• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang berkesinanbungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang ditua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang berkesinanbungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang ditua"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional merupakan seperangkat upaya pembangunan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, dan juga untuk melaksanakan tugas guna mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dan untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang salah satunya dapat dicapai melalui peningkatan kesehatan.

Dewasa ini pembangunan dibidang kesehatan mengalami kemajuan pesat. Perkembangan ini sesuai dengan tujuan nasional, yakni memajukan kesejahteraan umum yang berorientasi pada peningkatan derajat taraf hidup masyarakat umum yang adil, makmur dan sejahtera.

Pembangunan dibidang kesehatan ini diarahkan pada peningkatan derajat kualitas kesehatan masyarakat dipedesaan maupun perkotaan, yang pada hakikatnya adalah membentuk dan membina masyarakat seutuhnya. Hal ini tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang menegaskan bahwa kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus

(2)

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang berkesinanbungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Selanjutnya disebut Undang-Undang Kesehatan).

Pengertian Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut Undang-Undang ini, kesehatan terdiri dari dua unsur, yaitu “Upaya Kesehatan” dan “Sumber Daya Kesehatan”. Yang dimaksud dengan Sumber Daya Kesehatan, terdiri dari sumber daya manusia kesehatan (tenaga kesehatan yaitu dokter, apoteker, bidan, perawat) dan sarana kesehatan (antara lain rumah sakit, puskesmas, poliklinik, tempat praktek dokter). Pemeliharaan kesehatan dan pelayanan kesehatan adalah dua aspek dari upaya kesehatan, istilah pemeliharaan kesehatan dipakai untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat dan istilah pelayanan kesehatan dipakai untuk upaya kesehatan individu (dikenal sebagai upaya kedokteran atau upaya medik).1

Inti dari pemeliharaan kesehatan adalah kesehatan masyarakat, menyangkut hal-hal yang berhubungan antara lain dengan pembasmian penyakit menular, usaha kesehatan lingkungan, hingga usaha kesehatan sekolah. Sedangkan pelayanan kesehatan adalah hubungan segitiga antara tenaga kesehatan, pasien dan sarana kesehatan dan dari hubungan segitiga ini

1

Wila Ch. Supriadi, Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan, terdapat dalam, http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-pelayanan-kesehatan.

(3)

terbentuk hubungan medik dan hubungan hukum. Hubungan medik dilaksanakan upaya kesehatan preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan kesehatan terjalin hubungan antara tenaga kesehatan khususnya dokter dan pasien. Namun demikian, kemajuan itu semestinya dapat di imbangi dengan peraturan yang mengatur dengan jelas segala peristiwa hukum yang dapat timbul dalam hubungan antara pasien dengan dokter. Sebab dengan hal tersebut, pada dasarnya pembangunan bidang kesehatan ini ditentukan oleh 4 (empat) faktor, antara lain :

1. Perlunya perawat;

2. Kesehatan diatur dengan langkah-langkah tindakan oleh pemerintah; 3. Perlunya pengaturan hukum di lingkungan sistem perawatan kesehatan; 4. Perlunya kejelasan yang membatasi antara perawat kesehatan dengan

tindakan medis tertentu.

Karena itu, diperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan kesehatan agar ada kepastian hukum dalam melaksanakan tugas profesinya. Dengan adanya kesiapan perangkat-perangkat pengaturan hukum yang ada secara esensial hukum kesehatan itu bertujuan untuk mengatur secara sah, melindungi kebebasan dan keutuhan

(4)

dengan menciptakan pemberian bantuan guna memasukkan nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan didalam suatu pelayanan kesehatan.2

Dalam hubungan pelayanan kesehatan pasien, sehingga penerima jasa pada pelayanan kesehatan merupakan subyek hukum, artinya terhadap dokter juga berlaku ketentuan-ketentuan hukum sebagai dasar pertanggungjawaban dalam menjalankan profesinya. Pelayanan kesehatan oleh dokter relatif diartikan sempit, yaitu hanya melindungi terjadinya penyakit dan pemulihan kesehatan, kemudian pengertian tersebut diperluas meliputi pencegahan penyakit dari segi peningkatan kesehatan. Perubahan orientasi ini bertolak belakang pada realita kondisi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat yang beragam, yang menghuni ribuan pulau yang letaknya sulit untuk dijangkau serta tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang beragam. Dengan demikian penyelenggaraan pembangunan dibidang kesehatan meliputi upaya kesehatan yang menitik beratkan pada sumber dayanya untuk dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan sehingga memberikan hasil yang menyenangkan kearah upaya kesehatan yang menyeluruh, semua ini berpegang pada ciri khusus yaitu bahwa hubungan antara hukum dan pelayanan kesehatan dan diantara hukum dengan pelaksana didalam pelayanan kesehatan itu adalah demikian erat.3

2

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Untuk Perumahsakitan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2002, hlm. 5-6.

3

HJJ. Leenen dan PAF Lamintang, Pelayanan Kesehatan dan Hukum (suatu studi

(5)

Dalam pemberian layanan kesehatan yang menyangkut antara hubungan dokter dengan pasien diperlukan pentingnya perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Adanya hubungan kedua belah pihak ini menimbulkan benturan kepentingan sehingga akibat dari tenaga kesehatan terhadap pemakai jasa pelayanan kesehatan dan pemelihara kesehatan. Dalam hal tindakan tersebut diduga akan berdampak membawa sesuatu kerugian bagi penerima jasa kesehatan.4

Pemeliharan sarana dalam pelayanan kesehatan tersebut merupakan salah satu sarana penting untuk menampung berbagai kemudahan dalam menangani masalah kesehatan. Pasal 56 Undang-Undang Kesehatan disebutkan bahwa sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek bidan, took obat, pabrik obat, laboraturium, sekolah dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan dan sarana kesehatan.

Dari ketentuan Pasal 56 tersebut, maka rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan yang merupakan peran serta pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Selain pengertian tersebut di atas terdapat pengertian rumah sakit yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan sebagai berikut : Rumah Sakit adalah usaha yang dilakukan dengan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari tindakan observasi, diagnotik teraupetik dan rehabilitasi antara orang-orang yang menderita sakit, terluka dan atau mereka

4

(6)

yang akan melahirkan. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor. 159/MenKes/Per/II/1998 tentang Rumah Sakit, disebutkan pula bahwa rumah sakit adalah suatu sarana upaya kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.5

Di lain pihak, rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan merupakan tempat bekerjanya para tenaga professional yang melaksanakan kegiatannya, berdasarkan lafal dan kode etik profesinya. Ini berarti bahwa rumah sakit memiliki fungsi :6

1. Sebagai institusi yang bergerak dibidang hubungan hukum dalam masyarakat;

2. Segabai tempat yang bertanggungjawab terhadap tenaga professional, dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada kode etik profesi.

Menurut drg. Sintia Roshana C.S dalam penanganan prosedur diagnosa teruapetik, mungkin secara sepintas kelihatannya sederhana, namun dalam praktek khususnya untuk kasus-kasus non-reguler sangat rumit. Tujuan pengobatan bisa simptomatis untuk upaya menghilangkan gejala, pengobatan kausal untuk menghilangkan penyebab penyakit, pengobatan rehabilitasi untuk upaya pemulihan, pengobatan paliatif untuk upaya meningkatkan kualitas hidup, pengobatan live saving untuk penyelamatan jiwa seperti

5

Zumrotin K Susilo dan Puspa Swara, Penyambung Lidah Konsumen, Ctk. Pertama, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Jakarta, 1996,. hlm. 63

6

(7)

halnya upaya diagnotik. Upaya pengobatanpun harus dilakukan secara proporsional, karena kontrak pengobatan medis bukan kontrak penyembuhan melainkan kontrak upaya meringankan penderitaan atau upaya penyembuhan. Kemungkinan pelanggaran akan hak-hak pasien yang timbul pada kontrak teraupetik antara tenaga kesehatan dengan pasien sangat dimungkinkan. Hak-hak pasien tersebut antara lain :7

1. Hak atas informasi tentang penyakitnya; 2. Hak untuk memberi informed consent; 3. Hak untuk dirahasiakan penyakitnya; 4. Hak untuk i’tikad baik dari dokter;

5. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang sebaik-baiknya.

Hubungan antara dokter dengan pasien terjalin apabila pasien datang membutuhkan bantuan dokter mengenai diagnosis dan atau perawatan dokter dalam melakukan jasa tertentu. Ditinjau dari sudut hukum, hubungan dokter dengan pasien ini merupakan perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medis atau upaya penyembuhan yang lebih dikenal dengan Perjanjian Teraupetik. Dengan demikian kewajiban dokter adalah berusaha dengan sungguh-sungguh (inspanning) untuk menyembuhkan pasiennya sesuai dengan perilaku profeisonal medis.8

7

Sintia Roshana C.S. Hak dan Kewajiban Pasien, terdapat dalam, http://hukumkes. wordpress.com/2008/04/11/hak-dan-kewajiban-pasien.

8

(8)

Dalam perjanjian Teraupetik antara pasien dengan dokter terdapat kesepakatan, yaitu kesepakatan yang diberikan oleh pasien yang senantiasa didasarkan pada informasi yang diberikan oleh dokter (informed consent).

Informed Concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau

keluarga pesien atas dasar penjelasan mengenai penanganan dalam melakukan jasa pelayanan kesehatan yang akan dilakukan terhadap pasien beserta resiko-resiko yang ditimbulkan akibat dari tindakan pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh dokter yang bersangkutan. Oleh karena itu, pemberian informasi kepada pasien baik mengenai prosedur-prosedur penanganan medis, pemberian obat-obatan kepada pasien, hingga mengenai jumlah barang dan atau jasa yang diberikan merupakan salah satu dari kewajiban seorang dokter atau tenaga medis dalam melakukan dan menjalankan jasa pelayanan kesehatan.9

Mengenai informasi persetujuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/Men.Kes/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Peraturan Mentri Kesehatan ini menetapkan tentang beberapa hal, antara lain :10

Kewajiban tenaga kesehatan memberikan informasi, baik diminta maupun tidak diminta, diberikan secara akurat tentang perlunya tindakan medik dan resiko yang dapat ditimbulkannya;

9

Rano Indradi S, Hak-Hak Pasien dalam Menyatakan Persetujuan Rencana Tindakan

Medis, terdapat dalam, http://ranocenter.blogspot.com/2007/01/informed-consent.html.

10

Wila Ch. Supriadi, Persetujuan Tindakan Medik, terdapat dalam, http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/persetujuan-tindakan-medik/

(9)

Informasi diberikan secara lisan dan cara penyampaian harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi pasien, dalam arti dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali dokter menilai bahwa informasi yang akan diberikan merugikan pasien atau pasien menolak menerima informasi. Dalam hal ini, dengan persetujuan pasien, maka dokter dapat meneruskan informasi kepada keluarga terdekat dari pasien dan didampingi oleh seorang perawat atau paramedik;

Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun teraupetik;

Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan dan persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun secara lisan.

Namun dari berbagai penelitian yang dilakukan, ternyata masalah pemenuhan informasi oleh dokter kepada pasien juga akan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan dan juga pelaksanaan pengobatan , terutama tampak pada pasien. Karena dalam pemberian pemenuhan informasi pada penerima jasa pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien adalah pemberitahuan akan penemuan hasil diagnosa dokter setelah selesai pemeriksaan dan juga membutuhkan kebenaran informasi yang didasarkan atas kejujuran dan ketulusan dokter untuk menolong pasien.11

11

(10)

Keberagaman masyarakat sering kali menimbulkan perbedaan jenis dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan, karena jenis penyakit yang diderita oleh setiap orang berbeda-beda, juga termasuk kemampuan ekonomi mereka. Pada umumnya konsumen dalam hal ini pasien pelayanan kesehatan tidak dihadapkan pada persoalan ketidakmengertian ataupun ketidakjelasan akan pemanfaatan, penggunaan, maupun pemakaian barang dan atau jasa yang diberikan atau disediakan oleh pelaku usaha dalam hal ini adalah pihak pemberi pelayanan kesehatan, dikarenakan keterbatasan informasi yang diberikan melainkan juga terhadap pembagian posisi yang kurang seimbang, dan hal ini banyak dialami oleh pasien dengan pendidikan dan ekonomi rendah.

Sebagai contoh adalah yang terjadi di suatu rumah sakit pada ruang perawatan kelas tiga dirawat seorang anak dengan penyakit demam berdarah. Pada saat itu kondisi anak tersebut tidak baik. Nafasnya terputus-putus dan bibirnya tampak membiru walau oksigen masih terpasang di hidungnya. Keluarga pasien tampak panik, tapi tidak satu pun petugas datang untuk memeriksa pasien. Salah seorang keluarga pasien mencoba mencari perawat ke ruang perawat, dan ada seorang perawat yang sedang berbicara di telepon. Ketika disampaikan tentang kondisi anak tersebut dengan enteng perawat itu mengatakan bahwa setiap perawat sudah memegang masing-masing pasien, dan perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut sedang ke luar ruangan. Ketika kembali ke ruangan perawatan, anak tersebut sudah

(11)

meninggal tanpa ada pertolongan dari petugas. Bahkan dokter baru datang setelah 30 menit dan menyatakan bahwa pasien telah meninggal.12

Kasus di atas mencerminkan buruknya pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut. Sangat disesalkan, di saat keluarga pasien telah mempertaruhkan kepercayaan kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diharapkan mampu mengupayakan perbaikan kesehatan cenderung tidak dipenuhi.

Harus diakui persoalan perlindungan konsumen di Indonesia belum menjadi persoalan bersama masyarakat Indonesia yang berkedudukan sebagai konsumen. Di Indonesia sudah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak-hak konsumen seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen. Meskipun dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang melindungin konsumen namun dalam prakteknya atau pelaksanaannya masih jauh dari harapan.13

Masalah perlindungan konsumen menjadi suatu permasalah yang menarik dan mendasar untuk dibahas karena masih banyak dijumpai pelanggaran dalam hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha dan

12

Sintia Roshana C.S, loc. cit.

13

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Ctk. Kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 19-20

(12)

terkadang merugikan konsumen. Dalam menghadapi kasus-kasus yang merugikan konsumen ketidakpahaman dalam menempuh upaya hukum menambah semakin lemahnya posisi konsumen dalam mempertahankan hak-haknya.

Berpegang pada permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien untuk mendapatkan hak pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta?

Bagaimana penyelesaian hukumnya apabila hak-hak pasien tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pasien berkenaan dengan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui penyelesaian hukum apabila hak-hak pasien tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

(13)

D. Tinjauan Pustaka

Kesehatan adalah salah satu dari kebutuhan pokok manusia selain sandang, pangan dan papan, dalam arti hidup atau dalam keadaan sehat sudah tidak dapat ditawar lagi sebagai kebutuhan yang mendasar. Bukan hanya sehat jasmani, juga sehat rohani (jiwa), bahkan kriteria sehat manusia telah bertambah menjadi juga sehat sosial dan sehat ekonomi. Namun sampai saat ini yang dimaksudkan dengan kesehatan oleh undang-undang adalah hanya keadaan sehat jasmani dan sehat rohani.

Dalam praktek kedokteran, pasien adalah konsumen jasa kesehatan yang diberikan dokter atau pelaku pelayanan kesehatan. Dalam hubungan itu, pasien berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai jasa yang ia gunakan dan manfaatkan. Sebaliknya, dokter atau pelaku pelayanan kesehatan berkewajiban memenuhi hak pasien tersebut antara lain dengan memberikan informasi yang diperlukan atau ditanyakan oleh pasiennya.14

Konsumen ( sebagai alih bahasa dari consumer (Ing) atau cosument (Bld) ) berarti pihak pemakai jasa atau barang.15 Menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing, yang dimaksud dengan konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau

14

Marius Widjajarta, Hubungan Dokter dan Pasien Dilihat dari Perspektif

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, terdapat dalam, http://hukumkes.wordpress.com/2007/05/04/

hubungan-dokter-dan-pasien-dilihat-dari-perspektif-undang-undang-perlindungan-konsumen.

15

(14)

memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.16 Sedangkan menurut John Sinclair konsumen adalah seseorang atau sesuatu perusahaan yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Az Nasution sendiri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang/jasa untuk kegunaan tertentu17

Pengertian konsumen banyak sekali dijumpai dalam literatur-literatur yang ada, tetapi hampir dari pengertian yang ada mempunyai maksud dan tujuan yang sama, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Perkembangan hukum konsumen di dunia bermula dari adanya gerakan perlindungan konsumen (consumers movement). Amerika Serikat tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen. Secara historis perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan-gerakan konsumen diawal abad ke-19. Di New York pada tahun 1819 terbentuk Liga Konsumen yang pertama kali, dan pada tahun 1898 di tingkat nasional Amerika Serikat terbentuk Liga Konsumen Nasional

16

http://peminatanmanajemenpemasaran011.blogspot.com/

17

Az Nasution, Konsumen dan Hukum ( Tinjauan Sosial Ekonomi, dan Hukum Pada

(15)

( The Nasional Consumer’s League). Organisasi ini kemudian tumbuh dan berkembang pesat sehingga pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional di Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara bagian.18

Karena perkembangan gerakan-gerakan ini, maka banyak negara-negara di dunia yang juga mulai menumbuhkan gerakan perlindungan bagi konsumen. Di Inggris muncul The Consumer Protection Act pada tahun1961, di Jepang terdapat The Consumer Protection Fundamental Act pada tahun 1968 dan masih banyak lagi lembaga-lembaga atau gerakan-gerakan perlindungan terhadap konsumen.19

Sedangkan di Indonesia sendiri masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an. Ini terutama ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973 yang pada mula pendirian lembaga ini adalah adanya desakan dan keinginan dari masyarakat untuk melindungi dirinya dari barang dengan kualitas rendah. Setelah itu, suara-suara untuk memberdayakan konsumen semakin gencar, dan pada puncaknya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mana undang-undang ini bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya

18

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum….,op. cit., hlm. 12-13

19

(16)

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.20

Banyaknya jenis barang dengan berbagai macam bentuk dan merk serta jasa yang ditawarkan kepada konsumen akhir-akhir ini sangat beragam. Perkembangan ini tentunya akan mempermudah konsumen untuk memperoleh barang dan atau jasa, disamping adanya kesempatan untuk memilih yang lebih leluasa. Namun pada kenyataannya kondisi tersebut justru menimbulkan kebingungan konsumen dalam menentukan pilihannya. Sampai saat ini, mayoritas konsumen masih menemukan produk barang atau jasa yang memenuhi perjanjian standart bahkan memanipulasi terhadap konsumen hampir setiap hari dijumpai, terutama yang menyangkut mutu maupun kualitas barang dan atau jasa.

Posisi konsumen yang lemah menjadi pasrah terhadap pihak yang memberikan jasa, khususnya pada pelayanan pemberian informasi kepada konsumen ketika membutuhkan pertolongan untuk mendapatkan obat guna menyembuhkan penyakitnya. Meskipun kini pemerintah telah peduli terhadap kepentingan konsumen terlihat dengan semakin disempurnakannya peraturan yang diharapkan dapat melindungi konsumen, khususnya dalam Undang-Undang Kesehatan dimana banyak dicantumkan ketentuan-ketentuan tersebut masih belum tuntas memperkuat posisis konsumen, ini terihat dengan masih cenderung memposisikan keterpihakannya pemerintah terhadap pengusaha,

20

(17)

sehingga posisi konsumen masih kurang lebih mendapat perhatian yang memuaskan atas apa yang diperoleh setiap konsumen.21

Setiap konsumen bagaimana status sosialnya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, idealnya seperti apa yang menurut Undang-Undang Kesehatan. Dengan demikian setiap konsumen seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang tidak dipandang bulu dan seimbang sesuai dengan kesetaran derajatnya. Pengertian pelayanan kesehatan yang memadai sangat subyektif, karena berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan peralatan teknologi yang diperlukan. Didalam Undang-Undang Kesehatan, tidak ditemui adanya rumusan pengertian layanan kesehatan. Akan tetapi didalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Sedangkan menurut Lavey dan Loomba menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri ataupun bersama-sama dalam suatu organisasi untuk menikmati dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perseorangan, kelompok dan masyarakat. Selain itu dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan juga terdapat

21

Sofwan Dahlan , Hubungan Terapetik Antara Health Care Provider dan Health Care

Receiver , terdapat dalam,

(18)

beberapa asas-asa khusus yang melandasi pelayanan kesehatan. Asas-asas tersebut antara lain :22

Asas Konsensual;

Asas Iktikad Baik;

Asas Bebas;

Asas Tidak Melanggar Hukum;

Asas Kepatutan dan Kebiasaa.

Keberadaan asas-asas tersebut dalam suatu peratutan perundang-undangan memang penting karena apabila tidak ada atau tidak jelasnya asas-asas yang dimaksudkan menjadi kehilangan makna di filosofisnya.

Rumah sakit sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki tugas dan fungsi yang bertujuan untuk membantu pemerintah melaksanakan program peningkatan kesehatan yang ada tumbuh dalam masyarakat. Tugas dan fungsi rumah sakit ini secara tegas diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 159/Men.Kes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit.23

Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit berawal dari hubungan dasar antara dokter dengan pasien dalan bentuk perjanjian teraupetik. Perjanjian teraupetik sebagai salah satu perjanjian mengikat dokter

22

Ibid,.

23

Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit , terdapat dalam, http://astaqauliyah.com

(19)

dan pasien sebagai para pihak, dalam perjanjian tersebut untuk mematuhi atau memenuhi apa yang telah diperjanjikan yaitu dokter mengupayakan penyembuhan pasien melalui pencarian terapi yang paling tepat berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan pasien berkewajiban secara jujur menyampaikan apa yang dikeluhkannya agar dapat ditemukan beberapa alternatif pilihan terapi untuk akhirnya pasien memilih terapi yang paling tepat untuk penyembuhannya.24

Pelayanan kesehatan merupakan suatu komoditas jasa yang mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak sama dengan industri jasa lainnya, seperti jasa telekomunikasi, jasa angkutan, dan jasa perbankan. Konsumen yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan biasanya dalam kondisi sakit, prihatin, panik, dan tegang dalam ketidakpastian, ini artinya konsumen menghadapi unsur keterpaksaan.25

Datangnya penyakit yang tanpa kompromi membuat konsumen tidak dapat lagi menunda atau mengesampingkan jasa pelayanan kesehatan, walaupun tidak memiliki biaya yang cukup. Karena sifatnya khusus itu pula jenis jasa ini tetap harus diutamakan, mengingat pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan rasa kemanusiaan yang secara jelas dijamin oleh Undang-Undang. Karena itu setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan memadai.

24

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum….op. cit,. hlm. 101.

25

(20)

E. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian, metode penelitian merupakan suatu cara yang utama dalam melalukan penelitian guna mencapai tujuan penelitian dengan cara terlebih dahulu menentukan

1. Obyek Penelitian

Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen berkenaan dengan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

Penyelesaian hukum bila hak-hak pasien tidak terpenuhi. 2. Subyek Penelitian

Management Rumah Sakit

Yang dimaksud management rumah sakit dalam subyek penelitian ini adalah salah satu management rumah sakit yang berkompeten dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum.

Dokter

Dokter sebagai subyek dalam penelitian ini adalah salah satu dokter yang bekerja di RSUP DR. Sardjito.

Pasien

Pasien sebagai subyek utama penelitian ini adalah beberapa pasien yang dijadikan sample yang berada di IRNA I, yang mencakup pasien yang dirawat di kelas 1, 2, dan 3.

(21)

3. Sumber Data a. Data Primer

Data Primer adalah data-data dasar asli yang diperoleh peneliti dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan oleh orang lain. Pada umumnya data primer mengandung data aktual yang didapat dari penelitian lapangan.26 Dalam penelitian ini data primer diperoleh langsung dari subyek penelitian tentang perlindungan hukum atas pasien berkaitan dengan hak untuk mendapatkan.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi,yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi penulis.27

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara/Interview

Wawancara adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan cara tanya jawab dengan seseorang ang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai sesuatu hal.28

26

Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Ctk. Pertama, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 65.

27

Ibid,.

28

(22)

b. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah suatu cara mengumpulkan data dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literature yang berhubungan dengan permasalah penelitian.29

5. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode diskriptif normatif yuridis dan juga diskripstif sosiologis yuridis, artinya peneliti selain menggunakan sumber-sumber data berupa peraturan perundang-undangan, pendapat para sarjana atau pakar, juga melakukan pengamatan langsung ditempat penelitian.30

6. Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode analisa kaulitatif, yaitu analisa yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan kemudian dengan ditunjang dari data kepustakaan dan akan ditarik kesimpulan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis agar dapat disajikan secara jelas, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.31

29

Pedoman Penyusunan Tugas Akhir, Fakultas Hukum UII, 2008, hlm. 14

30

Pedoman Penyusunan Tugas Akhir, Loc. cit

31

Referensi

Dokumen terkait

Padjonga Daeng Ngalle adalah OPD yang target pelayanannya hanya diperuntukkan untuk masyarakat yang datang berkunjung ke rumah sakit (pasien) sehingga tidak ada

Dengan mengamalkan pancasila kita semua masyarakat Indonesia pada umumnya akan menjadi warga Negara yang baik mampu meneruskan cita-cita bangsa sebagaimana dituliskan

Peneliti tertarik untuk meneliti tentang permintaan masyarakat terhadap pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) di Kabupaten Madiun dikarenakan banyak

Hal tersebut dikarenakan penelitian yang dilakukan berupa penyelidikan untuk mencari informasi atas implementasi kebijakan pembebasan sebagian pajak hiburan untuk

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan, yaitu apakah pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan dalam proses persalinan yang dilakukan oleh

Mereka tidak perlu lagi menggunakan surat sebagai media komunikasi untuk mencapaikan pesan, akan tetapi dengan perkembangan teknologi sekarang ini, mereka

Hal ini diduga karena tanpa pemberian Trichoderma sp tidak mampu 20 g / kg dregs sehingga sehingga unsur hara kurang tersedia bagi bibit kelapa sawit, dan bibit tumbuh rentan

Total biaya unit keseluruhan pada kapal yang berasal dari Cina dan melakukan bongkar muat di Tanjung Priok yang akan menuju Karawang memiliki selisih nilai yang