• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yayan Akhyar Israr, S. Ked Yance Warman, S. Ked Listaliani, S. Ked

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Yayan Akhyar Israr, S. Ked Yance Warman, S. Ked Listaliani, S. Ked"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Authors :

Yayan Akhyar Israr, S. Ked

Yance Warman, S. Ked

Listaliani, S. Ked

Faculty of Medicine – University of Riau

Pekanbaru, Riau

2009

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum, yang menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues

connate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.1,2

Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tapi sesudah tahun 1860, morbiditas penyakit ini menurun dengan cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan cepat.1 Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada umumnya menurn sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun. Sebuah penelitian di Zambia bahkan menyatakan bahwa hampir 1 % dari bayi yang dilahirkan memiliki tanda sifilis kongenital dan 6,5 % seroreaktif pada saat lahir, sekitar 2,9 % seroreaktif pada usia di bawah 6 bulan. Di samping itu, sifilis kongenital merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2

Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum usia 2 tahun), serta sifilis kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus sifilis didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang terjangkit sifilis aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan secara kongenital dari ibu yang terinfeksi melalui plasenta ke janin. Transmisi lain yang mungkin namun jarang terjadi termasuk transfusi darah, kontak personal non seksual, inokulasi langsung yang tidak disengaja.3

Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan, baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi dilakukan secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan.2

(3)

1. 2 Batasan masalah

Tinjauan pustaka ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis dari sifilis kongenital.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis dari sifilis kongenital

2. Meningkatkan pengetahuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran

3. Sebagai pemenuhan salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa referensi.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Definisi

Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis.3 Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema

pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.1

Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.4

2. 2 Epidemiologi

Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan mengakibatkan penularan pada janin.4

Gambar 3. Diagnosis sifilis kongengital di Amerika Serikat tahun 200211 2. 3 Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah

Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus

(5)

dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam.3,5

Gambar 1 dan 2 Treponema pallidum6,7

Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :

Kontak langsung : - sexually tranmited diseases (STD) - non-sexually

- Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.

• Transfusi : Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi8,9

2. 4 Klasifikasi

Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Sifilis kongenital (bawaan) 2. Sifilis akuisita (didapat)

Sifilis kongenital dapat berbentuk :

1. Sifilis kongenital dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)

(6)

2. 5 Patogenesis

Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai

Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.2

Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan

menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin.9 Seperti terlihat pada bagan berikut ini :

Gambar 2. Patogenesis Sifilis Kongenital8

2. 6 Gambaran Klinis

Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.1

2. 6. 1 Sifilis kongenital dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.1

(7)

Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut : 1. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

2. Kelainan membrane mukosa :

Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis

sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer tetapi kemudian menjadi pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan.

3. Kelainan kulit, rambut dan kuku

Dapat berupa makula eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki. Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondiloma lata). Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.

Gambar 3. Tampak vesika, bula, krusta dan erosi pada wajah dan telapak tangan15

4. Kelainan tulang

Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan

(8)

gambaran seperti gigi gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.

5. Kelainan kelenjar getah bening : terdapat limfadenopati generalisata

6. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia

7. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis

8. Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia, diffuse

intravascular coagulation (DIC)

9. Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan intelektual1

2. 6. 2 Sifilis kongenital lanjut

Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan dalam 2 tipe :4

a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut

Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut :

1. Kornea : Keratitis Intersisial

Biasanya terjadi pada umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai dengan peradangan perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan difus kornea oleh bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea, terjadi pada 20-50 % kasus sifilis kongenital lanjut.

2. Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)

Mengenai kedua lutut, yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang simetris.

(9)

Gambar 4 dan 5. Keratitis interstitialis dan Clutton’s joint10

3. Sistem saraf pusat

Lesi pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya yang menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan umum (generalized paresis) dan renjatan.

b. Stigmata sifilis kongenital

Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital, akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.8 Ditemukannya stigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.

Pada stigmata sifilis kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah adanya trias Hutchinson, yaitu :4

1. Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji

2. Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea. 3. Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi mendekati

masa pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi pada umur pertengahan.

Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut : 1. Neurosifilis

Dapat juga menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa. Kejang juga sering terjadi pada kasus sifilis kongenital ini.

2. Tulang dan palatum

Terjadi sklerosis, sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan akibat gumma yang menyebabkan destruksi

(10)

terutama pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi pada sifilis kongenital.

Gambar 6 dan 7. Saber tibia akibat osteoeriostitis (saber’s shin) dan Perforasi

palatum10

3. Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar)

Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) erta diliputi oleh serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.

Gambar 8. Mulberry’s molar10

4. Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis

Fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis infantil. Nasal chondritis merupakan kelainan yang disebabkan oleh pendataran tulang pembentuk hidung, gambaran ini biasa disebut dengan saddle nose.3,4,8

2.7 Diagnosis

Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada

(11)

bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema.

Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan spesimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :

a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis

b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat transplasental

c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi

Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.2

A. Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.

 Pasti (definite)

Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan histologik

 Sangat Mungkin (probable)

1. Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis (TSS) reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan

2. Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA reaktif 3. Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor

- Kriteria mayor berupa kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis, rhinitis hemoragik

- Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP, anemia hemolitik, sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100.2

(12)

B. Kriteria CDC yang di revisi

 Pasti (confirmed)

diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap

 Tersangka (presumtive)

1) Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat pengobatan tidak adekuat selama kehamilan

2) Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini : - Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik

- VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain. - Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif

3) Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)

Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak adekuat saat melahirkan.2

Di bawah ini terdapat petunjuk interpretasi hasil pemeriksaan serologik terhadap ibu dan bayinya :

Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan serologik sifilis2

Tes nontreponemal

Tes

treponemal Interpretasi Ibu Bayi Ibu Bayi

- + + + - - - + atau - + - - - + + + - - + + +

Ibu dan bayi tidak terinfeksi sifilis

Ibu tidak sifilis (tes-non-treponema positif palsu dengan transfer pasif pada bayi)

Ibu sifilis dengan kemungkinan infeksi pada bayi;atau ibu sudah di obati selama kehamilan: atau ibu sifilis laten dengan kemungkinaninfeksi pada bayi.

Ibu baru saja atau pernah menderita sifilis; kemungkinan infeksi pada bayi

Ibu dengan sifilis yang sudah berhasil diobati sebelum atau pada awal kehamilan; atau ibu menderita penyakit Lyme, yows atau pinta (positif palsu)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis sifilis dapat dipastikan dengan menemukan Trepanoma pallidum sebagai penyebab infeksi dalam bahan sediaan klinis. Secara garis besar berupa pemeriksaaan

(13)

mikroskopik dan serologik. Prosedur diagnostik yang dipakai untuk pemeriksaan sifilis sampai saat ini belum dapat memberikan hasil yang spesifik terhadap subspesies, karena secara morfologik, serologik, dan kimiawi Trepanoma pallidum tidak dapat dibedakan dari

subspesies pertenue, endemicum, dan Trepanoma carateum.

Sebagai pembantu penegakan diagnosis adalah : 1. Pemeriksaan Trepanoma pallidum

2. Tes Serologik Sifilis (T.S.S) 3. Pemeriksaan yang lain

2.8.1 Pemeriksaaan Trepanoma pallidum

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil serum yang bebas dari sel darah merah dan sisa- sisa jaringan yang berasal dari lesi, untuk melihat bentuk dan pergerakan Trepanoma pallidum dengan mikroskop lapangan gelap.

Pengambilan spesimen :

• Pada lesi sifilis, dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan garam faal steril, kemudian digosok sehingga kemerahan, dan segera menampung eksudat yang terbentuk pada gelas objek.

• Spesimen dari lesi yang menyembuh, dikerok dengan skalpel atau ujung jarum.

• Spesimen cair diperoleh dengan menyuntikkan larutan garam faal steril pada dasar lesi atau kelenjar getah bening yang kemudian disedot kembali.

Hasil positif jika terlihat Trepanoma pallidum dengan gerakannya yang khas (memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan melintasi lapangan), secara morfologik berbentuk spiral dengan amplitudo 0,5-1 µm, berukuran panjang 6-14 µm, dan tebal 0,25-0,30 µm

Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut, jika hasil pada hari pertama dan kedua negatif. Bila terdapat hasil yang negatif bukan selalu diagnosisnya bukan sifilis. Kegagalan dapat terjadi karena umur atau kondisi lesi, pengobatan yang telah diberikan kepada pasien, atau teknik pengambilan spesimen dan pemeriksaan spesimen yang salah.

2.8.2 Tes Serologik Sifilis (TSS)

Hasil pada S I akan negatif (seronegatif), kemudian positif (seropositif) dengan titer rendah. Pada sifilis stadium II dini reaksi menjadi positif kuat, dan pada S II lanjut menjadi positif sangat kuat. Sedangkan pada S III reaksi akan menurun menjadi positif lemah atau negatif.

(14)

Berdasarkan antigen yang dipakai, TSS dibagi menjadi :

a. Nontreponemal (tes reagin)

Menggunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiopilin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol. Contoh tes nontreponemal :

• Tes Fiksasi Komplemen : Wasseman (WR), Kolmer.

• Tes Flokulasi : VDRL (Veneral Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test). Tes yang dianjurkan adalah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada tes Kolmer/ Wasserman. Antigen VDRL adalah kardiopilin (0,03 %), kolesterol (0,9 %), dan lesitin (0,21 %). Tes VDRL dapat digunakan untuk penapisan atau screening dan untuk menilai hasil pengobatan. Hasil yang diberikan berupa reaktif, nonreaktif atau reaktif lemah, dan hasil kauntitatif dalam bentuk titer (1/2, 1/4, 1/8, dan seterusnya). Hasil pada sifilis stadium II dapat mencapai 1/64 atau 1/128. Pada tes flokulasi dapat terjadi reaksi negatif semu karena terlalu banyak reagin, reaksi ini disebut dengan Reaksi Prozon, jika diencerkan dan diperiksa lagi maka hasilnya akan menjadi positif.

b. Treponemal

Bersifat spesifik karena antigen yang digunakan ialah treponema atau ekstraknya, dan dikelompokkan menjadi empat kelompok :

• Tes Imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Immobilization Test).

• Tes Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).

• Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test) Æ IgM dan IgG, FTA-Abs DS (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Double Staining).

• Tes Hemoglutinasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay), 19S IgM SPHA (Solid phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemaglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP (Microhemaglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).

TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan hasil yang mudah, cukup spesifik dan sensitif, reaktifnya cukup dini. Kekurangan tes ini adalah tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap reaktif dalam waktu yang lama. Tes ini dimulai dengan titer 1/80, 1/160, 1/320, dan seterusnya. Bila hasil serologik tidak sesuai dengan klinis, tes tersebut perlu diulangi, karena mungkin terjadi kesalahan teknis.12

(15)

2. 9 Penatalaksanaan

Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :2

1) Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).

Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.

2) Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)

Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.

3) Neurosifilis

Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin

long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama

3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu.9

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :

a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan/ radiologik,

b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya

c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.

d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis

e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan. f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau g) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.

Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa

(16)

diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis pasti secara klinis atau serologik.

Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12 jam, usia > 1 minggu - ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.2

2.9.1 Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998

 Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis

- Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.

 Bayi normal

- Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :

Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin

prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal

- Ibu sifilis laten lanjut, atau

- Ibu mendapat terapi eritromosin atau obat selain penilin, atau - Ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau

- Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema tidak turun 4 kali lipat, diberikan :

Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal

- Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4 kali lipat, dilakukan :

Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan

- Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama kehamilan, dilakukan :

Pengamatan klinis dan serologik

Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang didiagnosis sifilis kongenital harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis kongenital atau sifilis didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.2

(17)

2.9.2 Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin

Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. 2,9

2.9.3 Pemeriksaan Setelah Pengobatan

Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang sering terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan setelah pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering diperiksa.9

1. Semua penderita sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis harus diamati bertahun-tahun, termasuk klinis, serologis dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan bila perlu radiologis.

2. Pada semua tingkat sifilis, pengobatan ulang diberikan bila :

a) tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang persisten atau berulang.

b) Terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kali pengenceran ganda. c) Pada mulanya tes nontreponemal dengan titer tinggi (> 1/8) persisten

bertahun-tahun.

4. Harus dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang setelah diberi pengobatan, kecuali ada infeksi ulang atau diagnosis sifilis dini dapat ditegakkan. 5. penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun. Pada

umumnya hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup pada penderita akan stabil dengan titer rendah.9

2.10 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada sifilis kongenital antara lain sebagai berikut : 1. Iktiosis lamellar

Kelainan ini berisfat autosomal resesif, timbul pada waktu lahir. Lokalisasinya lipatan tubuh, batang tubuh dan monomorf. Efloresensinya sisik-sisik besar datar dan bewarna gelap.

(18)

Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup besar, superficial, dan mudah pecah. Seringkali dijumpai pada bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini disebabkan oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam stratum granulosum sehingga terjadi pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.

3. Staphylococcal scarlatiniform eruption

Lesi kulit menyeluruh, berupa macula eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan aksila. Kemudian menyebar ke seluruh badan namun

4. Toxic shock syndrome

Kelainan kulit berupa eritroderma yang menyeluruh dapat berbentuk komponen petekie maupun skarlatiform.

5. Malnutrisi (Marasmik-kwashiorkor)

Pada keadaan malnutrisi ini, pada kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas, deskuamasi, eskoriasi, dan edema. Pada mukosa mulut timbul erosi, rambut halus, lurus, mudah di lepas, dan muka seperti orang tua.15

6. Morbili kongenital

Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil sebesar jarum pentul berwarna kemerahan terletak di daerah mukosa di depan gigi molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah muka, leher, dan bagian tubuh sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuh bagian bawah ruam menyebar

7. Dermatitis seboroik

Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan dengan daerah predileksi muka, kulit kepala dan lipatan kulit, skuamanya berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak tegas

8. Infantile acne (acne neonatorum)

Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi polimorf dengan eritema, pustule, komedo pada pipi13,14,15

2. 11 Pencegahan

Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi (VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan

(19)

ulang pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes seropositif, harus diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes nontreponema positif palsu, dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci, pemeriksaan fisik cermat dan pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan terapi, terutama bila titer pada pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan pertama.2

Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibodi maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila titer menetap.2

2. 12 Prognosis

Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya.

Kelainan yang ditimbulkan stigmata sifilis kongenital akan menetap, misalnya gigi huchinton, keratitis interstitial, ketulian nervus VIII, dan Clutton’s joint. Meskipun telah diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.1

(20)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN 3. 1 Kesimpulan

• Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis dini

Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum dan sifilis kongenital merupakan transmisi treponema pallidum dari ibu hamil yang menderita sifilis ke janin yang akan dilahirkan, selama masa kehamilan.

• Sifilis kongenital di bagi menjadi dua yakni sifilis kongenital dini, lanjut dan stigmata. Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut, sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.

• Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama kehamilan

• Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan, baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi dilakukan secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan

3. 2 Saran

• Pemeriksaan sifilis lebih diperhatikan pada pemeriksaan kehamilan, terutama pada ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita sifilis.

• Penting dilakukan pemeriksaan berkala terhadap kelompok resiko tinggi seperti pekerja seks komersial, supir, pelaut, dan lain-lain dengan melibatkan berbagai pihak baik secara lintas sektoral maupun lintas program

• Perlu dilakukan upaya-upaya komunikasi dan edukasi mengenai pengenalan secara dini penyakit menular seksual oleh karena itu pada dasarnya penyakit menular seksual termasuk sifilis merupakan penyakit perilaku.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2008.145-148

2. Sawitri R, Santosa NY, Sumaryo S, et al. Sifilis Kongenital. Dalam : Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. 2000. ; 2: 78-82

3. Stamm LV. Biology of treponema pallidum. Dalam : Holmes K, Sparling PF, Mardh P, et al, editor. Sexually Transmitted Disease ; 3rd edition. New York : McGraw-Hill Companies. 1999. 467-73

4. Andrews’. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Dalam : Odom RB, James WD, Berger TG, editor. Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology. 9th edition. Philadelphia : W.B.Saunders Company. 2001. 445-65

5. Juanda A, Natahusada EC. Sifilis. Dalam : Juanda A, Hamzah M, Aisyah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 379-90

6. Webmaster. Trepronema Pallidum. Disitasi dari :

http://www.medgadget.com/_archives/img/treponema.htm pada tanggal : 18 Februari

2009. Last Update : Januari 2009

7. Webmaster. Shypilis. Disitasi dari : http://www.uveitis.org/images/syphil1.htm pada tanggal : 18 Februari 2009. Last Update : Januari 2009

8. Hermawan DA. Shypilis. Presentasi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UKRIDA. 2003 9. Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, et al, editor. Infeksi

Menular Seksual. Edisi tiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 78-86

10. Webmaster. Congenital Shypilis. Disitasi dari : http://www.wrongdiagnosis.com pada tanggal : 18 Februari 2009. Last update : Februari 2009.

11. Department of Health and Human Services of USA. Congenital Shypilis – United State 2002. Disitasi dari : http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5331a4.htm pada tanggal :18 Februari 2009. Last Update : July 2008.

12. Putra HP. Sifilis Stadium II. Yogyakarta : Medical Study Club Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 2003.

(22)

13. Hadinegoro SRS. Manifestasi Kulit Infeksi Sistemik Virus dan Bakterial Pada Bayi dan Anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi Kulit pada bayi dan anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 88

14. Aldy D. Kelainan Kulit Transien Pada Neonatus . Dalam : Pasaribu S, Siregar AA, Masalah Kulit Pada Bayi dan Anak Serta Penatalaksanaannya. Medan : USU press. 2000. 75-83

15. Siregar RS. Gangguan Metabolisme, Kekurangan Gizi, Autoimun, dan Miliaria. Dalam Atlas Berwarna : Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. 202-13

Gambar

Gambar 3. Diagnosis sifilis kongengital di Amerika Serikat tahun 2002 11
Gambar 1 dan 2 Treponema pallidum 6,7
Gambar 2. Patogenesis Sifilis Kongenital 8
Gambar 3. Tampak vesika, bula, krusta dan erosi pada wajah dan telapak tangan 15
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada 2018, Sulhatun mengurus paten HKI (Hak Kekayaan Intelektual) melalui program Uber HKI dari Ristekdikti untuk alatpyrolisa double unit condensor 4 in 1 (satu proses dengan

Perencanaan campuran perkerasan lentur haruslah sesuai dengan kadar aspal yang optimum dan komposisi agregat yang sesuai agar didapat perkerasan lentur yang yang awet sesuai

Kondisi maksimum pada transesterifikasi basa dengan menggunakan katalis CaO pada kondisi perbandingan mol CPO terhadap metanol adalah 1:12 (mol/mol), suhu 65 o C dan waktu

Tujuan diperkenalkannya pola makan empat sehat lima sempuma sejak dini adalah supaya mulai sejak dini anak dapat mengetahui berbagai jenis makanan yang dibutuhkan

Adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan telah terjadi perubahan cara penularan HIV dengan didominasi oleh hubungan seks dan pelanggan pekerja

Untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa dalam mengkaji mode, pada akhir topik diberikan tugas untuk menciptakan disain busana baru berdasarkan topik yang dipelajari..

Penyuluhan Agama Islam (dakwah) adalah aktivitas yang sangat mulia, namun pekerjaan yang tidak ringan. Untuk itu, dalam menerapkan etika profesi sebagai