• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di atas batas normal. Diabetes mellitus disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kelainan aksi insulin, atau keduanya (American Diabetic Association [ADA], 2008). Diabetes termasuk salah satu penyakit kronis degeneratif yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tertinggi di dunia. Menurut laporan World Health Organization (WHO), pada tahun 2000 terdapat 171 juta penduduk dunia yang menderita DM dan diperkirakan akan mencapai angka 366 juta pada tahun 2030. Terdapat sebuah prediksi yang mengatakan akan adanya peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta di tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (WHO, 2009). Hal ini membuat Indonesia menempati peringkat keempat dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India dalam prevalensi diabetes (Depkes, 2008).

Diabetes Mellitus memiliki beberapa tipe: DM tipe 1 yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang

(2)

berakibat pada defisiensi insulin absolut; DM tipe 2 yang dapat disebabkan oleh resistensi insulin sampai defisiensi insulin relatif; DM tipe gestasional yang ditandai dengan intoleransi glukosa yang memiliki onset saat kehamilan; DM tipe lain yang diasosiasikan dengan kondisi tidak umum, seperti faktor genetis, berhubungan dengan penyakit lain, atau karena penggunaan obat tertentu (ADA, 2011).

Jumlah penderita diabetes meningkat bersama dengan pertumbuhan penduduk, usia, urbanisasi, serta peningkatan prevalensi obesitas dan tidak aktif secara fisik (Wild, Roglic, Green, Sicree, & King, 2004). Tipe DM yang paling sering ditemukan adalah DM tipe 2, yaitu sekitar 90 – 95 % dari kasus DM di dunia adalah DM tipe 2. Kebanyakan dari pasien DM tipe 2 adalah orang yang obesitas, dimana obesitas menyebabkan resistensi insulin. Pasien yang tidak obesitas sesuai dengan kriteria obesitas yang sudah dikenal (Indeks Massa Tubuh misalnya) mengalami peningkatan persentase lemak tubuh yang terdistribusi di bagian abdominal (ADA, 2011).

Selain prevalensinya kian bertambah, keadaan DM dipersulit oleh adanya komplikasi. Komplikasi DM dapat berupa makrovaskular dan mikrovaskular. Pada

(3)

makrovaskular komplikasinya berkembang menjadi penyakit jantung, hipertensi, stroke, ataupun disfungsi ginjal. Sementara komplikasi mikrovaskular dapat berupa neuropati, nefropati, dan retinopati (CDF, 2008).

Retinopati Diabetika (RD) adalah komplikasi mikrovaskular dari diabetes yang dapat menyerang retina perifer, makula, atau keduanya dan merupakan penyebab utama kecacatan visual dan kebutaan pada penderita diabetes. Retinopati diabetika merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada usia antara 20-64 tahun dan muncul pada 70 % penderita DM tipe 2 yang sudah 20 tahun atau lebih hidup dengan penyakit tersebut (Chatziralli et al., 2010). Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes(Tomić et al., 2013). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan retinopati diabetika pada daftar penyakit mata yang diprioritaskan karena meningkatnya jumlah penderita diabetes dunia. Pada tahun 2002 dilaporkan 4.8% penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetika. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabetika menempati urutan ke-5 setelah katarak, glaukoma, degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration), dan opasitas kornea(WHO 2014).

(4)

Secara singkat, retinopati diabetika merupakan hasil dari perubahan vaskular pada sirkulasi di retina (WHO 2014). Dimulai dengan adanya mikroaneurisma yang selanjutnya dapat mengalami perubahan eksudatif (bocornya lipoprotein dan darah) yang dapat mengakibatkan edema makula, perubahan iskemik (infark dari nerve-fiber layer), kolateralisasi dan dilatasi venula, dan perubahan proliferatif (vasa abnormal pada diskus optikus dan retina, proliferasi fibroblas, dan pendarahan vitreus). Seseorang dengan retinopati nonproliferatif ringan-moderat memiliki gangguan pada sensitifitas kontras dan lapang pandang yang dapat mempersulit aktifitas seperti mengemudi, membaca, mengontrol diabetes, dan lain-lain. Ketajaman visus yang diukur oleh tabel Snellen dapat menurun jika makula sentral mengalami edema, iskemia, epiretinal membranes, atau ablasi retina (Gardner, Antonetti, & Klein, 2012).

Risiko mengalami retinopati meningkat sejalan dengan durasi menderita diabetes, kontrol yang buruk terhadap gula darah, nefropati, terapi insulin, dan body mass index > 30(Al-meraghi & Nasif, 2005). Selama tiga dekade terakhir, banyak population-based studies dan clinical trials mengemukakan bahwa durasi menderita

(5)

diabetes, kontrol buruk terhadap gula darah, dan kontrol buruk terhadap tekanan darah merupakan faktor risiko kunci untuk perkembangan dan progresi retinopati diabetika (Dirani et al., 2011). Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa kontrol gula darah dan tekanan darah yang baik dapat menurunkan risiko terjadinya retinopati diabetika. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami faktor risiko lain yang dapat dimodifikasi (Dirani et al., 2011).

Obesitas saat ini menjadi masalah utama bagi kesehatan masyarakat di dunia karena prevalensinya meningkat secara mengejutkan di berbagai negara. The International Obesity Task Force mengestimasi paling tidak ada 1.1 miliar orang termasuk dalam golongan overweight dan 312 juta di antaranya obesitas (World Health Organization/International Association: redefining obesity and its treatment. Available at:http://www.idi.org.au/obesity_report.htm). Di Eropa dan di negara-negara maju lainnya populasi obesitas mencapai 15-20 persen (Wilborn et al., 2005). Di Amerika terdapat peningkatan populasi obesitas sampai tiga kali lipat dalam tahun 1990-2000(Wilborn et al., 2005). Insidensi obesitas secara global meningkat lebih dari 75% sejak 1980, sedangkan dalam dua puluh tahun

(6)

terakhir meningkat tiga kali lipat di negara berkembang terutama di negara dengan penghasilan rendah(Maria & Evagelia, 2009). Menurut Riskesdas 2013, di Indonesia terdapat peningkatan persentase populasi obesitas general (Indeks Massa Tubuh>25) dan obesitas sentral (lingkar perut pria>80cm, wanita>90cm) sejak tahun 2007 hingga 2013. Pada orang berusia lebih dari 18 tahun terdapat peningkatan persentase obesitas general dari 13.9% menjadi 19.7% pada pria, 14.8% menjadi 32.9% pada wanita, serta peningkatan populasi obesitas sentral 18.8% menjadi 26.6% sejak tahun 2007 hingga 2013 (RISKESDAS, 2013).

Fenomena obesitas banyak menarik perhatian para ilmuan, organisasi, dan pemerintah seluruh dunia bukan hanya karena prevalensinya yang selalu meningkat melainkan juga karena efeknya yang negatif pada kesehatan dan memberikan beban finansial yang berlebihan (Maria & Evagelia, 2009). Efek obesitas pada kesehatan sangat luas, seperti efek obesitas pada sistem kardiovaskular dan metabolik yang sudah banyak diketahui, contohnya peningkatan risiko DM tipe 2, hipertensi, penyakit jantung koroner, artritis, sleep apnea, dan beberapa tipe kanker; namun belum banyak pengetahuan mengenai efek okular yang ditimbulkan oleh

(7)

obesitas. Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sering diasosiasikan dengan katarak, glaucoma, AMD, dan retinopati diabetika namun asosiasinya belum terdokumentasi secara konsisten (Cheung & Y.Wong, 2009).

Adanya asosiasi obesitas dengan retinopati diabetika telah dikemukakan oleh beberapa penelitian namun beberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor protektif untuk kejadian retinopati diabetika(Raman et al., 2010). Pengukuran antropometri seperti IMT, waist–hip ratio (WHR), dan lingkar perut tidak berkorelasi sepenuhnya dan merupakan indeks untuk aspek obesitas yang berbeda. Misalnya, orang dewasa dengan IMT rendah bisa saja memiliki lingkar perut yang besar yang dapat merujuk pada metabolically obese normal-weight adults (Dirani et al., 2011). Fenomena ini dapat menjelaskan mengapa terjadi banyak variasi dalam hubungan antara obesitas dan retinopati diabetika. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mempertimbangkan faktor selain IMT dalam mencari tahu peran obesitas dalam perkembangan dan keparahan retinopati diabetika.

Dalam penelitian ini dicari asosiasi obesitas sentral dengan kejadian retinopati pada pasien diabetes

(8)

mellitus tipe 2 di komunitas Jogjakarta Eye Diabetic Study dengan harapan memperkaya pengetahuan penulis tentang faktor risiko retinopati diabetika yang dapat dimodifikasi seperti obesitas, sehingga untuk ke depannya dapat dijadikan referensi untuk manajemen preventif dan mencegah progresi keparahan retinopati diabetika.

   

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara obesitas sentral dengan kejadian retinopati pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di komunitas Jogjakarta Eye Diabetic Study?

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara obesitas sentral dengan kejadian retinopati pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di komunitas Jogjakarta Eye Diabetic Study.

I.4 KEASLIAN PENELITIAN

Hubungan antara obesitas dan kejadian retinopati sudah banyak diteliti di dunia, antara lain oleh Dirani et al. (2011) dengan judul “Are obesity and Anthropometry Risk Factors for Diabetic Retinopathy?:

(9)

The Diabetes Management Project”, didapatkan hasil bahwa pasien diabetes dengan IMT tinggi dan lingkar leher besar memiliki risiko untuk menderita RD lebih besar dan memiliki tingkat keparahan RD lebih tinggi. Telah diteliti juga oleh Raman et al. (2010) bahwa pada populasi urban di India selatan, obesitas abdominal dan rasio pinggang/pinggul berasosiasi dengan retinopati diabetika namun tidak berasosiasi dengan keparahannya. SN-DREAMS juga mengemukakan bahwa pasien dengan Indeks Massa Tubuh ≥ 23 dan obesitas kombinasi memiliki faktor protektif untuk retinopati diabetika pada keseluruhan kelompok.   Wisconsin Epidemiologic Study of DR (WESDR) melaporkan bahwa terdapat asosiasi yang tidak signifikan antara obesitas dengan progresi dan keparahan retinopati diabetika. Ketidaksamaan hasil dapat dijelaskan dari perbedaan metodologi, perbedaan subjek penelitian, sampel yang kurang adekuat, maupun pengukuran antropometri yang kurang komprehensif.

Belum ada penelitian di Indonesia mengenai hubungan obesitas - khususnya obesitas sentral - dengan kejadian retinopati pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

(10)

I.5. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai publikasi ilmiah dalam hal prevensi dan manajemen penyakit retinopati diabetika.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan data yang tepat (sahih, benar, valid) dan dapat dipercaya (reliable)

Jika Negara menderita kerugian yang disebabkan karena pemberian perintah jalan yang tidak beralasan maka kerugian itu akan dibebankan pada pemberi perintah jalan

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merumuskan judul “ Meningkatkan

yaitu mengenai bentuk perlindungan dari orang tua terhadap anak. yang mengalami kekerasan dan mengenai kewajiban orang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi BPK terkait kepuasan relasional bagi pegawai yang terpisah secara geografis dengan suami/istri,

Pertumbuhan terkonsentrasi adalah strategi perusahaan yang mengarahkan sumber dayanya untuk mencapai pertumbuhan yang menguntungkan hanya pada satu produk,

para wisatawan untuk menikmati bentuk- bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dalam

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi blended learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar