• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu hubungan sepasang manusia yaitu laki-laki dan perempuan yang disatukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yaitu hubungan sepasang manusia yaitu laki-laki dan perempuan yang disatukan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu hubungan antar manusia yang sesuai syariat adalah pernikahan yaitu hubungan sepasang manusia yaitu laki-laki dan perempuan yang disatukan dalam sebuah ikatan suci. Perkawinan adalah cara yang dipilih Allah sebagai jalan manusia untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan hidup. Perkawinan salah satu sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua makhluk Tuhan, tidak hanya manusia, bahkan hal ini berlaku pada hewan dan tumbuhan.1 Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tentram, dan rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan dari perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.2

Allah berfirman dalam Q.S. Al-‘Araf/7: 189



























































“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa

1

Al-Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 6, Penerjemah Muhammad Thalib Cet. Ke-1 ( Bandung: PT Al-Ma’aarif, 1980), hlm.7.

2

(2)

berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami termasuk orang-orang yang bersyukur".3

Perkawinan bagi orang Islam di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 1 ayat (1) UUP menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat (2) disebutkan, bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan yang dimaksud dalam ayat (2) tersebut merupakan upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menertibkan perkawinan, selain juga untuk melindungi hak-hak suami isteri jika terjadi persengketaan.

Undang-undang Perkawinan telah mengatur jelas bahwa perkawinan harus dicatat. Di Indonesia masih banyak perkawinan yang tidak tercatat atau biasa disebut dengan nikah sirri, yang mana perkawinan tersebut dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Adapun akibat dari mereka yang melakukan nikah sirii adalah tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mempunyai akta nikah. Isbat nikah merupakan salah satu sengketa perkawinan yang merupakan kewenangan Pengadilan Agama.4

Isbat nikah dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan isbat nikah diartikan dengan pengukuhan dan perundang-undangan yang berlaku dalam

3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, Jilid III (Jakarta: Lentera Abadi), hlm. 546

4

Rahmat Jatmika, “Isbat Nikah Massal Tahun 2011 Di Pengadilan Agama Wonosari

(Studi Terhadap Alasan Dan Dasar Hukum Hakim Atas Penetapan Itsbat Nikah), skripsi,” hlm.

(3)

keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan disebutkan bahwa: “isbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, tetapi tidak dicatatkan oleh KUA atau PPN yang ditentukan lain dalam Undang-undang berwenang.5

Permohonan isbat nikah diajukan ke Pengadilan Agama oleh para pihak dalam perkawinan yang tidak dapat membuktikan perkawinannya dengan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Permohonan isbat nikah tersebut oleh pihak Pengadilan Agama kemudian diproses sesuai ketentuan hukum acara. Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung tahun 2008 menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama hanya dapat mengabulkan permohonan isbat nikah, sepanjang perkawinan yang telah dilangsungkan memenuhi syarat dan rukun nikah secara syariat Islam dan perkawinan tersebut tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur dalam Pasal 8 s/d Pasal 10 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 39 s/d Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam”.6

Pengadilan Agama sebagai lembaga yang mengeluarkan produk hukum yang menjadi dasar kebolehan bagi suami istri untuk mengisbatkan pernikahannya. Majelis Hakim dalam memberikan suatu putusan tentu memiliki

5

Yusna zaidah, Isbat Nikah Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam Hubungannya

dengan kewenangan Peradilan Agama, hlm. 5.

(4)

pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga dapat mengabulkan ataupun menolak suatu permohonan maupun gugatan.

Penulis menemukan dua putusan yang berbeda mengenai perkara isbat nikah poligami. Pengadilan Agama Bima dengan Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA. Bm menolak permohonan untuk mengisbatkan pernikahan poligami oleh Pegawai Negeri Sipil dikarenakan Pemohon I dan Pemohon II adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permohonan isbat nikah Poligami, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat atau atasannya sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983,bahwa menurut hukum, Pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ditegaskan bahwa seseorang yang masih terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali setelah memperoleh izin dari Pengadilan Agama. Atas dasar inilah Majelis Hakim Pengadilan Agama menolak untuk mengisbatkan pernikahan poligami tersebut.

Putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram dengan Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr mengabulkan isbat nikah poligami oleh Pegawai Negeri Sipil. Adapun pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Mataram mengabulkan isbat nikah poligami adalah Kasus isbat nikah poligami dalam perkara a quo menurut pendapat Majelis Hakim tingkat banding belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal ini. Oleh karena itu menjadi peluang bagi Hakim untuk berupaya menemukan hukum, Majelis Hakim tingkat banding tidak bermaksud mengeyampingan peraturan

(5)

perundang-perundangan yang mengatur perkawinan dengan istri kedua, tetapi apa yang diputuskan semata-mataa untuk kemaslahatan sebagai suatu langkah darurat sebatas untuk melindungi status anak-anak yang telah dilahirkan dari perkawinan yang sah menurut hukum Islam.

Melihat perbedaan pertimbangan kedua putusan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut putusan Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr dan menuangkannya dalam sebuah penelitian yang berjudul “Isbat Nikah Poligami Pegawai Negeri Sipil, (Studi Putusan Nomor

0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan Putusan Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana putusan Pengadilan Agama Bima Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm terhadap isbat nikah poligami oleh Pegawai Negeri Sipil dan apa dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama Bima?

2. Bagaimana putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr terhadap isbat nikah poligami oleh Pegawai Negeri Sipil dan apa dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Tinggi Agama Mataram?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui putusan Pengadilan Agama Bima Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm terhadap isbat nikah poligami oleh Pegawai Negeri Sipil dan mengetahui apa dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama Bima.

2. Mengetahui putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor 0093/Pdt. G/2014/PTA.Mtr terhadap isbat nikah poligami oleh Pegawai Negeri Sipil dan mengetahui apa dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Tingga Agama Mataram.

D. Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum keluarga terutama yang berkaitan dengan isbat nikah poligami pegawai negeri sipil.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi para hakim dalam memutuskan perkara isbat nikah poligami di Pengadilan Agama.

(7)

E. Definisi Operasional

1. Isbat artinya penetapan, pengukuhan, dan pengekalan.7 Penelitian ini adalah menelaah tentang putusan isbat nikah yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.

2. Poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih seorang.8 Pada penelitian ini adalah suami istri yang memohon isbat nikah dari pernikahan sirri dengan istri kedua..

F. Kajian Pustaka

Berdasarkan penelusuran yang telah penulis lakukan terhadap literatur dan karya-karya ilmiah yang membahas tentang poligami, diantaranya berbentuk skripsi maupun hasil penelitian. Telaah pustaka ini mendeskripsikan beberapa karya ilmiah mengenai poligami, untuk memastikan orisinalitas sekaligus sebagai salah satu kebutuhan ilmiah yang berguna untuk memberikan batasan dan kejelasan pembahasan informasi yang didapat. Adapun penelitian yang berkaitan tentang poligami diantaranya adalah:

1. Skripsi berjudul Pembatalan Itsbat Nikah Terhadap Perkawinan Poligami (Studi Putusan Nomor.2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj) oleh Doni Putra Purnama Bakti NIM. 060710101063 Mahasiswa Universitas Jember 2010. Penelitian ini membahas tentang pengajuan Pembatalan Itsbat nikah terhadap perkawinan poligami ke Pengadilan Agama Lumajang yang disebabkan

7Ahmad Ainani, “Itsbat Nikah Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia” 10 (2010), hlm.

122.

8

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), hlm. 904.

(8)

karena telah terjadi perkawinan poligami tanpa seizin istri terdahulu, dan perkawinan poligami tersebut sudah di itsbatkan di Pengadilan Agama Lumajang.9

2. Skripsi berjudul Permohonan Itsbat Nikah Terhadap Perkawinan Poligami Tanpa Izin dari Istri oleh Dony Pristyantono, NIM. 040710101082 Mahasiswa Universitas Jember 2011. Penelitian ini membahas tentang pengajuan permohonan Itsbat Nikah Poligami, yang mana perkawinan poligami tersebut dilakukan tanpa izin dari istri terdahulu . Pengadilan Agama akan memberikan suatu ijin dengan melihat alasan - alasan yang diajukan dan terpenuhi atau tidaknya persyaratan – persyaratan poligami baik secara agama maupun undang-undang.10

Berdasarkan beberapa penelitian di atas, penelitian yang ingin dilakukan ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah topik pembahasan mengenai isbat nikah poligami. Adapun perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penulis akan meneliti pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Bima Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 0093 Pdt.G/2014/PTA.Mtr terhadap isbat nikah poligami yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.

9

Doni Putra Purnama Bakti, Itsbat Nikah Terhadap Perkawinan Poligami (Studi Putusan Nomor.2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj), Universitas Jember 2010

10

Dony Pristyantono, Permohonan Itsbat Nikah Terhadap Perkawinan Poligami Tanpa

(9)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian memegang peranan yang penting dalam penyusunan satu karya ilmiah termasuk skripsi, Oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini.

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Masalah

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Ronny Hanitijo Soemitno, pengertian penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.11 Adapun pendekatan masalah yang digunakan penulis adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu membahas dan menelaah dua putusan dalam perkara yang sama yakni putusaan Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.BM dan putusan Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah membahas dan menelaah yaitu menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer

11

Mukti Fajar Nur Dewata, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 154.

(10)

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.12 Bahan hukum primer tersebut terdiri dari:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

4) Kompilasi Hukum Islam (KHI).

5) Putusan Pengadilan Agama Bima Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer.13 Sumber bahan buku sekunder diperoleh dari pihak lain yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan diteliti. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Buku Hukum

a) Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata karya Achmad Ali Wiwie Heryani.

12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 13.

13

Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 67.

(11)

b) Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama karya Abdul Manan.

c) Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim karya Syarif Mappiasse.

d) Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia karya A. Sukris Sarmadi.

e) Peradilan Agama di Indonesia; Sejarah Pemikiran dan Realita karya Erfani Zuhriah.

f) Sistem Peradilan dan Hukum Acara Perdata di Indonesia karya Riduan Syahrani.

g) Hukum Acara Perdata di Indonesia karya Sudikno Mertokusumo. 2) Kitab fikih

a) Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili.

b) Al-Qawaid Al-Fiqhiyah Wa Tathbiqatiha Fi Madzahib Al-Arbaah karya Muhammad Mustafa al-Zuhaili.

3) Kitab tafsir

a) Tafsir Alqurãn Al-Adzim karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi.

b) Tafsir Al-Wasith Jilid 1 karya Wahbah Az-Zuhaili..

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia dan

(12)

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dan teknik yang digunakan adalah:

a. Studi Dokumen, yaitu merupakan studi yang mengkaji tentang dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada seperti salinan Putusan Pengadilan Agama Bima 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr.

b. Studi Literatur, yakni penulis mengkaji, menelaah dan mempelajari bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan objek penelitian.

5. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang terkumpul disajikan dalam bentuk uraian-uraian secara kualitatif, kemudian dianalisis secara deskriftif kualitatif terhadap bahan hukum tersebut, yakni salinan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Agama Bima 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan memegang peranan yang sangat penting bagi suatu karya ilmiah. Untuk memudahkan bagi pembaca dalam memahami isi/materi skripsi ini, maka sistematika penulisan disusun sebagai berikut:

(13)

BAB I berisi Pendahuluan. Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang teori isbat nikah dan poligami. Bab ini akan memuat landasan teori yang terdiri dari teori isbat nikah dan poligami.

BAB III berisi deskripsi pertimbangan hukum Hakim dan analisis. Bab ini akan menguraikan gambaran umum putusan Nomor 0663/Pdt.G/2014/PA.Bm dan putusan Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr, untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor 0093/Pdt.G/2014/PTA.Mtr dan analisis hukum terhadap pertimbangan hakim.

Referensi

Dokumen terkait

Adalah surat perintah dari pejabat yang berwenang kepada seseorang untuk mengadakan perjalanan dinas atau bisnis yang disertai tanda bukti pengeluaran yang dibiayai

Aktivitas keaktifan mahasiswa pada pembelajaran tahap-1 adalah sebagai berikut: aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran dengan

Proses pengadaan dan pemilihan Bibit rumput laut menurut Sugiarto dkk., (1978), dapat dilakukan dengan cara: 1) bibit yang memiliki angka pertumbuhan harian baik,

TINJAUAN PUSTAKA 11 Distribusi Binomial Variabel Acak Diskrit Distribusi Normal Standart Distribusi Bernoulli Distribusi Normal Penelitian Terdahulu PENDAHULUAN TINJAUAN

bahwa Perubahan Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Badung sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai harga lahan berbanding terbalik dengan tingkat kenyamanan wilayah atau harga lahan dengan nilai yang tinggi cenderung memiliki

Pada jurnal Hasan dan Putra (2019), Sharon dan Santoso (2017) dan Aminah dkk (2017) menuliskan metode SERVQUAL sebagai ldanasan digunakan dalam mengukur kualitas