• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Tentang Tatalaksana Anak dengan Gizi Buruk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambaran Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Tentang Tatalaksana Anak dengan Gizi Buruk"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 Gambaran Tingkat pengetahuan Mahasiswa

Tentang Tatalaksana Anak dengan Gizi Buruk

Brilliana Eva Yunita1, Agustina Arundina2, Ita Armyanti3, Delima Fajar Liana4 1

Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN 2

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN 3

Departemen Farmakologi, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN 4

Departemen Mikrobiologi Medik, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN

Abstrak

Latar Belakang. Kasus anak balita dengan status gizi buruk di Kota Pontianak meningkat dari 30 anak di tahun 2010 menjadi 41 anak di tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Universitas Muhammadiyah, STIK Muhammadiyah, dan Poltekkes Pontianak tentang tatalaksana anak gizi buruk. Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif jenis survei yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, STIK Muhammadiyah, dan Poltekkes Pontianak. Hasil. Sebanyak 202 mahasiswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Tingkat pengetahuan mahasiswa tentang tatalaksana anak gizi buruk yaitu tingkat pengetahuan kurang (80,7%), cukup (17,4%), dan baik (2%). Berdasarkan bidang studi, mahasiswa dengan tingkat pengetahuan kurang adalah mahasiswa kedokteran (95,9%), mahasiswa gizi (72,7%), dan mahasiswa keperawatan (71,8%). Kesimpulan. Tingkat pengetahuan mahasiswa Universitas Tanjungpura, Universitas Muhammadiyah, STIK Muhammadiyah, dan Poltekkes Pontianak tentang tatalaksana anak gizi buruk secara umum masih kurang.

Kata kunci: Malnutrisi

Background. Manultrition case in Pontianak has been increased, from 30 toddlers in 2010 to 41 toddlers in 2011. This research had a purpose to get the illustration of students of Universitas Tanjungpura, Universitas Muhammadiyah, STIK Muhammadiyah (Nursing Institute of Muhammadiyah), and Poltekkes (Pontianak Health Intitute)’s knowledge level towards the children malnutrition management. Methodology. The methodology that has been implemented in this research is descriptive methodology, in the type of survey. This research has been conducted in Medical Faculty of Universitas Tanjungpura, Universitas Muhammadiyah, STIK Muhammadiyah, and Poltekkes Pontianak.. Result. Participant in this study were 202. The students knowledge level about the children malnutrition management was in the poor level (80.7%), average level (17.4%), and good level (2%). As the study field, university students with the poor level knowledge were medical student (95,9%), nutritionist program student (72,7%), and nursing student (71,8%). Conclusion. The level of students knowledge of Universitas Tanjungpura, Universitas Muhammadiyah, STIK Muhammadiyah, and Poltekkes Pontianak towards the children malnutrition is poor.

(2)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 PENDAHULUAN

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan

yang dikonsumsi untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.6 Saat ini gizi memiliki pengertian yang lebih luas, selain untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang saat ini merupakan negara berkembang, faktor gizi dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.1

Masalah gizi kurang masih menjadi perhatian utama para pakar gizi di dunia. Pasalnya hingga tahun 2011 masih terdapat lebih dari 100 juta anak bawah lima tahun (balita) di dunia yang berstatus gizi kurang dan lebih dari 50 juta anak lainnya mengalami gizi buruk.7 Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2010 menunjukkan sekitar 13% atau lebih dari 30 juta anak balita berstatus gizi kurang dan 4,9% atau lebih dari 11 juta anak lainnya berstatus gizi buruk.2 Data Profil Kesehatan Kota Pontianak tahun 20108 menunjukkan sekitar 17,58% atau 453 anak balita berstatus gizi kurang, dan 1,16% atau 30 anak lainnya berstatus gizi buruk. Pada tahun 2011 dilaporkan terjadi peningkatan jumlah kasus, dimana sekitar 19,06% atau 605 anak balita

(3)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 berstatus gizi kurang, dan 1,29% atau

41 anak lainnya berstatus gizi buruk. Penyakit Kurang Energi Protein

(KEP) terjadi karena

ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi.5 KEP berdampak pada terjadinya kematian anak, penyakit anak, gangguan pertumbuhan fisik, penurunan kemampuan belajar, dan penurunan kemampuan kognitif.4 WHO menyebutkan tercatat lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk.3

Pemerintah telah menetapkan target dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perbaikan Gizi untuk menekan angka kematian anak dan menurunkan prevalensi gizi kurang dan buruk, yaitu setiap anak gizi buruk yang ditemukan

harus mendapatkan perawatan sesuai standar. Tenaga pelaksana merupakan tim asuhan KEP yang terdiri dari dokter, perawat, dan ahli gizi.3

Tatalaksana yang benar oleh tim KEP akan menurunkan angka kejadian KEP. Mengingat angka kejadian yang justru meningkat menunjukkan adanya penatalaksanaan yang belum optimal. Permasalahan yang sering terjadi dikarenakan program tidak dilaksanakan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan suatu evaluasi agar didapatkan penatalaksanaan yang lebih optimal sehingga dapat menurunkan angka kejadian KEP.

Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Tanjungpura (Untan) merupakan satu-satunya institusi Pendidikan Kedokteran yang ada di Kalimantan Barat yang berdiri sejak

(4)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 2005. Pada tahun 2009, FK Untan

telah mencakup Program Studi (Prodi) Farmasi dan Ilmu Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Muhammadiyah adalah institusi yang berdiri sejak 2006, yang merupakan konversi dari Akademi Keperawatan yang berdiri pada tahun 1992. Hingga saat ini, STIK Muhammadiyah telah mencakup Prodi D-III Keperawatan, Prodi S1 Keperawatan, Prodi Profesi Ners, dan Prodi S-II Keperawatan.

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Pontianak berdiri pada tahun 2001, dan merupakan pengembangan institusi pendidikan kesehatan milik Departemen Kesehatan R.I yang ada di Kal-Bar. Pada awal pembentukan, Poltekkes Pontianak meliputi Jurusan Gizi, Kesehatan Gigi, Analis Kesehatan, dan Kesehatan

Lingkungan. Pada tahun 2007, Poltekkes telah mencakup Prodi D-IV Gizi. Program S1 Peminatan Gizi hanya terdapat di Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP). FIKES UMP berdiri sejak 2003, sementara program S1 Peminatan Gizi sendiri baru terbentuk pada tahun 2009 yang tergabung di dalam Prodi Kesehatan Masyarakat.

FK Untan, FIKES UMP, STIK Muhammadiyah, dan Poltekkes Pontianak memiliki kesamaan visi dan misi, yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi, terampil, profesional, dan kompetitif. Lulusan dokter, perawat, dan ahli gizi nantinya akan bekerja di pusat pelayanan kesehatan primer, baik di Kabupaten maupun di Kota. Mereka akan menjadi bagian dari tim asuhan KEP. Untuk

(5)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 itu, mereka harus memahami prosedur

penatalaksanaan gizi buruk dengan baik.

Hal inilah yang mendukung dilakukannya penelitian untuk

mengetahui “Gambaran Tingkat

Pengetahuan Mahasiswa Universitas Tanjungpura, Universitas

Muhammadiyah, STIK

Muhammadiyah, dan Poltekkes Pontianak Tentang Tatalaksana Anak

Gizi Buruk”.Hasil pengukuran tingkat pengetahuan terhadap mahasiswa akan menjadi indikator tingkat pengetahuan yang dimiliki mahasiswa, sehingga nantinya dapat menjadi tolok ukur dalam pengembangan program peningkatan pengetahuan bidang gizi, khususnya mengenai gizi buruk.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif jenis survei. Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Dokter dan Prodi Ilmu Keperawatan FK Untan, mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi FIKES Universitas Muhammadiyah, mahasiswa D-III dan

S-1 Keperawatan STIK

Muhammadiyah, dan mahasiswa D-III Gizi Poltekkes Pontianak. Sampel diambil dengan tidak berdasarkan peluang (non-probability sampling) dengan cara consecutive sampling.

Kriteria inklusi di dalam penelitian ini adalah mahasiswa PSPD FK Untan Angkatan 2010 dan 2011 yang sudah mengambil modul tumbuh kembang, mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi FIKES

(6)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 Muhammadiyah yang sudah

mengambil mata kuliah ilmu gizi dasar, mahasiswa Prodi D-III dan S-1 Keperawatan STIK Muhammadiyah yang sudah mengambil mata kuliah ilmu gizi dan mata kuliah asuhan keperawatan anak, mahasiswa Gizi Poltekkes Pontianak Angkatan 2011 yang sudah mengambil mata kuliah dietetika dasar, dan menyetujui untuk mengisi kuesioner penelitian secara lengkap. Kriteria eksklusi mencakup mahasiswa yang tidak hadir saat penelitian berlangsung dan mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner penelitian secara lengkap.

Sebanyak 202 orang subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan informed-consent sebelum mengisi kuesioner tentang tatalaksana anak gizi buruk yang didahului dengan

identitas yang mencakup nama, jenis kelamin, nomor induk mahasiswa (NIM), fakultas, program studi, dan universitas. Kuesioner yang digunakan berbeda untuk 3 prodi (yaitu: Prodi Pendidikan Dokter sebanyak 7 soal, Prodi Keperawatan sebanyak 7 soal, dan Prodi Gizi sebanyak 5 soal), dengan komponen penilaian mencakup kompetensi yang hampir sama untuk semua prodi, yaitu: klasifikasi dan diagnosis, penatalaksanan dan konseling, dan kriteria sembuh anak dengan status gizi buruk. Mahasiswa dikategorikan memiliki pengetahuan baik jika nilai pengetahuan yang dimiliki 76% hingga 100%, dikategorikan cukup jika 56-75%, dikategorikan kurang jika <56%.

(7)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 HASIL

Sebanyak 202 orang diambil sebagai subjek penelitian yang terdiri dari mahasiswa laki-laki sebanyak 30,7% mahasiswa dan mahasiswa perempuan sebanyak 69,3%.

Persentase terbanyak mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang adalah mahasiswa kedokteran (95,9%), selanjutnya adalah mahasiswa Gizi (72,7%), dan mahasiswa keperawatan (71,8%). Persentase terbanyak mahasiswa dengan tingkat pengetahuan cukup adalah mahasiswa gizi (25%), selanjutnya mahasiswa keperawatan (24,7%), dan mahasiswa kedokteran (4,1%). Sementara persentase terbanyak mahasiswa dengan dengan tingkat pengetahuan

baik adalah mahasiswa keperawatan (3,5%),

Tingkat pengetahuan mahasiswa Universitas Tanjungpura,

mahasiswa Universitas

Muhammadiyah, mahasiswa STIK Muhammadiyah, dan mahasiswa Poltekkes Pontianak tentang tatalaksana anak gizi buruk, sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang kurang (80,7%), tingkat pengetahuan yang cukup (17,4%), dan tingkat pengetahuan yang baik (2%).

Pada penelitian ini tidak terdapat satu pun subjek penelitian dari Prodi Pendidikan Dokter yang dikategorikan tingkat pengetahuan baik. Hasil penelitian menunjukkan 97,1% mahasiswa angkatan 2010 memiliki tingkat pengetahuan tatalaksana anak gizi buruk yang

(8)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 kurang, sementara 2,9% mahasiswa

lainnya memiliki tingkat pengetahuan tatalaksana anak gizi buruk yang cukup. Tidak jauh berbeda dengan angkatan 2010 dimana 94,7% mahasiswa angkatan 2011 memiliki tingkat pengetahuan tatalaksana anak gizi buruk yang kurang, sementara 5,3% mahasiswa lainnya memiliki tingkat pengetahuan tatalaksana anak gizi buruk yang cukup.

Mayoritas mahasiswa prodi keperawatan memiliki tingkat pengetahuan tentang tatalaksana anak gizi buruk yang kurang. Persentase tingkat pengetahuan yang kurang terbanyak pada Prodi D-III Keperawatan STIK Muhammadiyah (82,9%), selanjutnya Prodi S-1 Keperawatan STIK Muhammadiyah (60,9%), dan Prodi Ilmu Keperawatan FK Untan (57,1%). Persentase tingkat

pengetahuan cukup terbanyak pada Prodi S-1 Keperawatan STIK Muhammadiyah (39,1%), selanjutnya Prodi Ilmu Keperawatan FK Untan (33,3%), dan Prodi D-III Keperawatan STIK Muhammadiyah (14,6%). Lalu untuk kategori tingkat pengetahuan baik berturut-turut, yaitu Prodi Ilmu Keperawatan FK Untan (9,5%), Prodi

S-1 Keperawatan STIK

Muhammadiyah (8,7%), dan Prodi

D-III Keperawatan STIK

Muhammadiyah (2,4%).

Tingkat pengetahuan mahasiswa bidang gizi tentang tatalaksana anak gizi buruk masih kurang. Persentase terbesar tingkat pengetahuan yang kurang terdapat pada mahasiswa Prodi D-III Gizi Poltekkes Pontianak (81,5%), selanjutnya pada mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi

(9)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 UMP (58,8%). Tingkat pengetahuan

yang cukup secara berurutan, yaitu mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi UMP (35,3%), dan mahasiswa Prodi D-III Gizi Poltekkes Pontianak (18,5%). Dari tabel diketahui tidak ada satu pun mahasiswa Prodi D-III Gizi Poltekkes Pontianak yang memiliki tingkat pengetahuan tatalaksana anak gizi buruk yang baik, sementara pada mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi UMP terdapat 5,9% mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan hanya 2% mahasiswa (4 orang) yang emiliki tingkat pengetahuan tentang

tatalaksana anak gizi buruk yang baik. Proporsi terbanyak adalah mahasiswa dengan tingkat pengetahuan yang kurang, yaitu 80,7% mahasiswa (163 orang), sedangkan 17,3% mahasiswa lainnya (35 orang) adalah mahasiswa dengan tingkat pengetahuan yang cukup. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius mengingat pengetahuan mahasiswa akan merujuk pada apa yang dapat dilakukan oleh mereka kelak saat bertugas di pusat pelayanan kesehatan primer, baik di Kota maupun di Kabupaten.

Seperti yang telah diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus anak balita berstatus gizi buruk di Kota Pontianak, yaitu dari 30 anak balita di tahun 2010 menjadi 41 anak balita di tahun 2011. Pada tahun 2012 dilaporkan telah terjadi penurunan kasus menjadi 31 anak balita yang berstatus gizi buruk. Akan tetapi, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan masih terdapat lebih dari 21% anak balita di Kalimantan Barat yang berstatus gizi buruk dan gizi kurang, dan perlu mendapatkan perhatian yang serius. Oleh karena itu,

(10)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 kompetensi tentang penanganan anak

gizi buruk ini wajib dimiliki oleh setiap lulusan tenaga kesehatan. Hal ini tertuang di dalam:

a. Standar Kompetensi Dokter, yang mana disebutkan bahwa penyakit malnutrisi energi protein tergolong dalam kompetensi 4A, yang berarti setiap dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas,9

b. Standar Kompetensi Perawat Indonesia, yang mana disebutkan bahwa setiap perawat harus mampu melakukan asuhan keperawatan pada masalah kesehatan bayi dan balita,10

c. Standar Profesi Gizi, yang mana disebutkan bahwa setiap ahli gizi harus mampu melakukan penapisan gizi (nutritional screening) pada klien / pasien secara individu, dan mampu melaksanakan asuhan gizi untuk

klien sesuai dengan kelompok umur.11

Kemampuan dalam penguasaan ilmu dan keterampilan adalah salah satu syarat utama seseorang dapat dikatakan kompeten. Mahasiswa, yang merupakan calon pemberi pelayanan kesehatan, harus menguasai pengetahuan, keterampilan-keterampilan, dan sikap-sikap dasar untuk dapat membuat mereka kompeten. Apabila keterampilan-keterampilan dalam pendidikan tidak dapat dikembangkan selama di Fakultas, maka keterampilan-keterampilan tersebut akan sulit dikembangkan ketika lulusan itu dihadapkan kepada tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan praktek. Hal ini akan berlanjut pada terjadinya penurunan kompetensi.12

Banyaknya proporsi mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang tatalaksana anak gizi buruk, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi mahasiswa di dalam penanganan masalah anak gizi buruk tersebut masih kurang. Oleh

(11)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 karena kompetensi dapat digunakan

untuk memprediksi kinerja seseorang,13 maka dapat diprediksi pula bahwa pelaksanaan program penanganan anak gizi buruk (KEP) di lapangan kelak, saat lulusan tergabung dalam tim KEP, tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini berarti bahwa target pembangunan Indonesia Bebas Gizi Buruk tahun 2015 dan target penurunan prevalensi gizi kurang pada balita menjadi 9,5% pada tahun 2025, akan sulit direalisasikan.

Pengetahuan tentang gizi buruk secara formal, diberikan kepada mahasiswa kedokteran di modul tumbuh kembang (5 SKS) di semester 3 yang meliputi diagnosis, pengobatan, dan pencegahan. Sementara pada mahasiswa keperawatan diberikan pada mata kuliah Ilmu Gizi (2 SKS) di semester 1 dan mata kuliah Keperawatan Anak (4 SKS) di semester 4. Pada mahasiswa gizi, diberikan pada mata kuliah Dietetika Dasar (3 SKS) di semester 4. Oleh karena penelitian dilakukan pada mahasiswa-mahasiswa yang telah lulus

modul atau mata kuliah tersebut, maka seharusnya penelitian ini menunjukkan hasil yang baik. Akan tetapi, ternyata mayoritas mahasiswa justru memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Saat ini sebagian besar sekolah medis telah menggunakan kurikulum problem-based learning (PBL), yang dipercaya sangat efektif untuk menambah pengetahuan dan kinerja klinis. PBL adalah sebuah strategi pembelajaran yang berbasis kasus dan berbasis bukti, yang dibentuk berdasarkan hubungan antara ilmu pengetahuan dasar dan pengetahuan klinis. Penggunaan pembelajaran ini pada pengintegrasian gizi dapat memberikan hasil yang positif pada mahasiswa dan memperkuat kebutuhan memasukkan gizi pada tatalaksana dan perawatan pasien.15 Akan tetapi, dengan pindah ke kurikulum yang terintegrasi dan pembelajaran berbasis masalah tersebut, disertai dengan tekanan untuk mengajar yang lebih, target penting dari pendidikan gizi tidak tercapai dan

(12)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 keluar dari program gizi yang

seharusnya. Hasil survei Adams, et al (2006) menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah kedokteran tidak memberikan pendidikan gizi yang cukup, yang mana terdapat 59% dari sekolah kedokteran belum menyediakan minimum 25 jam pengajaran atau lebih yang sesuai dengan rekomendasi the National Academy of Sciences (NAS).16 Hal ini mengakibatkan sebagian besar mahasiswa kedokteran dan dokter praktek merasa tidak puas dengan pendidikan gizi medis dan merasa tidak dipersiapkan untuk menasehati pasien pada topik gizi.17

Pada sekolah gizi dan keperawatan, saat ini menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum tersebut dikembangkan berdasarkan pada kemampuan atau tindakan cerdas penuh tanggung jawab dari profesi tertentu dalam melaksanakan tugasnya di tempat kerja (Standar Kompetensi). Kurikulum ini diharapkan akan membuat mahasiswa lebih berhasil dalam profesinya kelak dengan

menghasilkan kompetensi tertentu sejak awal.19

Salah satu kompetensi yang harus dicapai bagi seorang perawat adalah mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan gizi. Namun penelitian Yalcin, et al (2013) melaporkan bahwa 47% perawat mengaku tidak mendapatkan pendidikan gizi yang cukup selama di sekolah keperawatan.20 Penelitian lainnya oleh Crogan dan Evans (2001) menunjukkan bahwa pengalaman klinis keperawatan jangka panjang, tanpa pendidikan khusus tentang gizi dan tanpa pengalaman kerja di bidang ini, tidak meningkatkan pengetahuan gizi seorang perawat. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara substruktur pendidikan dengan skor pengetahuan gizi seorang perawat.21

Pendidikan yang terbatas dalam gizi dapat menyebabkan perawat lalai dalam mengelola masalah gizi pasien, karena tanpa dasar pengetahuan yang baik, perawat tidak dapat memberikan perawatan gizi yang tepat.20 Mowe, et al (2008) mengemukakan bahwa

(13)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 perawat dengan pengetahuan gizi yang

tidak memadai, merekomendasikan perlu untuk meningkatkan pengetahuan tentang keperawatan gizi, dan pendidikan gizi harus ditekankan di dalam program sekolah keperawatan dan pendidikan berkelanjutan.22

Sudarman (2004) menyebutkan terdapat 7 problematik belajar di perguruan tinggi yang sering dihadapi oleh mahasiswa, yaitu: kejenuhan dan kemalasan, ketidakmampuan mengelola waktu, kurang berminat pada mata kuliah atau dosen tertentu, lingkungan pergaulan yang tidak kondusif, tempat tinggal yang tidak kondusif, keuangan yang tidak memadai, dan masalah cinta.14

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah cara mahasiswa memahami suatu materi. Mahasiswa dapat mengerti dan mengingat lebih baik tentang suatu materi apabila mereka dapat memasukkan apa yang mereka pelajari ke dalam suatu kerangka, dan mahasiswa tersebut termotivasi untuk belajar apabila kerangka tersebut cocok dengan apa yang dipahami mereka sebagai tujuan

akhirnya, yaitu praktek klinis. Jika relevansi pelajaran-pelajaran tersebut jauh dan tidak jelas, mahasiswa akan belajar berdasarkan kepercayaan bahwa pengetahuan itu akan menjadi relevan pada suatu hari nanti. Kepercayaan itu dapat goyah, dan penundaan selama bertahun-tahun yang panjang antara belajar dan penerapannya, akan menimbulkan terlupakannya kebanyakan dari apa yang telah mereka pelajari sebelumnya.12 Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada mahasiswa setelah pengisian kuesioner, hal inilah yang terjadi pada mahasiswa FK

Untan, mahasiswa STIK

Muhammadiyah, mahasiswa FIKES UMP, dan mahasiswa Poltekkes Pontianak. Mahasiswa mengaku sudah pernah mempelajari materi yang terdapat di dalam kuesioner sebelumnya, karena tidak pernah mempelajarinya kembali, mereka tidak dapat mengingat materi tersebut pada saat pengisian kuesioner.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner oleh peneliti.

(14)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 Pada kuesioner untuk mahasiswa

kedokteran, peneliti melakukan uji validitas kuesioner mayoritas pada mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani kepaniteraan klinik, yaitu pada angkatan 2007 dan angkatan 2008. Mereka telah menguasai penerapan ilmu yang mereka dapatkan pada praktek klinis, sehingga mayoritas pertanyaan kuesioner yang valid adalah pertanyaan kasus yang merupakan simulasi keadaan yang sebenarnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bradulskis, et al (2014) yang menyebutkan bahwa hanya 3% mahasiswa kedokteran yang dapat menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan klinis tentang masalah gizi. Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian ini, bahwa hanya 37,3% mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang gizi buruk, selebihnya adalah mahasiswa dengan tingkat pengetahuan yang kurang.18

Sementara pengujian validitas kuesioner mahasiswa keperawatan dan mahasiswa gizi, dilakukan pada mahasiswa yang berada pada tingkatan yang sama dengan subjek penelitian, sehingga hal ini tidak mempengaruhi hasil dari penelitian.

KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan mahasiswa Universitas Tanjungpura, mahasiswa Universitas Muhammadiyah, mahasiswa STIK Muhammadiyah, dan mahasiswa Poltekkes Pontianak tentang tatalaksana anak gizi buruk, sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang kurang (80,7%), tingkat pengetahuan yang cukup (17,4%), dan tingkat pengetahuan yang baik (2%).

2. Tingkat pengetahuan mahasiswa berdasarkan program studi, dengan menggunakan 3 kuesioner berbeda, yang disesuaikan dengan kompetensi masing-masing program studi didapatkan:

(15)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 a. Mahasiswa Prodi Pendidikan

Dokter, tingkat pengetahuan yang kurang (95,9%), tingkat pengetahuan cukup (4,1%), dan tingkat pengetahuan baik (0%).

b. Mahasiswa Prodi

Keperawatan, tingkat pengetahuan yang kurang (71,8%), tingkat pengetahuan cukup (24,7%), dan tingkat pengetahuan baik (3,5%). c. Mahasiswa Prodi Gizi, tingkat

pengetahuan yang kurang (72,7%), tingkat pengetahuan cukup (25%), dan tingkat pengetahuan baik (2,3%). DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia; 2001.

2. Kementerian Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI; 2011.

3. Direktorat Jendral Bina Kesehatan. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Depkes RI; 2011.

4. Kusumawardhani N, et al. Kaitan Antara Prevalensi Gizi Buruk dengan PDRB Per Kapita Dan Tingkat Kemiskinan Serta Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Gizi Buruk Pada Balita Di Berbagai Kabupaten/Kota

Di Pulau Jawa Dan Bali. Jurnal Gizi dan Pangan. 2011; 6(1): 100-1008 5. Notoatmodjo S. Kesehatan

Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

6. Supriasa IDN, et al. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2001.

7. World Health Organization (WHO). Levels and Trends in Child Malnutrition: UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition estimates; 2012 [cited 2012 Mar 13].

Available from:

http://www.who.int/entity/nutgrowth db/jme_unicef_who_wb.pdf

8. Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Profil Kesehatan Kota Pontianak Tahun2010. Kota Pontianak; 2011. 9. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar

Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2012.

10.Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat PPNI; 2005. 11.Republik Indonesia. Keputusan

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.

374/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi. Jakarta: Sekretariat Negara; 2007.

12.Cox KR, et al. Dosen Kedokteran. Jakarta: EGC; 1986.

13.Nursalam, et al. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.

14.Sudarman P. Belajar Efektif Di Perguruan Tinggi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media; 2004. 15.Edwards MS, Rosenfeld GC. A

Problem-Based Learning Approach To Incorporating Nutrition Into The Medical Curriculum. Med Educ Online. 2006; 11: 10.

16.Adams KM, Lindell KC, Kohlmeier M, Zeisel S. Status Of Nutrition Education In Medical Schools. Am J Clin Nutr. 2008; 83(4): 941S-944S.

(16)

Jurnal Cerebellum. Volume 1 Nomor 1. Februari 2015 17.Walsh CO, Ziniel SI, Delichatsios

HL, Ludwig DS. Nutrition Attitudes And Knowledge In Medical Students After Completion Of An Integrated Nutrition Curriculum Compared To A Dedicated Nutrition Curriculum: A Quasi-Experimental Study. BMC Medical Education. 2011; 11: 58. 18.Bradulskis S, Adamonis K, et al. A

Survey Of Medical Students’ And Doctors’ Knowledge Of Nutritional Correction. Lithuanian Surgery. 2014; 13(1): 39-45.

19.Fatimah S. Lokakarya Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Pendidikan Ners Se-Jabar & Banten, Bandung: Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas

Padjadjaran; 2010.

20.Yalcin N, Cihan A, Gundogdu H, Ocakci A. Nutrition Knowledge Level Of Nurses. Health Science Journal. 2013;7 (1):99-108.

21.Crogan N, Evans B. Nutrition Assessment: Experience is not a predictor of knowledge. The Journal of Continuing Education in Nursing. 2001; 32 (5); 219.

22.Mowe M, Bosaeus I, Rasmussen HH, Kondrup J, Unosson M, Rothenberg E, Irtun Ø, Scandinavian Nutrition Group. Insufficient Nutritional Knowledge Among Health Care Workers?. Clinical Nutrition. 2008; 27(2): 196-202.

http://www.who.int/entity/nutgrowthdb/jme_unicef_who_wb.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Dialog agama dengan menggunakan common platform (kalimatin sawa’) memberikan kontribusi, antara lain: (1) adanya perjumpaan, dialog yang konstruktif dan

Tujuan dari penilitian ini untuk mengetahui kondisi geologi serta kestabilan lereng dengan mencari nilai faktor keamanan lereng berdasarkan korelasi data Rock Mass Rating (RMR)

Penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Persepsi tentang Seks Bebas Pranikah pada Mahasiswa DIII Kebidanan dan Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Pemilihan siswa berprestasi di SMA Muhammadiyah Kecamatan Katingan Tengah dilakukan untuk mengapresiasi siswa yang berprestasi agar lebih termotivasi untuk lebih

Alat Kajian Kesahan dan Kebolehpercayaan Alat Kajian Tatacara Kajian 3.12.1 Kajian Rintis 3.12.2 Kajian Sebenar 3.13 Penganalisisan Data 3.14 Kesimpulan DAPATAN KAJIAN DAN

Metode yang digunakan penulis adalah penelitian lapangan (field research dengan pendekatan kualitatif. Yang menjadi data dalam penelitian ini yaitu bacaan al-Qur‟an

PGV-1 menurunkan ekspresi VEGF dan COX-2 pada sel T47D yang diinduksi E2 10 -8 M lebih kuat dibanding kurkumin sehingga berpotensi sebagai senyawa anti angiogenesis.

Perlakuan di Dalam Rumah Dari Gambar 1 dapat dilihat rerata jumlah larva nyamuk Aedes paling banyak tertangkap pada lethal ovitrap dengan attractant air rendaman