• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat ilmu: pendekatan kajian keislaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Filsafat ilmu: pendekatan kajian keislaman"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Filsafat Ilmu

Pendekatan Kajian Keislaman

(3)

Kutipan Pasal 44 Ayat 1 dan 2, Undang-Undang Republik Indonesia tentang HAK CIPTA:

Tentang Sanksi Pelanggaran Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang HAK CIPTA, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, bahwa:

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memper-ba nyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pi-dana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepa-da umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hal Cipta sebagaima-na dimaksud dalam Ayat (1), dipidasebagaima-na dengan pidasebagaima-na penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(4)

Filsafat Ilmu

Pendekatan Kajian Keislaman

(5)

Filsafat Ilmu

Pendekatan Kajian Keislaman

© Dr. Abdul Chalik

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyakan isi buku ini dalam bentuk dan de ngan cara apapun -termasuk memfoto copi- tanpa ijin tertulis dari penerbit.

Editor: Moh. Badrus Sholeh

Cetakan Agustus 2015 ISBN: 978-602-7731-57-8

Penerbit:

ARTI BUMI INTARAN Jl. Mangkuyudan MJ III / 216 Yogyakarta

Hp. 0811-350-100

Email: artibumiintaran@gmail.com Tata Letak: M. Muallim

(6)

V

Kata Pengantar

Buku ini ditulis sebagai bagian dari pengalaman pada saat belajar Filsafat Ilmu dan sekaligus mengajar Mata Kuliah Filsafat Ilmu pada mahasiswa Program Strata Satu (S1) dan Strata Dua (S2) IAIN yang saat ini bermetamorfosis menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya. Filsafat Ilmu merupakan Mata Kuliah tambah­ an yang dibebankan kepada penulis baik di Jurusan Tafsir Hadis maupun Prodi Filsafat Politik Islam (S1) dan Prodi Pemikiran Islam dan Filsafat Agama (S2), selain mengajar mata kuliah utama yakni Politik Lokal dan Geopolitik. MK Filsafat Ilmu cukup lama diampu—sejak tahun 2002 hingga sekarang.

Buku ini merupakan pengembangan dari Handbook 1 dan Handbook 2 MK Filsafat Ilmu. Penulisan kembali yang lebih apli­ katif dirasa perlu karena Filsafat Ilmu termasuk MK yang tidak mudah diserap oleh mahasiswa. Belajar dari pengalaman saat penulis belajar Filsafat dan Filsafat Ilmu, hingga akhir perkuliahan terasa kurang nyambung atas penjelasan dosen. Dua kemungkin­ an mengapa hal tersebut terjadi. Kemungkinan pertama dosen dan materinya tidak menarik, kemungkinan kedua mahasiswanya tidak memiliki kemampuan untuk menyerap penjelasan dosen. Menurut penulis, kemungkinan kedualah yang sangat dominan. Sementara pada saat mengajar Mata Kuliah Filsafat Ilmu pada program Strata Satu (S1), tidak semua mahasiswa dapat menyerap penjelasan dosen meskipun berbagai metode sudah digunakan. Ada kalanya mahasiswa enggan untuk mendalami mata kuliah, meskipun secara substansial memiliki nilai strategis bagi pengem­ bangan akademik mahasiswa.

Filsafat Ilmu secara teoritik tidak mengalami perkembang­ an sepesat disiplin ilmu yang lain. Karena termasuk mata kuliah dasar dan menjadi pondasi atas mata kuliah yang lain. Buku ini

(7)

VI

sengaja didesain berbeda—dengan banyak menampilkan aplikasi Filsafat Ilmu dalam ranah praksis—khususnya kajian keislaman. Hal tersebut untuk membantu mahasiswa dan pembaca agar lebih familiar dengan aplikasi Filsafat Ilmu. Buku ini sangat cocok bagi mahasiswa dan pembaca yang sedang menggeluti dan men­ dalami dunis keilmuan serta bagaimana aplikasinya dalam kajian keislam an.

Semoga kehadiran buku ini memberikan tambahan penge­ tahuan dan referensi bagi pengembangan Filsafat Ilmu.

(8)

VII

Daftar Isi

Kata Pengantar ...V Daftar Isi ... VII

BAB I

ALAM SEBAGAI PONDASI ILMU PENGETAHUAN ... 1

Minimalisme-Teori Regularitas (Keteraturan) Sederhana ...2

Hukum, Regularitas dan Penjelasan (Explanation) ...5

BAB II

MENJELAJAHI DUNIA FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU ... 13

Pendahuluan ...13

Seputar Definisi dan Persoalan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat....15

Obyek Ilmu dan Filsafat ...24

Berfikir Secara Filosofis ...27

Hubungan Ilmu dan Filsafat ...30

Perkembangan Ilmu Modern dan Kontemporer ...33

Ilmu Pengetahuan era Modern ...33

Rasionalisme Rene Descartes (1596-1650) ...35

Empirisme ...35

Kritisisme ...36

Ilmu Pengetahuan Era Kontemporer/ Postmodern ...36

Catatan Akhir ...39

BAB III

EPISTEMOLOGI DAN KEBENARAN ILMIAH ... 41

Pendahuluan ...41

Apa Epistemologi? ...42

Kebenaran Ilmiah ...46

Teori Kebenaran ...49

BAB IV

ANTARA ILMU DAN AGAMA ... 55

Pendahuluan ...55

Islam dan Problem Pemaknaan. ...60

Ilmu Agama Islam ...62

Beberapa Pendekatan Studi Agama Islam ...69

(9)

VIII

Ilmu Agama Islam sebagai Aktifitas Ilmiah (Penelitian) ...78

Metode Ilmu Agama Islam ...79

Ilmu Pengetahuan Agama Islam sebagai Ilmu yang Sistematis .81 Penutup ...82

BAB V

HERMENEUTIKA DAN LOMPATAN KAJIAN KEISLAMAN ... 85

Pendahuluan ...85

Hermeutika dan Bahasa ...87

Tipologi Hermeneutika ...94

Hermeneutika Teori ...94

Hermeneutika Filsafat ...98

Hermeneutika Kritik ...102

Implikasi terhadap Kajian Keislaman ...105

Hermeneutika Fazlurrahman ...106

Pemikiran Hermeneutika Fazlurrahman ...106

Hermeneutika Mohammed Arkoun ...109

Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd ...113

Hermeneutika Farid Esack ...116

Hermeneutika Mohammad Syahrur ...118

BAB VI

KONVERSI IAIN KE UIN DAN UPAYA MENGINTEGRASIKAN ILMU DAN AGAMA ...123

Pendahuluan ...123

Realitas Keilmuan IAIN/STAIN ...128

Tuntutan Masyarakat dan Dunia Kerja ...130

Orientasi Pengembangan Keilmuan ...131

Menjadi Universitas; Sebuah Jalan Pintas ...135

Mengintegrasikan Ilmu dan Agama ...138

Melihat Dampak Positif ...145

Persepsi Publik: UIN Mendorong kepada Paham Sekularisme .146 Persepsi Publik: Fakultas-Fakultas Agama akan Terpinggirkan 148 Persepsi Publik: Dana Pengembangan bagi Fakultas Agama Mengecil ...149

Tantangan UIN ...157

Daftar Pustaka ...163

Index ...169

(10)

1

BAB I

ALAM SEBAGAI PONDASI ILMU

PENGETAHUAN

1

G

agasan tentang hukum alam adalah fundamental bagi sains. Biasanya nama penyebutannya disesuaikan dengan nama penemunya. Semisal hukum alam Boyle, Newton, Ostwald, Mendel dll. Jika hukum yang digagas masing­masing mereka di­ anggap sebagai jalan satu­satunya memahami hukum alam, maka klaim itu menyedihkan.

Menerangkan, melakukan kategorisasi, mendeteksi penye­ bab, mengukur, dan memprediksi adalah maksud dari aktivitas saintifik. Hukum menjadi penting karena semua aktivitas tadi ber­ gantung padanya. Tanpa hukum, dunia akan chaos dan tempat nya akan acak.

Apa yang disebut hukum? ia bukan pernyataan hukum atau teori tentang hukum. Hukum adalah suatu hal yang ada di dunia yang coba kita temukan. Hukum adalah fakta atau serupa dengan fakta. Adapun statemen (pernyataan hukum) adalah satu item ba­ hasa yang tidak eksis, meski terkait dengan hukum. Teori adalah kreasi manusia, sementara hukum bukan teori manusia. Sebagai contoh gravitasi Newton, orang lebih tertarik pada gagasannya daripada pernyataannya. Ini menegaskan adanya perbedaan an­ tara hukum, pernyataan dan teori hukum.

1 Beberapa pokok pikiran dalam tulisan sebagian kecil diambil dari Alexander Bird,

Philiosophy of Science Alexander Bird, Philosophy of Science. London: UCL Press, 2000. dan R. Herre, The Philosophies of Science An Introductory Survey, Oxford: London University Press, 1972.

(11)

2

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

Minimalisme-Teori Regularitas (Keteraturan) Sederhana Minimalisme: pandangan partikular antara hukum alam dan contohnya. Cara yang ditempuh adalah dengan melakukan induksi dan kemudian menggeneralisasi fakta­fakta umum (seperti mazhab Humean; sebab minimalisme mengekpresikan empirisme). Contoh seperti batu jamrud berwarna hijau atau pasien yang menderita radang usus terkena anemia. Lantas di generalisir bahwa setiap jamrud berwarna hijau dan anemia adalah radang usus. Dalam minimalisme hukum alam adalah regularitas (keberaturan) itu sendiri. Contoh sederhana SRT (Simple Regularity Theory): Fs ada­ lah Gs. Jika dan hanya jika semua Fs adalah Gs. Menurut penganut minimal isme, hukum alam secara isensial tak lebih dari koleksi semua contoh­contohnya.

Regularitas yang Bukan Hukum Alam

Ada problem yang tak cukup dikaji hanya dengan minimal­ isme. Terdapat beberapa regularitas sederhana yang bukan hukum. Semisal Alice: saat kita melakukan induksi pada dirinya, kita men­ catat warna rambutnya, warna mata, tinggi badan, berat badan, umur, jenis kelaminnya dll. Lantas kita akan gagal tatkala meng­ generalisir bahwa hanya Alice yang memiliki kualitas se macam itu.

Dalam hukum alam yang digagas Bode: yang bukan hukum alam adalah catatan uniformities (keseragaman) yang murni ber­ sifat kebetulan. Dalam kasus ini, kejadian accidental (kebetulan) terlihat oleh eksistensi planet­planet yang tidak selaras dengan maksud hukum alam. Meski planet Neptunus dan Pluto mungkin sesuai dengan orbit yang diformulasikan oleh Bode.

Hukum dan Counterfactual

“Mobil Fredi berwarna hitam. Jika terkena matahari akan cepat panas” ini disebut pernyataan. Sementara counterfactual­nya “Kalau mobil Fredi berwarna putih, maka akan mengurangi panasnya matahari”. Counterfactuals tidak berbicara mengenai

(12)

3 Bab 1 - Alam sebagai Pondasi Ilmu.... ◙

◙ Filsafat Ilmu

apa yang telah terjadi tapi mengenai apa yang bisa terjadi (a counter-to-fact): dalam contoh ini adalah mobil putih Fredi.

Counterfactuals membantu kita untuk melihat “kenapa?” Ia juga menggaris bawahi perbedaan antara keteraturan yang ber­ sifat accidental dan nomic. Ia dipertimbangkan karena barangkali di sana ada ketentuan yang tersembunyi yang belum tersingkap. Hukum alam mendukung Counterfactual karena ia merujuk pada hukum alam.

SRT (simple regularuties theory) tidak bisa menentukan secara spesifik apa yang bisa dijadikan sifat­sifat pendukung. Fakta dalam SRT tak bisa menentukan antara dua kemungkinan fungsi. Jika fakta itu kita pilih yang paling sederhana maka kita terjebak dalam pilihan yang sewenang­wenang. Sesuatu yang berbeda fungsi tidak bisa menjadi hukum. Bahkan meski sama dalam nilai­nilai aktual­ nya. Contoh seperti hukum FS adalah GS atau sebaliknya.

Jadi, kaum Minimalis keliru tatkala mengganggap hukum alam hanya ringkasan singkat dari contoh­contoh aktualnya. Sebab bisa jadi dengan mempertimbangkan Counterfactual akan bisa menyingkap clause (ketentuan) tersembunyi.

Hukum bukan Regularitas - Hukum Probablitas (Kebermungkinan) Regularitas yang bukan hukum alam adalah: 1. Regularitas yang tidak sengaja 2. Regularitas yang diusahakan 3. Regularitas yang tidak tiba­tiba 4. Regularitas yang bersaing [berbeda] fungsinya.

Contoh: probablitas terjadi dalam fisik nuklir. Setiap partikel atom nuklir mudah pecah/hancur. Probablitas (kemungkinan) hancurnya bisa dihitung dalam sekian priode. Kaum minimalis mengikuti intuisinya bahwa eksistensi dan forma hukum alam dibatasi oleh contoh­contohnya. Dalam kasus “atom”kita melihat perbedaan antara hukum alam dan contohnya. Hukum alam di sini bukan berupa regularitas. Ini yang disebut dengan Hukum alam probablitas atau half-life of time.

(13)

4

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙ Dalam melakukan induksi pada setiap partikel atom nuklir secara terpisah, kita menemukan bahwa masing­masing memiliki probablitas untuk hancur/pecah dalam waktu tertentu. Ketentuan hukum ini berlaku konsisten bagi setiap partikelnya, meski masanya belum datang. Nah, dalam kasus ini kita menemukan hukum yang tidak dibentuk oleh SRT. Semua argumentasi bisa diarahkan pada kelompok minimalis tatkala menemukan logika pemisah antara Hukum alam dan koleksi contoh­contohnya. Catatan Sistemik Tentang Hukum Alam

Pendekatan sistemik membuat analisa hukum alam lebih baik, karena memudahkan kita mengakomodasi problem lain yang muncul serta fungsi berbeda dari hukum alam.

Cara paling sederhana untuk mensistemisasi koleksi poin dalam grafik, adalah melukiskan garis/baris paling sederhana diantara koleksi itu, lantas kita tambahkan satu baris lagi, tanpa harus menambahkan kekuatan sistem. Karena baris pertama sudah menangkap fakat­fakta yang menarik bagi kita. Lihat (Figure 1.1)

Ide ini digagas oleh Frank Ramsey yang dikembangkan oleh David Lewis: Sebuah regularitas adalah Hukum alam, jika dan hanya menampilkan sebuah teori/aksioma dalam sistem deduksi yang benar yang bisa mencapai kombinasi terbaik antara keseder-hanaan dan jumlahnya.

Namun hukum alam yang sistemik juga punya problem: 1. Ide simplisitas penting untuk memberi karakter pada sistem hukum alam. Namun sulit untuk dipraktikkan, sebab apa yang sederhana menurut seseorang, bisa jadi kompleks bagi orang lain. 2. Hukum alam bisa jadi muncul dari satu kasus optimal tapi akan mengalami konflik dengan lainnya karena perbedaan sistem.

Dengan catatan sistematis, sesuatu yang bersifat kebetulan bisa dianggap sebagai hukum karena berkonstribusi secara signifikan untuk memperkuat sistem. Meski di saat yang sama, Hukum alam tetap berada di luar yang kebetulan.

(14)

5 Bab 1 - Alam sebagai Pondasi Ilmu.... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Kerumitan muncul kembali untuk para penganut teori siste­ matis, secara umum bagi kaum minimalis juga. Metode mereka bisa jadi tidak berhasil mengeluarkan regularitas (keberaturan) yang bersifat kebetulan dan malah memasukkan hukum asal yang ternyata bersifat kebetulan?

Hukum, Regularitas dan Penjelasan (Explanation)

Bukti terkuat bahwa regularitas bukan hukum alam: jika hukum alam hanya berupa regularitas maka tak ada yang bisa dilakukan untuk menjelaskan contoh­contohnya. Isu lainnya, bahwa kita tak akan bisa melakukan induksi karena semuanya hanya dianggap regularitas.

Kuncinya begini: mengapa reguralitas tak bisa menjelaskan contoh­contohnya? Karena sesuatu tidak bisa menjelaskan diri­ nya sendiri.

Hukum Dasar dan Akarnya

Tubuh memiliki fenomena fisik yang mengirim sinyal pada otak. Dari sana manusia menyadari hukum alam. Saat dia merasa lapar akan merasakannya.” Ilustrasi ini membedakan antara hukum alam fundamental dan akar­akarnya. Mayoritas dasar hukum alam adalah berakar dari sistem optimal yang aksiomatik. Full Blood View - Nomic Necessitation

Pernyataan “Fs adalah Gs” sebenarnya bukan regularitas se­ derhana. Ia adalah pesan singkat mengenai relasi antara contoh­ contoh hukum alam dan universalitas Fness dan Gness.

Terma “universal” merujuk pada contoh­contoh yang bisa diaplikasikan pada lebih dari satu objek. Tipe “universal” bisa memiliki lebih dari satu hal dan berada di tempat berbeda. Seperti warna “hijau” bisa melekat pada apa saja dan di mana saja. Ini yang disebut universal.

(15)

6

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙ Universalitas ada dua: 1. Universalitas utama: yaitu, sifat­ sifat atau relasi diantara sesuatu yang partikular, 2. Universalitas kedua: sifat­sifat atau relasi yang ditemukan dalam universalitas yang utama. (lihat Figure 1.3)

Eksistensi regularitas adalah fakta yang lebih payah dari necessitation (kebutuhan) antara beberapa hal universal. Dua hal yang universal bisa co­eksis pada satu objek yang sama tanpa ada yang saling membutuhkan antara keduanya. Dalam regularitas yang bersifat kebetulan, setiap sesuatu yang partikular memiliki dua universalitas. Tapi universalitas berbeda dengan relasi itu sendiri. Apa itu Necessitation (Kebutuhan)?

Apa yang dimaksud dengan necessitation? Ia bukan se suatu yang bisa dilihat. Bahkan dalam segala yang given by God kita hanya bisa melihatnya dalam konteks ruang­waktu. Namun tak pernah berhasil menangkap necessitation.

Menjelaskan Kriteria Hukum

Menjelaskan sebuah konsep dengan menyiapkan sesuatu yang setara dengan konsep itu, amat populer dalam kajian filsafat. Namun menjelaskan hukum dari sisi necessitation-nya saja jelas tidak cukup. Ada satu metode alternatif yang bisa digunakan untuk menjelaskan konsep yang disebut definisi ostensive. Ia menjelaskan sebuah terma dengan menunjuk pada sesuatu melalui namanya atau contoh dari namanya. Ostensive efektif untuk menjelaskan sesuatu yang sulit didefinisikan secara verbal. Semisal warna dan sensasi.

Pandangan ini mengakar pada ide Locke dan Hume, lantas se­ makin kuat diasosiasikan di masa kini pada Russell, Wittgenstein, dan beberapa filosof dari Viena penganut Positivisme Logis.

Contoh: seseorang yang sedang menyiapkan makan malam untuk menikmatinya, tidak sama dengan orang yang sedang kelaparan. Jadi, koneksi antara situasi jiwa yang antusias dan lapar, meski disebut sebagai konsep koneksi, tak didukung oleh kondisi yang memadai.

(16)

7 Bab 1 - Alam sebagai Pondasi Ilmu.... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Probabilitas dan Kesimpulan Ilmiah

Penalaran statistik dan probabiltas mempunyai peran penting dalam menarik kesimpulan ilmiah. Terkadang penalaran tersebut dapat memberikan jawaban terhadap masalah induksi. Sementara induksi tidak dapat memberikan jawaban kepastian logis, oleh karena itu, kita tidak dapat mengabaikan beberapa alternatif­alternatif ide yang sudah ada, bisa jadi dapat memberi­ kan probabilitas tinggi pada kesimpulannya.

“ Macam-Macam Probabiltas

Ada dua macam probabiltas yaitu objektif dan subjektif. Probabiltas subjektif: mengukur keyakinan seseorang kepada kebenaran proposisi. Probabiltas objektif membahas peluang jenis­ jenis peristiwa yang terjadi, terlepas dari apakah yang di­ pikirkan seseorang itu mungkin terjadi atau tidak.

Probabilitas diukur pada skala 0 sampai 1, di mana 1 me­ wakili kepastian bahwa proposisi adalah benar dan 0 kepastian bahwa proposisi tersebut salah. Misalnya pertimbangkan koin yang dilempar. Anda mungkin bertanya probabilitas apa yang anda bayangkan pada proposisi bahwa kepala koin ada di paling atas. Jika Anda tidak tahu apa­apa tentang situasinya, Anda boleh, berharap, menjawab dengan 0,5. Ini dikarenakan ada dua kemungkin an dan anda tidak punya alasan lagi untuk berpikir bahwa ada kemungkinan lain dari kasus ini.

Salah satu cara untuk memikirkan masalah ini adalah dalam hal peluang berpikir adil jika Anda diminta untuk bertaruh untuk proposisi atau melawannya. Dalam istilah bandar, peluang dinyata kan sebagai rasio, misalnya tujuh­banding­satu. Rasionya adalah antara jumlah yang akan dibayar oleh Bandar jika menang dan jumlah yang kamu bayarkan kebandar jika kamu kalah (ya itu jika Anda bertaruh pada kuda peluang tujuh­banding­satu, 7: 1, Anda menang £ 7 jika kuda menang dan kehilangan £ 1 jika

(17)

8

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙ kuda kalah). Dalam kasus koin melemparkan kemungkinan Anda harus berpikir wajar 1: 1 (dikenal sebagai “Seimbang”); Anda menang £ 1 jika kepala ditunjukkan dan kehilangan £ 1 jika ekor yang terungkap. Mengingat probabilitas Anda melampirkan kepala (0,5) jumlah yang Anda berharap untuk menang adalah nol, karena ada 0,5 probabilitas menang £ 1 dan 0,5 kesempatan kalah £ 1. (Jumlah yang Anda berdiri untuk kehilangan adalah saham Anda.) Jumlah yang Anda berharap untuk menang, de­ ngan mempertimbangkan subjektif Anda probabilitas dengan cara ini, adalah nilai yang diharapkan dari taruhan. Sebuah taruh­ an bertentangan adil adalah salah satu tempat nilai yang diharap­ kan adalah nol. Jika kemungkinan lebih tinggi dari 1: 1 maka nilai yang diharapkan akan menjadi positif dan taruhan akan menguntungkan­Anda harapkan untuk mendapatkan dari itu. Jika kemungkin an lebih rendah daripada maka nilai diharapkan akan negatif. Anda harap kan untuk kehilangan uang. Bandar judi bertaruhan mencari peluang untuk menguntungkan diri mereka sendiri. Kejadian diatas menitik beratkan pada keyakinan dan ke­ percayaan yang memerankannya, sehingga probalitas itu sendiri tergantung pada subjeknya dalam menentukan pilihan.

“ Probabilitas Obyektif dan Kesempatan

Probabilitas obyektif adalah bahwa dunia itu sendiri me­ ngandung kemungkinan objektif atau probabilitas, menjadi dipahami secara independen dari gagasan­gagasan seperti bukti, keyakinan, kepercayaan dan lain­lain. Kembali ke kasus melempar koin, kita berpikir bahwa pada koin normal kemungkin an yang mendarat adalah ekor. Fakta ini muncul karena dari beberapa kali lemparan, yang kemungkinan menang dari keduanya adalah sama, namun hasilnya menunjukan ekor empat kali lebih sering muncul daripada kepala. Kita mungkin menyangka koin tersebut tidak satu. Mungkin juga telah terjadi rekayasa sehingga ekor lebih potensial untuk di atas, misalnya dengan membuat satu

(18)

9 Bab 1 - Alam sebagai Pondasi Ilmu.... ◙

◙ Filsafat Ilmu

wajah dari koin dari logam padat dari yang lain. Koin tersebut dikatakan praduga. Objektif probabilitas ekor adalah ukuran pra­ duga koin. Praduga dan probabilitas terhadap koin merupakan tujuan terhadap apa yang kita yakini.

Sifat probabilistik tujuan juga pergi dengan nama kesempat­ an. Koin yang adil memiliki kesempatan mendarat di kepala 0,5, sedangkan koin biasa memiliki kesempatan mendarat di kepala yang kurang atau lebih dari ini. Secara intuitif hal seperti itu mudah dipahami, namun mendefinisikan konsep kesempatan lebih sulit. Jadi probalitas yang menjadi titik tekannya pada koin itu sendiri, sehingga probalitas yang muncul terletak pada koin­ nya; melihat pada keadaan koin itu sendiri.

“ Penalaran Statistik Klasik

Sebagian populasi disebut terdistribusi secara normal, yang dicirikan dengan kurva berbentuk lonceng. Ada dua parameter yang digunakan, maen dan varian (lebih sering menggunakan standar deviasi sebagai kuadrat dari varian). Penalaran statistik dapat dijadikan acuan untuk menguji, misalnya; ketinggian pohon di hutan, berat madu yang dihasilkan oleh lebah di sarang, dan jumlah telur yang dihasilkan ayam dalam setahun. Hal ini karena kurva lonceng terus jauh di kedua arah distribusi sifat ini normal, seseorang tidak dapat mengukur pohon dengan tinggi negatif, atau ayam yang meletakkan juta telur dalam setahun.

Dalam mempertimbangkan satu metode probabilistik­ statistik, secara matematis, tampaknya terus membayang beberapa keberhasilan induktif. Masalah induktif yang menggunakan metode ini bertujuan untuk memberikan solusi. Adanya sampel yang diambil dari populasi yang kita tahu terdistribusi secara normal dan varians dari yang dikenal. Apa populasi berarti? Misal nya, kita ingin mengetahui rata­rata tinggi pohon cemara di Surabaya. Tapi kita tidak bisa mengukur semua pohon, jadi kami

(19)

10

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙ mengambil sampel dari pohon cemara dan menemukan rata­rata untuk sampel ini. Apa yang bisa kita simpulkan tentang ketinggi­ an rata­rata semua pohon cemara yang pohon di hutan?

Memperkirakan tinggi rata­rata semua pohon cemara di hutan atas dasar sampel adalah langkah lebih lanjut metode in­ duktif. Hal Induksi ini yang akan kita telaah. Jika populasi ada­ lah jauh lebih besar dari sampel, maka dia dapat berbeda untuk tingkat yang sangat besar. Jika ketinggian rata­rata semua pohon adalah 10 m, tidak logis bahwa tinggi rata­rata dari sampel 20 pohon cemara adalah 14 m. Meskipun demikian pengamatan statistik menyatakan demikian, itu adalah hal yang sangat tidak mungkin.

Sebuah metode penalaran statistik serupa dapat ditemukan dalam praktek uji klinik. Uji klinik studi dilakukan untuk meng uji kemanjuran obat baru, prosedur, dan perawatan lainnya. Biasanya mereka melibatkan dua kelompok, satu kelompok perlakuan (yang menerima obat) dan kelompok kontrol (yang tidak). Pada akhir sidang kedua kelompok dibandingkan berkaitan dengan efek. Apakah proporsi yang lebih besar meninggal atau sem­ buh dalam satu kelompok dibandingkan yang lain? Satu akan berharap ada beberapa perbedaan seperti masalah kesempatan, orang tidak menjadi identik. Statistika pertanyaan vertikal adalah apakah perbedaan adalah cukup besar untuk dianggap signifikan. Pertanyaannya biasanya dibingkai dengan cara ini: Apakah hasil yang konsisten dengan hipotesis bahwa kedua kelompok diambil dari populasi yang sama? Hipotesis ini disebut hipotesis nol. Secara efektif menyatakan bahwa pengobatan yang tidak me­ miliki efek ada paling relevan antara kedua kelompok. Uji statistik yang paling umum dari ini adalah χ 2 test (chi­squared). Tes χ2 bertanya apa yang kesempatan adalah untuk menemukan per­ bedaan diukur antara kedua kelompok, dengan asumsi hipotesis

(20)

11 Bab 1 - Alam sebagai Pondasi Ilmu.... ◙

◙ Filsafat Ilmu

nol benar. Jika kemungkinan mendapatkan perbedaan yang, kata­ kanlah, 0,05, maka peneliti dapat mengatakan bahwa perbedaan adalah signifikan pada level 5 persen. Apa ini diartikan adalah: jika hipotesis nol adalah benar dan ini semacam percobaan di­ ulang berkali­kali, hanya 5 persen dari uji coba tersebut akan menghasilkan perbedaan perlakuan besar seperti yang diamati.

Beberapa ahli statistik enggan menganggap tes seperti mengukur dukungan induktif. Paling jelas bahwa, jika mereka memberikan ukuran seperti itu, mereka tidak melakukannya dalam motode langsung. Teori interval kepercayaan juga tam­ pak seolah­olah itu mungkin memberikan solusi parsial untuk masalah induksi, seperti yang terlihat untuk memberikan mate­ matika alasan untuk melampirkan probabilitas tinggi untuk solusi untuk masalah induktif (yang dari menyimpulkan mean dari populasi dari sampel). Teori ini akan dalam hal apapun harus disediakan hanya solusi parsial, karena menggunakan teori akan tergantung pada asumsi tertentu tentang populasi yang akan diperoleh secara induktif. Hal ini pada gilirannya me­ nempatkan kendala pada prosedur pengambilan sampel, bahwa setiap sampel harus memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Selain menjadi realistis, itu akan dalam banyak kasus menjadi pertanyaan empiris apakah hal ini terjadi, dan satu yang perlu menjawab induktif. Hal ini tentu saja untuk menarik kembali kurva distribusi untuk sampel berarti untuk mengambil fitur seperti metode sampling ke rekening; menurut teori klasik ini adalah cara tepat yang harus kita lakukan. Ini berarti bahwa justru sampel yang sama mungkin dikumpulkan dengan metode yang berbeda dan kesimpulan begitu berbeda harus diambil dari itu. Ini konsekuensi dari teori interval kepercayaan, yang menunjuk kan fakta bahwa ia memiliki berguna aplikasi (yang tidak) karena yang memberikan teori matematika induksi.

(21)

12

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

“ Bayesiamisme

Tori ini adalah kritik lain dari penalaran statistik klasik yang dibuat oleh pendukung Bayesianisme. Bayesianisme adalah sebuah ajaran tentang bagaimana tingkat kepercaayan seseorang atas keyakinan hipotesis harus berubah ketika ada bukti yang baru. Oleh karena itu mencerminkan sebuah subyektivis pendekatan untuk probabilitas. Menurut para ahli, teori Bayesianism diguna­ kan untuk menunjukkan:

a. Bagaimana praktik induktif bisa menjadi rasional b. Bagaimana praktek induktif dapat mencapai kebenaran c. Bagaimana berbagai masalah dalam filsafat ilmu dapat

diselesaikan, dan

d. Apa stuktur yang mendasari penalaran ilmiah sebenarnya. Dalam toeri Bayes, kekuatan penagtahuan adalah sebuah pengalaman yang dapat membantu terhadap estemasi sebuah apriori. Kekuatan pengatahuann ini didukung oleh sebauh pe­ nalaran induktif dan penelaahan terdahulu untuk menemukan sebuah kebenaran. Sehingga kebenaran tersebut selain dapat di­ peroleh dari subjek itu sendiri dan juga objektif (data). Dalam hal ini teori Bayes mempunyai sedikit celah disebabkan teori ini tidak bisa menganalisa sebuah permasalahan keseruhan dan tidak me­ nerima kebenaran induktif.

(22)

13

BAB II

MENJELAJAHI DUNIA FILSAFAT,

ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

Pendahuluan Yang saya tahu,

Bahwa saya tak tahu apa-apa (Socrates)

D

alam sebuah perdebatan ilmiah atau filosofis, istilah penge­ tahuan (knowledge), ilmu (science) dan filsafat (philosophy) selalu muncul bersamaan meskipun dalam sudut pandang yang ber beda. Bagi masyarakat akademis, istilah tersebut dianggap hal yang remeh bahkan sudah menjadi santapan sehari­hari yang sela­ lu muncul di setiap obrolan dan tulisan. Sehingga pembicaraan ten­ tang tema pengetahuan, ilmu dan filsafat terkesan sepele, set-back, dan ter kesan ingusan karena semua orang dapat menjangkaunya.

Pengalaman penulis berinteraksi dengan segala lapis strata mahasiswa dapat dijadikan bahan renungan. Misalnya pada suatu pagi di sebuah kedai kopi, beberapa mahasiswa sedang asik membicarakan masalah turath wa al-tajdid, sebuah wacana yang dikembangkan oleh pemikir Arab kontemporer tentang arah perkembangan keilmuwan dan peradaban Islam. Sungguh hebat mereka. Buku­buku karya pemikir Islam kontemporer seperti Muhammad Abid al­Jabiri, Muhammad Sahrur, Nasr Abu Zayd, Muhammad Arkoun, didedah secara meyakinkan, bahkan kasus­ kasus kekinian direkonstruksi dengan menggunakan beberapa pendekatan. Dalam perdebatan tersebut, penulis merasa tertarik

(23)

14

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

untuk sekedar nimbrung dan masuk pada hal­hal yang mendasar saja. Pertanyaan awal yang penulis sampaikan, “apakah mereka berbicara pada dataran keilmuwan atau sebuah perdebatan filo­ sofis? apa pijakan keilmuwan mereka? bagaimana landasan epistemologi pemikiran mereka dan bagaimana frame of thinking mereka?”. Dengan pertanyaan­pertanyaan seperti itu, mereka berusaha keras menjawab dengan mengerahkan segenap amunisi­ nya, meskipun tak semua jawaban tepat sesuai pertanyaan yang diajukan. Bahkan diantara mereka banyak yang tidak menyadari terhadap beberapa aspek mendasar yang menjadi topik pem­ bicaraan, mereka hanya hanya bisa mendiskripsikan fikiran­ fikiran para tokoh tanpa mengetahui pijakan epistemo logi, sistem berfikir, pendekatan keilmuwan, apalagi klasifikasi pemikiran keilmuwan mereka.

Pengalaman di atas menjadi sebuah gambaran bahwa, banyak nya informasi yang didapat belum tentu menjamin apa­ kah seseorang sudah mampu memilah, memilih, menjelaskan landasan, dan bagaimana aplikasi landasan tersebut sehingga in­ formasi tersebut sudah jelas adanya. Begitu pula banyaknya ilmu yang diperoleh, belum tentu mengetahui bagaimana cara kerja ilmu tersebut sehingga menjadi sebuah disiplin, teori, paradigma yang diikuti oleh banyak orang.

Dapat dipahami bahwa mengetahui banyak hal (termasuk dalam ilmu keislaman) belum tentu memiliki ilmunya, dan yang didapat tidak lebih dari serpihan­serpihan (atau ampas se­ buah ilmu), karena tidak mampu menjabarkan secara epistemik bagaimana struktur keilmuwan tersebut. Tidak sedikit para sarjana yang (hanya) memiliki ampas, bukan saripati bagaimana sesungguhnya yang dikehendaki. Bagi mahasiswa adalah ironi sekali jika selama 4 tahun menggayuh di samudera ilmu, justru yang diperoleh hanya kulit kerang atau pepesan kosong belaka. Ironis!

(24)

15

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Kuliah Filsafat Ilmu merupakan tahapan awal untuk mem­ peroleh posisi keilmuwan (disiplin) sarjana, perlu ada studi lanjutan untuk memperkaya dan memberdayakannya sehingga keilmuwan yang dimiliki benar­benar dewasa.

Pemetaan pengetahuan, ilmu dan filsafat dan bagaimana cara kerjanya merupakan salah satu langkah awal (avant garde) menuju pengenalan lebih lanjut Filsafat Ilmu. Tanpa mengetahuni atau menguasai pemetaan jangan berharap banyak bisa paham kuliah Filsafat Ilmu.

Seputar Definisi dan Persoalan Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat.

Pengetahuan secara definitif sangatlah banyak, yang masing­ masing memberi ukuran kapasitas uji makna pengetahun itu sendiri. Dalam istilah Inggris pengetahuan adalah knowledge, yang memiliki pengertian berbeda dengan ilmu­pengetahuan yang dikenal dengan istilah science.

Muhammad Hatta mendefinisikan pengetahuan sebagai sesuatu yang didapat dari pengalaman. Max Scheller mendefi­ nisikan pengetahun adalah bentuk partisipasi suatu realitas ke realitas lain, tetapi tanpa modifikasi dalam kualitas lain. Ia membeda kan pengetahuan ke dalam tiga kategori (1) pengetahuan tentang penguasaan dan prestasi yang memberi kemungkinan ke­ pada subyek untuk mengetahui lingkungannya. (2) pengetahu an kultural yang memungkinkan untuk melakukan perubahan­ perubahan kolektif terhadap lingkungannya. (3) Penge tahuan yang membebaskan diri dari cengkraman dunia lahir..

Sedangkan pengetahuan menurut Pudjawijatna adalah hal­hal yang berlaku umum dan pasti yang dipergunakan untuk keperluan sehari­hari, atau pengetahuan yang diperoleh secara tidak sadar.

(25)

16

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

Dari berbagai definisi di atas, maka pengetahuan dapat di­ artikan sebagai sesuatu yang diperoleh berdasarkan pengalaman keseharian baik secara sadar atau tidak yang menghubungan real itas subyek dan obyek. Dalam pengetahuan tidak diperlukan kriteria­kriteria yang menggambarkan suatu obyek, pengetahuan adalah murni berdasarkan persepsi akal yang tergambar melalui pengalaman keseharian.

Contoh, seseorang yang jalan­jalan di sebuah kebun dan me­ nemukan sekian banyak hal­hal baru yang tidak pernah ditemui sebelumnya, seperti jenis tanaman, bunga, aneka pepohon an liar, berbagai jenis ikan atau hewan, maka seseorang tersebut telah memiliki pengetahuan baru di bidang itu. Atau seorang mahasiswa yang sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan dan menemukan sesuatu yang tidak pernah terlihat sebelum­ nya, maka pengenalan empiris terhadap benda tersebut disebut penge tahuan. Pengenalan terhadap suatu hal tidak disertai de­ ngan kontrak akademis antara subyek dan obyek, karena bersifat pengalaman sementara semata yang temporal dan konstan. Penge tahuan terhadap suatu hal yang baru adalah wajar karena setiap orang didorong oleh keinginan yang sangat kuat (kuriosi­ tas) yang melandasi setiap langkahnya.

Jadi, pengetahuan tidak memiliki kualifikasi standar yang memerlukan syarat­syarat ketat. Namun posisi pengetahuan sa­ ngat penting karena dari sinilah (khususnya dalam tradisi berfikir empirik­deduktif) premis­premis diperoleh, selanjutnya akan dilakukan generalisasi. Dengan kata lain, pengetahuan hanya tumpukan fakta­fakta, kasus atau data yang terjadi di lapangan kemudian diserap oleh indera tanpa melalui proses yang matang. Kata ‘matang’ menjadi kata kunci, karena tidak semua pengalam­ an empiris dapat ditangkap dengan baik kemudian diurai secara mendalam dengan menggunakan seperangkat piranti akademik

(26)

17

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

yang ketat. Pengalaman empiris bisa terjadi secara kebetulan, tanpa disengaja, atau terdorong untuk melakukan pengkajian lebih mendalam. Maka pengetahuan banyak ragamnya sesuai de­ ngan persepsi dan jalan indera kita ketika bersinggungan dengan kenyataan­kenyataan lain.

Pengalaman hanya sebatas pengetahuan, semakin banyak pengalaman seseorang semakin banyak pula pengetahuannya. Orang dewasa selalu menvonis dirinya dengan pribadi yang kenyang makan garam kehidupan, yakni sarat dengan pengalaman­ pengalaman pribadi sepanjang masa. Orang tua kita seolah tahu segalanya dengan ‘akunya’ menempatkan anak sebagai orang baru di dunia. Tapi bukan berarti tahu segalanya, karena pengalam an (bila tidak disertai dengan perangkat­perangkat) lain hanya sebuah pengetahuan biasa yang kualitas pengalamannya biasa­biasa pula.

Sementara ilmu atau juga disebut ilmu pengetahuan (science) memiliki arti dan kualifikasi yang berbeda. Karl Pearson mendefinisi kannya sebagai; complete and consistent discription of the facts of experience in the simpliest possible terms. Pengetahuan menurut Pearson adalah gambaran yang lengkap tentang suatu fakta pengalaman. Ralph Ross mendefinisi kan ilmu sebagai; em-pirical, rational, general and comulative, and it is all four at once.

Pengertian lain juga dikemukakan oleh Muntagu; Science is a sistimatized knowledge derived from observation, study and experimentation carried on order to determine the nature of prin-ciples of what being studied. Yaitu pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang berasal dari suatu pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan tentang hakikat atau prinsip yang sedang dikaji. Pengertian lain dari Afanasyef; Science is system of man knowledge on nature, society and thought, it reflect the world in concepts, catagories and laws, the correctness and truth of which are verified by practical experience.

(27)

18

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

Dalam Eksiklopedi Indonesia ilmu pengetahuan didefinisi­ kan sebagai suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing­ masing mengenai suatu lapangan pengetahuan tertentu yang disusun sedemikian rupa menurut asas­asas tertentu hingga menjadi suatu kesatuan; suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing­masing didapatkan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode­metode tertentu.

Dari beberapa defenisi di atas semakin jelas bahwa ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda dan syarat ter­ tentu yaitu sistimatik, rasional, empiris, umum dan kumulatif (bersusun timbun). Ilmu pengetahuan merupakan keterangan atau gambaran yang lengkap dan konsisten mengenai suatu obyek yang didasarkan hasil pengamatan (observasi) hati­hati. Atau juga dapat didefinisikan; pengetahuan yang terstruktur, sistimatik, bermetode yang didasarkan pada obyek tertentu yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan, penelitian dan pembuktian secara ilmiah untuk memperoleh teori. Ada lima proses ilmiah yang dikenal selama ini; penginderaan, penetuan masalah, hipotesis, eksperimen dan penemuan teori.

Penemuan teori (theory) atau hukum (law) merupakan sasar­ an pokok dalam proses kerja ilmu. Namun demikian teori yang dihasilkan oleh kerja ilmu bukan segalanya, teori bersifat tentatif, akan terus menjadi pedoman dan diamini kebenarannya selama belum ada teori­teori baru yang menggusur dan menggantikan­ nya. Atau teori lama akan mengalami penambahan seiring de­ ngan temuan­temuan baru yang semaki melengkapinya, selama tidak merombak struktur substansi teori tersebut.

Hal ini terjadi dikarenakan kerja ilmu adalah kerja yang dinamis dan terus mengalami perubahan­perubahan selama masih ada riset. William R. Overton membuat kriteria ‘scien-tific theory’ sebagai berikut; It is guided by natural law, it has to

(28)

19

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

be explanatory by reference to natural law, it is testable againt the empirical world, its conclusions are tentative, i.e., are not necessarily the final word, it is falsifiable.

Dari mana ilmu pengetahuan diperoleh, apakah (hanya) berasal dari hasil observasi saja? Kata Descartes, pengetahuan berangkat dari keraguan. Keraguan apapun yang muncul dalam fikiran seseorang akan melahirkan berbagai persoalan, dan dari persoalan tersebut muncullah rasa ingin tahu untuk mencari jawaban. Itulah titik awal sumber pengetahuan. Begitu penting nya makna keraguan, sampai­sampai sastrawan seperti Shakespare melantunkan sebuah puisi yang mengajak para pembacanya untuk meragukan segala hal:

Ragukan bahwa bintang­bintang itu api, Ragukan bahwa matahari itu bergerak, Ragukan bahwa kebenaran itu dusta, Tapi ‘jangan ragukan cintaku’!

Berbeda dalam konteks keimanan, keraguan dalam sains justru menjadi penting dan membawa berkah pengetahuan. Ke raguan adalah sumber pengetahuan, ‘cogito ergu sum’, kata Descartes. Keraguan ala Descartes seakan menjadi tabir penying­ kap sikap skeptis yang membelenggu fikiran kaum sophis selama berabad­abad. Dengan keraguan, fikiran akan mempertanyakan semua persoalan yang dihadapi termasuk, kebenaran yang ‘Haq’.

Kaum rasionalis (pemuja akal sebagai sumber pembenar) mempergunakan metode deduktif dalam menyusun penge­ tahuannya. Premis yang digunakan dalam penalaran didapat dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan manusia, prinsip itu sudah ada jauh sebelum manusia berusaha memikirkannya. Fungsi fikiran manu­ sia hanya mengenali prinsip tersebut lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui oleh

(29)

20

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

manusia lewat kemampuan berfikir rasionalnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum rasionalis bersifat apriori dan pra­pengalaman manusia lewat penalaran rasional.

Masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah me­ ngenai kriteria untuk mengetahui akan kebenaran suatu ide yang menurut seseorang jelas dan dapat dipercaya. Ide bagi si A mung­ kin bersifat jelas, namun belum tentu bagi si B dan C, begitu pula sebaliknya. Pengertian untuk melambangkan ‘sebuah cinta’ bukan diukur dari satu sisi, melainkan persepsi atau sensasi. Persepsi dan sensasi akan melahirkan sebuah ‘cinta’. Masalahnya terletak pada evaluasi nalar yang bersifat abstrak yang kemungkinan banyak timbul perbedaan persepsi. Dengan penalaran rasional tentang satu obyek akan didapat berbagai macam pengetahuan.

Berbeda dengan kaum rasionalis, mazhab empiris ber­ pendapat bahwa pengetahuan manusia bukan bersumber pada penalaran melainkan pengalaman yang konkrit. Gejala­gejala alamiah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia. Gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu, umpamanya saja ter­ dapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan memanjang. Langit mendung diikuti dengan turunnya hujan. Demikian seterusnya dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola­pola tertentu. Hal yang sama juga berlaku pada kasus­kasus lain. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala­gejala fisik yang bersifat individual.

Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahu­ an secara empiris ini ialah bahwa pengetahuannya yang menjadi suatu kumpulan fakta­fakta itu, belum tentu bersifat konsisten

(30)

21

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

dan mungkin terjadi kontradiktif. Suatu kumpulan fakta, atau kaitan berbagai fakta belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistimatis. Seorang gadis menangis belum tentu rindu atau jatuh cinta, atau ceceran kencing kambing belum mesti manjadi banjir, begitu kaum rasionalis meledek fikiran kaum empiris. Disamping itu hubungan antar fakta tidaklah nyata sebagaimana yang kita sangka. Harus ada suatu kerangka pemikiran yang memberi latar belakang mengapa X mempunyai hubungan dengan Y, sebab kalau tidak, maka semua fakta dalam dunia fisik bisa saja dihubungkan dalam kaitan kausalitas.

Masalah berikutnya adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan panca indera sebagai alat untuk menangkapnya. Pertanyaannya adalah apakah yang sebenarnya dinamakan pengalaman? apakah hal ini merupakan stimulus panca indera, ataukah persepsi, atau sensasi? Bagaimana kemampu an panca indera dalam menangkap sesuatu? Kaum empiris tidak bisa menjawab secara meyakinkan persoalan tersebut.

Di samping rasionalisme dan empirisme, pengetahuan juga diperoleh dari intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Misalnya saja seseorang yang sedang terpusat fikirannya pada suatu masalah tiba­tiba menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sementara wahyu adalah pesan Tuhan melalui para nabi yang menjadi sandaran hidup manusia. Wahyu kemudian diyakini dan ajaran­ ajarannya diamalkan. Namun persoalannya, wahyu (agama) dimulai dari rasa percaya, sementara ilmu berawal dari tidak percaya atau ragu­ragu kemudian pembuktian di lapangan.

Filsafat. Mengetahui pengertian filsafat belum pasti me­ mahami filsafat secara keseluruhan. Meskipun diajukan seribu

(31)

22

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

pengertian filsafat tanpa ada keinginan belajar lebih banyak maka defenisi baik secara etimologis maupun terminologis tidak akan memiliki arti apa­apa. Kenyataan demikian, semakin banyak definisi, akan semakin membingungkan para pembaca, termasuk para mahasiswa, dengan munculnya istilah­istilah abstrak yang perlu perenungan (kontemplasi) dan penghayatan lebih men­ dalam. Ada dua kunci belajar filsafat di dua wilayah tersebut; perenungan (bukan berarti do nothing) dan penghayatan.

Istilah filsafat dalam Bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophy (Inggris), philosohia (Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis). Semua istilah itu bersum­ ber pada istilah Yunani Philosophia. Istilah Yunani Philein berarti ‘mencintai’, sedangkan philos berarti ‘teman’. Selanjutnya istilah sophos berarti bijaksana sedangkan sophia berarti kebijaksanaan.

Ada dua arti secara etimologik dari filsafat yang sedikit ber­ beda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada istilah philein dan sophos, maka artinya mencintai hal­hal yang bersifat bijak­ sana (bijaksana dimaksudkan sebagai kata sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada kata philos dan sophia maka artinya adalah teman kebijaksanaan (kebijaksanaan sebagai kata benda).

Menurut sejarah, Pythagoras (572­497 SM) adalah orang pertama yang memakai kata philosophia. Ketika ditanya, apa­ kah dia seorang bijaksana, maka Pythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos, yakni pencinta kebijaksana an (lover of wisdom). Banyak sumber yang menegas­ kan bahwa sophia mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksanaan; kerajinan, kebenaran pertama, pengetahuan yang luas, kebajikan intelektual, pertimbangan yang sehat, kecerdikan dalam me mutuskan hal­hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat sangat umum yang intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit of mental exellence).

(32)

23

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Pengertian filsafat di atas (secara etimologis) sama sekali tidak banyak membantu dalam memahami apa sesungguhnya filsafat itu. Karena filsafat dalam kenyataannya mencakup bidang yang sangat luas sejauh dapat dijangkau oleh fikiran. Filsafat ber­ usaha untuk menjawab pertanyaan­pertanyaan mendasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang menjadi tujuan hidupnya. Ada satu pepatah dari seorang guru filsafat yang perlu dicermati: “tidak penting mengetahui arti filsafat, arti filsafat akan ketemu sendiri setelah memperdalam ilmu filsafat.”

Filsafat memiliki fungsi yang banyak sesuai dengan cara pandang seseorang:

1. Filsafat sebagai suatu sikap

Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Bila seseorang dalam keadaan krisis atau menghadapi problem yang sulit, maka kepadanya dapat diajukan pertanyaan; bagaimana Anda menanggapi keadaan semacam itu? Bentuk per­ tanyaan ini membutuhkan jawaban secara kefilsafatan. Problem­ problem tersebut ditinjau secara luas, tenang dan mendalam.

2. Filsafat sebagai suatu metode.

Filsafat sebagai metode artinya sebagai cara berfikir se­ cara reflektif, penyelidikan yang menggunakan alasan, berfikir secara hati­hati dan teliti. Filsafat berusaha memikirkan semua pengalam an manusia secara mendalam dan jelas. Metode ber­ fikir semacam ini bersifat inclusive (mencakup secara luas) dan synoptic (secara garis besar).

3. Filsafat sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran

Sejarah filsafat ditandai dengan kemunculan teori­teori atau sistem pemikiran yang melekat pada nama­nama filosof besar seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Marx, Hegel, Hume, Kant, dll. Teori atau sistem pemikiran tersebut lahir sebagai respons

(33)

24

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

atas berbagai pertanyaan yang menghinggap di kepala para filsuf tersebut. Besarnya kadar subyektifitas dalam menjawab berbagai problematika itu menjadikan kita sulit untuk merumuskan satu teori atau sistem pemikiran yang baku dalam dalam filsafat.

4. Filsafat sebagai kelompok persoalan

Banyak persoalan abadi (perennial problems) yang meng­ hinggapi manusia di berbagai zaman, dan para filosof memikir­ kan dan berusaha untuk menjawabnya. Banyak persoalan yang dijawab secara paripurna oleh para filusuf, pada zamannya. Patut dicatat, bahwa pertanyaan yang bersifat filosofis berbeda dengan pertanyaan non­filosofi. Misalnya, berapa uang saku anda tiap bulan? Di mana anda tinggal? Anda jatuh cinta berapa kali? Me­ rupakan contoh yang bukan pertanyaan pertanyaan filsafat karena mudah ditebak dan tidak mendalam. Sedangkan pertanyaan yang filosofis merupakan pertanyaan­pertanyaan yang memerlukan penelaahan mendalam dan butuh energi untuk bisa menjawab secara tuntas. Contohnya; Apakah kebenaran itu? Apa perbedaan benar dan salah? Mengapa manusia hidup di dunia? Apakah dunia terjadi secara kebetulan atau peristiwa yang pasti?

Di samping fungsi­fungsi tadi, filsafat juga berfungsi sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, serta filsafat berusaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh tentang suatu hal.

Obyek Ilmu dan Filsafat

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan, namun tidak dapat dibalik bahwa kumpulan pengetahuan adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan untuk bisa disebut ilmu harus memenuhi syarat­ syarat tertentu. Syarat tersebut adalah obyek materia (material) dan forma (formal).

(34)

25

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Dalam tradisi filsafat klasik, obyek material ilmu sering di­ identifikasi dengan gejala­gejala yang mudah di tangkap dengan indera (fenomena), sementara obyek materia filsafat adalah se­ suatu di balik yang tampak (noumena). Meskipun dalam perkem­ bangannya hal­hal yang tidak tampak juga banyak dikatagorikan sebagai obyek material ilmu, namun dengan perbedaan tersebut dapat diperoleh gambaran sementara wilayah yang menjadi sasar­ an pokok bahasan ilmu dan filsafat.

Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pe­ mikiran, sesuatu yang diselidiki atau dipelajari. Obyek formal adalah cara pandang, cara meninjau yang dilakukan seseorang terhadap obyek materialnya serta prinsip­prinsip yang diguna kannya. Obyek formal suatu ilmu tidak saja memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang­bidang lain. Satu obyek material dapat dipandang lebih dari satu sudut pandang sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda­beda. Misal nya ‘manu­ sia’ yangt dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Sehingga ada beberapa disiplin ilmu yang mempelajari sosok manusia, antara lain; Psikologi, Antropologi, Sosiologi, dan Biologi.

Terdapat perbedaan obyek material dan obyek formal antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya. Terlebih antara ilmu dan filsafat. Misalnya obyek materialnya berupa pohon kelapa. Maka, se­ orang ekonom akan mengarahkan perhatiannya atau meninjau (obyek formal) pada aspek ekonomi pohon tersebut, berapa harga buahnya, kayunya, dan pemanfaatan batang pohonnya. Ahli pertanian me miliki sudut pandang yang khusus sesuai dengan keahlian nya, misalnya bagaimana pohon kelapa tersebut bisa tumbuh subur, apakah hanya cocok ditanam pada lahan tertentu. Ahli biologi akan mengarahkan parhatiannya pada unsur­ unsur yang terkandung dalam seluruh pohon, baik unsur batang, maupun buahnya. Sementara seorang ahli hukum akan mempertanyakan status pohon tersebut; siapa status pemilik yang sah, apakah ditanam di lahan sendiri atau orang lain.

(35)

26

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

Dengan satu contoh di atas semakin jelas posisi dan sudut pandang ilmu atas obyek tertentu dan sikap ilmuwan dalam mengkaji suatu masalah. Disiplin ilmu khusus terbatas ruang lingkupnya, artinya bidang sasarannya tidak mencakup bidang lain yang bukan wewenangnya. Setiap bidang ilmu menggarap koridornya masing­masing dan tidak perlu menyerobot lahan lain. Inilah yang dikenal dengan otoritas atau otonomi ilmu, yaitu wewenang ilmuwan untuk mengembangkan sikap keilmuwannya tanpa campur tangan orang lain.

Ada sejumlah persoalan fundamental yang mencakup atau melampaui wewenang setiap ilmu khusus. Persoalan­persoalan umum yang ditemukan dalam bidang ilmu khusus itu antara lain sebagai berikut:

a. Sejauh mana batas­batas (ruang lingkup) yang menjadi wewenang masing­masing ilmu khusus itu? Dari mana ilmu khusus itu dimulai dan sampai mana harus ber henti? Ilmu ekonomi masuk wewenang Fakultas Ekonomi atau Pertanian?

b. Dimanakah sesungguhnya tempat ilmu­ilmu khusus da­ lam realitas yang melingkupinya?

c. Metode­metode yang dipakai dalam ilmu­ilmu tersebut berlakunya sampai dimana? Misalnya metode yang di­ pakai dalam ilmu sosial berbeda dengan yang dipakai ilmu kealaman maupun humaniora.

Contoh­contoh yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa setiap ilmu akan menghadapi problem­problem yang bersifat umum. Problem­problem semacam itu tidak bisa dijawab oleh ilmu itu sendiri (meskipun muncul dari ilmu itu sendiri), karena setiap bidang ilmu memiliki obyek material yang terbatas. Dalam hal ini filsafat mengatasi semua masalah yang ada dalam ilmu, baik dalam metode maupun ruang lingkupnya. Obyek formal filsafat terarah pada unsur­unsur keumuman yang secara

(36)

27

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

pasti ada pada ilmu­ilmu khusus. Aktivitas filsafat yang demikian ini disebut multidisipliner.

Berfikir Secara Filosofis

Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum, merasa heran. Pada tahap awal, kekaguman tersebut tertuju pada gejala­gejala alam misalnya; gempa bumi, hujan, banjir, laut yang sangat luas, atau kekaguman pada hal­hal yang memiliki nilai estetik seperti kecantikan, ketampanan, dll. Orang yang heran ber arti ia tidak tahu atau dia menghadapi persoalan. Persoalan ini yang ingin dicarikan jawabannya oleh para filosof.

Persoalan filsafat berbeda dengan persoalan non­filsafat. Ciri­ ciri persoalan filsafat sebagai berikut:

a. Bersifat umum. Persoalan filsafat tidak bersangkutan de­ ngan obyek­obyek khusus, atau persoalan kefilsafatan ter­ kait dengan ide­ide besar. Misalnya filsafat tidak bertanya ‘berapa harta yang anda kumpulkan setiap tahun?’, akan tetapi filsafat akan menanyakan ‘apa keadilan itu?’ Filsafat tidak menanyakan ‘berapa jauh jarak dari Bondowoso ke Surabaya?’, akan tetapi filsafat menanyakan ‘apa itu jarak?’. b. Tidak menyangkut fakta. Filsafat lebih bersifat spekulatif,

persoalan­persoalan yang dihadapi melampaui batas­ batas pengetahuan ilmiah. Pengatahuan ilmiah adalah pengetahuan yang menyangkut fakta. Misalnya ilmuwan memikirkan peristiwa alam berupa hujan. Ilmuwan dapat memikirkan sebab­sebab terjadinya hujan dan memberi deskripsi tentang hujan. Semua yang difikirkan berada di alam empiris atau dapat dialami. Namun, para ilmuwan tidak mempersoalkan maksud dan tujuan hujan itu karena hal itu di luar batas kewenangan disiplin keilmuwan mereka. Ia tidak menanyakan apakah ada ‘kekuatan’ atau ‘tenaga’ yang mampu menimbulkan hujan, tidak

(37)

28

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

memikirkan apakah tenaga itu atau kekuatan itu berwujud materi atau bukan materi. Pemikiran tentang ‘maksud, tujuan, dan kekuatan’ ini bersifat spekulatif, melampaui batas­batas kewenangan pengetahuan ilmiah.

c. Berkaitan dengan nilai­nilai (values), persoalan­persoal­ an kefilsafatan bertalian dengan penilaian, baik nilai moral, estetis, agama dan sosial. Nilai dalam hal ini ada­ lah kuali tas abstrak yang ada pada suatu hal. Nilai­nilai dapat di mengerti dan dihayati. Nilai yang dimaksud adalah kuali tas abstrak yang dapat menimbulkan rasa senang, puas atau bahagia bagi orang yang mengalami dan menghayati nya. Para filusuf mendiskusikan per tanyaan­ pertanyaan tentang nilai yang terdalam (ultimate values). Hasil­hasil pemikiran manusia tentang alam, kedudukan manusia dalam alam, sesuatu yang dicita­citakan manusia semuanya secara tersirat mengandung nilai­nilai.

d. Berfikir kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep­konsep dan arti­arti yang biasanya diterima begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis. Setiap bidang pengalaman manusia baik yang menyangkut bidang ilmu atau agama mendasarkan penyelidikannya pada asumsi­asumsi yang diterima seba­ gai titik tolak berfikir maupun berbuat. Asumsi tersebut diterima begitu saja dan diterapkan tanpa diperiksa secara kritis. Salah satu tugas utama filsafat adalah memeriksa dan menilai asumsi­asumsi tersebut, mengungkapkan artinya, dan menentukan batas­batas penerapannya. e. Bersifat sinoptik dan implikatif. Persoalan filsafat me­

nyangkut struktur kenyataan secara keseluruhan. Bersifat implikatif berarti filsafat akan menjawab berbagai persoal­ an, dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan.

(38)

29

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Berfilsafat adalah berfikir, namun bukan berarti semua aktiv­ itas berfikir adalah berfilsafat. Berfikir adalah salah satu kegiatan utama filsafat, tapi tidak semua kegiatan berfikir masuk dalam kegiatan filsafat. Karena berfikir secara filosofis memiliki ciri­ ciri tertentu. Misalnya seorang ibu rumah tangga yang memutar otak agar jatah belanja yang diberikan suaminya cukup untuk satu bulan, atau seseorang yang memikirkan sang kekasih karena lama tak jumpa (kangen), atau memikirkan jalan keluar tentang cobaan hidup yang mendera. Semua contoh yang dikemukakan itu bukan lah berfikir secara kefilsafatan melainkan berfikir biasa, yang jawabannya tidak memerlukan jawaban yang mendalam.

Ada beberapa ciri berfikir secara filosofis:

a. Bersifat Radikal. Berasal dari bahasa Yunani ‘radix’ yang berarti akar. Berfikir secara radikal adalah berfikir sam­ pai pada akar­akarnya, mendalam, esensial atau hakikat sesuatu. Manusia yang berfilsafat tidak puas hanya mem­ peroleh pengetahuan lewat indera yang terbatas dan selalu berubah. Manusia berfilsafat berusaha untuk menangkap pengetahuan di balik pengetahuan empiris.

b. Bersifat universal. Berfikir secara universal adalah berfikir tentang hal­hal serta proses yang bersifat umum. Filsafat berhubungan dengan pengalaman umum manusia (com-mon experience of mankind). Dengan jalan penjajagan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan­ kesimpulan yang universal.

c. Berfikir secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah­kaidah berfikir (logis), konsisten berarti tidak mengandung kontradiksi. Baik koheren mau­ pun konsisten dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan; runtut, yaitu bagan konseptual yang disusun tidak terdiri dari pendapat­pendapat yang saling berlawanan.

(39)

30

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

d. Sistimatis dan komprehensif.

e. Bebas. Proses dan hasil pemikiran filsafat bebas dari pra­ sangka­prasangka sosial, politik, historis, kultural maupun religius. Sikap­sikap bebas demikian banyak dilukiskan oleh para filosof dari segala zaman. Socrates memilih meminum racun dan menatap maut untuk mempertahan­ kan pendapatnya. Spinoza menolak diangkat guru besar karena khawatir kebebasan berfikirnya terganggu. Ber­ fikir bebas bukan berarti sembarangan, anarkis, sesuka hati, melainkan sangat hati­hati. Sebuah kebebasan yang penuh displin.

f. Bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah se­ seorang yang berfikir dan bertanggung jawab, khususnya terhadap diri sendiri.

Hubungan Ilmu dan Filsafat

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu­ragu, sementara filsafat dimulai dari keduanya. Berfilsafat mendorong kita untuk me ngetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti bersikap rendah hati dengan menyadari bahwa semuanya tidak akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, se­ macam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenar­ nya kebenaran yang telah kita jangkau.

Manusia yang berfilsafat dapat diumpakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang­bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang yang berdiri di puncak tinggi memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenai sesuatu hanya dari sudut pandang disiplin keilmuwan­ nya saja. Namun, dia ingin melihat ilmu dalam konstelasi

(40)

31

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

pengetahuan yang lebih luas. Dia ingin mengetahui hubungan ilmu dengan moral, agama, seni, serta apakah ilmu dapat mem­ bawa kebahagiaan bagi dirinya.

Sementara tidak jarang dijumpai seorang ilmuwan fisika memandang rendah kepada sosiolog, seorang teknolog meman­ dang sebelah mata kepada agamawan, atau seorang ilmuwan memandang rendah kepada ilmu pengetahuan lain. Hal demikian terjadi akibat keterbatasan pengetahuan filsafatnya, sehingga jika tidak keluar dari disiplin keilmuwan yang dikuasai untuk terbang ke angkasa pengetahuan yang bertebaran, bagaikan katak dalam tempurung. Karena, kata Socrates, “Yang saya tahu, bahwa saya tidak tahu apa­apa.”

Filsafat meminjam istilah Will Durant, dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri adalah pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafat yang meretas jalan menuju tempat berpijak bagi aktivitas ilmiah, setelah itu ilmu yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilaku­ kan filsafat pun pergi, dia (filsafat) kembali ke habitatnya men­ jelajah laut lepas.

Seorang yang berfikir skeptis dan sempit bergumam, me­ ngapa harus memutar otak untuk berfilsafat padahal kenyataan­ nya filsafat tidak berguna secara praktis bagi kehidupan ini? Tentu sah­sah saja mereka berfikir seperti itu karena faktor ketidak­ tahu an atau justru merasa sok tahu atas segala realitas yang ada. Abad modern dengan segala gegap­gempita dan dengan segenap kecanggihan teknologinya ini faktanya tidaklah terjadi secara kebetulan, tanpa melalui proses, dan tidak memiliki akar geneo­ logis. Melainkan lahir karena kemajuan ilmu pengetahuan, dan sebagian dari hasil daya imajinasi atau lamunan orang­orang di ‘ngarai’, di pinggir sungai sana, yang memikirkan tentang hidup,

(41)

32

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

manusia, alam dan seisinya. Sehingga kemudian lahirlah filsafat sebagai ‘orang tua resmi’ ilmu pengetahuan.

Ilmu dengan segala kedewasannya tidak bisa lepas dari filsa­ fat, demikian juga filsafat, meskipun posisinya sebagai ‘ibu’ yang melahirkan ilmu bukan berarti tidak membutuhkan pertolongan­ nya. Ada hubungan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa fakta­fakta yang sangat penting bagi pengembangan ide­ide falsafi yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.

Setiap ilmu memiliki konsep­konsep dan asumsi­asumsi yang bagi ilmu itu sendiri tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep dan ilmu diterima dengan begitu saja tanpa dinilai dan dikritik. Terhadap ilmu­ilmu khusus, filsafat khususnya filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep­konsep dasar dan memeriksa asumsi­ asumsi dari ilmu untuk memperoleh arti dan validitasnya. Kalau konsep­konsep ilmu tidak dikuatkan, maka hasil­hasil yang di­ capai oleh ilmu tidak memiliki landasan yang kuat.

Interaksi antara ilmu dan filsafat juga menyangkut suatu tujuan yang lebih jauh dan terarah. Filsafat berusaha untuk mengatur hasil­hasil dari berbagai ilmu­ilmu khusus ke dalam suatu pandangan hidup dan pandangan dunia yang terintegrasi, komprehensif dan konsisten. Secara komprehensif artinya tidak ada satu bidang yang berada di luar jangkauan filsafat. Secara konsisten artinya uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat­ pendapat yang kontradiktif, dan filsafat berusaha untuk menyusun pandang an yang terintegrasi dalam menjelaskan sesuatu.

Bagaimana berfilsafat tentang ilmu atau yang dikenal dengan filsafat ilmu? Berfilsafat tentang ilmu, menurut Jujun,

(42)

33

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

berarti berterus­terang kepada diri kita sendiri; apa sebenarnya yang diketahui tentang ilmu, apakah ciri­ciri yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan lainnya yang bukan ilmu, bagaimana saya tahu bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar, kriteria apa yang akan dipakai dalam menentukan ke­ benaran secara ilmiah, mengapa kita mesti mempelajari ilmu, apa kegunaan ilmu yang sebenarnya?

Pertanyaan di atas akan muncul bersamaan dengan pertanyaan mendasar tentang filsafat ilmu; apakah ilmu telah mencakup pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini, di mana batas ilmu dan di batas manakah ia akan berhenti, ke manakah saya berpaling di batas pengetahuan ini? Dan sederet pertanyaan dan persoalan lagi yang akan muncul dalam perbincangan filsafat ilmu.

Perkembangan Ilmu Modern dan Kontemporer

Pembagian periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan dibagi menjadi empat, yaitu masa klasik, masa pertengahan dimana pada periode ini pemikiran sangat dipengaruhi dan didominasi oleh institusi Gereja, masa modern, dan masa kontemporer. Setiap periode mempunyai pengaruh pada periode sesudahnya.

Pada kajian sebelumnya telah dijelaskan bagaimana per­ kembangan ilmu pengetahuan pada era klasik dan juga era pertengahan di mana Gereja memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan kebudayaan pada saat itu. Maka dalam bagian ini akan dijelaskan tentang perkembangan ilmu pengetahu an pada era modern dan kontemporer.

Ilmu Pengetahuan era Modern

Era modern dimulai dari berakhirnya masa skolastisisme yakni pada abad 17 hingga awal abad 20. Era modern disebut juga sebagai renaisans, istilah ini pertama kali digunakan oleh

(43)

34

◙ Abdul Chalik

Filsafat Ilmu ◙

Michelet seorang sejarawan terkenal. (Hendi Suhendi, 2008) Akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa renaisans menjadi batas dan masa transisi antara era pertengahan dan era modern. Masa renaisans artinya kelahiran kembali, yakni melahirkan kembali budaya klasik, yaitu kebudayaan Yunani dan Romawi. Renaisans juga dikenal sebagai zaman yang penuh dengan kemajuan dan perubahan saat dilancarkannya gerakan reformasi terhadap su­ premasi Gereja Katolik Roma.

Awal mula zaman modern di Barat ditandai dengan muncul­ nya Revolusi Industri di Inggris, dari masyarakat agraris dan perdagangan ke masyarakat industri dan munculnya berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Di bidang ilmu pengetahuan terjadi perkembangan pesat dalam astronomi, fisika, kedokteran serta aneka penemuan dalam bidang teknologi seperti mesin cetak. Beberapa tokoh terkenal pada era modern dalam bidang ilmu pe­ ngetahuan diantaranya Leonardo da Vinci (1452­1519), Nicolaus Copernicus (1473­1543), Johanes Kepler (1571­1630) dan Galileo Galilei (1564­1643), dan tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern, Rene Descartes.

Pembaharuan terpenting yang terjadi pada era modern adalah “antroposentrime” di mana manusia menjadi fokus pemikiran, oleh karena itu era modern disebut sebagai era Humanisme. Maksudnya, manusia yang tadinya, di masa Abad pertengahan, dianggap kurang penting sebagai penentu dan tolak ukur segala sesuatu, diangkat menjadi titik sentral dari segala sesuatu. pada awalnya, kebenaran hanya ditentukan dan diukur berdasarkan parameter Gereja (Kristen), bukan yang dibuat ma­ nusia. Humanisme menghendaki tolak ukur haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berfikir. Maka human­ isme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan bahkan semesta.

(44)

35

Bab 2 - Menjelajahi Dunia Filsafat .... ◙

◙ Filsafat Ilmu

Era Modern menampakkan karakteristiknya dengan kemunculan aliran­aliran filsafat yang diawali oleh rasional­ isme dan empirisme, yang kemudian disusul dengan idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme. Akan tetapi yang menjadi pokok filsafat abad modern adalah rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596­1650), Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210­ 1292) dan Kritisisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724­ 1804).

Rasionalisme Rene Descartes (1596-1650)

Rene Descartes dikenal sebagai bapak Filsafat Modern, ia juga dikenal sebagai matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting adalah Discours de la Methode. (Bertnard Russel, 1977) Descartes adalah seorang tokoh rasionalisme yang beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam fikiran. Ia menegas­ kan bahwa dasar yang kokoh bagi semua ilmu pengetahuan adalah dengan meragukan segala sesuatu secara metodis. Jika kebenaran bisa bertahan melewati ujian kesangsian ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan. Empirisme

Empirisme berasal dari bahasa Yunani yaitu empiria yang berarti coba­coba atau pengalaman. Empirisme merupakan lawan dari rasionalisme karena dalam empirisme pengalaman memiliki peranan yang lebih daripada akal dalam pengetahuan.

John Locke (1632­1704) seorang penganut empirisme yang juga dikenal sebagai “bapak empirisme” meyakini bahwa penge­ tahuan manusia didapatkan dari segala sesuatu yang bisa dilalui oleh indra atau pengalaman. Ia menolak teori deduktif yang ditawarkan Descartes dan menggantinya dengan generalisasi ber­ dasarkan pengalaman atau induksi.

Gambar

Tabel berikut ini adalah gambaran jumlah pendaftar UIN  Yogyakarta dari sebelum dan sesudah menjadi UIN

Referensi

Dokumen terkait

TIME-BASED CONFLICT Ketika tekanan dari salah satu peran individu dari dua domain yang berbeda bersaing terhadap waktu individu.. Ketika tekanan dari salah satu peran

Teknologi biometrik yang paling banyak digunakan atau diimplementasikan ke dalam sistem identifikasi saat ini adalah pola sidik jari.[3] Semakin banyak sistem

Penelitan ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mutia Arda (2017) dimana dari hasil uji peneltian bahwa disiplin kerja berpengaruh signifikan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk reaksi stoikiometri dengan Karbonat sebagai bahan dasar, penambahan Cr 2 O 3 sebanyak 0.2% mol merupakan komposisi optimum

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan skripsi yang berjudul “Pembelajaran Musik Pada Anak Usia Empat Sampai Enam Tahun di Binekas Playschool Bandung ”

Environmental Protection Agency Office of Research and Development National Risk Management Research Laboratory Land Remediation and Pollution Controll Division 26

a.. Bagian Marketing dapat mengakses menu Transaksi a. Mengakses pembayaran Uang Muka 5) Menambah data pembayaran 6) Menyimpan data pembayaran 7) Mencetak data pembayaran.2.

Sesuai dengan program studi yang ditempuh praktikan mengambil mata pelajaran bahasa Jawa pada program PPL di SMK Muhammadiyah 1 Semarang. Sama halnya proses