• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN KERJASAMA PENGADAAN BARANG ATAS DASAR WANPRESTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN KERJASAMA PENGADAAN BARANG ATAS DASAR WANPRESTASI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN KERJASAMA PENGADAAN BARANG ATAS DASAR WANPRESTASI

A. Karakteristik Tentang Wanprestasi

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :43

(1) Kesengajaan; (2) Kelalaian;

(3) Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).

Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang perbuatan melawan hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak tidak dilaksanakan karena adanya suatu unsur kesalahan dari para pihak atau tidak. Akibatnya umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan-perhitungan tertentu. Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena

alasan-43

(2)

alasan force majeure, yang umumnya membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk sementara atau untuk selama-lamanya).

Disamping itu, apabila seseorang telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam kontrak, maka pada umumnya (dengan beberapa pengecualian) tidak dengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau dalam undang-undang, maka wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur (ingebrehstelling) yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai”.44

Dalam setiap persetujuan yang dibuat oleh pihak pada prinsipnya adalah menghendaki agar para pihak melaksanakan prestasinya sebagaimana mestinya. Apabila para pihak tidak melaksanakan sesuai dengan disepakati maka dikatakan ia telah wanprestasi. Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi yang buruk atau prestasi yang dilakukan tidak selayaknya.45

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara PT. TNC dengan PT. Moratel.

Dalam restatement of the law of contracts ( Amerika Serikat ), wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam , yaitu :46

1. total breachts, artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan,

44

Ibid, hal.29 45

Olga tentang Wanprestasi, http://olga260991.wordpress.com, diakseskan tanggal 22 Mei 2011

(3)

2. partial breachts, artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.

Seorang debitur baru dapat dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke Pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.47

Hal-hal yang termasuk kategori lalai : jika tidak terpenuhi kewajiban sama sekali, jika memenuhi sebagian kewajiban, jika memenuhi kewajiban akan tetapi terlambat memenuhinya. Perikatan adalah berbuat/memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Sumber perikatan berasal dari perikatan itu sendiri dan KUHPerdata pasal 1233. Jika salah satu pihak menyimpang (wanprestasi) maka bisa mendapatkan perlindungan atas dasar pasal 1243 KUHPerdata tentang penggantian biaya,rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan. Dalam menyelesaikan sengketa bisa melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atau berbuat hal tertentu untuk menjamin hal tersebut tidak akan terulang kembali. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dengan mengajukan gugat.48

47

Ibid, hal. 99

48

(4)

Yang dimaksud dengan wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagai mana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.49

Wanprestasi menurut Wirjono Prodjodikoro adalah “Ketiadaan suatu prestasi, sedangkan prestasi dalam Hukum Perjanjian berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian”.50

Menurut Subekti seorang debitur dapat dikatakan wanprestasi “apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya dan tidak seperti yang diperjanjikan”.51

Selanjutnya M. Yahya Harapan mengemukakan tentang wanprestasi sebagai : Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Dengan demikian seorang debitur disebut dan berada dalam keadaan wanprestasi apabila dia dalam melakukan pelaksanaan perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya.52

Wanprestasi artinya ingkar janji atau tidak memenuhi janji yang disepakati dalam perjanjian. Tidak dipenuhinya perjanjian membawa konsekuensi dari pihak lawan janji..53 Dalam perjanjian untuk tidak melakukan suatu perbuatan tertentu,

49Munir Fuady, Op.Cit, hal. 87 50Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal.44 51Subekti, Op.Cit, hal.147

52

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal.60

53

Satriani, subjek-hukum-a-pengertian-menerangkan-aspek-hokum-dalam-ekonomi-akan-sulit-jika-tidak-terlebih-dahulu-diperkenalkan-posisi http://satrianiupa, .blog.com, diakseskan tanggal 20 Mei 2011

(5)

apabila debitur melakukannya berarti ia melanggar perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian unuk menyerahkan sesuatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, apabila barang tidak diserahkan atau perbuatan tidak dilakukan dapat dikatakan bahwa debitur telah melakukan wanprestasi.

Tata cara menentukan seorang debitur telah melakukan wanprestasi atau melalaikan kewajibannya dapat dilihat dalam Pasal 1238 KUHPerdata :

Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Wanprestasi merupakan suatu kesanggupan yang dilakukan oleh satu pihak. Dimana pihak yang dinyatakan wanprestasi itu tidak melaksanakan sesuatu sebagaimana yang telah diperjanjikan. Termasuk juga dalam kategori wanprestasi, bila prestasi yang dilaksanakan terlambat dari yang diperjanjikan.

Menurut Subekti ada tiga alasan yang dapat membebaskan debitur dari hukuman karena dianggap melakukan wanprestasi, yaitu sebagai berikut :

a. mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) b. mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (exeptio non

adimpleti contractus)

c. mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (pelepasan hak).54

Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 macam, yaitu:

1. Tidak sanggup untuk melaksanakan kewajibannya untuk membayar

2. Melaksanakan kewajiban untuk membayar, tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan

3. Melaksanakan kewajibannya, tetapi terlambat membayar

(6)

4. Melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan dalam perjanjian

Hukuman atau akibat yang harus diterima oleh debitur apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu:

1. Membayar kerugian yang diderita oleh pihak kreditur atau dengan singkat dapat dikatakan ganti-rugi

2. Pembatalan perjanjian

3. Peralihan pembayaran oleh pihak lain(dipindahtangankan)

4. Membayar biaya perkara apabila penyelesaian perkara dilaksanakan di muka hakim.

Terdapat dua kemungkinan alasan mengapa tidak dipenuhi atau dilaksanakan kewajiban itu oleh pihak yang berhutang yaitu:

1. karena kesalahan debitur, baik karena kesalahan maupun karena kelalaian

2. karena keadaan memaksa (force majeure), jadi diluar kemampuan debitur tidak bersalah.55

Mengenai keadaan memaksa yang merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad baik. Hal ini diatur dalam Pasal 1244 KUHPerdata dan Pasal 1245 KUHPerdata. Kedua pasal ini dimaksudkan untuk membebaskan debitur dari kewajiban mengganti kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak disengaja dan tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya sehingga menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuesi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk menuntut

55http://mrprayzholic.blogspot.com/2011/04/wanprestasi.html diakseskan tanggal 21 Mei

(7)

ganti rugi. Sehingga oleh hukum diharapkan tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.56

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :57

1. tidak memenuhi kewajibannya, karena sengaja atau tidak karena nilai 2. terlambat memenuhi kewajibannya

3. memenuhi kewajibannya tetapi seperti apa yang telah diperjanjikan

Oleh karena itu wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditentukan lebih dahulu apakah debitur benar telah melakukan wanprestasi. Untuk mengetahui hal ini, maka harus dilihat isi dari suatu perjanjian yang telah disepakati, baru dapat diketahui debitur telah melakukan wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajiban atau terlambat memenuhi atau memenuhi tetapi tidak seperti diperjanjikan.58

Adapun akibat hukum yang timbul jika salah satu pihak wanpresasi adalah yakni apabila seorang debitur lalai dalam melaksanakan isi perjanjian, maka kreditur dapat menuntut :

a. Minta agar perjanjian dilaksanakan b. Minta ganti kerugian

c. Minta perjanjian dilaksanakan dengan ganti kerugian

56

Sri Hartati Samhadi , ” Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, http://training-ethos.blogspot .com, di akses tanggal 27 Juni 2011.

57Ibid

(8)

Didalam praktek apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemborongan maka pemberi kerja biasanya akan terlebih dahulu memberikan teguran agara pemborong memenui kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjiakan dalam jangka waktu yang layak.59

Jika pemborong tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari si pemberi tugas hakim dapat memutuskan perjanjian tersebut sebagian atau seluruhnya beserta segala akibatnya. Yang dimaksudkan dengan pemutusan perjanjian disini adalah pemutusan untuk waktu yang akan datang dalam arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikan/dikerjakan akan tetap dibayar, namun atas pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang diputuskan.60

Dengan adanya pemutusan perjanjian demikian perikatan bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan semula melainkan dalam keadaan tersebut diatas si pemberi tugas dapat menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pemborongan itu, sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Atau jika telah terlanjur dibayar kepada pemborong atas biaya yang harus ditanggung oleh si pemborong sesuai dengan pembayaran yang telah diterima.

59Djumaildji, Hukum Bangunan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal. 17 60Sri Soedewi Masjun Sofwan, Op.Cit, hal. 82

(9)

Faktor-faktor yang menyebabkan pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT. TNC dengan PT. Moratel tidak berjalan dengan baik dan menimbulkan keterlambatan dari PT. TNC adalah:61

a) Adanya kenaikan harga bangunan b) Adanya force majoure.

Dalam hal kenaikan harga bangunan pada pasal 20(1) jelas disebutkan bahwa kenaikan bahan-bahan bangunan ditanggung sepenuhnya oleh pihak kedua (pemborong) dikarenakan bahan baku akan disediakan oleh PT. Moratel sehingga seharusnya PT. Moratel telah memperkirakan untuk menghitung kenaikan harga bahan baku pada saat tahap Pra kontrak.

Sedangkan adanya keadaan yang diluar kehendaknya (force majeure) yaitu curah hujan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan longsor dibeberapa titik yang telah dikerjakan, dalam hal ini sebaiknya dikembalikan pada ketentuan BW Buku III tentang perikatan pasal 1244 dan 1245yang berbunyi

Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikat buruk kepadanya.(1244)

61

Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia Network Cakrawala, tanggal 10 Januari 2011.

(10)

Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.(1245)

Serta pasal 11(1) dalam perjanjian ini yang menyebutkan tentang keadaan memaksa (force majeure) diantaranya yaitu, Bencana Alam meliputi : Gempa Bumi, Tanah longsor dan Banjir. Maka dari itu seharusnya pemerintah daerah bisa memaklumi dan menerima kenyataan keterlambatan ini dikarenakan tanah yang telah dan sedang dikerjakan longsor dikarenakan curah hujan yang cukup tinggi, yang diluar pihak kedua. Dalam hal ini seharusnya diadakan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai bunyi pasal 10(2) tentang perubahan jangka waktu pelaksanaan yang dapat diubah apabila terjadi force majeure.

Karena telah terjadi keterlambatan dalam hal penyerahan pekerjaan sesuai yang telah ditentukan dalam batas waktu pelaksanaan PT. Moratel telah meminta kepada PT. TNC untuk meminta perpanjangan waktu namun permohonan tersebut tidak diterima dengan alasan adanya surat edaran, karena habisnya masa tahun anggaran itulah sehingga perpanjangan waktu pekerjaan yang diminta tidak dapat dikabulkan. Dan PT. TNC telah menganggap keterlambatan penyerahan pekerjaan sebagai wanprestasi dan mekanisme penyelesaiaannya dikembalikan pada perjanjian.62

62 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(11)

B. Akibat Hukum Salah Satu Pihak Yang Melakukan Wanprestasi Dalam Kontrak Pengadaan Barang

Apabila dalam suatu perjanjian yang telah ditentukan bahwa objek dari suatu perjanjian akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan, namun pada waktu tersebut objek tidak diserahkan, sedangkan waktu telah tiba untuk diserahkan. Dalam hal ini dikatakan wanprestasi atau ingkar janji. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat, dalam hal ini perlu diperhitungkan akibat dari keterlambatan, apakah merugikan salah satu pihak. Akibat dari salah satu pihak tidak membayar uang yang telah diperjanjikan semula, maka pihak yang lain menderita kerugian.

Apabila salah satu pihak dalam hal kontrak pengadaan barang yang diadakan itu tidak menepati janjinya pada waktu yang telah ditentukan, maka pihak yang merasa dirugikan diharuskan melaksanakan peneguran terlebih dahulu supaya pihak yang lain memenuhi prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata.

Mengenai peneguran ini menimbulkan masalah, apakah teguran ini dilakukan dengan surat atau perintah atau dibolehkan dengan kata lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata teguran ini dapat dilakukan dengan surat perintah atau dengan akta yang sejenis.

Menurut Abdulkadir Muhammad, mendefenisikan tentang teguran adalah dalam hal ini debitur perlu diperingatkan secara tertulis, dengan surat perintah atau

(12)

dengan akta sejenis. Dalam surat perintah itu ditentukan bahwa ia segera memenuhi prestasinya, jika tidak dipenuhi ia telah dinyatakan wanprestasi.63

Apabila teguran dilakukan secara lisan, maka pihak yang melakukan wanprestasi akan menyangkal bahwa ia belum pernah menerima teguran, jika hal ini diperkirakan sampai di pengadilan. Dengan demikian wanprestasi dalam perjanjian antara para pihak yang membuat suatu perjanjian tidak hanya terbatas pada tidak melakukan sesuatu yang telah disanggupi akan dilakukannya, tetapi termasuk juga melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh salah satu pihak atau melakukan sesuatu tetapi terlambat.

Mengenai wanprestasi dalam kontrak pegadaan barang tidak diatur secara tegas dalam Kitab Undang –undang Hukum Perdata (KUHPerdata), oleh karena itu perjanjian tersebut menggunakan asas kebebasan berkontrak, atau berlaku ketentuan wanprestasi secara umum yang diteteapkan dalam KUHPerdata, baik menyangkut bentuk dan akibatnya.

Bentuk wanprestasi atau cidera janji dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang yang diadakan oleh PT. TNC antara lain :64

1. Wanprestasi olah pihak rekanan/pemborong yang meliputi : a. pihak rekanan tidak menyelesaikan tugasnya

b. tidak memenuhi mutu apa yang diperjanjikan dalam perjanjian yang disepakati

63

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.22

64 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(13)

c. tidak memenuhi kuantitas

d. tidak menyerahkan hasil pekerjaan

2. Wanprestasi oleh pihak PT. Moratel yang meliputi a. terlambat membayar

b. tidak membayar

c. terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan.

Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sebagaimana mestinya maka akan menimbulkan konsekuensi sebagai akibat dari wanprestasi tersebut, hukum memberikan sanksi kepada yang mengingkar janji karena tanpa ada sanksi maka dalam penyelesaiannya akan mengakibatkan kerugian kepada salah satu pihak.

Bentuk-bentuk wanprestasi ini tidak berbeda dengan wanprestasi yang diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, yang menyebukan : “ Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang telah dinyatakan lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yan harus diberikan atau dilakukannya dalam waktu melampaui batas yang telah ditentukan”.

Dengan demikian jika si berhutang lalai dalam melaksanakan kewajiban, maka kreditur berhak menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos kerugian dan bunga.

Dalam kontrak pengadaan barang bahwa kelalaian bagi pihak rekanan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga diberikan sanksi finansial berupa denda karena wanprestasi dalam kontrak, besar denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan adalah

(14)

1/1000 (satu perseribu) atau 0,1 % dari harga kontrak atau bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan, sedangkan denda bagi pihak yang memberikan borongan atau pengguna barang/jasa atas keterlambatan pembayaran sebesar bunga terhadap nilai tagih terlambat dibayar berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu, tata cara pembayaran denda diatur dalam kontrak.

Dari ketentuan diatas dapat dijelaskan satu persatu akibat wanprestasi yang akan dipikul oleh pihak-pihak yang melakukan wanprestasi yaitu :

a. Pembayaran Ganti Rugi

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata dalam hal perikatan perjanjian yang dibuat dengan maksud untuk tidak berbuat sesuatu, tetapi salah satu pihak berbuat, maka pihak tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran maka ia diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga.

Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara PT. TNC dan PT. Moratel.65

b. Pembatalan Perjanjian

Pembatalam perjanjian akan menyebabkan keadaan kedua belah pihak kepada keadaan sebelum perjanjian dilakukan. Jika salah satu pihak telah menerima sesuatu dari pihak yang lain maka barang akan dikembalikan. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan

65 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(15)

kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim atas permintaan tergugat dapat memberikan jangka waktu yang tidak boleh dari 1 (satu) bulan.

c. Peralihan Risiko

Peralihan risiko diatur Pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “Jika si berpiutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungan siberhutang”.

Dengan demikian jelas apabila debitur tidak menyerahkan barang, maka segala sesuatu yang terjadi atas objek yang diperjanjikan yang menyangkut risiko berada dalam tanggung jawab debitur tersebut.

d. Pembayaran Biaya Perkara

Kewajiban membayar biaya perkara diatur dalam Pasal 1267 KUHPerdata yang menyebutkan, pihak terhadap siapa perikatannya tidak dipenuhi, apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.

Menurut ketentuan tersebut pihak kreditur dapat menuntut debitur yang lalai untuk pemenuhan perjanjian, atau pembatalan disertai ganti rugi. Misalnya penggantian kerugian karena pemenuhan prestasi terlambat. Bila ia menuntut ganti

(16)

rugi saja, maka dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pemenuhan atau pembatalan.66

Wanprestasi berarti tidak melaksanakan isi kontrak. Padahal pihak-pihak sebelumnya telah sepakat melaksanakannya. Untuk mencegah wanprestasi dan memberikan keadilan dan kepastian hukum kepada pihak-pihak, hukum menyediakan sanksi yakni merupakan sanksi perdata karena masalah kontrak menyangkut kepentingan pribadi, yang berbeda dengan sanksi pidana berupa hukuman fisik terhadap pelaku kejahatan atau tindak pidana tertentu sebagaimana diatur dalam hukum pidana.67

Ganti rugi yang dapat digugat terhadap wanprestasi adalah penggantian kerugian material yang nyata akibat wanprestasi tersebut. Ganti rugi tersebut dapat berupa biaya yang telah dikeluarkan, kerugian yang diderita, dan keuntungan yang seyogianya bisa didapatkan seandainya tidak terjadi wanprestasi. Disamping itu juga mengenai penggantian kerugian immaterial berupa kehilangan kesempatan, kenikmatan, dan semacamnya yang semuanya perlu dihitung berapa besar jumlahnya dalam bentuk uang.

Selanjutnya ganti rugi tersebut dapat diperincikan dalam tiga unsur yaitu :68 1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah

dikeluarkan oleh satu pihak.

66

Andasasmita, Komar. Kontrak Pemborongan Mega Proyek, (Bandung : Alumni, 1993), hal 67

67Ibid 68Ibid

(17)

2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur, yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.

3. Bunga, yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayar atau dihitung oleh kreditur.

Untuk menentukan jumlah ganti rugi, Setiawan berpendapat sebagai berikut:69 1) Ukuran objekif, yaitu harus diteliti berapa kerugian pada umumnya dari seseorang

kreditur dalam keadaan yang sama, seperti kreditur yang bersangkutan.

2) Keuntungan yang akan diperoleh disebabkan karena adanya perbuatan wanprestasi.70

Menyangkut dengan akibat hukum dalam kontrak pengadaan barang, disamping telah diatur secara umum dalam KUHPerdata, berdasarkan asas kebebasan berkontrak juga diatur dengan ketentuan secara khusus.

Lebih lanjut dalam perjanjian pengadaan barang yang diadakan oleh PT. TNC secara khusus diatur dalam perjanjian kerjasama yang disepakati bahwa apabila terjadi cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerjasama tersebut, pihak yang dirugikan berhak untuk memproleh penggantian biaya dan/atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau pemberian ganti rugi. Adapun berdasarkan perjanjian kerjasama pengadaan barang

69R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Bina Cipta, 1977), hal.17 70Ibid

(18)

yang diadakan oleh PT. TNC bahwa pihak yang melakukan wanprestasi akan dikenakan ganti rugi.71

Adapun wujud dari ganti rugi dalam perjanjian kerjasama pengadaan barang oleh PT. TNC adalah sebagai berikut :72

1. Apabila pihak rekanan dikenakan ganti rugi dalam hal terjadi keadaan sebagai berikut:

a. Apabila akibat kelalaian pihak rekanan terhadap pelaksanaan pekerjaan mengakibatkan kerusakan pada unit-unit lainnya atau terlaksananya pekerjaan dan/atau kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat tindakan-tindakan pihak rekanan dalam melaksanakan pekerjaan.

b. Terjadi pemutusan Surat Perjanjian secara sepihak sebagaimana yang telah diatur dalam pemutusan perjanjian dalam perjanjian kerjasama pengadaan barang tersebut.

2. Besarnya ganti rugi akan ditentukan oleh PT. TNC dengan memperhatikan kerugian nyata yang benar-benar dialami oleh pihak , tetapi tidak terbatas pada penggantian alat-alat yang rusak, penggantian alat-alat yang tidak dapat berfungsi sama sekali, upah-upah perbaikan sampai alat tersebut berfungsi PT. Moratel sebagaimana mestinya, kerugian pihak lain apabila ada dan apabila dipandang perlu oleh pihak PT. Moratel ganti rugi dapat dikenakan atas keuntungan yang

71

Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia Network Cakrawala, tanggal 10 Januari 2011.

72 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(19)

seharusnya didapatkan oleh PT. TNC jika seandainya pihak rekanan tidak melakukan kesanggupan.

3. Pihak rakanan wajib membayar ganti rugi tersebut setelah pengajuan klaim ganti rugi dilakukan oleh PT. Moratel.

Suatu peristiwa hukum merupakan perbuatan manusia yang segala akibatnya diatur oleh hukum. Hukum diperlukan apabila ada satu pihak yang dirugikan akibat perbuatan pihak lain yang mengadakan perjanjian itu, dan pihak yang dirugikan tersebut telah setuju agar persoalannya diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mereka perbuat atau prosedur hukum yang berlaku.

Kerugian/biaya yang harus dipertanggung PT. TNC sebagai akibat pemutusan Link Palembang, Muara Enim dan Palembang , Pangkal Pinang secara mendadak/diluar jadwal. Dengan pemutusan mendadak/diluar jadwal, perangkat hanya selama 9 (Sembilan) bulan, sehingga menghilangkan keuntungan yang diharapkan badi PT.TNC.73

Paradox dengan kuntungan yang diharapkan oleh PT. TNC dengan pemutusan mendadak/diluar jadwal, perusahan telah menanggung biaya :

1. Pengganti Perangkat atas permintaan PT. Moratel dengan surat No.1292/MTI/MKT-TNC/X/2008 yaitu permintaan pergantian perangkat disisi Mobile-8 Palembang yaitu:

a. Biaya Dismental……… Rp. 7.000.000 b. Biaya Transportasi Medan-Palembang PP, Akomondasi dan

(20)

konsumsi……… Rp. 4.000.000 c. Biaya pengiriman perangkat……….. Rp. 2.000.000 Rp.13.000.000 2. Biaya penurunan perangkat (Mei 2009) akibat pemutusan mendadak/diluar

jadwal:

a. Biaya Dismental……… Rp. 7.000.000 b. Biaya Transportasi Medan-Palembang PP, Akomondasi

dan konsumsi……… Rp. 4.000.000

c. Biaya pengiriman perangkat……… Rp. 2.000.000 Rp.13.000.000

Total 1 dan 2 ……… Rp.26.000.000

Tagihan PT. TNC kepada pihak PT. Moratel maka pada tanggal 7 April 2009 terjadi pertemuan kedua belah pihak. Berdasarkan hasil pertemuan itu disepakati bahwa PT. Moratel meminta jadwal pembayaran. Total pembayaran sebesar Rp.375.533.342 dari bulan Oktober, Januari, s/d Maret 2009.74

Sejalan dengan ketentuan perjanjian pengadaan barang tersebut pihak PT. Moratel bahwa apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya berdasarkan isi perjanjian kerjasama yang telah para pihak tanda tangani.

Adapun bentuk penyelesaian perselisihan dalam hutang piutang dalam perjanjian kerjasama pengadaan barang yang diadakan oleh PT. Moratel adalah setiap

(21)

peselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul antara kedua belah pihak sehubungan dengan atau sebagai akibat dari adanya perjanjian ini.

Jika dilihat dari segi penyelesaian perselisihan diatas maka jelas dalam hal ini ada dua bentuk perselisihan yaitu perselisihan dibidang teknis dan perselisihan diluar teknis. Perselisihan di dalam teknis ini merupakan perselisihan yang timbul akibat dari kekurangan pemborong yang dapat merugikan pihak rekanan, misalnya kesalahan teknik, contohnya borongan yang dilakukan tidak sesuai dengan apa yang disepakati, bahan yang dipergunakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan seluruhnya. Timbulnya kerugian yang disebabkan oleh orang-orang yang diperkerjakan oleh pihak rekanan dan sebagainya yang dapat merugikan pihak yang memborongkan pekerjaan tersebut.

Sedangkan dalam perselisihan diluar teknis artinya segala perselisihan yang timbul akibat dari keadaan yang berasal dari hal-hal yang mengenai administrasi, misalnya pembayaran yang terlambat oleh pihak PT. Moratel.75

Dalam penyelesaian terhadap kedua perselisihan tersebut dapat dilakukan dengan jalan musyawarah, namun apabila cara tersebut tidak mencapai kata sepakat maka penyelesaiannya dilakukan melalui proses pengadilan, sebagaimana ketentuan yang telah diatur dan sesuai dengan perjanjian kerjasama pengadaan barang yang

75 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(22)

berlaku, sebelumnya untuk ketentuan pekerjaan yang diberikan oleh PT. Moratel sebelumnya perjanjian kerjasama pengadaan barang.76

Dengan demikian tampak jelas bahwa penyelesaian perselisihan yang terjadi baik itu perselisihan didalam teknis ataupun perselisihan diluar teknis, semaunya telah diatur cara penyelesaiannya dalam perjanjian kerjasama yang telah mereka sepakati dan ditandatangani bersama. Sehingga bila perselisihan tersebut benar terjadi, maka mereka akan menempuh jalan yang mereka sepakati dalam perjanjian kerjasama tersebut baik itu dengan jalan musyawarah ataupun melalui proses pengadilan.

C. Akibat Hukum pembatalan Perjanjian Kerjasama

Sebagaimana diuraikan dalam bab II, bahwa suatu perjanjian kerjasama dapat dibatalkan jika terbukti mengandung kejadian fotce majeure dalam proses pembentukan kesepakatan diantara para pihak. Dasar hukum pembatalan perjanjian tersebut adalah ketentuan pasal 1328 BW, dengan syarat bahwa hutang piutang yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan hutang piutang. Hutang piutang tersebut tidak dapat hanya dipersangkakan belaka, melainkan harus dibuktikan. Pembuktikan bahwa telah terjadinya suatu hutang piutang tentunya harus melalui pemberitahuan tertulis (Email) dari pihak PT. TNC dengan PT. Moratel tanpa

76 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(23)

harus menunggu keputusan pengadilan serta dengan ini PT. Moratel menyatakan melepaskan hak-hak yanag timbul dari padanya apabila ada.77

Dalam hal pemberitahuan tertulis (email) telah melaksanakan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan dalam perjanjian kerjasama, maka pembatalan terhadap perjanjian kerjasama atas hutang piutang oleh salah satu pihak mengakibatkan force majeure mengenai kejadian-kejadian di luar kekuasaan pihak PT. Moratel perjanjian kerjasama tersebut juga menjadi batal demi hukum. Dasar hukumnya adalah ketentuan pasal 1452 BW yang menyatakan bahwa pernyataan batal berdasarkan hutang piutang, juga berakibat bahwa barang dan orang-orangnya dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan dibuat. Artinya bahwa demi hukum dianggap tidak pernah ada perikatan diantara para pihak (penghadap), yang oleh sebab itu demi hukum pula dengan menyelesaikan hutang piutang mengenai perjanjian kerjasama tersebut juga dianggap tidak pernah ada atau dengan kata lain batal. Pembatalan dalam hal ini yang bersangkutan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara perdata maupun pidana. Pertanggung jawaban harus dimintakan kepada pihak yang melakukan hutang piutang dengan melakukan suatu penuntutan melalui penyelesaian musyawarah antara kedua belah pihak akan dimintakan penyelesaiannya kepada pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

77 Wawancara penulis dengan Ahmad Siregar, Jabatan VP. Legal Affair di PT. Telemedia

(24)

Dalam perjanjian timbal balik (bilateral) yang dibuat sah akan melahirkan perjanjian kerjasama yang mengikat para pihak dengan hak dan kewajiban yang saling dipertukarkan. Lazimnya pelaksanaan wanprestasi tersebut menghapus perikatan itu sendiri. Buku III BW dalam bab IV tentang hapusnya perikatan, merinci sebab-sebab hapusnya perikatan, sebagaimana yang diatus dalam Pasal 1381 KUH Perdata yaitu :

a. Karena pembayaran

b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

c. Karena pembaruan utang

d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi e. Karena percampuran utang

f. Karena pembebasan utang

g. Karena musnahnya barang yang terutang h. Karena kebatalan atau pembatalan

i. Karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini j. Karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri

Dalam prakteknya perancangan perjanjian, sering dijumpai klausal ketentuan umum yang berisi tentang substansi putusnya perikatan dengan judul : ”pembatalan perikatan atau pemutusan perikatan”, yang dihubungkan dengan wanprestasinya salah satu pihak. Pertanyan yang patut diajukan, apakah istilah ”Pembatalan dan Pemutusan” merupakan dua istilah yang mempunyai makna dan akibat hukum yang

(25)

sama atau sebaliknya berbeda dalam dan akibat hukumnya. Untuk itu, analisis berikut ini memperjelas pemahaman serta penggunaan kedua istilah tersebut.

a. Pembatalan perjanjian

Dalam khasanah hukum perikatan yang dimaksud dengan pembatalan perjanjian pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa akibat suatu hubungan perikatan itu dianggap tidak pernah ada. Dengan pembatalan perjanjian maka eksistensi perikatan dengan sendiri hapus. Akibat hukum kebatalan yang menghapus eksistensi perikatan selalu dianggap berlaku surut sejak dibuatnya perjanjian.78

Pemahaman mengenai pembatalan perjanjian seharusnya dihubungkan dengan tidak dipernuhinya syarat sahnya perjanjian, tidak dipenuhinya unsur subjektif, apabila perjanjian tersebut lahir karena adanya cacat kehendak atau karena ketidakcakapan sehingga berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan tidak dipenuhinya unsur objektif, apabila terdapat perjanjian yang tidak memenuhi syarat obyek tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya tidak diperbolehkan sehingga berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum.79

Dengan demikian pembatalan lebih mengarah pada proses pembentukan perjanjian (penutupan perjanjian). Akibat hukum pada pembatalan perjanjian adalah pengembalian pada posisi semula, sebagaimana halnya sebelum penutupan perjanjian. Konsekuensi lanjutan dan efek atau daya kerja pembatalan apabila setelah

78

Budihardjo, Sejumlah Masalah Perikatan Pengadaan atau jasa, (Bandung : Alumni, 1999), hal 77

(26)

pembatalan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya (mengembalikan apa yang telah diperbolehnya) maka pihak yang lain dapat mengajukan gugat revindikasi (Pasal 574 KUH Perdata) untuk pengembalian barang miliknya atau gugat perorangan atas dasar pembayaran yang tidak terutang (Pasal 1359 KUH Perdata).

Untuk itu perlu dibedakan pemahaman antara hapusnya perikatan karena pembatalan dengan hapusnya perikatan sebagaimana dimaksud Pasal 1381 BW (Misal hapusnya perikatan karena pembayaran atau sebagai akibat pemenuhan perikatan). Pada pembedaan disini, hapusnya perikatan karena pembatalan jelas menghapusnya eksistensi perikatan, sedangkan hapusnya perikatan karena pembayaran atau pemenuhan prestasi hanya menghapus perikatannya sendiri namun eksistensi perikatannya tidak hapus.

Dalam praktek, sering dijumpai adanya klausul yang mengatur kebatalan sebagian substansi perjanjian kerjasama yang lazim dituangka dalam klausul ”kebatalan sebagian”. Klausul ini pada umumnya menegaskan apabila satu atau beberapa ketentuan dinyatakan batal, maka terhadap klausul yang dinyatakan batal dianggap tidak pernah ada. Namun sepanjang tidak terkait dengan substansi klausul yang dibatalkan serta masih memungkinkan untuk dilaksanakan maka sisa perjanjian kerjasama yang ada dinyatakan masih berlaku.

b. Pemutusan perjanjian

Perbedaan penting terhadap pemahaman antara pembatalan perjanjian dengan pemutusan perjanjian, adalah terletak pada fase hubugan perikatannya. Pada pembatalan perjanjian kerjasama senantiasa dikaitkan dengan tidak dipenuhinya

(27)

syarat pembentukannya (fase pembentukan perjanjian), sedang pemutusan perjanjian kerjasama pada dasarnya mengakui keabsahan perikatan yang bersangkutan serta mengikatnya kewajiban-kewajiban para pihak, namun karena dalam pelaksanaannya bermasalah sehingga mengakibatkan perikatan tersebut diputus (fase pelaksanaan perjanjian kerjasama).80

Pemutusan perjanjian merupakan akibat hukum lanjutan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban para pihak. Peristiwa tersebut pada umumnya dikaitkan dengan pelanggaran kewajiban salah satu pihak yang mengakibatkan kegagalan pelaksanaan perjanjian kerjasama sehingga mengakibatkan perjanjian kerjasama tersebut diputus.

Apabila dalam keadaan memaksa (force majeure) maka pihak PT. Moratel akan dibebaskan dari denda atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Yang dianggap sebagai keadaan memaksa (force majeure) adalah semua kejadian di luar kemampuan pihak kontraktor yang mempengaruhi jalannya pelaksanaan pekerjaan Apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure) maka kontraktor harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih besar. Untuk keperluan perhitungan kerugian yang mungkin terjadi, kontraktor perlu segera melaporkan kepada pihak pemberi pekerjaan secara tertulis yang harus sudah diterima dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak terjadinya force majeure dan pemberi pekerjaan harus

81memberikan putusan paling lambat 7 x 24 jam setelah laporan tertulis tersebut diterima.

80Ibid 81Ibid

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab Jombang Page 46 2 Meningkat- nya tertib administrasi Kependuduk kan dan Pencatatan Sipil 2.2 Sosialisasi E- KTP Untuk

Hal ini menunjukkan jika budaya organisasi dapat mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan maka, maka karyawan akan bekerja dengan baik

siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran dengan strategi kooperatif tipe STAD lebih tinggi, dari pada kemampuan pemahaman konsep siswa tanpa belajar

Oleh karena itu peneliti mengambil judul pengaruh penggunaan model pembelajaran problem based learning terhadap motivasi belajar siswa pada kelas IV di SD Muhammadiyah

Untuk menganalisis sumber-sumber sejarah yang penulis peroleh tersebut adalah dengan menyusun dan mendaftar sumber sejarah yang diperoleh, selanjutnya penulis

Kepada peserta yang dinyatakan Lulus Seleksi Administrasi, diminta untuk mengikuti Ujian Wawancara yang akan diselenggarakan pada :.. Hari

Selanjutnya setelah berlakunya Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum yang

Dapat di simpulkan bahwa partisipasi merupakan suatu yang sangat penting dalam meningkatkan tata kelola pemerintahan desa, akan tetapi kesadaran masyarakat dalam