• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menjadi masalah bagi sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo menyerang sebentar saja; hari ini terjadi, besok hilang, namun ada kalanya vertigo yang kambuh lagi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Penyebab vertigo umumnya terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah, dan makan atau minum tertentu. Selain itu, vertigo bisa bersifat fungsional dan tidak ada hubunganya dengan perubahan - perubahan organ di dalam otak. Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Pada umumnya vertigo tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan ketegangan atau tekanan pada selaput otak atau pembuluh darah besar, dan di dalam kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat dan ketika seorang yang mengidap vertigo tidak berada pada tempat yang aman ketika gejalanya timbul maka dapat mengakibatkan terjadinya cedera (Junaidi, 2013).

Vertigo diangap bukan merupakan suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit penyebabnya. Salah satu gejala vertigo ialah ilusi bergerak, penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal tidak. Penyebab gangguan keseimbangan dapat merupakan suatu kondisi anatomis atau suatu reaksi fisiologis sederhana yang dapat menganggu kehidupan seorang penderita vertigo (Wreksoatmodjo, 2004; Dewanto, 2009).

(2)

Pada pervalensi angka kejadian vertigo perifer (BPPV) di Amerika Serikat sekitar 64 dari 100.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%). BPPV diperkirakan sering terjadi pada rata-rata usia 51-57 tahun dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala. Sedangkan pada tahun 2008 di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang berumur 75 tahun. Hal ini juga merupakan keluhan nomer tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek kesehatan. Pada umumnya vertigo ditemukan 4-7 persen dari keseluruhan populasi dan hanya 15 persen yang diperiksakan ke dokter (Dewanto, 2009). Pada studi pendahuluan yang dilakukan secara sederhana oleh peneliti, dari jumlah penduduk kota Malang pada tahun 2013 sekitar 835.082 jiwa, dan tercatat pada tahun 2012-2013 sebanyak 1643 orang menderita vertigo (19%). Data tersebut didapatkan pada rekap data yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan kota Malang yang diperoleh dari rekap medis seluruh Puskesmas diwilayah kota Malang.

Vertigo salah satunya diakibatkan oleh terganggunya sistem vestibular yang terbagi menjadi vertigo perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular) dan vertigo sentral (akibat gangguan pada saraf vestibular atau hubungan sentral menuju batang otak atau cerebellum). Gangguan keseimbangan tersebut beragam bentuknya dan penyebabnya pun bermacam-macam, pada saat tertentu kondisi gangguan keseimbangan ini dapat mengancam jiwa. Banyak sistem atau organ pada tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Diantara sistem ini yang banyak perannya ialah system vestibular, sistem visual, dan sistem somatosensorik (Lumbantobing, 2004)

(3)

Pada saat di dalam otak memproses data-data dan menggunakan informasi untuk melakukan penilaian dengan cepat terhadap kondisi pada kepala, badan, sendi dan mata. Akan melibatkan tiga sistem sensoris dan otak, bila berfungsi dengan baik hasil akhirnya adalah sistem keseimbangan yang sehat. Ketika sistem keseimbangan tidak berfungsi, kita dapat menyusuri masalah kembali pada suatu gangguan dari salah satu dari ketiga sistem sensoris atau pemroses data (otak). Masalah-masalah dari tiap-tiap area tersebut berhubungan dengan sistem-sistem sensoris ini atau otak. Fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau dalam kondisi tidak fisiologis, bisa juga karena ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri atau berjalan dan gejala lainnya (Yatim, 2004)

Untuk mengatasi keluhan ini banyak dari pasien melakukan tindakan pencegahan agar gangguan pada vertigo tidak timbul. Namun hanya sebagian kecil dari mereka, dan orang – orang disekitarnya yang mengetahui penagganan yang tepat. Kondisi ini sering dianggap tidak begitu berarti tetapi pada waktu yang lain dapat merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa (Sumarliya, Sukadino, dan Sofiyah, 2007). Ada beberapa cara untuk menggurangi gejalanya baik secara farmakologis atau non farmakologis. Seperti pemberian obat-obatan gangguan keseimbangan seperti antihistamin yakni meclizine, dymenhydrinat atau promethazine, dan terkadang menggunakan obat-obat penenang seperti diazepam. Selain menggunakan beberapa obat

(4)

tersebut penderita juga disarankan perbanyak istirahat terutama tidur (Yatim, 2004).

Sangat sering sekali penderita yang mendatangi klinik kesehatan dengan mengunakan kata yang tidak sesuai dengan arti yang lazim difahami oleh seorang tenaga medis. Kata yang sering digunakan oleh penderita untuk mendeskripsikan kondisinya misalnya: puyeng, sempoyongan, mumet, pening, pusing tujuh keliling, rasa mengambang, kepala rasa enteng, rasa melayang. Oleh karenanya tenaga medis harus meminta agar penderita mengemukakan keluhannya secara rinci dan jelas. Hal ini penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Misalnya apa yang dimaksud penderita bila ia mengeluhkan rasa mumet, rasa sempoyongan, dan merasa puyeng. (Lumbantobing, 2004).

Berdasarkan dari data penelitian yang terkait dengan proses diagnostik, pengunaan metode kualitatif dengan pendekatan case study. Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari individu atau peristiwa kajadian tertentu, atau juga dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami secara holistik suatu kasus. Dengan menggunakan case study dapat memberikan kemudahan untuk membantu melakukan pengkajian yang tepat dan metode yang digunakan akan lebih fleksibel untuk mendapatkan kondisi yang sebenarnya dari penderita vertigo ketika didalam praktek klinis dan penelitian epidemiologinya (Bayer, Warninghoff, dan Straube, 2010). Pendekatan ini sangat berharga untuk penelitian ilmu kesehatan dalam mengembangkan teori mengevaluasi program, dan mengembangkan intervensi karena fleksibilitasnya.

(5)

Peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus berdasarkan beberapa pertimbangan : (1) Dengan pendekatan studi kasus, memberikan peneliti kesempatan untuk mengeksplorasi atau menggambarkan fenomena didalam konteks dengan menggunakan berbagai sumber data, (2) Vertigo merupakan pengalaman yang unik, masing-masing individu dapat berbeda dalam menghadapi dan dampak yang dirasakan, sehingga sumber data mungkin tidak hanya terbatas pada: dokumentasi, catatan arsip, wawancara, respon fisik, pengamatan langsung, dan peserta-observasi. Namun semuanya saling menggisi agar mampu menggali keunikan pengalaman dari masing-masing partisipan.

1.2 Rumusan Masalah

Vertigo pertama kali berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitive merupakan ilusi bergerak, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya hal seperti ini jika sering terjadi berulang-ulang akan menganggu kehidupan penderita (Junaidi, 2013).

Pada penelitian sederhana yang di lakukan pada klinik kesehatan oleh departemen neurologi dari Munich universitas, pusat tersieruntuk gangguan vertigo. Didapatkan bawah vertigo dan pusing hampir memiliki gejala yang sama. Dengan mengunakan metode screaning dengan tiga pertanyaan, dapat membedakan sakit kepala dengan sensitivitas 0.81 (95% CI 0,77-0,85), spesifisitas 0,75 (95% CI 0,64-0,84), dan nilai prediksi positif sebesar 0,93 (95% CI, 89,9-95,8) untuk memprediksi migrain. Oleh karena itu mereka menyelidiki apakah

(6)

screaning seperti itu dapat diterapkan pada pasien yang menderita vertigo atau pusing. Mereka memfokuskan upaya pada diferensiasi diagnosis yang paling umum pada vertigo jinak paroxysmal positional vertigo (BPPV), penyakit Meniere (MD), migrain vestibular (VM) dan fobia vertigo postural (PPV) karena keempat diagnosa mencakup sekitar 54% dari semua pasien disitu. Screning ini dikembangkan dengan menganalisis kuesioner yang lebih besar, yang diberikan kepada pasien yang diklinik departemen neurologi dari Munich Universitas, pusat tersier untuk gangguan vertigo. Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari suatu penelitian kualitatif dengan pendekatan case study.

Berdasarkan rincian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pengalaman penderita vertigo dalam menghadapi kondisinya”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman hidup penderita vertigo dalam menghadapi kondisinya.

1.3.1 Tujuan Khusus

a. Memperoleh gambaran tentang pengalaman penderita vertigo dalam mendeskripsikan kondisinya.

b. Memperoleh gambaran tentang apa tindakan yang dilakukan ketika gejala vertigonya terjadi.

(7)

c. Mengidentifikasi bagaimana cara seorang penderita vertigo agar gejalanya tidak kambuh.

d. Memperoleh gambaran tentang penyebab vertigonya timbul.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Karya tulis akhir ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana kondisi sebenarnya. Penderita Vertigo dalam menghadapi kondisinya baik sebelum, ketika, atau sesudah gejalanya timbul. Sehingga penderita vertigo serta orang-orang disekitarnya dapat menggetahui penanganan yang tepat bagi seorang penderita vertigo.

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

Dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan untuk penderita vertigo sehingga diharapkan penanganan yang cepat dan tepat untuk penderita. c. Bagi Masyarakat

Sebagai masukan bagi masyarakat untuk memperbaiki persepsinya tentang perbedaan sakit kepala vertigao dengan sakit kepala biasa. Agar masyarakat juga tahu cara yang tepat untuk menangani penderita vertigo.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan dari beberapa penelitian, penelitian ini belum pernah dilakukan namun ada beberapa penelitian yang juga menerangkan tentang Pengalaman Penderita Vertigo

(8)

1. Heru Andriawan (2012) pada Sistem Pakar Diagnostik Vertigo Dengan Method Forwad dan Backward Chaining di wilayah Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya, dengan subyek rentang usia 11-60 tahun. Penelitian ini menggunakan metode ilmu artificial intelligence bertujuan untuk membuat program aplikasi diagnosa penyakit vertigo yang terkomputerisasi serta berusaha menggantikan dan menirukan proses penalaran dari seorang ahlinya atau pakar dalam memecahkan masalah spesifikasi, dengan kata lain dapat dikatakan duplikat dari seorang pakar karena pengetahuan ilmu tersebut tersimpan di dalam suatu system database.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah subyek, metode, dan tempat penelitiannya. Pada penelitian ini subyek akan digunakan adalah penderita vertigo disekitar wilayah Malang dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman langsung dari penderita vertigo apa adanya sesuai dengan kenyataan dan bukan menjelaskan atau menganalisanya.

2. Hardiyanti Ari Wiranita (2010) dengan judul Hubungan Antara Otitis Media Supuratif Kronis Dengan Terjadinya Vertigo Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan metode cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien otitis media supuratif kronik di poli THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah metode yang digunakan, tipe pendekatan serta tempat dan sempel yang di ambil. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan

(9)

pendekatan studi kasus, tempat serta sempel yang di ambil adalah penderita vertigo yang berada di wilayah Kota Malang.

3. Helmin Tria (2014) Dengan Judul Pemberian Canality Resposition Treatment (CRT) Terhadap Penurunan Gangguan Keseimbangan Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Vertigo Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar, pada penelitian ini mengunakan metode desain analitik Pre Eksperimental,one group pre and post test yaitu Mencari pengaruh sebab akibat dengan cara memberi perlakuan pada obyek. Sampel pada penelitian ini adalah Ny. S Dengan Vertigo Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah metode yang digunakan, tipe pendekatan serta tempat dan sempel yang di ambil. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, tempat serta sempel yang di ambil adalah penderita vertigo yang berada di wilayah Kota Malang.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dengan dasar

Dari analisis komponen minyak atsiri dengan menggunakan GC-MS diperoleh 7 komponen terbesar penyusun minyak atsiri dari simplisia rimpang kencur yang diperoleh dari

Sumber lain untuk menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi

Suka Fajar Pekanbaru merupakan salah satu perusahaan dagang yang bergerak dalam bidang perbengkelan dan penjualan baik penjualan secara tunai maupun secara kredit,

sama dengan aspek lainnya! &isalnya bahan pangan, maka jumlah kal%ri yang dibutuhkan se$ara layak antara negara yang satu dengan negara yang

sehingga diharapkan adanya kesediaan untuk menerima perbaikan. Apa yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari guru sendiri karena dia

Jasa Medis Khusus (cyto) adalah imbalan atas jasa yang diberikan oleh dokter spesialis, dokter asisten ahli, dokter umum, dokter gigi, dokter gigi spesialis, psikiater

Hasil analisis terhadap pemberian intervensi pada masing-masing kelompok ditunjukan dengan nilai Tests of Within-Subjects Effects dengan p value = 0,001.Hal ini menunjukan