• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

MODUL PERKULIAHAN

MODUL PERKULIAHAN

MODUL PERKULIAHAN

Psikologi

Psikologi

Psikologi

Psikologi

Konseling

Konseling

Konseling

Konseling

Psikologi Konseling

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Psikologi

01

01

01

01

61033 Agustini, M.Psi., Psikolog

Abstract

Kompetensi

Dalam perkuliahan ini akan

didiskusikan mengenai pendahuluan, pengertian, tujuan, proses, persyaratan dan karakteristik konselor

Mampu memahami pengertian konseling, psikoterapi, dan bimbingan. Mampu memahami tujuan dan proses dalam konseling.

(2)

Latar Belakang

Sejarah dan Landasan Profesional Konseling

Konseling adalah profesi khusus yang telah berkembang melalui berbagai cara sejak awal abad ke-20. Konseling memenuhi standar untuk profesi dan unik, namun sekaligus terkait dengan disiplin kesehatan mental lainnya berdasarkan penekanan sejarahnya. Konseling menekankan pertumbuhan dan remediasi. Konselor bekerja dengan perorangan, kelompok, keluarga, dan sistem yang mengalami situasi dan masalah jangka panjang. Fokus konseling pada perkembangan, pencegahan, dan pengobatan membuat menarik bagi yang mencari transisi tahap kehidupan yang sehat dan kehidupan yang produktif jauh dari gangguan.

Konseling tidak dengan begitu saja menjadi profesi yang lengkap. Konseling telah mengalami perkembangan selama bertahun-tahun dari disiplin yang sangat beragam, termasuk antropologi, etika, sejarah hukum, ilmu pengobatan medis, filsafat, psikologi, dan sosiologi (Smith, 2001). Banyak orang mengaitkan konseling dengan sekolah atau menyamakan kata bimbingan dengan konseling, karena tidak mengetahui evolusi konseling. C.H. Patterson, seorang pionir konseling, suatu ketika mengamati bahwa beberapa penulis dalam jurnal konseling sepertinya tidak mengetahui sejarah profesi konseling (Goodyear & Watkins, 1983). Oleh karena itu, sangatlah penting mempelajari sejarah konseling, sebab konselor yang mengetahui perkembangan profesi akan memiliki identitas profesional yang lebih kuat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap bidang konseling.

Pengertian Konseling

Selama ini seorang konselor adalah orang yang mendengarkan orang lain dan membantu mengatasi kesulitan. Akan tetapi, selama bertahun-tahun kata konselor di salah gunakan dengan dikaitan sebagai upaya mempromosikan suatu produk, sehingga mendengar istilah konselor bukan sebagai orang yang membantu mengatasi kesulitan seperti yang dimaksud datas.

Bimbingan adalah proses membantu orang lain dalam menentukan pilihan penting yang mempengaruhi kehidupannya, misalnya gaya hidup yang disukai. Bimbingan memiliki sejarah yang lebih signifikan dibanding penggunaannya saat ini. Bagaimanapun juga, bimbingan menyatakan suatu cara membantu yang berbeda dengan konseling yang sifatnya lebih menyeluruh.

(3)

Satu perbedaan antara bimbingan dan konseling adalah bahwa bimbingan berfokus pada membantu orang-orang memilih apa yang dianggapnya paling berharga, sedangkan konseling berfokus pada membantu melakukan perubahan. Pada mulanya kebanyakan pekerjaan membimbing terjadi di sekolah-sekolah dan pusat bimbingan karir. Di sini orang dewasa membimbing para siswa mengambil keputusan, misalnya memilih mata pelajaran atau pekerjaan. Dalam hal ini, hubungan yang terbentuk adalah hubungan tidak setara dan sangat bermanfaat dalam membantu orang yang belum berpengalaman untuk menemukan arah dalam kehidupannya, sama seperti halnya anak-anak yang sejak lama telah menerima bimbingan dari orangtua dan pelatih. Dalam proses ini, mereka memperoleh pemahaman akan diri mereka dan dunia. Jenis bimbingan semacam ini tidak terbatas pada usia atau tahap dalam hidup, seseorang sering membutuhkan bantuan dalam menentukan pilihan. Namun, bimbingan semacam ini salah satu bagian dari seluruh layanan konseling profesional.

Psikoterapi atau terapi sejak dulu berfokus pada masalah serius yang berkaitan dengan masalah dan konflik intrapsikis, internal, dan pribadi. Psikoterapi berhubungan dengan pemulihan kewajaran (Casey, 1996). Dengan demikian, psikoterapi khususnya merupakan terapi berbasis analisis, yang menekankan pada (a) masa lalu lebih dari masa kini; (b) wawasan ketimbang perubahan; (c) pengambilan jarak oleh terapis; dan (d) peranan terapis sebagai ahli. Selain itu, psikoterapis juga dipandang sebagai terapi yang diberikan lebih dalam kondisi rawat inap (fasilitas perawatan inap sebagai rumah sakit mental), dibandingkan kondisi rawat jalan (tidak ada ruang inap, misalnya dilakukan oleh lembaga tertentu).

Di jaman modern ini perbedaan antara psikoterapi dan konseling telah menjadi kabur dan profesional yang memberikan layanan klinis sering menjadi pihak yang menentukan apakah klien menerima konseling atau psikoterapi. Beberapa teori konseling diacu sebagai terapi dan dapat digunakan dalam latar konseling maupun terapi. Oleh karena itu, kemiripian proses dalam konseling dan psikoterapi seringkali tumpang tindih.

Beberapa definisi berisi sejumlah pengertian implisit dan eksplisit yang harus dipahami oleh konselor dan klien:

1. Konselor berhubungan dengan kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, karir, dan kelainan. Dengan kata lain, konselor bekerja di bidang yang melibatkan hubungan. Bidang ini mencakup kepedulian intrapersonal dan interpersonal yang berkaitan dengan pencarian makna dan penyesuaian dalam latar tertentu seperti sekolah, keluarga, dan karir.

2. Konseling dilakukan untuk orang yang dianggap sehat dan orang yang memiliki masalah serius. Konseling memenuhi kebutuhan berbagai macam orang. Menurut pandangan konselor, klien memiliki masalah perkembangan atau situasional yang

(4)

memerlukan bantuan untuk penyesuaian atau remediasi. Masalah seringkali membutuhkan intervensi jangka pendek, tetapi perawatan dapat diperpanjang untuk mengatasi kelainan yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik dari Kelainan Mental yang dikeluarkan American Psychatric Association.

3. Konseling berbasis teori. Konselor memakai sejumlah teoretis, mencakup kognitif, perilaku, dan sistemik. Teori-teori ini dapat diterapkan untuk individu, kelompok, maupun keluarga.

4. Konseling merupakan proses baik berupa perkembangan atau intervensi. Konselor berfokus pada sasaran klien. Jadi, konseling melibatkan pilihan maupun perubahan. Dalam beberapa kasus, konseling adalah latihan sebelum bertindak (Casey, 1996).

Berikut beberapa definisi konseling menurut tokoh-tokoh psikologi:

a. Konseling: Suatu hubungan yang bebas dan berstruktur yang membiarkan klien memperoleh pengertian sendiri dan membimbingnya untuk menentukan langkah positif kearah orientasi baru (Rogers, 1942).

b. Konseling: Interaksi yang terjadi dua orang (konselor dan klien) berlangsung dalam kerangka profesional dan diarahkan terjadinya perubahan perilaku pada klien (Pepinsky & Pepinsky, 1954).

c. Konseling: Suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan dengan seorang profesional yang berpengalaman untuk membantu orang lain mampu memecahkan persoalan pribadinya (Smith, 1955). d. Konseling: Suatu hubungan yang bersifat profesional dan mempribadi antara konselor dan klien dengan maksud mendorong perkembangan pribadi konseli dan membantu memecahkan masalah yang dihadapinya (McLeod, 2006).

Konseling (

Counseling

), Psikoterapi (

Psychotherapy

), Bimbingan (

Guidance

)

Istilah konseling, psikoterapi, dan bimbingan banyak digunakan secara bersamaan. Ketiganya memiliki makna yang tumpang tindih namun memiliki perbedaan mendasar. Istilah bimbingan (guidance) lebih mudah dibedakan dengan konseling dan psikoterapi. Seperti yang dikemukakan oleh Gladding (1992) yang berpendapat bahwa perbedaan istilah bimbingan (guidance) dan konseling adalah bahwa bimbingan berfokus pada membantu individu membuat pilihan hidup yang penting, sedangkan konseling berfokus pada membantu individu untuk berubah. Gladding juga mengatakan bahwa bimbingan pada umumnya dilakukan di sekolah-sekolah, dimana konselor membantu siswa membuat keputusan penting dalam hidupnya, sepeti memilih jurusan dan pekerjaan.

(5)

Menurut Gladding (2004) bimbingan (guidance) terkait dengan:

1. Membantu individu untuk memilih yang dianggap paling penting (what they volue

most).

2. Adanya hubungan antara orang-orang yang tidak setara (unequals), seperti misalnya antara guru dan murid serta orangtua dan anak.

3. Membantu orang yang kurang mempunyai pengalaman untuk menemukan arah dalam hidupnya (Lesmana, 2006).

Secara garis besar bimbingan (guidance) dapat dimaknai sebagai proses bantuan yang bertujuan membantu individu membuat keputusan penting dalam hidupnya yang biasanya terjadi pada setting pendidikan atau sekolah. Bimbingan (guidance) lebih bersifat pencegahan (preventive) yaitu bantuan yang dilakukan untuk membantu individu dalam beradaptasi dan mencapai proses perkembangannya baik secara pribadi, intelektual, sosial, emosi, dan karirnya.

Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, layanan bimbingan (guidance) di sekolah-sekolah dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah-sekolah yang memiliki latar belakang pendidikan dari jurusan Bimbingan dan Konseling. Layanan bimbingan dapat dilakukan secara individual, kelompok, maupun klasikal. Menurut Cavanagh (1982), konseling dan psikoterapi tidak dapat dibedakan dengan jelas, kegiatan yang dilakukan konselor dapat dikatakan sebagai kegiatan psikoterapi, kegiatan yang dilakukan psikoterapi dapat dikatakan sebagai konseling. Cavanagh menyimpulkan perbedaan konseling dan psikoterapi: Pertama, konseling diperuntukkan bagi individu yang mengalami gangguan psikologik. Kedua, konseling lebih bersifat edukatif, suportif, berorientasi pada kesadaran dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat. Psikoterapi bersifat rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi pada ketidaksadaran, dan dilaksanakan dalam waktu yang panjang. Terakhir, konseling lebih terstruktur, diarahkan pada tujuan yang terbatas dan konkrit, sedangkan psikoterapi bertujuan untuk mengubah diri individu (Cavanagh, 1982). Menurut Gladding (1982), konseling memiliki perbedaan signifikan dengan psikoterapi. Gladding mengutip definisi konseling yang dikemukakan oleh the American Counseling

Association (ACA): Konseling merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip kesehatan mental,

psikologi, atau perkembangan manusia melalui intervensi kognitif, afektif, behavioral, strategi yang memperhatikan kesejahteraan (wellness), pertumbuhan pribadi, atau pengembangan karir, tetapi juga patologi (Lesmana, 2006).

Menurut Gladding (1992), definisi konseling yang dikemukakan oleh the American

Counseling Association mengandung beberapa poin, yaitu:

1. Konseling merupakan sebuah profesi.

(6)

3. Konseling dilakukan pada orang-orang yang dianggap normal.

4. Konseling dilakukan berdasar teori dan berlangsung dalam setting atau tatanan yang terstruktur.

5. Konseling merupakan suatu proses di mana konseli belajar membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk bertingkah laku, merasa, dan berpikir.

6. Konseling berkaitan dengan berbagai spesialisasi yang bervariasi, seperti: konseling sekolah, konseling pernikahan dan keluarga, serta konseling karir (Gladding, 1992).

Membahas tentang perbedaan konseling dan psikoterapi, Gladding (1992) mengutip beberapa pendapat ahli yang mendeskripsikan psikoterapi sebagai berikut:

1. Berhubungan dengan masalah gangguan kejiwaan yang lebih serius. 2. Menekankan pada masa lalu dibandingkan masa sekarang.

3. Menekankan pada insight daripada perubahan.

4. Terapis diharapkan menyembunyikan dan tidak membuka nilai-nilai dan perasaannya. 5. Terapis berperan sebagai orang yang ahli (expert) daripada sebagai partner untuk berbagi (sharing partner).

Pendapat tentang perbedaan antara bimbingan (guidance), konseling (counseling), dan psikoterapi (psychotherapy) banyak dijadikan rujukan untuk membedakan aplikai antara konseling, bimbingan, psikoterapi, dan psikologi di lapangan.

Tujuan Konseling

Menurut McLeod (2006), tujuan konseling dilandasi oleh fondasi dari keragaman model teori dan tujuan sosial masing-masing pendekatan konseling. McLeod mengatakan bahwa beberapa tujuan konseling yang didukung secara eksplisit dan implisit oleh para konselor adalah:

1. Pemahaman

Adanya pemahaman terdapat akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional daripada perasaan dan tindakan.

2. Berhubungan dengan orang lain

Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain, misalnya dalam keluarga atau di dunia pendidikan.

(7)

3. Kesadaran diri

Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini ditahan atau ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan penerimaan orang lain terhadap diri.

4. Penerimaan diri

Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik dan penolakan.

5.Aktualisasi diri atau individuasi

Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya bertentangan.

6. Pencerahan

Membantu konseli mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi. 7. Pemecahan masalah

Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh konseli seorang diri. Menuntut kompetensi umum dalam pemecahan masalah.

8. Pendidikan psikologi

Membuat konseli mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.

9. Memiliki ketrampilan sosial

Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan inter-personal seperti: mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan.

10. Perubahan kognitif

Memodifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku yang merusak diri sendiri. 11. Perubahan sistem

Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial seperti: keluarga dan masyarakat sekitar.

(8)

12. Penguatan

Berkenaan dengan ketrampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang membuat konseli mampu mengontrol kehidupannya.

13. Restitusi

Membantu konseli membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. 14. Reproduksi (generativity) dan aksi sosial

Menginspirasikan dalam diri seseorang dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan memberikan kontribusi untuk kebaikan bersama (collective

good) melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas (McLeod, 2006).

Dalam kegiatan konseling, penetapan tujuan konseling tidak mencakup seluruh tujuan konseling, tujuan koseling ditetapkan berdasarkan permasalahan yang dialami oleh konseli serta pendekatan konseling yang digunakan oleh konselor. Setiap pendekatan konseling yang valid seharusnya cukup fleksibel agar dapat memungkinkan konseli menggunakan hubungan terapeutik sebagai arena mengeksplorasi dimensi hidup yang paling relevan terhadap eksistensi saat ini (Mcleod, 2006).

Tujuan konseling menurut George dan Cristiani (1981), sebagai berikut: 1. Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku.

Tujuan suatu konseling adalah membawa klien agar terjadi perubahan yang memungkinkan klien hidup lebih produktif dan menikmati kepuasan hidup sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang ada dimasyarakat. Tujuan konseling harus jelas, jadi perubahan perilaku yang dikehendaki ialah perubahan yang bagaimana, dan selanjutnya bagaimana melakukan perubahan tersebut dengan bantuan konselor.

2. Meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu.

Dalam kenyataannya hampir semua orang mengalami kesulitan menghadapi proses pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak semua orang yang berpengaruh terhadap proses perkembangan seseorang, dapat memperlihatkan tindakan sama dan konsisten sehingga selalu menghadapi sesuatu yang baru yang belum tentu disenangi atau dituruti. 3. Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan.

(9)

Konseling diarahkan agar seseorang dapat membuat sesuatu keputusan pada saat penting dan benar-benar dibutuhkan. Keputusan yang diambil pada akhirnya harus merupakan keputusan yang ditentukan oleh klien sendiri dengan bantuan dari konselor.

4. Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan.

Sebagai mahkluk sosial, seseorang diharapkan mampu membina hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya mulai dari sekolah dengan teman sebaya, rekan kerja, atau dalam keluarga. Kegagalan dalam hubungan antar perorangan adalah kegagalan dalam penyesuaian diri yang disebabkan oleh kurang tepatnya memandang atau menilai diri sendiri atau kurangnya ketrampilan untuk menyesuaikan diri.

5. Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan klien.

Pada hakikatnya orang mempunyai kemampuan, namun seringkali kemampuan tersebut tidak atau kurang berfungsi, tidak aktual sehingga berfungsinya tidak mencapai maksimal. Memberfungsikan kemampuan yang dimiliki dengan membantu menyediakan fasilitas adalah tujuan dari konseling. Kalau ternyata pada seseorang kemampuannya tidak efektif, mungkin penyebabnya terletak pada gambaran dan ciri-ciri kepribadiannya atau juga karena lingkungan yang menghambat.

Proses Konseling

Konseling merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan sistematik. Sebelum proses konseling dilakukan, konselor telah memperoleh data mengenai klien yang diambil melalui wawancara pendahuluan (intake interview) yang dilakukan oleh konselor atau orang lain yang ditugaskan dan terlatih untuk melakukannya. Setelah melalui wawancara permulaan, maka konselor perlu menyusun suatu program yang disesuaikan dengan latar belakang konselor dengan pendekatannya dan kondisi khusus klien atau tujuan dilaksanakannya konseling.

Pentingnya menyusun program yang berstruktur untuk melakukan konseling, memungkinkan hubungan yang terjadi memperoleh kemajuan dan produktif. Brammer (1979) mengatakan bahwa struktur mendasari peranan, tanggung jawab, dan kemungkinan keterlibatan yang diperlukan, baik antara konselor maupun klien. Dalam membuat struktur untuk melakukan konseling, Stewart (1986) membuat model yang diperkenalkan sebagai "Stewart Model", terdiri dari enam tahap sebagai berikut:

1. Penentuan Tujuan Konseling

Konselor bersama klien menentukan tujuan konseling setelah klien mengungkapkan keinginannya memperoleh bantuan. Hal ini penting untuk menunjukkan adanya motif yang

(10)

jelas dari pihak klien dan arah bantuan yang akan diberikan oleh konselor. Pada tahap ini konselor menjadi pendengar yang aktif dan berusaha meyakinkan klien bahwa ia adalah seorang yang punya makna sebagai pribadi.

2. Perumusan Konseling

Konselor dan klien menyetujui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Pada tahap ini klien membutuhkan bantuan untuk mengembangkan pendapatnya tentang fungsi dari konseling dan dicapai kesepakan mengenai tujuannya.

3. Pemahaman Kebutuhan Klien

Pada tahap ini masalahnya diperjelas dan dicari pengertian di dalam diri klien yang masih bisa dikembangkan. Konselor memperhatikan tanggapan klien tentang kesulitan pribadi dan perasaan-perasaan yang ada disekelilingnya. Konselor bekerja sama dengan klien berupaya memeriksa faktor-faktor yang berkaitan dengan munculnya kesulitan sebanyak mungkin agar rencana tindakan lebih lanjut yag tepat dapat dirumuskan. Berbagai hal yang berhubungan dengan empati dikomunikasikan dengan klien, agar klien merasa dimengerti mengenai perasaan tertentu yang mungkin menjadi masalah dalam kehidupan pribadi sehari-hari.

4. Penjajagan Sebagai Alternatif

Konselor bertanggung jawab untuk menunjukkan berbagai kemungkinan dan alternatif penyelesaian masalah pada saat itu, untuk meyakinkan adanya kemajuan. Terkadang konselor tidak memutuskan sesuatu langkah yang perlu diambil oleh klien, tetapi klien sendiri yang menentukan. Klien harus belajar memperkirakan akibat dari setiap langkah dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh, termasuk pengorbanan yang mungkin harus diberikan, seperti soal waktu dan biaya serta resiko yang terjadi.

5. Perencanaan Suatu Tindakan

Seiring dengan tumbuhnya pengertian dan kestabilan kehidupan perasaan pada klien dengan bantuan dari konselor, klien mulai bisa melangkah lebih mantap untuk melakukan tindakan ke arah tercapainya tujuan konseling. Dalam melaksanakan tindakan akan lebih mudah kalau klien memilih sendiri tindakan yang sebaiknya akan dilakukan. Namun faktor pribadi pada klien akan mempengaruhi hal ini. Pada tahap ini konselor mengamati, menilai terhadap apa yang telah terjadi pada klien, apakah konseling masih perlu diteruskan atau dihentikan sementara (terminasi) karena tujuan sudah tercapai. Apabila konseling akan dihentikan, klien diminta merumuskan mengenai pengalaman-pengalaman selama menjalani konseling, terutama yang berkaitan dengan perkembangan dirinya selanjutnya. Hal ini perlu dilakukan sebagai cara untuk mengetahui apakah pada klien telah tumbuh pemahaman-pemahaman baru atau tidak, yang harus dilihat sebagai pribadi secara keseluruhan (gestalt) dan dalam kehidupan sehari-hari secara umum.

(11)

Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan selama klien masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai. Mengenai terminasi ini, Ward (1984) menunjukkan adanya penilaian yang seringkali keliru sehingga penghentian konseling bukan hanya penting pada proses konseling, melaikan juga memiliki tiga fungsi yaitu:

a. Memeriksa kesiapan klien dalam menghadapi berakhirnya konseling dan mengkonsolidasi proses belajar.

b. Mengatasi bersama faktor afeksi (perasaan) yang tersisa dan menyelesaikan dengan baik hal-hal yang punya arti penting dan mungkin intensif dalam hubungan konselor dan klien.

c. Memaksimalkan pengalihan proses belajar dan meningkatkan kepercayaan diri pada klien mengenai kemampuannya untuk mempertahankan perubahan yang telah diperoleh selama menjalani konseling karena konseling dihentikan.

Persyaratan Sebagai Konselor

Kualitas yang harus dimiliki konselor (Meara, et al., 1996):

1. Empati: Kemampuan untuk mengkomunikasikan pemahaman terhadap pengalaman orang lain dari perspektif orang itu sendiri.

2. Ketulusan: Komitmen pribadi untuk konsisten terhadap yang dinyatakan dan yang dilakukan.

3. Integritas: Kesederhanaan dan kejujuran.

4. Fleksibilitas: Kemampuan untuk menangani yang menjadi perhatian klien tanpa harus mengacuhkan secara personal.

5. Rasa hormat: Menunjukkan keyakinan diri yang sama kepada orang lain dan pemahaman terhadap diri sendiri.

6. Kesederhaan: Kemampuan untuk menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan seseorang.

7. Kompetensi: Ketrampilan dan pengetahuan efektif yang dibutuhkan untuk melakukan yang dipersyaratkan.

8. Keadilan: Aplikasi kriteria yang tepat secara konsisten untuk menginformasikan keputusan dan tindakan.

9. Kebijakan: Memiliki kemampuan untuk menilai sebagai dasar untuk bertindak. 10. Keberanian: Kapasitas untuk bertindak tanpa terpengaruh rasa takut, risiko, dan ketidakpastian.

(12)

Karakteristik Konselor yang Efektif

Cristiani (1981), menyimpulkan terdapat enam karakteristik pribadi konselor yang sangat efektif sebagai berikut:

1. Konselor yang efektif membukakan diri dan menerima pengalaman sendiri. Keterbukaan akan keadaan diri sendiri. Menerima pengalaman diri diartikan menerima berbagai kehidupan perasaan yang dirasakan dan dialami sebagaimana adanya agar dapat menguasai perilakunya.

2. Konselor yang efektif menyadari akan nilai dan pendapatnya sendiri.

Mengerti yang penting untuk dirinya dan menentukan norma-norma untuk kehidupannya. Dapat memutuskan dan menentukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya.

3. Konselor yang efektif dapat membina hubungan hangat dan mendalam dengan orang lain.

Dapat menghargai orang lain dengan kehidupan perasaan dan pendapatnya. Dapat memperlihatkan kehangatan terhadap orang lain.

4. Konselor yang efektif dapat membiarkan diri sendiri dilihat orang lain sebagaimana adanya.

Memperlihatkan sikap yang wajar. Jika seseorang sudah dapat memahami dan menerima kehidupan perasaannya sesuai dengan pengalamannya, tidak perlu memaksakan perasaannya kepada orang lain dan juga tidak perlu menutupi diri sehingga orang lain melakukan sesuatu penilaian tertentu.

5. Konselor yang efektif mampu mengatasi kegagalan dan kelemahan dan sebaliknya tidak menolak atau menyalahkan orang lain.

Menerima tanggung jawab pribadi berarti juga dapat menerima kritik dengan reaksi yang baik, yang lebih konstruktif dan sebaliknya tidak terus-menerus mempertahankan dan melindungi diri.

6. Konselor yang efektif mengembangkan tingkatan aspirasi yag realistik.

Konselor yang efektif dapat menilai seberapa jauh sesuatu tujuan ditempatkan sesuai dengan kenyataan atau keaadan yang dimiliki untuk dapat mencapainya.

(13)

Daftar Pustaka

Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Gladding, Samuel T. (2014). Counseling: A Comprehensive Profession 7 th

edition.California. Pearson International.

McLeod, John. (2006). Pengantar Konseling: Teori dan study kasus. Alih bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual, ketika menghadapi persoalan dalam hidupnya, tidak hanya dihadapi dan dipecahkan dengan rasional dan emosional saja,

Lakukan analisis dan evaluasi penelitian berbasis design dan creation. Lakukan studi pada sebuah penelitian yang menggunakan strategi ini. a) Menjelaskan arti dari strategi

Pada tahap analisis yang digunakan untuk mengukur kinerja dan memprediksi kebangkrutan perusahaan adalah analisis metode Altman Z-Score.. Berdasarkan kinerja keuangan

Pihak-pihak akan berusaha sekerasnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mendorong dan mengembangkan kerjasama teknis bidang pertahanan dan keamanan

seperti pada Tabel 12.3, kita dapat menggunakan teknik machine learning untuk memprediksi apakah suatu pengguna akan menyukai film tertentu, berdasarkan genre yang dimuat oleh

SAAT ANDA MELAKUKAN PENAWARAN, KAMI NYATAKAN BAHWA ANDA TELAH MELAKUKAN PENGENCEKAN KONDISI FISIK, LOKASI UNIT SERTA DOKUMEN Daftar lot ini hanya sebagai panduan tidak dapat

Hasil cross tabulasi dari 17 balita gizi kurang pada kelompok perlakuan yang tidak mengalami perubahan berat badan (berat badan tetap) adalah sebanyak 1

Untuk mengetahui bagaimanakah :Efektivitas penggunaan media audio visual pada mata pelajaran Bahasa Indonesia ditinjau dari keterampilan membaca puisi peserta didik sekolah