Orang dengan tingkat stres rendah akan mendapatkan stimulasi yang lebih sedikit, dirasakan tidak ada tantangan dan kebosanan karena keterampilan fisik dan mental tidak digunakan secara optimal.

Pada saat seseorang mengalami stres kerja tinggi, sumber-sumber personal terkekang dan orang tersebut akan mengalami ketegangan di bawah keterbatasan fisik dan mental. Jika mengalami stress sedang, akan memiliki performance yang tinggi karena kapasitas fisik dan mentalnya ditantang. Individu tersebut akan termotivasi tetapi tidak cemas dan perhatian mentalnya terfokus pada pekerjaan yang sedang ditangani.

Stres kerja yang ringan dapat disebabkan oleh strategi koping yang baik dan cara pandang bahwa tututan pekerjaan bukan merupakan beban. Menurut Abraham dan Shanley (1997), mengubah pandangan kita terhadap tuntutan pekerjaan dan kemampuan dalam menghadapi masalah pekerjaan dapat menurunkan stres. Sedangkan apabila stres dianggap sebagai sebagai motivasi positif, maka dapat mengurangi risiko seseorang

(11)

masuk dalam situasi tidak menyenangkan bahkan dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan (Safety Council cit. Pele 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Pele (2008), stres kerja dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Rasmun cit. Pele (2008) profesi perawat berpotensi mengalami stres dikarenakan tiap hari bertemu dan berhadapan dengan berbagai masalah kesehatan. Dari hasil analisa hubungan antara beberapa karakteristik responden seperti lama bekerja, umur, dan pendidikan, didapatkan hasil bahwa hanya variabel lama bekerja yang mempengaruhi stres kerja yang dialami oleh responden dengan p-value sebesar 0,011. Sedangkan untuk variabel umur serta pendidikan tidak mempengaruhi stres kerja yang dialami responden.

Masih adanya dokumentasi yang kurang lengkap dan tidak lengkap, bahkan tidak ada dokumentasi yang termasuk dalam kategori sangat lengkap dapat dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu tidak adanya waktu yang cukup untuk menulis dokumentasi. Menurut Carpenito (1999), faktor waktu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan yang dilakukan. Tidak adanya waktu yang cukup untuk menulis dokumentasi merupakan masalah yang umum dalam melaksanakan dokumentasi keperawatan sehingga penulisan dokumentasi keperawatan sering kali ditunda atau diisi seadanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Fikri (2001) dan Widiastuti (2006) bahwa waktu dapat menyebabkan pendokumentasian dapat terlaksana dengan baik ataupun tidak baik. Faktor yang lain adalah pendidikan, seperti yang telah dijabarkan di depan bahwa, sebagian besar responden merupakan lulusan DIII keperawatan (32 orang) dan hanya 1 orang perawat yang telah menyelesaikan studi SI Keperawatan, kemungkinan hal ini dapat berpengaruh tetapi peneliti tidak meneliti lebih lanjut.

Faktor lainnya adalah pelatihan, hal ini tentunya sangat berpengaruh, seseorang yang pernah mengikuti pelatihan mengenai pendokumentasian diharapkan dapat mengisi dokumentasi secara lengkap. Menurut Sumekto (2000) yang menyimpulkan bahwa pelatihan mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan dokumentasi keperawatan. Faktor lainnya adalah motivasi, yaitu daya pendorong yang mengakibatkan orang tersebut mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan atau keterampilan, tenaga, waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sejalan dengan konsep yang disampaikan oleh Carpenito (1999) dan Siagian (1995). Dan menurut penelitian Widiastuti (2006), faktor yang dapat menyebabkan menurunnya motivasi adalah kurangnya reward bagi perawat. Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi kelengkapan pendokumentasian adalah sarana, menurut Azwar (1994) bila sarana

(12)

(kualitas dan kuantitas) yang tersedia tidak cukup (tidak sesuai) dengan kebutuhan, maka sulit diharapkan baiknya mutu dari pelaksanaan dokumentasi keperawatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Fikri (2001) yang menyatakan bahwa sarana sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan dokumentasi keperawatan dan sesuai dengan Anoraga (1995) yaitu semakin lengkap sarana yang dimiliki maka proses dan produktifitas akan meningkat.

Pelaksanaan pendokumentasian juga dapat dipengaruhi oleh manajemen, dimana manajemen yang tidak baik akan menyebabkan dokumentasi keperawatan tidak baik. Sesuai dengan penelitian Fikri (2001), Utami (2002), dan Widiastuti (2006) yang menyimpulkan bahwa manajemen menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan dokumentasi keperawatan. Tetapi pada penelitian ini peneliti tidak meneliti faktor tersebut, yaitu waktu, pelatihan, sarana, dan manajemen.

Sedangkan dari uji hubungan beberapa karakteristik responden terhadap kelengkapan dokumentasi proses keperawatan yaitu variabel pendidikan dan lama bekerja. Diketahui bahwa kedua variabel tersebut tidak mempengaruhi kelengkapan dokumentasi dengan p-value untuk analisa hubungan antara pendidikan dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan adalah sebesar 1,614 dan 6,300 untuk analisa hubungan antara lama bekerja dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan.

Setelah dianalisis untuk masing-masing variabel, lalu dilakukan uji hubungan antara stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat dengan menggunakan uji Chi kuadrat (X2) yang dilanjutkan dengan koefisien kontingensi, diperoleh nilai 7,739 sebagai nilai X2 (nilai Chi kuadrat) dengan nilai Coefficient contingency sebesar 0,42635 dan value adalah sebesar 0,021 yang mana p-value tersebut lebih kecil dari 0,05 (nilai alpha atau signifikansi) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat di RSUD Panembahan Senopati Bantul, dan karena nilai Coefficient contingency adalah sebesar 0,42635 maka dikatakan bahwa antara 2 variabel yaitu variabel stres kerja perawat dan variabel kelengkapan dokumentasi proses keperawatan memiliki keeratan hubungan sedang. Artinya bahwa, semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami oleh responden (perawat) maka dokumentasi yang dibuat/diisi akan cenderung semakin tidak lengkap.

Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat stres kerja seseorang maka semakin cenderung tidak lengkap dalam mengisi dokumentasi. Setidaknya, hal ini seiringan dengan penelitian Pele (2008), yang meneliti tentang hubungan antara tingkat stres kerja perawat dengan tingkat kehangatan dalam komunikasi interpersonal, yang

(13)

menunjukkan bahwa ada ada hubungan yang bermakna antara tingkat stres kerja perawat dengan tingkat kehangatan dalam komunikasi interpersonal. Walaupun berbeda variabel terikat, tetapi dapat disimpulkan bahwa stres dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Berdasarkan analisa univariat dan bivariat serta pembahasan pada BAB IV, dapat disimpulkan bahwa:

1. Semua responden mengalami stres kerja, walaupun tingkatannya berbeda-beda, ringan maupun sedang dan tidak ada responden yang mengalami stres kerja berat dan stres kerja sangat berat. Untuk stres kerja ringan dialami oleh 23 responden (65,7%) dan untuk stres kerja sedang dialami oleh 12 responden (34,3%).

2. Untuk kelengkapan dokumentasi proses keperawatan, dapat disimpulkan bahwa dokumentasi proses keperawatan yang diisi oleh perawat, sebagian sudah menunjukkan kriteria lengkap walaupun sebagian masih ada yang termasuk kategori kurang lengkap dan tidak lengkap, dan tidak ada dokumentasi yang menunjukkan kriteria sangat lengkap. Untuk kelengkapan dokumentasi yang tergolong lengkap terdapat 17 dokumentasi (48,5%), sedangkan untuk dokumentasi yang tergolong kurang lengkap terdapat 12 dokumentasi (34,3%), dan untuk dokumentasi yang tergolong tidak lengkap terdapat 6 dokumentasi (17,2%).

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi proses keperawatan gawat darurat di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, dengan keeratan hubungan sedang. Artinya bahwa, semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami oleh responden (perawat) maka dokumentasi yang dibuat/diisi akan semakin tidak lengkap.

Saran

Saran-saran yang dapat dikemukakan berdasarkan penelitian adalah: 1. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

a. Bagi responden yang mengalami stres kerja sedang, perlu dipertahankan agar tercapai performance kerja yang tinggi karena motivasi yang dimiliki.

Sedangkan bagi responden yang mengalami stres kerja ringan, diperlukan pengkajian lebih lanjut sehingga diharapkan diketahui factor-faktor penyebab stres dan selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk mempertahankan strategi koping individu dalam menghadapi stres dan dapat meningkatkan motivasi positif yang dimiliki.

(14)

Selain itu bagi responden yang bekerja di RSUD Panembahan Senopati yang telah cukup lama, diperlukan program untuk mengatasi stres, salah satunya dengan dilakukannya training.

b. Diperlukan pengawasan yang lebih intense oleh kepala ruang dengan supervisi dan pengarahan rutin terhadap staf dalam membuat dokumentasi keperawatan di ruangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. 2. Bagi institusi pendidikan dan ilmu pengetahuan

Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian serupa perlu mempertimbangkan rancangan penelitan yang dapat mengevaluasi kondisi responden dan pengggunaan instrumen yang lebih baik dengan menyertakan faktor-faktor lain yang mencetuskan stres kerja seperti tipe kepribadian, perubahan organisasi, serta perlu ditambahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelengkapan dokumentasi keperawatan seperti asumsi perawat terhadap pentingnya pengisian dokumentasi keperawatan secara lengkap, manajemen, sarana, pelatihan, motivasi, dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham, C. dan Shanley, E. (1997). Psikologi Sosial untuk Perawat. Jakarta: EGC.

2. Anoraga, P. (2007), Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.

3. Astuti. C. A. S. (2005). Hubungan Beban Kerja dengan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat di IGD Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : PSIK-FK UGM. Tidak dipublikasikan.

4. Capernito, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,

edisi 2. Jakarta : EGC.

5. Depkes RI. (1998). Standar Asuhan Keperawatan. Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan. Dirjen Pelayanan Medik.

6. Fikri. (2001). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: PSIK-FK UGM. Tidak dipublikasikan.

7. Fisbach, T.F. (1991). Documenting care communication the nursing process and

documentation standards. Philadelphia. Davis Company.

8. Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.

(15)

9. Munawaroh, U. F. (2006). Perbandingan Stres Kerja Perawat pada Ruang MPKP dan Ruang Non-MPKP Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soeroyo Magelang. Skripsi.

Yogyakarta: PSIK-FK UGM. Tidak dipublikasikan.

10. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

11. Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

12. ---. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

13. Pele, M. (2008) Hubungan Antara Tingkat Stres Kerja Perawat Pelaksana dengan Tingkat Kehangatan dalam Komunikasi Interpersonal dengan Pasien di Unit Medikal Bedah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripi. Yogyakarta: PSIK-FIK UNRIYO. Tidak dipublikasikan.

14. PPNI. (2006). Riset Kondisi Kerja Perawat Indonesia tahun 2006. http://www.inna_ppni.or-id

15. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

16. Sugiyono. (2006). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

17. Utami. (2002). Factor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Perawatan dengan Nilai Penerapan SASK Rendah di IRNA 1 RSUP Dr. Sardjjito. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: PSIK-FK UGM. Tidak dipublikasikan.

18. Widiastuti. (2006). Faktor-Faktor yang Menyebabkan Belum Optimalnya

Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Bangsal Dahlia RS Kota Yogyakarta.

Gambar

Tabel  4.5.  Distribusi  frekuensi  responden  berdasarkan  tingkat  stres  kerja  pada  perawat  IGD, IBS, dan ICU RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Juni 2009  Tingkat stres kerja perawat  Frekuensi  Persentase
Tabel 4.12.  Tabulasi silang antara Stres kerja perawat dengan kelengkapan dokumentasi  proses keperawatan gawat darurat pada perawat IGD,  IBS, dan ICU RSUD  Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Juni 2009

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada hubungan positif antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat siswa bersekolah di SMA Budi Mulia; (2) ada

Jika Bapak / Ibu/ Kakak/ Adik/ Saudara/i mengeluhkan sesuatu akibat kerokan kulit dan kuku tersebut seperti rasa nyeri yang tidak dapat ditahan, atau terdapat bintik-bintik

Sebagaimana yang diperlihatkan pada iklan kondom sutra yang menggunakan aktris yang menarik dan aktor yang maskulin. Setting pangungpun diseting sedemikian rupa

Perbedaannya adalah dalam objek penelitian, dimana penelitian objek penelitian ini adalah Bank Pembangunan Daerah di Indonesia selama periode 2008 sampai dengan 2012

Ijasah kesarjananaan yang telah dilegalisir oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.. Sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 12 dan Lampiran III dan IV

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Study team and collaborators  GF JOOSTE HOSPITAL  Charloee Schutz  Brian Memela  Monica Magwayi    ST GEORGE’S HOSPITAL  Tom Harrison  Tihana Bicanic 

One of the hospitals is the National Cancer Center (NCC) and the other is the Hospital for Cancer Registration Center (HCRC). This study was to implement CANREG 5 based on the