• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada pekerja yang terpajan asbes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada pekerja yang terpajan asbes"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada

pekerja yang terpajan asbes

Diana Samara

Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT

Asbest is a fibrous mineral which is being used in many places. Asbest exposure can cause asbestosis. Asbestosis is a work men’s disease. Asbest fibers are inhaled and enter the lung parenchym; and if it remains there, it will become permanent and is difuse interstisial, and alveolar fibrosis. Asbest in the body can cause lung cancer and pleura or peritoneal mesothelioma. There is still little information on mesothelioma. Mesothelioma risk is related with asbest dose exposure. There is no correlation between mesothelioma and smoke. Prognosis of mesothelioma is poor with survival rate 1-4 years after diagnosis. There is only little effect or no response to chemotherapy, radiotherapy or surgery. Nowadays, immunotherapy or gen therapy are used. This prophylaxis against asbest exposure is the best preventive especially in asbest industries.

Key words : Asbest, asbestosis, mesothelioma

ABSTRAK

Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak digunakan masyarakat. Penyakit yang ditimbulkan akibat terpajan asbes disebut asbestosis. Asbestosis merupakan salah satu jenis penyakit akibat kerja. Serat asbestosis dapat terinhalasi masuk ke dalam parenkim paru dan bila tersimpan dan tertahan di situ, maka akan berkembang menjadi fibrosis interstisial dan alveolar yang difus yang bersifat permanen. Selain dapat menimbulkan kanker paru, asbes dalam tubuh juga dapat menimbulkan mesotelioma pluera atau peritoneum. Risiko agaknya berkaitan dengan kadar pajanan terhadap asbes. Mesotelioma tidak mempunyai korelasi dengan merokok. Prognosis mesotelioma buruk, kemampuan hidup rata-rata 1-4 tahun sejak diagnosa ditegakkan. Sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan, antara lain telah dicoba dengan kemoterapi, radioterapi dan pleuronektomi. Terakhir dicoba dengan imunoterapi atau terapi gen. Oleh karena itu yang terpenting adalah tindakan pencegahan dari pajanan asbes khususnya dalam industri yang menggunakan asbes.

Kata kunci : Asbes, asbestosis, mesotelioma

PENDAHULUAN

Hubungan antara karsinoma paru dan pajanan asbes pada orang yang menderita asbestosis sudah umum diterima. Irvine dkk. meneliti pada 19.000 kasus kanker paru dari Unit Surveilens Kanker Skotlandia Barat menyimpulkan bahwa hampir 5,7% kanker paru adalah penderita mesotelioma yang berhubungan dengan asbes.(1)

Di Indonesia, pemakaian asbes sebagai bahan bangunan (misal genteng) masih sering ditemukan. Ini berarti terdapat risiko terkena pajanan asbes bagi

pekerja di industri yang memproduksi bahan bangunan yang mengandung asbes tersebut sehingga risiko untuk terkena gangguan fungsi paru dan kanker paru atau mesotelioma sangat tinggi.

Meskipun masih banyak industri/pabrik yang memproduksi bahan bangunan yang mengandung asbes, namun di Indonsia data tentang kanker paru atau mesotelioma yang berkaitan dengan asbes atau asbestosis belum ditemukan. Belum adanya kesadaran dari para pekerja tentang dampak dari

(2)

terpajan asbes dapat dilihat dari banyak pekerja asbes di Indonesia tidak menggunakan alat pelindung diri secara memadai dari terpajan asbes yang dapat menimbulkan risiko kanker paru dan mesotelioma.

ASBESTOSIS

Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak dipakai bukan hanya di negara berkembang melainkan juga di negara yang sudah maju seperti di Amerika. Di Amerika asbes dipakai sebagai bahan penyekat. Terdapat banyak jenis serat asbes tetapi yang paling umum dipakai adalah krisotil, amosit dan krokidolit, semuanya merupakan silikat magnesium berantai hidrat kecuali krokidolit yang merupakan silikat natrium dan besi. Krokidolit dan amosit mempunyai kandungan besi yang besar. Krisotil terdapat dalam lembaran-lembaran yang menggulung, membentuk serat-serat berongga seperti tabung dengan diameter sekitar 0,03 milimikron.(2) Serat asbes bersifat tahan panas dapat

mencapai 800oC.(2,3,4) Karena sifat inilah maka asbes

banyak dipakai di industri konstruksi dan pabrik.(1)

Lebih dari 30 juta ton asbes digunakan di dalam konstruksi dan pabrik di Amerika.(4) Selain itu asbes

relatif sukar larut, daya regang tinggi dan tahan asam (hanya amfibol). (2)

Asbes dapat menjadi kering atau rapuh bila keberadaannya digangggu (misal: perbaikan penyekat pipa) atau oleh karena termakan usia. Akibatnya serat mikroskopis yang tidak terlihat oleh mata tersebut dapat terpecah dan melayang di udara. Sekali terdapat di udara, serat asbes akan menetap dalam jangka waktu yang panjang dan kemudian terhirup oleh manusia yang berada di lingkungan tersebut. Ukuran dan bentuknya yang kecil menyebabkan serat asbes ini terperangkap di dalam paru-paru.(3)

Sejak tahun 1940 di Amerika ditemukan bahwa antara 8-11 juta orang terpajan asbes dalam pekerjaannya. Pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko terpajan asbes tersebut antara lain: penyekat asbes, pekerja-pekerja asbes yang terlibat dalam pertambangan dan proses bahan mentah asbes, ahli mekanik automobil, pekerja perebusan, ahli elektronik, pekerja pabrik, ahli

mekanik atau masinis, armada niaga, personil militer, pekerja kilang minyak, tukang cat, pembuat pipa, tukang ledeng/pipa, pekerja bangunan, pembuat jalan raya, pekerja atap rumah, pekerja lembaran metal, pekerja galangan kapal, tukang pipa uap, pekerja baja, pekerja di industri tekstil.(1)

Di Slovakia, pajanan lingkungan karena asbes secara praktis tidak terkontrol. Kontaminasi di dalam rumah/gedung berasal dari penyekat pipa, dinding tahan api, pintu, cat, beberapa bahan bangunan, bahan penyekat yang digunakan di bangunan kayu, pipa AC. Sedangkan kontaminasi luar rumah/gedung berasal dari permukaan dinding, sisa pembuatan aspal, dan transportasi yang memuat sisa asbes.(5)

Kongres Amerika Serikat menyatakan bahwa tidak ada batas minimum yang aman bagi individu untuk terpajan serat asbes.(3)

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASBES DALAM PARU-PARU

Serat asbes dapat terinhalasi masuk ke dalam parenkim paru dan bila tersimpan dan tertahan di situ, maka akan berkembang menjadi fibrosis interstisial dan alveolar yang difus. Di dalam jaringan paru serat asbes dapat dibungkus atau tidak dibungkus oleh kompleks besi-protein. Bila serat dibungkus oleh kompleks besi-protein, maka keadaannya kurang berbahaya. Jika tidak terdapat gambaran fibrosis di dalam paru, keberadaan serat di dalam jaringan paru hanya mengindikasikan adanya pajanan, bukan penyakit.(6)

Mekanisme kerja asbes dalam saluran pernapasan :

Serat-serat dengan diameter kurang dari 3 milimikron yang terinhalasi akan menembus saluran napas dan tertahan dalam paru-paru. Sebagian besar serat yang masuk ke paru-paru dibersihkan dari saluran napas melalui ludah dan sputum. Sedangkan dari serat-serat yang tertahan dalam saluran napas bawah dan alveoli, sebagian serat pendek akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke kelenjar limfe, limpa, dan jaringan lain. Sebagian serat yang menetap pada saluran napas kecil dan alveoli (khususnya amfibol) akan dilapisi oleh kompleks besi-protein dan menjadi badan-badan asbes atau

(3)

badan feruginosa. Diduga krisolit menghilang dari tubuh secara bertahap, tetapi bukti tentang hal ini hanya sedikit sekali.(2)

Setelah pajanan yang lama atau berat, retensi serat-serat asbes cukup besar. Secara perlahan-lahan akan timbul fibrosis paru interstisial difus dan progresif, dengan lesi-lesi linier individual lambat laun menyatu. Fibrosis pleura ringan sampai berat seringkali ditemukan, dan kadangkala tampak plak-plak pleura hialin atau kalsifikasi, yang tidak harus berkaitan dengan asbes.(2)

Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes dapat tertelan bersama ludah atau sputum. Kadangkala air, minuman atau makanan dapat mengandung sejumlah kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya menembus dinding usus, tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui. Setelah suatu masa laten-jarang di bawah 20 tahun, dapat mencapai 40 tahun atau lebih setelah pajanan pertama, dapat timbul mesotelioma maligna pleura dan peritoneum. Mekanisme karsinogenesis tidak diketetahui.(2) Kadang-kadang,

serat yang lain, misal talk yang terbungkus oleh besi-berikatan dengan protein, dapat menimbulkan badan asbes.(6)

MESOTELIOMA

Mesotelioma adalah kanker sel yang terjadi di garis luar paru-paru, terletak di dalam pleura atau dalam rongga peritoenum.(7,8) Kelainan ini biasanya

berkaitan dengan pajanan asbes pada pekerjaan dan mulai meningkat di beberapa negara.(8) Pleura

mesotelioma terdiri dari dua jenis : (1) difus dan maligna (kanker), dan (2) terlokalisir dan jinak. Gejala mulai muncul 20 tahun setelah terpajan.(10)

Mesotelioma pleura maligna adalah tumor yang jarang, namun secara epidemiologi insidensnya meningkat tajam. Beberapa laporan menunjukkan bahwa mesotelioma yang terkait dengan pajanan asbes ditemukan sebanyak 60 - 80% kasus.(9)

Hanya ada sedikit data tentang penyakit ini. Risiko agaknya berkaitan dengan dosis/besarnya kadar asbes dalam paru-paru.(11) Mesotelioma yang

terjadi karena terpajan asbes dapat mengakibatkan kefatalan dalam 2 sampai 4 tahun setelah terdiagnosa. Akan tetapi, tumor sudah diketahui

terjadi setelah pajanan kerja terhadap krokidolit selama 6 minggu saja. Kanker ini menyebar dan bermetastasis secara luas. Efusi berdarah dengan rasa sakit pada dinding dada sering terdapat akibat efusi pleura masif yang tercampur darah. Oleh karena itu orang yang menderita efusi pleura dengan riwayat terpajan asbes bahkan beberapa tahun yang lalu perlu dipikirkan kemungkinan adanya mesotelioma.(2,4,6)

Pada percobaan binatang memberi kesan bahwa serat-serat yang sangat halus dengan diameter sekitar 0,1 milimikron dan panjang 8 milimikron atau lebih bertanggung jawab terhadap terjadinya mesotelioma.(2)

Mesotelioma jarang dilaporkan sebagai akibat pajanan krisolit murni, tetapi disertai oleh pajanan terhadap krokidolit, amosit, atau campuran yang mengandung mineral-mineral tersebut. Mesotelioma bertanggung jawab atas sekitar 2-16% kematian. Risiko mesotelioma tidak dipengaruhi oleh merokok pada pekerja yang terpajan asbes.(4)

Mesotelioma kadang-kadang terdiagnosa secara tidak sengaja, sebelum muncul gejala. Kadang tumor ditemukan pada pemeriksaan rutin rontgen toraks. Namun, bila gejala sudah ada, maka tampak nafas pendek, lemah, berat badan menurun, nafsu makan hilang, dada sakit, nyeri pungung bawah, batuk yang menetap, sulit menelan, dimana gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri atau gabungan dengan yang lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan efusi pleura.(7)

Cairan yang berasal dari efusi pleura umumnya dapat di lihat dengan rontgen toraks dan auskultasi pada pemeriksaan fisik paru. Tetapi diagnosa pasti mesotelioma hanya dapat ditegakkan melalui biopsi, pemeriksaan patologi(6,7) dan otopsi.(6) Ini penting

karena ada juga efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit atau tumor lain yang mempunyai gambaran mirip dengan mesotelioma. Diagnosa mesotelioma sangat sulit, ini membutuhkan pemeriksaan khusus, dan ahli yang berpengalaman. Namun demikian langkah pertama yang dapat dilakukan adalah rontgen toraks atau CT-scan, kemudian biasanya diikuti dengan tindakan bronkoskopy.(7)

Tumor menyebar secara invasif langsung ke jaringan di sekitarnya. Bila penyebaran ke dalam,

(4)

akan mengkompresi paru-paru. Bila penyebaran ke luar akan menginvasi dinding dada dan iga, keadaan ini membuat pasien merasa sangat sakit.(7)

Ilmu kedokteran masih belum dapat menjawab pada tingkat seluler, mengapa dan bagaimana serat asbes menyebabkan sel-sel mesotelial menjadi abnormal (malignan atau kanker). Demikian juga belum diketahui apakah hanya satu serat menyebabkan tumor atau apakah membutuhkan lebih banyak serat untuk terjadinya mesotelioma. Perkembangan tumor ini tidak bergantung pada proses perkembangan faktor lain.(7) Diduga bahwa

sel-sel ganas yang terdapat pada tumor tersebut terjadi oleh karena faktor genetika dimana terjadi transformasi sel.(10)

Penatalaksanaan mesoteliomia

Tidak ada terapi efektif untuk mesotelioma. Namun hasil pengobatan cukup baik pada penderita mesotelioma stadium dini. Kebanyakan penderita digunakan terapi kombinasi, yang disebut terapi multimodal.(7)

Penanganan klasik seperti pembedahan, kemoterapi dan radioterapi tidak terlalu berefek terhadap penyembuhan penyakit dan kemampuan hidup. Pembedahan radikal seperti pleuropneumonektomi; sebagai single-modality

treatment, juga tidak menunjukkan perbaikan

terhadap kemampuan hidup. Namun penatalaksanaan trimodaliti dengan pleuronektomi ekstrapleural dan kemoterapi ajuvan diikuti dengan radiasi radikal eksternal ke hemitoraks dapat menolong kemampuan hidup sampai 5 tahun sebesar 45% untuk penderita dengan mesotelioma pleura maligna epitel yang terbatas dan tidak ada penyebaran ke mediastinum. Namun tindakan radikal ini hanya ditujukan untuk penderita tertentu. Radioterapi tidak mampu menyembuhkan, namun biasanya digunakan untuk mencegah infiltrasi tumor lebih lanjut dan mengobati rasa sakit pada dada. Kemoterapi juga tidak berhasil, baik secara tindakan sendiri atau kombinasi dengan tindakan yang lain.(9)

Untuk memperbaiki kemampuan hidup penderita mesotelioma pleura maligna, strategi terapi terbaru coba digunakan dengan dasar imunoterapi atau terapi gen. Gama interferon dipakai secara intrapleura hasilnya cukup baik pada

penyakit dengan stadium terbatas. Mekanisme kerja antitumor dari gamma interferon adalah kompleks, antara lain: (1) efek antiproliferatif langsung pada sel tumor, (2) aktivasi makrofag pleura yang menjadi sitotoksik untuk sel tumor, dan (3) aktivasi limfosit T dan sel pembunuh natural oleh sitokin yang dilepaskan oleh makrofag.(9)

Prognosis

Prognosis mesotelioma maligna sangat buruk.(8,9) Rata-rata hidup 9-12 bulan dan beberapa

dapat mencapai 5 tahun.(9) Mesotelioma akibat

terpajan asbes dapat mengakibatkan kefatalan dalam 2 sampai 4 tahun setelah terdiagnosa,(2,4,6)

bahkan ada yang kurang dari setahun.(8) Prognosis

dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ukuran dan stadium tumor, penyebaran tumor, tipe sel, dan apakah tumor tersebut berespon terhadap pengobatan. Rata-rata harapan hidup kurang lebih setahun pada penderita mesotelioma.(7)

Penelitian dengan metode kohort telah dilakukan di Slokavia pada 737 pekerja yang terpajan asbes lebih dari 10 tahun dan lebih dari 20 tahun sejak terpajan pertama kali di pabrik semen-asbes dalam periode 1983-2000. Dari penelitian tersebut didiagnosa 29 kasus menderita asbestosis, termasuk 8 kasus kombinasi dengan karsinoma paru, dan 5 kasus dengan mesotelioma maligna. Risiko relatif kanker paru meningkat 2,2 - 9,4% setiap tahun dari pajanan serat tersebut.(5)

Sepanjang tahun 1987-1997 ditemukan sebanyak 285 penderita mesotelioma maligna di Slovakia. Jumlah kasus setiap tahun bervariasi dari 4 (1978) menjadi 32 (1997), tetapi keduanya dihitung berdasarkan jumlah dan insidens per 100.000 penduduk menunjukkan bahwa tendensi dari 0,08 pada tahun 1978 meningkat menjadi 0,59 pada tahun 1997. Analisa umur dari penderita mesotelioma maligna menunjukkan bahwa frekuensi terbanyak berada pada kelompok umur 60-69 tahun (41%), kedua pada kelompok umur 70-79 tahun (30%), ketiga pada kelompok umur 50-59 tahun (28,6%). Satu penderita mesotelioma berumur 15 tahun adalah anak laki-laki yang ayahnya bekerja di pabrik AC dan membawa pakaian kerja yang terkontaminasi asbes ke rumah.(5)

Pada penelitian terhadap pasien-pasien Finlandia berusia 80 tahun ke atas dengan metode

(5)

kohort dari tahun 1967-1995 ditemukan bahwa pria dengan asbestosis mempunyai risiko yang meningkat terhadap mesotelioma (SIR = 32; CI = 14-60). Pria dengan kelainan pleura memiliki risiko lebih tinggi terhadap mesotelioma (Standardized

Incidence Rate (SIR) = 5,5; Confidence Interval

(CI) = 1,5-14) dan sedikit meningkat terhadap kanker paru (SIR = 1,3; CI = 1,0-1,8). Di antara wanita dengan asbestosis, juga terjadi peningkatan mesotelioma secara signifikan.(11)

Upaya pencegahan

Pencegahan mesotelioma yang paling utama dan efektif adalah menekan penyebaran debu di lingkungan tempat kerja. Pencegahan yang paling efektif untuk terjadinya mesotelioma pada pekerja adalah menghindari pajanan.

Menteri Kesehatan Slovakia telah mempublikasikan “Regulation No.4/1985 Bull. of

the Ministry Helath on Helath Principles to be kept in Handling and Work with Chemical Carcinogens, Regulation No. 8/1990 Bull. of the Ministry of Helath on control of Asbestos and PCBs”. Prinsip

utama dari aturan tersebut adalah penggunaan asbes dilarang di segala hal, dimana dapat menimbulkan substansi berisiko sekalipun sedikit, produksi atau bahan yang mengandung asbes hanya boleh digunakan bila alternatif bahan lain yang tidak berisiko tidak dapat digunakan.(5)

Pencegahan sekunder dikerjakan oleh personil kesehatan (dokter pabrik, unit medis kerja, institut kesehatan masyarakat) bekerja sama dengan pemilik dan pekerja. Pencegahan tersebut antara lain berupa seluruh pekerja yang terpajan asbes harus menjalani pemeriksaan reguler selama jangka waktu kerja tertentu, termasuk setelah tidak bekerja pada tempat tersebut lagi atau mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut, membatasi merokok tembakau, meminimalkan dan mencatat pekerjaan yang terpajan asbes, deteksi awal, terapi adekuat dan rehabilitasi terhadap perubahan kesehatan yang berkaitan dengan asbes.(5)

World Health Organization (WHO)

memberikan beberapa pengarahan mengenai pengendalian terhadap pajanan asbes sebagai berikut: (2)

1. Peraturan

Banyak negara industri telah menentukan batas pajanan 2 serat/ml udara (beberapa negara menentukan 1 serat/ml) sebagai batas maksimum kadar rata-rata setiap saat yang diperbolehkan untuk krisotil. Penyemprotan asbes kini dilarang di banyak tempat, dan beberapa negara tidak membuat perbedaan antar tipe-tipe serat. Namun demikian keprihatinan menetap, karena bahaya tersebut tidak tuntas tercermin melalui hitung serat dengan mikroskopik optik, disebabkan serat-serat yang lebih halus dan lebih berbahaya, tidak terdeteksi dengan metode ini. Akibatnya, bahaya tersebut dapat sangat berbeda pada berbagai proses industri kendatipun kadar asbes dalam lingkungan yang dinilai secara optik adalah sama.

2. Perekayasaan

Pengendalian debu yang berhasil dimulai dengan menutup mein-mesin dan membuat ventilasi pembuangan lokal pada lubang-lubang yang tak dapat dihindari. Metode pengendalian debu lainnya antara lain:

a. Isolasi pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan debu asbes

b. Mengurangi jumlah pekerja yang terpajan c. Mengubah metode proses produksi (misal membuat benang-benang asbes dengan suspensi dan kondisi basah).

Substitusi asbes dengan bahan-bahan alternatif yang lebih aman hendaknya juga dipertimbangkan. Lebih lanjut, bilamana mungkin asbes hendaknya dibuat basah sebelum bekerja dengan bahan tersebut. Asbes juga dapat diproses dengan agen anti debu dan benang-benang asbes dapat dilapisi dengan polimer. Perawatan gedung dan penggunaan pembersih vakum (vacum cleaner) sangat perlu. Pemakaian respirator dan pakaian pelindung perlu dianjurkan bilamana pajanan tidak mungkin dihindari. Fasilitas pancuran mandi dan cuci pakaian hendaknya disediakan bagi pekerja agar dapat menjamin mereka meninggalkan pabrik tanpa tercemar. Semua pekerja hendaknya diberitahu tentang sifat-sifat bahaya tersebut dan tentang metode perlindungannya.(2)

Upaya preventif yang dilakukan pada pekerja yang berisiko terpajan asbes adalah tindakan

(6)

pemeriksaan sebelum ia mulai bekerja dan pemeriksaan berkala selama ia bekerja di tempat yang berisiko terpajan asbes.

1. Pemeriksaan sebelum penempatan

Pemeriksaan penempatan hendaknya meliputi riwayat medis, pemeriksaan fisik, foto rontgen toraks dan uji fungsi paru untuk menentukan data dasar guna pengawasan, dan mencegah orang-orang dengan penyakit pernapasan terhadap pajanan asbes.(2)

2. Pemeriksaan berkala

Dalam hal medis pemeriksaan berkala adalah sama seperti pemeriksaan sebelum penempatan. Hendaknya dilakukan selang waktu sesuai tingkat pajanan di tempat kerja tersebut, usia pekerja, dan hasil pemeriksaan kesehatan sebelumnya.(2)

KESIMPULAN

Sekalipun masih terdapat perbedaan pendapat di antara beberapa peneliti namun tampak dari berbagai penelitian bahwa baik orang yang terpajan asbes mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya mesotelioma.

Melihat bahaya yang ditimbulkan oleh asbes, maka sangat penting untuk dilakukan penganggulangan atau pengendalian bahaya seperti yang disarankan oleh WHO atau yang dikerjakan oleh negara-negara lain, antara lain:

1. Perlu ditetapkan batas pajanan asbes di Indonesia sebagai batas maksimum kadar rata-rata setiap saat yang diperbolehkan. Banyak negara industri telah menetapkan batas pajanan 2 serat/ml udara.

2. Substitusi/dilakukan penggantian bahan yang bukan asbes

3. Penting untuk dilakukan pengendalian debu bila bahan asbes tidak dapat dihindarkan untuk digunakan.

4. Kesadaran para pekerja untuk melindungi dirinya dari terpajan asbes sangatlah penting dengan memamaki alat pelindung diri, antara lain masker dan baju kerja. Di samping itu higiene harus selalu diperhatikan.

5. Pemeriksaan berkala sangatlah penting dikerjakan untuk memantau kesehatan para pekerja

Daftar Pustaka

1. Roggli VL, Hammar SP, Pratt PC, Maddox JC, Legier J, Mark EJ, et al. Does asbestos or asbestosis cause carcinoma of the lung? Am J Industrial Med 1994; 26:835-8.

2. Abraham JL. Asbestos inhalation, not asbestosis, causes lung cancer. Am J Industrial Med 1994; 26:839-42.

3. World Health Organization. Pneumokoniosis akibat debu mineral sklerogen. In: Deteksi dini penyakit akibat kerja. Vol. 2 ed. Jakarta: EGC; 1995. p.19-26.

4. Murphy LLP. Asbestosis exposure: asbestosis, lung cancer, mesothelioma. Attorneys and Counselors at Law. Available from URL: http:// www.doranfela.com/mesothelioma.php3.

5. Christiani DC, Wegman DH. Respiratory disorders. In: Occupational health: recognizing and preventing work-related disease, 3rd ed. New

York: Little, Brown and Company; 1995. p. 446-50.

6. Sulcova M, Kremery V, Plesko I, Kakosova B, Machata M. The Slovakian asbestos experience: use, health effects and preventive measures. Trnava University-Faculty of Health Care and Social Work, Trenava, Slovak Republic. National Cancer Register, Bratislava. State Institute of Public Health, Nitra. Available from URL: http://www/ btinternet.com/~ibas/eas_ms_slovakia.htm. 7. The merck manual of diagnosis and therapy.

Disease due to inorganic dusts. In: Ocupational Lung Disease; Pulmonary Disorders. Available from URL: http://www.merck.com/pubs/mmanual/ section6/chapter75/75b.htm.

8. Hammond EC, Selikoff IJ, Seidman H. Asbestos exposure, cigarette smoking and death rates. Ann Ny Acad Sci 1979; 330:473-91.

9. Karjalainen A, Pukkala E, Kauppinen T, Partanen T. Incidence of cancer among Finnish patients with asbestos-related pulmonary or pleural fibrosis. Finnish Institute of Occupational Health, Department of Epidemiology and Biostatistic; Helsinki; 1999.

10. Mesothelioma facts and information newsletter. Pleural mesothelioma. Available from URL: http:/ /www.mesothelioma-facts.com/pleural.shtml. 11. Seaton A. One fibre or many; What causes

(7)

12. Monnet I, Breau JL, Moro D, Lena H, Eymard JC, Menard O. Intrapleural infusion of activated macrophages and gamma-interferon in malignant pleural mesothelioma: A phase II study. Chest 2002;121:1921-9.

13. Mossman BT, Gruenert DC. SV40, growth factors, and mesothelioma: Another piece of the puzzle. American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biollogy, New York 2002; 26: 167-72.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan perlakukan konsentrasi kaporit yang berbeda dapat disimpulkan bahwa, pemberian kaporit dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh

[r]

Dalam rangka menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan oleh suatu unit organisasi, harus ditetapkan oleh seorang pejabat yang berwenang dalam jangka waktu

Laju yang lebih tinggi akan lebih baik seperti yang dikehendaki Pada tanah granular kehilangan udara tertekan melalui muka kerja dan “lining” bersama dengan

Hal ini termasuk investasi strategis pada entitas publik dan entitas bukan publik yang tidak dicatat sebagai entitas anak, entitas asosiasi, atau entitas yang dikendalikan

Tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu‟. Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini tertuju kepada ketua Komisi

Sifat dinamik dan swelling vulkanisat karet alam (NR) yang mengandung bahan pengisi organoclay dengan basal spasi yang berbeda telah dipelajari.. Vulkanisat

Tepung tulang berukuran garis tengah < 250 μm menghasilkan rerata kolonisasi akar, bobot kering akar terkolonisasi, dan jumlah spora yang lebih tinggi dibandingkan dengan