STUDI PENENTUAN BATAS MARITIM INDONESIA-MALAYSIA BERDASARKAN
UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS 1982)
(Studi Kasus : Ambalat di Laut Sulawesi)
Florence Elfriede S. Silalahi, Ir. Yuwono, MTJurusan Teknik Geomatika FTSP ITS-Sukolilo, Surabaya 60111 (yuwono@geodesy.its.ac.i & florenceelfriede@ymail.com)
Abstrak
Penentuan batas maritim diatur oleh Hukum Internasional yaitu konvensi PBB tentang hukum laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea 1982. Laut Sulawesi merupakan wilayah perairan Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia. Indonesia memiliki batas daratan dengan Malaysia di P. Sebatik, dan batas maritim Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi berhubungan erat dengan status P. Sipadan dan Ligitan yang resmi menjadi milik Malaysia pada tahun 2002.
Wilayah yang dikaji pada penelitian ini mulai 01° 46' 53" LU- 04° 10' 10" LU dan 117° 54’ 29” BT- 119° 02' 26" BT yaitu mulai P. Sebatik (TD.036) hingga P. Sambit (TD.040). Pengolahan data dimulai dengan mentransformasikan koordinat geografis menjadi koordinat mercator pada Peta Laut dan British Admiralty Charts, serta mentransformasikan koordinat klaim Malaysia dari Peta Malaysia 1979 dengan TransforSoft 1998. Selanjutnya digitasi pada peta laut yang dijadikan basemap penelitian dan menarik batas maritim yang sesuai dengan UNCLOS 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the Law of the Sea (TALOS).
Penarikan garis batas dilakukan dengan membuat topology dan buffering pada Autodesk Map 2004, yaitu penarikan 12 mil dari garis pangkal kepulauan untuk Indonesia berdasarkan PP No. 37/2008 dan PP No. 38/2002, dan 12 mil untuk Malaysia dari garis pangkal normal yaitu sepanjang pulau dan karangnya. Untuk wilayah perairan antara Indonesia-Malaysia yang kurang dari 24 mil, digunakan metode sama jarak modifikasi sehingga didapat jarak tengah antara Indonesia-Malaysia dengan circle points system. Selanjutnya dilakukan plotting koordinat konsesi di Blok Ambalat yaitu Bukat, Ambalat dan East-Ambalat.
Dari hasil analisa didapat peta batas maritim yaitu laut teritorial dan zona tambahan untuk Indonesia, serta laut teritorial untuk Malaysia, dengan menggunakan metode sama jarak modifikasi (half effect) pada P. Sipadan dan Ligitan. Hasil plotting koordinat konsesi, Blok Bukat termasuk dalam laut teritorial Indonesia sehingga berlaku hak kedaulatan (sovereignty). Blok Ambalat termasuk dalam Zona Tambahan dan Blok East-Ambalat termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sehingga berlaku hak berdaulat (sovereign rights). Analisis hasil studi penentuan batas maritim ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kata Kunci : Batas Maritim, UNCLOS 1982, Metode Sama Jarak Modifikasi, Circle Point System, dan
Blok Ambalat
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Laut Sulawesi merupakan bagian wilayah perairan Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia. Indonesia memiliki batas daratan dengan Malaysia di Pulau Sebatik, status Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah resmi menjadi milik Malaysia pada tahun 2002 menjadi dasar pandangan klaim Malaysia bahwa Sipadan dan Ligitan berpengaruh pada atas Ambalat. Perubahan titik dasar pada Pulau Sipadan dan Ligitan ini telah diakomodir dan ditetapkan oleh Pemerintah Repubik Indonesia dengan PP No. 37/2008. Hingga saat ini status penetapan batas laut teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dengan Malaysia di Laut Sulawesi masih dalam tahap
perundingan (Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal, 2010).
Indonesia menandatangani UNCLOS pada tahun 1985 melalui Undang-Undang No. 17/1985, sedangkan Malaysia meratifikasi pada tanggal 14 Oktober 1996. Ini berarti bahwa Indonesia dan Malaysia harus mengikuti ketentuan UNCLOS 1982 dalam melakukan klaim atas kawasan laut seperti laut teritorial, ZEE dan landas kontinen. Artinya, dalam menyatakan hak atas Ambalat pun kedua negara harus mengacu pada UNCLOS. (Arsana, 2009)
Penelitian tugas akhir ini adalah studi yang bersifat akademis untuk penentuan batas maritim dan mengetahui batas wilayah maritim antara Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi, hal ini penting karena perlunya kepastian posisi, eksistensi dan status hukum suatu batas maritim.
Dari penentuan batas tersebut kemudian dianalisa posisi Blok Ambalat yang diklaim oleh kedua negara.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini meliputi :
1. Bagaimana menentukan batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di laut Sulawesi yang sesuai dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut (UNCLOS 1982)?
2. Bagaimana analisa terhadap zona maritim pada kawasan Ambalat di Laut Sulawesi yang dapat dilakukan antara kedua negara tersebut?
1.3 Batasan Masalah
Batasan permasalahan dari penelitian tugas akhir ini adalah :
1. Penggambaran wilayah maritim pada peta laut untuk Indonesia mengacu pada titik dasar TD.036-TD.037 dengan nomor urut daftar koordinat 17-20 berdasarkan PP No. 37/2008 dan TD.039-TD.040 dengan nomor urut daftar koordinat 21-22 berdasarkan PP No. 38/2002, sedangkan penggambaran untuk Malaysia menggunakan garis pangkal normal. Selanjutnya penarikan garis batas maritim disesuaikan dengan United Nations
Convention on the Law of the Sea 1982 pasal
3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects
on the Law of the Sea (TALOS).
2. Analisa batas wilayah maritim Indonesia-Malaysia pada Blok Ambalat di Laut Sulawesi yang sesuai United Nations
Convention on the Law of the Sea 1982 pasal
3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects
on the Law of the Sea (TALOS).
1.4 Tujuan Tugas Akhir
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Menghasilkan peta batas wilayah maritim
antara Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi. Garis pangkal Indonesia yang mengacu pada PP No.37/2008 dan PP No. 38/2002, dan Malaysia yang disesuaikan dengan United
Nations Convention on the Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the Law of the Sea
(TALOS) di Laut Sulawesi.
2. Mendeskripsikan Blok Ambalat dari analisa zona maritim antar kedua negara di Laut Sulawesi berdasarkan United Nations
Convention on the Law of the Sea 1982 pasal
3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects
on the Law of the Sea (TALOS).
1.5 Manfaat Tugas Akhir
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Memberi pengetahuan mengenai batas wilayah maritim antara Indonesia dengan Malaysia yang telah sesuai dengan PP No.37/2008 dan PP No. 38/2002, United
Nations Convention on the Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the Law of the Sea
(TALOS).
2. Memberikan informasi dalam bentuk peta dan analisa deskriptif tentang lokasi Ambalat pada wilayah maritim antara Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi.
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian
Gambar 1. a) Peta NKRI b) Peta Laut Indonesia No.132 ; c) Peta Malaysia 1979; d)
Peta British Admiralty Charts 1994 (Sumber : Pusat Pemetaan Batas Wilayah
Bakosurtanal)
Lokasi penelitian ini mengambil wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi, yaitu 01° 46' 53" LU- 04° 10' 10" LU dan 117° 54’ 29” BT- 119° 02' 26" BT, dimulai dari P. Sebatik (TD.036) hingga P. Sambit (TD.040). 2.1.1 Lokasi Ambalat
Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Hal pertama yang
a
b c
harus dipahami terkait kasus Ambalat adalah lokasi geografis dari Ambalat itu sendiri. Selama ini ada pemberitaan salah yang menyatakan bahwa Ambalat adalah sebuah pulau.
Ambalat adalah blok dasar laut yang berlokasi di sebelah timur Pulau Kalimantan. Adanya tumpang tindih pemberian konsesi minyak antara Indonesia-Malaysia menjadi pemicu ketegangan antara kedua negara. Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan kawasan Ambalat adalah dasar lautnya saja (landas kontinen), tidak termasuk perairannya. Dalam hukum laut internasional, perbedaan ini penting sekali karena rejim hukumnya memang berbeda. (Arsana, 2009)
2.2 Peralatan dan Bahan 2.2.1 Peralatan
1. Hardware
a. Notebook Compaq Presario CQ40 AMD Turion X2, memori 1 GB, harddisk 320 GB b. hp designjet scanner 4200 2. Software a. AutoDesk Map 2004 b. TransforSoft 1998 c. ArcView GIS 3.3 2.2.2 Bahan
1. Peta Laut daerah penelitian yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL (Dishidros), meliputi Peta Laut Kalimantan-Pantai Timur Sungai Berau hingga perbatasan Indonesia Malaysia keluaran keenam Juni 2011, nomor peta 132 dengan skala 1 : 500.000, datum WGS 1984 dan Proyeksi Mercator.
2. British Admiralty Charts (BAC) Tahun 1994 nomor peta 1852 dengan skala 1 : 300.000, datum WGS 1984 dan Proyeksi Mercator. 3. Peta Malaysia 1979 cetakan 1-PPNM
rampaian 97 Skala 1 : 1.500.000, datum Timbalai 1948 dan Proyeksi Geografis. 4. Peta No.1 Dishidros TNI AL edisi Agustus
2010 tentang Simbol dan Singkatan Peta laut. 5. Koordinat konsesi Blok Ambalat
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.38 tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.37 tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik garis Pangkal Kepulauan Indonesia dan Perubahannya.
7. United Nations Convention on the Law of the
Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57
8. Technical Aspects on The Law of the Sea
2006 (TALOS).
2.3 Diagram Alir Pengolahan Data
Gambar 3. Diagram Alir Tahap Pengolahan Data 1. Digitasi Peta-Peta Daerah Penelitian.
Peta laut yang didapatkan dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL (Dishidros)
di-scan terlebih dahulu dengan hp designjet scanner 4200 yang menghasilkan bentuk
digital dari peta laut dengan resolusi 300dpi dan dimensi 9456 x 8695 pixel (kualitas standar peta digital), selanjutnya dilakukan digitasi dari bentuk raster menjadi bentuk vektor.
2. Plotting Basepoint dan Baseline masing-masing Negara
Data koordinat titik-titik dasar (basepoints) yang digunakan untuk Indonesia pada penelitian ini mulai TD.036 – TD.040 berdasarkan PP No. 37 tahun 2008 disesuaikan United Nations Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS 1982) pasal 3,
5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on
The Law of the Sea (TALOS 2006),
kemudian ditarik garis yang menghubungkan
basepoints tersebut sehingga menjadi
baseline. Baseline untuk Malaysia
dipertimbangkan dari garis pantai pada peta laut, yaitu garis pangkal normal karena merupakan negara pantai, sedangkan Indonesia menggunakan garis pangkal kepulauan sebagai baseline.
3. Penentuan Zona Maritim
Penguasa Pulau Kalimantan sebelum Indonesia dan Malaysia adalah Belanda di bagian selatan dan Inggris dibagian utara. Antara kedua penguasa ini telah disepakati
pembagian pembagian wilayah darat pada tahun 1891, batas darat yang ditetapkan berakhir di ujung timur Pulau Sebatik. Setelah Indonesia dan Malaysia merdeka, batas maritim yang telah dihasilkan tiga segmen pada 27 Oktober 1969. Segmen pertama di Selat Malaka, segmen kedua di Selat Singapura hingga Laut China Selatan, dan segmen ketiga merupakan kelanjutan batas darat di Pulau Kalimantan bagian barat laut di Tanjung Datu yang disepakat dengan metode ekuidistan termodifikasi. (Arsana, 2007)
Tahapan penentuan zona maritim ini dilakukan pada peta laut dan yang telah didigitasi dengan memperhatikan pulau-pulau sekitar Kalimantan Timur untuk keperluan analisa lokasi perairan Ambalat. Interpretasi pulau dengan mendefinisikan berdasarkan warna pada peta laut, yaitu warna kuning pada peta laut yang berarti daratan diatas garis air tinggi di peta (garis pantai) atau Charted High Water (coast) line, warna hijau dapat berupa rawa, batu karang, terumbu karang yang ketinggian keringnya diatas chart datum, dan warna biru yang merupakan perairan dengan kedalaman tertentu sesuai keterangan kontur pada peta. Penarikan garis laut teritorial pada daerah penelitian dilakukan dengan membuat
topology dan buffering pada Autodesk Map
2004 dengan jarak 12 mil laut. Untuk wilayah perairan antara Indonesia-Malaysia yang jaraknya kurang dari 24 mil laut, menggunakan metode sama jarak modifikasi secara berdampingan dan berhadapan dengan
circle three points system.
4. Analisa
Analisa yang dilakukan adalah analisa zona maritim yang dihasilkan, baik pada hasil topology dan buffering pada Autodesk
Map 2004 dan dari metode sama jarak
modifikasi untuk perairan antara Indonesia-Malaysia yang kurang dari 24 mil. Selanjutnya dilakukan plotting lokasi Blok Ambalat berdasarkan data koordinat yang diketahui, sehingga secara secara visual ditampilkan pada peta zonasi maritim yang nantinya dihasilkan.
5. Hasil akhir
Hasil akhir dari penelitian ini adalah Peta Batas Maritim dan analisa lokasi perairan Ambalat antara Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Menyamakan Proyeksi dan Datum
Proses ini dilakukan karena sumber data menggunakan sistem proyeksi dan elipsoida yang berbeda-beda. Peta Laut Kalimantan-Pantai Timur Sungai Berau hingga perbatasan Indonesia Malaysia yang digunakan sebagai
basemap menggunakan datum World Geodetic System (WGS) 1984 dan Proyeksi Mercator. British Admiralty Charts (BAC) yang digunakan
sebagai peta tinjauan menggunakan datum WGS 1984 dan Proyeksi Mercator. Sedangkan Peta Malaysia 1979 menggunakan datum Timbalai 1948 dan koordinat geografis.
Pada pengerjaan penelitian ini menggunakan koordinat dari Peraturan Pemerintah No.37/2008 yang merupakan revisi Peraturan Pemerintah No.38/2002, yaitu P. Sebatik (TD.036) hingga P. Sambit (TD.040) yang masih dalam koordinat geografis. Selain itu, koordinat Blok Ambalat juga berbentuk koordinat geografis. Sehingga dari data dan peta-peta tersebut dilakukan proses transformasi agar sistem proyeksi dan elipsoida menghasilkan koordinat dengan proyeksi Merkator dalam satuan meter (X,Y) dan elipsoida WGS 1984.
Tabel 1. Spesifikasi Peta-Peta yang Digunakan
Tabel 2. Spesifikasi Datum yang Digunakan Nama Datum a (Sumbu
Panjang Ellipsoid) 1/f (penggepengan) Timbalai 1948 6377298.556 1/300.8017 WGS 1984 6378137 1/298.2572
3.2 Proses Rubber sheet dan Digitasi Peta Proses Rubber Sheet memerlukan empat titik kontrol pada peta. Empat titik tersebut tersebar di pojok-pojok peta. Peta yang telah di-rubber
sheet selanjutnya digitasi. Daerah yang di-digitasi dengan layer warna tertentu, yaitu
indeks degradasi warna pada AutoCad (layer
color index) meliputi Kalimantan yaitu Pantai
Peta Laut
Indonesia Admiralty British Charts
(BAC)
Peta Malaysia Proyeksi Mercator Mercator Geografis Ellipsoida WGS 1984 WGS 1984 Timbalai 1948 Skala 1 : 500.000 300.000 1 : 1.500.000 1 : Edisi (Tahun Pembuatan) 2011 1994 1979
Timur Sungai Berau hingga perbatasan Indonesia-Malaysia, Pulau Omadal, Bumbum, dan Simpoma Malaysia.
Gambar 4. Hasil Digitasi Basemap
3.3 Proses Plotting Koordinat Titik Dasar Data koordinat titik-titik dasar (basepoints) yang digunakan untuk Indonesia pada penelitian ini mulai TD.036-TD.037 dengan nomor urut daftar koordinat 17-20 berdasarkan PP No. 37/2008, dan TD.039-TD.040 dengan nomor urut daftar koordinat 21-22 berdasarkan PP No. 38/2002. Data koordinat titik-titik dasar ini masih dalam koordinat geografis sehingga perlu ditransformasikan sebelum di-plotting pada
basemap dengan bantuan TransforSoft 1998.
Tabel 3. Hasil Transformasi PP No.37/2008 dan PP No.38/2002
Selanjutnya hasil transformasi yang telah dikumpulkan, dicopy dari Ms.Excel dengan formula “=concatenate” sehingga muncul point pada basemap dan dihubungkan dengan garis antara koordinat satu dengan yang lainnya seperti Gambar 5 berikut :
Gambar 5. Hasil Plotting PP No.37/2008 dan PP No. 38/2002 (layer color index 242) Dari hasil plotting koordinat titik-titik dasar tersebut, terdapat perbedaan antara titik yang tergambar pada peta laut yang menjadi basemap dengan hasil transformasi dari PP No.37/2008 dan PP No.38/2002 yang berupa kesalahan radial, yaitu makin ke pojok-pojok peta makin tidak presisi. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal, yaitu kemampuan perangkat lunak yang digunakan yaitu Autodesk Map 2004 dan hasil transformasi Transforsoft 1998, skala peta laut yang digunakan adalah skala kecil 1:500.000, dan kualitas gambar dan warna yang kurang dari
hardcopy peta laut yang didapatkan yang
selanjutnya discan menjadi softcopy.
Tabel 4 Besar Pergeseran Hasil Plotting Titik Dasar dari Hasil Transformasi Koordinat PP No.37/2008 dan PP No.38/2002 dengan Titik
Dasar yang telah Tergambar Pada Basemap No. Titik
Dasar (meter) Jarak (meter) Δx (meter) Δy
036 187,512 187,474 3,754 036A 163,459 161,294 -26,517 036B 224,732 224,525 9,639 037 190,337 171,455 -82,651 039 148,998 136,387 59,992 040 1.152,040 634,913 961,292 Berdasarkan UNCLOS pasal 47 (2) panjang garis pangkal Indonesia diharuskan sedemikian sehingga tidak boleh melebihi 100 mil laut (185.200 meter), kecuali bahwa hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut (231.500 meter). Tabel 4.4 merupakan hasil pengukuran jarak antar titik dasar berdasarkan hasil transformasi koordinat dari PP No.37/2008 dan PP No.38/2002 yang menunjukkan penarikan garis pangkal Indonesia yang telah mengikuti aturan UNCLOS 1982 : No
Urut Lintang Geodetik Bujur Proyeksi Mercator X ket (meter) (meter) Y 0 ‘ “ 0 ‘ “ 17 4 10 10 117 54 29 1235683 .764 461446.207 TD.036 18 4 9 58 117 55 44 1238002 .920 461076.638 TD.036A 19 4 9 34 117 56 27 1239332 .569 460337.499 TD.036B 20 4 0 38 118 4 58 1255133 .752 443831.758 TD.037 21 2 15 12 118 38 41 1317689 .122 249225.835 TD.039 22 1 46 53 119 2 26 1361753 .087 197007.970 TD.0 40
Tabel 5 Jarak Antar Titik Dasar pada Garis Pangkal Kepulauan Indonesia No Titik Dasar (TD) Jarak (meter)
1 TD.036 – TD.036A 2.348,417722 2 TD.036A – TD.036B 1.521,280028 3 TD.036B – TD.037 22.849,87681
4 TD.037 – TD.039 204.412,9144
5 TD.039 – TD.040 68.325,24011
Data koordinat titik-titik dasar (basepoints)
yang digunakan untuk Malaysia
dipertimbangkan dari garis pantai berdasarkan peta laut dikarenakan Malaysia tidak mempublikasikan ataupun mendepositkan salinan setiap peta atau daftar klaim koordinatnya pada sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Indonesia dan Malaysia sama-sama telah meratifikasi atau menjadi anggota UNCLOS. Indonesia sudah menandatangani UNCLOS pada tahun 1985 melalui UU No. 17/1985, sedangkan Malaysia melakukan ratifikasi pada tanggal 14 Oktober 1996. Namun Peta 1979 adalah peta resmi yang berlaku di Malaysia hingga saat ini. (Arsana, 2009).
Kawasan klaim Malaysia didapatkan dari Peta 1979 dari mulai nomor titik 78-84 yang masih perlu ditransformasikan karena perbedaan proyeksi dan datum, sehingga hasilnya seperti Gambar 6 berikut :
Gambar 6. Hasil Digitasi wilayah Malaysia dengan batas klaimnya (layer color index 126)
Tabel 4. Hasil Proyeksi Mercator dari Klaim Malaysia
No. Urut Lintang Bujur X (meter) Y (meter) 78 3° 01' 5" 119° 53' 0" 1455379.337 333850.911 79 3° 06' 0" 118° 57' 5" 1351649.393 342924.271 80 3° 08' 67" 118° 46' 17" 1331614.519 348676.243 81 3° 39' 0" 118° 22' 0" 1286566.970 403842.876 82 4° 03' 65" 118° 01' 1" 1247641.188 450172.155 83 4° 08' 0" 117° 56' 95" 1241272.077 457408.435 84 4° 10' 0" 117° 53' 97" 1235768.670 461103.786 3.4 Penarikan Batas Maritim
3.4.1 Metode Sama Jarak Sama Jarak Modifikasi Metode penentuan batas maritim yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
sama jarak modifikasi. Untuk penentuan batas maritim laut teritorial diatur pada Pasal 15
UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa dua
negara yang saling berhadapan atau berdampingan tidak diperkenankan mengklaim laut teritorial yang melebihi garis tengah (median line) antara kedua negara tersebut, kecuali jika kedua negara tersebut membuat kesepakatan lain, atau karena adanya hak menurut pertimbangan sejarah atau kondisi khusus lainnya yang memungkinkan tidak diterapkannya prinsip garis tengah. (Arsana, 2007).
Namun kenyataannya, hampir semua garis pantai bersifat tidak teratur (irregular) maka sebuah garis lurus tidak akan memenuhi syarat ekuidistan pada jarak yang panjang. Untuk itu diperlukan mengubah arah di titik-titik tertentu, yang disebut titik belok untuk menyesuaikan keadaan pantai dari negara (daerah) yang terlibat.
Garis batas maritim final bisa dicapai dengan memberikan bobot tertentu (nol, setengah, penuh) kepada pulau-pulau kecil di sekitar Sabah, Malaysia sehingga garis final yang dihasilkan bukan lagi garis tengah murni, melainkan hasil modifikasi. Sebagai contoh kasus Gulf of Maine, Seal Island diberikan bobot setengah (half effect) ketika menentukan garis batas final antara Kanada dan Amerika Serikat. Selain itu pemberian bobot setengah juga pada perjanjian antara Australia dan Selandia Baru pada Three Kings Island milik Selandia Baru. (Arsana, 2007)
Penarikan batas maritim penelitian ini menggunakan metode sama jarak modifikasi yang diperlukan untuk penentuan batas maritim antara Indonesia – Malaysia yang kurang dari 24 mil, selain itu bahwa telah diterima secara umum bahwasanya hukum internasional modern tidak memungkinkan pulau kecil untuk memberikan efek yang tidak proporsional pada batas maritim (Lowe, dkk dalam Arsana, 2007)
Gambar 7. Penarikan Metode Sama Jarak dengan Circle Three Points System
Langkah-langkah dalam menarik garis tengah dengan Circle Three Point System :
1. Penarikan garis dimulai dari pihak Indonesia, dengan membuat lingkaran (circle) dan menentukan 3p (three point) yaitu tiga titik dengan komposisi dua titik pada garis pangkal kepulauan Indonesia dan satu titik pada polyline digitasi dari pulau maupun karang Malaysia. Selanjutnya ditarik garis lurus antara titik pertama dan titik ketiga, kemudian ditarik garis dari titik kedua ke bagian tengah garis lurus antara titik pertama dan titik ketiga. Namun lingkaran yang dibentuk tidak boleh melebihi daratan Malaysia.
2. Selanjutnya penarikan dari pihak Malaysia dengan cara yang sama. Lingkaran yang dibentuk tidak boleh melebihi garis pangkal kepulauan Indonesia.
3. Penarikan garis dilanjutkan hingga tidak dimungkinkan menarik lingkaran karena melebihi daratan Malaysia maupun garis pangkal kepulauan Indonesia.
Sehingga didapatkan batas sama jarak antara kedua negara dengan bantuan circle three points
system pada Gambar 8 berikut ini :
Gambar 8. Keseluruhan Hasil Penarikan Metode Sama Jarak dengan Circle Three Points System 3.4.2 Pembuatan Topology dan Buffering Laut Teritorial
Sebelum penentuan batas teritorial perlu diketahui mengenai lebar laut teritorial yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal (Pasal 3 UNCLOS 1982). Pasal 4 menambahkan bahwa batas terluar laut teritorial adalah suatu garis sebagai tempat kedudukan titik-titik pada jarak terdekat dari garis pangkal yang sama dengan lebar laut teritorial. Technical
Aspects of the Law of the Sea (TALOS, 2006)
menekankan bahwa laut teritorial diukur dari garis pangkal ke arah laut dengan jarak yang tidak melebihi 12 mil laut, dimana pada laut teritorial negara pantai memiliki kedaulatan
penuh, tetapi berlaku hak lintas damai bagi kapal-kapal asing. (Arsana, 2007)
Untuk wilayah perairan antara Indonesia-Malaysia yang luasnya lebih dari 24 mil laut, dibuat topology untuk pembuatan buffering. Dengan ini dapat dianalisis data-data pada peta digital, dimana topologi berhubungan dengan interkoneksi dan batas features peta, juga dapat membuat dan memodifikasi serta menghapus topologi, membuat buffer point, garis dan
polygon.
Gambar 9. Penentuan Batas Laut Teritorial dengan Pembuatan Topology dan Buffering
Buffer ini pada prinsipnya menarik jarak yang
sama dari suatu objek sekelilingnya, sehingga didapat tampilan laut teritorial Indonesia (layer
color index 138 dari garis pangkal kepulauan layer color index 242) dan Malaysia (layer color index berbentuk setengah lingkaran). Hasil dari buffering tersebut dihubungkan dengan garis
hasil metode sama jarak dengan circle three
point system.
3.4.3 Penentuan Zona Tambahan
UNCLOS 1982 mendefinisikan pulau sebagai
wilayah tanah (area of land) yang terbentuk secara alami (natural formed), dikelilingi air
(surrounded by water) dan harus berada di atas
permukaan air saat pasut tinggi (above water at
high tide). Sementara itu karang (rocks) hanya
bisa mengklaim laut teritorial dan zona tambahan dan tidak bisa mendukung kehidupan manusia atau kehidupan ekonominya secara mandiri. (Arsana, 2007)
Pada sub bagian 3.4.1 sebelumnya, diuraikan
pemberian bobot setengah untuk garis batas antara Indonesia-Malaysia, sehingga zona tambahan hanya ditentukan untuk Indonesia.
Gambar 10. Penentuan Batas Zona Tambahan Indonesia dengan Topology dan Buffering Hasil buffering zona tambahan ini dihubungkan dengan garis hasil metode sama jarak hingga perpotongan batas teritorial antara kedua negara dengan circle three points system sebelumnya. Hasil zona tambahan Indonesia (layer color index 232) dengan buffering 24 mil laut dari garis pangkal kepulauan.
3.5 Penggambaran Klaim Batas Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi
Setelah penentuan batas maritim kedua negara perlu di-plot klaim kedua negara di Laut Sulawesi untuk keperluan analisa selanjutnya. Untuk Indonesia didapat dari digitasi peta laut, sedangkan Malaysia didapat dari daftar koordinat klaim pada Peta Malaysia 1979 seperti pada Gambar 11 :
Gambar 11 Garis Klaim Indonesia (layer color
index 146) dan Malaysia (layer color index 126)
di Laut Sulawesi
3.6 Penggambaran Konsesi Blok Ambalat Analisa selanjutnya dengan melakukan
plotting koordinat Blok Konsesi Ambalat yang
telah ditransformasikan menjadi koordinat mercator. Ada tiga konsesi yang didapatkan yaitu Blok Bukat (layer color index 33), Blok
Ambalat (index layer color 224) dan Blok
East-Ambalat (layer color index 14).
Gambar 12. Penggambaran Blok Ambalat pada Klaim Kedua Negara
Dari Gambar 12 terlihat alasan klaim terhadap Ambalat oleh kedua negara sehingga perlu dilakukan penggambaran pada batas maritim yang telah didapatkan sebelumnya seperti Gambar 13 berikut :
Gambar 13. Penggambaran Blok Ambalat pada Batas Maritim
Dari penggambaran diketahui, Blok Bukat masuk ke wilayah laut teritorial Indonesia sehingga berlaku hak kedaulatan (sovereignty), untuk Blok Ambalat masuk pada Zona Tambahan dan Blok East-Ambalat termasuk pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sehingga berlaku hak berdaulat (sovereign
rights). Penarikan ZEE dan landas kontinen
tidak dilakukan pada penelitian ini dikarenakan jarak 200 mil laut melebihi basemap penelitian, namun dari penggambaran terlihat bahwa Blok Ambalat masuk dalam hak kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Kedaulatan (Sovereignty) merupakan suatu wewenang tertinggi yang dapat dilakukan suatu negara untuk melaksanakan kekuasaanya
terhadap suatu wilayah dan/atau masyarakatnya. Dalam hal pelaksanaan kedaulatan, suatu negara tidak perlu meminta perizinan terhadap negara lain untuk menjalankan kekuasaannya. Kedaulatan ini jika dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia meliputi daratan, perairan pedalaman (internal waters), perairan kepulauan (archipelagic waters), dan laut territorial (territorial sea).
Sedangkan Hak berdaulat merupakan kewenangan suatu negara terhadap suatu wilayah tertentu dimana pelaksanaannya haruslah tunduk pada aturan hukum yang berlaku bagi masyarakat internasional. Artinya hak berdaulat suatu negara haruslah merupakan konsensus dan mendapat persetujuan dari negara lain. Hak berdaulat umumnya mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam dan/atau laut pada kawasan tertentu yang tidak tercakup dalam wilayah kedaulatan negara sebagaimana tersebut diatas. (Arsana, 2007)
Hal ini juga termuat dalam UU No.17/1985 tentang pengesahan UNCLOS, yaitu kedaulatan penuh atas Laut Teritorial meliputi ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan hak berdaulat pada ZEE untuk tujuan eksploirasi, eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber kekayaan alam baik hayati maupun non hayati di ruang air dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksploirasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin. Selain itu hak berdaulat dari aspek yurisdiksi berkaitan dengan pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan lainnya, penelitian ilmiah dan perlindungan serta pelestarian lingkungan laut.
Gambar 14. Peta Batas Maritim Indonesia-Malaysia dan Lokasi Ambalat di Laut Sulawesi
4. Penutup 4.4.1 Kesimpulan
1. a. Penentuan batas maritim antara Indonesia-Malaysia di laut Sulawesi berdasarkan
UNCLOS 1982 dilakukan dengan menarik
garis batas maritim Indonesia-Malaysia dengan dua cara, yaitu membuat topology dan buffering dengan Autodesk Map 2004 dan metode sama jarak modifikasi. Penarikan laut teritorial Indonesia sebesar 12 mil dari garis pangkal kepulauan berdasarkan PP No.37/2008 dan PP No.38/2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik garis Pangkal Kepulauan Indonesia, sedangkan 12 mil untuk laut teritorial Malaysia dari garis pangkal normal yaitu sepanjang pulau dan karangnya.
b. Penarikan batas sama jarak modifikasi antara kedua negara dengan prinsip circle
three points system yang penarikan
lingkarannya tidak melebihi daratan malaysia dan garis pangkal kepulauan Indonesia. Pemberian bobot setengah (half effect) untuk pulau kecil dan karang milik Malaysia ketika menentukan garis batas antara Indonesia-Malaysia sesuai pasal 121 UNCLOS 1982, sehingga zona tambahan hanya ditentukan untuk Indonesia.
2. Dari penggambaran diketahui lokasi konsesi yang ada di Laut Sulawesi, yaitu Blok Bukat masuk ke wilayah laut teritorial Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 3 tentang Lebar Laut Teritorial, sehingga berlaku hak kedaulatan (sovereignty), untuk Blok Ambalat masuk pada Zona Tambahan yaitu berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 33 tentang Zona Tambahan, dan Blok East-Ambalat termasuk pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 57 tentang Lebar Zona Ekonomi Eksklusif sehingga berlaku hak berdaulat (sovereign rights).
4.4.2 Saran
1.
Kelanjutan zona maritim antara NKRI dan Malaysia dipengaruhi oleh permasalahan penggunaan peta resmi Malaysia tahun 1979 yang tidak diakui Indonesia (Februari 1980) dan negara tetangga lain seperti Filipina dan China terkait Spratly Island, Singapura, Thailand, Vietnam, Taiwan, dan UnitedKingdom atas nama Brunei Darussalam
(Arsana, 2009) sehingga dapat disimpulkan Peta Malaysia 1979 tidak diterima secara internasional. Malaysia meratifikasi
UNCLOS pada 14 Oktober 1996 sehingga
idealnya pembuatan peta Malaysia beserta garis klaim maritimnya harus berdasarkan
UNCLOS 1982 yang dihasilkan pada peta
laut dengan tahun pembuatan setelah 1996 dan perlu dilakukan pembaharuan peta secara periodik.
2.
Untuk keperluan negosiasi antara kedua negara, sebaiknya memperhatikan keseragaman antara proyeksi dan elipsoida yang mengacu pada standart internasionalSpecial Publication IHO atau SPI-51 tentang A Manual on Technical Aspects of the United Nations Convention on the Law of the Sea, Part II mengenai peta laut.
3.
Untuk keperluan penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan software CARIS LOTSTM yang dirancang untuk keperluan pembuatan peta laut.4.
Diperlukan pembelajaran mengenai penarikan batas wilayah laut dikarenakan banyaknya metode yang dapat digunakan dan perlunya pengetahuan untuk kesesuaiannya dengan wilayah penelitian dengan peraturan-peraturan yang berlaku.4.4.3 Rekomendasi
Penelitian ini hanya merupakan studi akademis yang bersifat sementara (temporary) sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut, yaitu penentuan daerah survei dan lokasi titik dasar bereferensi pada posisi titik-titik dari garis pangkal perairan Indonesia dengan metode, spesifikasi, dan standar ketelitian survei yang mengacu pada ketetapan IHO dalam SP-44 yaitu Pembuatan Pilar Titik Referensi, Pengukuran Geodetik, Survei Batimetrik, Pemeruman, Penentuan Garis Pantai, Pengamatan Pasang Surut, Sarana Bantu Navigasi, Pengamatan Meteorologi, Pengumpulan Data Geografi Maritim dan Penggambaran Lembar Lukis Teliti. (Djunarsjah, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, I.M. 2007. Batas Maritim Antar Negara. Jogjakarta. UGM Press.
Arsana, I.M. 2009. Penyelesaian Sengketa
Ambalat dengan Delimitasi Maritim : Kajian Geospasial dan Yuridis. Diakses tanggal 20
Februari 2012 pukul 13.16 dari http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/6%20pdf.p df
Bakosurtanal. 2010. Batas Maritim Indonesia.
Slide presentasi Pusat Pemetaan Batas
Wilayah.
Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. 2010. Peta
No.1 : Simbol dan Singkatan Peta laut.
Jakarta
Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2010. Penetapan
Batas Maritim dengan Malaysia sudah Dilakukan Sejak Tahun 1969. Tabloid
Diplomasi No.35 Tahun III 15 September-14 Oktober 2010 ISBN 1978-9173
Djunarsjah, E. 2004. Hukum Laut. Bandung. ITB
International Hydrographic Bureau. 2006. A Manual on Technical Aspects of the United Convention on the Law of the Sea. Special
Publication No.51, 4th edition. Monaco. Mutiara, Ira. 2004. Materi : Bab IV. Proyeksi
Peta : Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota.
Surabaya. Program Studi Teknik Geomatika ITS
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2008).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik – Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Jakarta
Pujiastuti, Fusy. 2009. Aspek Geodetik Dalam
Penarikan Batas Wilayah Laut Daerah (Studi Kasus : Perairan Selat Madura). Laporan
Tugas Akhir. Surabaya. Program Studi Geomatika ITS.
Purworahardjo, Umaryono. 2000. Hitung dan
Proyeksi Geodesi. Bandung. Jurusan Teknik
Geodesi ITB.
Safitri, D. 2011. Studi Penentuan Batas Maritim
Antara Dua Negara Berdasarkan Undang-Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL). Laporan Tugas Akhir. Surabaya.
Program Studi Geomatika ITS
United Nations. 1982. United Nations Convention on the Law of the Sea. Diakses
tanggal 20 Februari 2012 pukul 13.55 dari http://id.wikisource.org/wiki/Halaman:Unclo s_e.djvu/
Wulandari, B. T. 2005. Sengketa Wilayah
Perbatasan Perairan Ambalat-Karang
Unarang Pasca Kasus Sipadan dan Ligitan (tinjauan Hukum Laut Internasional). Artikel
Jurnal Ilmiah Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Diakses tanggal 20 Februari 2012 pukul 13.45 dari umm.scientificejournal.umm.ac.id/index.php/ .../326_umm_scientific_journal.doc