• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat tercapai melalui pembangunan nasional. menimbulkan kaidah hukum kepegawaian. 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat tercapai melalui pembangunan nasional. menimbulkan kaidah hukum kepegawaian. 1"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia mempunyai tujuan negara sebagaimana tersurat dalam Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa tujuan negara antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan perdamaian dunia. Tujuan negara tersebut dapat tercapai melalui pembangunan nasional.

Pelaksanaan pembangunan nasional membutuhkan sarana-sarana tertentu guna mewujudkan tujuan negara, sarana itu dapat berupa manusia dan sarana yang berbentuk benda, seperti benda bergerak, benda tetap dan modal atau uang. Hubungan hukum antara negara dengan sarana yang berbentuk manusia menimbulkan kaidah hukum kepegawaian.1

Pemerintah terlibat langsung dalam usaha-usaha pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Tugas-tugas pemerintahan dalam menyelenggarakan pembangunan tersebut dilaksanakan melalui aparatnya, dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil.

Aturan hukum yang berkaitan dengan pegawai negeri sudah ada sejak awal kemerdekaan. Untuk memudahkan pembahasan sejarah perkembangan

1. Muchsan, Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil, Liberty,Yogyakarta, 1988, hlm. 4.

(2)

aturan hukum yang mengatur Pegawai Negeri Sipil atau Hukum Kepegawaian maka dibuat empat periode yang meliputi:

1. Periode awal kemerdekaan Indonesia

2. Periode Berlakunya Undang Undang Nomor 18 Tahun 1961 3. Periode Berlakunya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 4. Periode Berlakunya Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999

Salah satu yang membedakan berlakunya Undang Undang Kepegawaian satu dengan yang lain adalah pemerintahan pada saat itu. Reformasi yang terjadi pada bulan Mei 1998 telah mengakibatkan perubahan yang signifikan dalam tata kehidupan sistem politik dan sistem pemerintahan negara. Salah satu perubahan tersebut adalah munculnya desentralisasi kepada daerah untuk mengelola sendiri segala urusannya di luar urusan agama, pertahanan dan keamanan, keuangan, politik. Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah. Kewenangan daerah tersebut antara lain adalah kewenangan dalam bidang kepegawaian. Hal-hal itulah yang kemudian menjadi pertimbangan perubahan atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pemerintah merasa bahwa perubahan sistem politik dan sistem pemerintahan belum terwadahi dalam aturan-aturan hukum yang sudah ada, sehingga pada tahun 1999 diterbitkan Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999.2

(3)

Kepegawaian adalah segala hal mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai yang ditentukan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

J.H.A Logemann dalam “Over de theorievan een stellig staatsrecht” (1984) berpendapat bahwa pegawai negeri adalah tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas publik (openbare dienstbetrekking) dengan negara.3

Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam pengertian tentang makna Pegawai Negeri Sipil dalam pengertian tentang makna Pegawai Negeri Sipil yang diberikan oleh Undang Undang, sedangkan pengertian ekstensif adalah pengertian perluasan yang dimaksud pegawai negeri dalam hal-hal tertentu, misalnya ketentuan Pasal 415-437. Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan lain-lain.4

3. Sudibyo Triatmodjo, Hukum Kepegawaian Mengenai Kedudukan Hak Dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipi, Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm. 27.

(4)

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah juga dijelaskan pengertiannya dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1974, yaitu:5

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah dan Kepaniteraan Pengadilan.

2. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Jawatan. 3. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan

pada Daerah Otonom.

4. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan dan lain-lain.

5. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas Negara lainnya, seperti Hakim pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan lain-lain.

5. Sastra Djamika dan Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1982, hlm. 10.

(5)

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah:

Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom.

Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya ssendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, LN tahun 1974 No. 38).

Berdasarkan Pasal 2 Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 maka pegawai negeri sipil terdiri dari:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat

Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibedakan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan pada Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan atau Lembaga Tinggi Negara, Instansi Vertikal didaerah propinsi atau kabupaten atau Kota, Kepaniteraan Pengadilan atau dipekerjakan untuk tugas negara lainnya.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah

Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi atau Kabupaten atau Kota.

(6)

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia

Anggota Tentara Nasional Indonesia diatur dalam Undang Undang tersendiri.

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Keanggotaan Kepolisian Republik Indonesia diatur dalam Undang Undang tersendiri

4. Disamping itu pejabat yang bersangkutan dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

Perihal perceraian ini, maka di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983, diatur sebagai berikut:

1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari pejabat

2. Syarat dipenuhinya untuk melakukan perceraian ialah: a. Salah satu pihak berbuat zina

b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi,salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

c. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 (lima) tahun, d. Salah satu pihak melakukan kekejaman

(7)

Di daerah lingkungan pemerintah kota Yogyakarta sendiri perceraian hampir selalu ada setiap tahunnya. Permasalahannya pun beragam, misalnya dari faktor ekonomi, suami tidak memberi nafkah kepada istri, diantara keduanya sering terjadi percekcokan sehingga mereka tidak dapat hidup bahagia lagi, adanya pihak ketiga diantara keduanya atau salah satu diantara mereka, serta alasan lainnya istri tidak bisa memberi keturunan karena salah satu pihak mengalami kecacatan. Alasan-alasan tersebut yang membuat perceraian di lingkungan pemerintah kota Yogyakarta terjadi sepanjang tahunnya.6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dalam latar belakang masalah tersebut diatas maka diajukan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta?

2. Apakah pelaksanaan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan peraturan prundang-undangan yang berlaku?

6

Berdasarkan sumber wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah yang diwakili oleh Dina Vita Maratilova

(8)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta sudah sesuai atau belum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Tinjauan Pustaka

1. Pegawai Negeri Sipil

Secara etimologi, Pegawai Negeri Sipil terdiri dari tiga kata yaitu pegawai yang berarti karyawan atau orang yang bekerja. Kata negeri yang berarti kota, negara pemerintahan yang baik. Sedangkan kata sipil memiliki arti rakyat biasa bukan tentara. Dengan demikian pegawai negari sipil secara etimologi berarti orang biasa atau yang bukan tentara yang bekerja pada negara atau pemerintah.

Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu bagian dari pokok-pokok hukum kepegawaian yang diatur dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1 butir 1 UndangUndang Nomor 43 Tahun1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah:

(9)

“Pegawai Negeri Sipil merupakan setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabata yang berwenang dan diserahkan tugas Negara lainnya, dan digaji berdasarkan Undang Undang yang berlaku”. Perceraian dalam pegawai negeri sipil terdapat adanya perubahan tentang keharusan mengajukan permintaan tentang kejelasan mengenai perceraian mengajukan izin dalam hal perceraian, larangan bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat, pembagian gaji sebagai akibat terjadinya perceraian yang diharapkan dapat lebih menjamin keadilan bagi kedua belah pihak.

Perubahan lain yang bersifat mendasar dan lebih memberi kejelasan terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 ialah mengenai pengertian hidup bersama yang tidak diatur sebelumnya. Dalam peraturan pemerintah ini disampng diberikan batasan yang lebih jelas, juga ditegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama. Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dijatuhi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

Mengingat faktor penyebab pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 berbeda maka saksinya terhadap pelanggaran yang semula burupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dalam

(10)

Peraturan Pemerintah ini diubah menjadi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 hal mana yang dimaksud untuk lebih memberi rasa keadilan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, apabila melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 peraturan pemerintah ini, dikenakan pula hukumnya disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Sanksi yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil atau atasan kecuali pegawai bulanan di samping pensiun dijatuhi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 apabila melakukan perbuatan sebagai berikut :

a. Tidak memberitahukan perkawinan pertama secara tertulis kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan.

b. Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin yang berkedudukan sebagai penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari pejabat.

c. Beristri lebih dari satu orang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat.

(11)

d. Melakukan hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya.

e. Tidak melaporkan perceraian kepada pejabat dalam jangka waktu satu tahun selambat-lambatnya perkawinan dilangsungkan.

f. Tidak melaporkan perkawinan yang kedua / ketiga / keempat kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan.

g. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk melakukan perceraian dan atau untuk berisreri lebih dari satu orang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.

h. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah penerimaan permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.

(12)

i. Pejabat yang tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah. j. Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi isteri kedua / ketiga /

keempat dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

k. Pegawai Negeri Sipil dijatuhi salah satu hukuman disiplin serta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, apabila menolak melaksanakan pembagian gaji dan atau tidak mau menendatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian.

2. Perceraian Pegawai Negeri

Pegawai Negeri Sipil yang ingin melakukan perceraian selain harus mengindahkan ketentuan umum sebagaimana termuatdalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pelaksanaannnya PP Nomor 9 Tahun 1975 yang telah diuraikan, juga harus mengindahkan ketentuan khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang termuat dalam PP Nomor 10 Tahun 1983, yang ada mengatur mengenai izin perceraian.

Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan-alasan

(13)

yang sah yaitu salah satu atau lebih alasan sebagai tersebut di bawah ini:7

a. Salah satu pihak berbuat zina yang dibuktikan dengan: 1) Keputusan Pengadilan

2) Surat pernyataan dari sekurang-kurangnya dua orang saksi yang telah dewasa yang melihat perzinahan itu.

3) Perzinahan itu diketahui oleh salah satu pihak (suami-isteri) dengan tertangkap tangan.

b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan yang dibuktikan dengan:

1) Surat pernyataan dari dua orang saksi yang telah dewasa yang mengetahui perbuatan itu, yang diketahui oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat.

2) Surat keterangan dari dokter atau polisi yang menerangkan bahwa menurut hasil pemeriksaan, yang bersangkutan telah menjadi pemabuk, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan/diperbaiki.

c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena hal lain diluar kemampuan/kemauannya, yang dibuktikan

7. Riduan Syahrini, Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, Media Sarana Press, Jakarta, 1987, hlm. 93.

(14)

dengan surat pernyataan dari Kepala/Kepala Desa, yang disahkan oleh oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat. d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau

hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan yang berlansung yang dibuktikan dengan Keputusan Peradilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membehayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et repertum dari dokter Pemerintah.

f. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan / Kepala Desa yang disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat.

3. Perizinan Perceraian Pegawai Negeri Sipil

Izin untuk melakukan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, pengaturannya hampir sama dengan izin untuk melakukan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil pria, dan izin menjadi isteri kedua/ketiga/keempat bagi Pegawai Negeri Sipil wanita.

(15)

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu, yang secara umum dilarang.8

Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari pejabat. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untk bercerai harus berusaha terlebih dahulu merukunkan kembali suami isteri tersebut. Apabila usaha tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan izin perceraian itu kepada pejabat melalui surat saluran hirarki disertai pertimbangan tertulis selambat-lambatnya tiga bulan sejak menerima permintaan izin itu. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan obyektif suami isteri tersebut dan memuat pula saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi pejabat dalam mengambil keputusan. Permintaan izin untuk bercerai ditolak apabila:

a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan

b. Tidak ada alasan untuk bercerai

c. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat

Permintaan izin untuk bercerai dapat diberikan apabila:

(16)

a. Tidak bertentangan dengan ajaran agama / peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan

b. Ada alasan untuk bercerai

c. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

d. Alasan yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapat izin untuk melakukan perceraian dari pejabat, apabila ingin tetap bercerai maka ia harus menempuh prosedur untuk melakukan perceraian sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana telah kita utarakan diatas, dapat dijatuhkan hukuman disiplin, berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.9

4. Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan

Walaupun pada dasarnya melakukan perkawinan itu adalah bertujuannya untuk selama-lamanya, tetapi adanya kalanya ada

(17)

sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinannya tidak dapat diteruskan jadi harus diputuskan di tengah jalan atau terpeksa putus dengan sendirinya atau denagn kata lain terjadi perceraian antara suami-isteri.

Perceraian dalam istilah figh disebut “talak” atau “furqah”. Adapun arti dari pada talak ialah membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” artinya bercerai, yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu dipakai oleh para ahli figh sebagai satu istilah, yang berarti: perceraian sumi-isteri. Sabda Nabi Muhammad s.a.w. bahwa :”thalaq adalah sebagai perbuatan yang dimurkai Allah di antara perbuatan yang halal”.10

Perkataan talak dalam istilah-istilah figh mempunyai dua arti, yaitu arti yang umum dan arti yang khusus. Talak menurut arti yang umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak dalam arti yang khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan karena talak maka untuk selajutnya istilah talak disini dimaksudkan sebagai talak dalam arti yang khusus.

(18)

Tujuan dari pada perkawinan yang diperintahkan agama islam ialah pekawinan yang dimaksudkan untuk selama-lamanya atas dasar saling cinta-mencintai antara suami-isteri. Perkawinan yanh dilaksanakan yang menyimpang dari tujuan yang disyariatkan, hukumnya adalah Haram. Misalnya nikah yang tujuannya hanya untuk sementara waktu atau hanya untuk melepaskan hawa nafsu saja (mut’ah), nikah muhallil dan lain sebagainya.

Suami-istri dalam melaksanakan kehidupan tentu saja tidak selamanya berada pada situasi yang damai dan tentram tetapi kadang-kadang terjadi juga salah paham antara suami-isteri atau salah satu pihak melalaikan kewajinbannya, tidak percaya-mempercayai satu sama lain.

Keadaan timbul dalam ketegangan ini, kadang-kadang dapat diatasi sehingga antara kedua belah pihak menjadi baik kembali, tetapi adakalanya kesalah faham itu menjadi berlarut, tidak dapat didamaikan dan terus-menerus menjadi pertengkaran antara suami-isteri itu. Apabila suatu perkawinan yang demikian itu dilanjutkan maka pembentukan rumahtangga yang damai dan tenteram seperti yang disyariatkan oleh agama itu tidak tercapai dan ditakutkan pula perpecahan antara suami isteri akan mengakibatkan perbecahan antara keluarga kedua belah pihak.

(19)

Maka dari itu untuk menghindari perpecahan keluarga yang makin meluas maka agama islam mensyaratkan perceraian sebagai jalan keluar yang terakhir bagi suami-isteri yang sudah gagal dalam membina rumah tangganya.

Islam mensyariatkan perceraian tetapi bukan berarti agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dalam perceraian pun tidak bolh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki.

Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang dengan asas-asas hukum Islam. Hal ini bisa dilihat dalam hadist nabi Rasulullah s.a.w mengatakan

“yang dalam hal yang paling dibenci Allah ialah Perceraian” (H.R. Abu Daud dan dinyatakan shaheh oleh Al-Hakim)

Bagi yang melakukan perceraian tanpa alasan, Rasulullah s.a.w. berkata “Apakah yang menyebabkan salah seorang kamu mempermainkan hukum Allah, ia mengatakan : Aku sesungguhnya telah mentalak (istriku) dan sungguh aku telah merujuknya”. (H.R. an-Nasai dan Ibnu Huban)”.

Melihat isi hadist nabi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa talak itu walaupun telah diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaannya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan yang terakhir yang ditempuh oleh suami isteri, apabila cara lain telah diusahakan sebelumnya tetap tidak dapat

(20)

mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami isteri tersebut.11

E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian

Pelaksanaan Izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

2. Subyek Penelitian

Staf Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta yang diwakili oleh Dina Vita Maratilova, SH yang menjabat staf sub bagian mutasi. 3. Sumber Data

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari subjek penelitian, yang berupa hasil wawancara sehingga diharapkan menghasilkan informasi yang lebih valid dan dapat dipercaya.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan (library reseach) dan dokumen.

11. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta, hlm. 103-105.

(21)

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara (interview), yaitu pengumpulan data dengan menggunakan tanya jawab secara langsung dengan subjek penelitian guna memperoleh jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini. b. Studi kepustakaan, yaitu data yang diperoleh dengan cara menelusuri

dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

5. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kota Yogyakarta. 6. Analisis Data

Setelah data berhasil diperoleh dan terkumpul secara lengkap, baik yang diperoleh di lapangan maupun dalam kepustakaan, kemudian data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menganalisis data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji dan dipilih yang berkualitas berdasarkan penilaian yang logis untuk dapat menjawab permasalahan yang diajukan.

(22)

F. Kerangka Skripsi

Di dalam bab I ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan kerangka skripsi.

Sedangkan dalam bab II ini akan diuraikan tinjauan tentang pengertian Pegawai Negeri Sipil, Kedudukan Pegawai Negeri Sipil, hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil, menejemen Pegawai Negeri Sipil, peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil . Dalam bab III ini akan diuraikan mengenai deskripsi lokasi penelitian (Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta), pelaksanaan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah kota Yogyakarta, hambatan-hambatan yang muncul dari pelaksanaan izin perceraian tersebut.

Dalam bab IV ini merupakan bab yang terakhir dan berisikan kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

pengelolaan sampah yang mereka ketahui adalah teknologi konvensional yang berorientasi pada daur ulang secara mekanik yang masih sederhana (dirusak, diolah

Untuk permintaan pelayanan perjamuan bagi jemaat sakit baik di rumah maupun di rumah sakit dapat menghubungi Majelis sektor atau kantor Majelis Jemaat setiap hari Kerja paling

Karya ilmiah tersebut membahas tentang : (1) Evaluasi karakter morfo-fisiologis sumber daya genetik Padi berumur genjah , (2) Pengaruh Pupuk NPK pelet dari kotoran ayam

Perencanaan Strategis SI/TI Dengan Metode SWOT dan BSC Di Universitas XYZ bertujuan untuk dapat memberikan gambaran dan rekomendasi mengenai kondisi bisnis dan SI/TI internal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan aplikasi geogebra pada materi garis singgung lingkaran terhadap minat belajar siswa. Penelitian ini

Sensor dapat mendeteksi ada atau tidaknya logam pada suatu objek berdasarkan luas objek yang terdeteksi serta jarak antara sensor dengan objek uji, dimana perubahan

Selain itu evaluasi juga dapat dilakukan melalui survei kepuasan pelanggan dengan survei ini sekolah akan dapat mengetahui hal-hal apa sajakah yang harus diperbaiki agar pada tahun

Hasil pengukuran pada tabel 4.5 dengan rangkaian setengah gelombang menggunakan beban R diperoleh hasil tegangan masukan dilihat pada pengukuran pada osiloskop