• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

362 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual

Kuningan

Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukan-lah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan ritual déwa yadña, sebuah ritual keagamaan Hindu yang dilandasi oleh kegiatan tanpa pamrih. Bingkai kegiatannya adalah ritual, tujuan utama kegiatannya ditentukan oleh fungsi dan makna. Ritual kuningan itu adalah pertunjukan rejang itu sendiri, yang merupakan hasil dari kegiatan déwa yadña. Bentuk tari yang dipersembahkan adalah bentuk-bentuk simbolis yang di-ikat oleh makna dan fungsi. Bentuk, fungsi, dan makna itu meru-pakan satu kesatuan ide, aktivitas, dan hasil karya masyarakat Abang yang mengandung nilai-nilai yang sangat tinggi. Bentuk memiliki ciri-ciri yang merupakan satu kesatuan organik. Tidak ada satu-pun bagian bentuk yang boleh dihilangkan, karena akan mengurangi makna dan fungsi yang ada baik dalam aktivitas mau-pun dalam ide masyarakat. Gerak, pola lantai, syarat penari, tuk busana, dan lain-lain mengandung makna tersendiri dan ben-tuk tari itu difungsikan sesuai tempat dan waktu yang sakral.

(2)

Bentuk, fungsi, dan makna rejang tidak dapat dipisahkan dari ri-tual kuningan. Tiga hal itu merupakan faktor penyebab mengapa rejang selalu disajikan pada ritual Kuningan. Sehubungan dengan itu maka kehadiran rejang kuningan sangat dibutuhkan oleh ma-syarakat Abang. Ritual rejang harus dilaksanakan setiap 210 hari yaitu pada hari suci Kuningan.

5.2 Ciri-ciri Bentuk Pertunjukan Rejang Kuningan

Ciri-ciri bentuk pertunjukan rejang kuningan di Kecamatan Abang adalah keseluruhan penyajian bentuk rejang yang terkait dengan fungsi dan makna. Ciri-ciri itu melibatkan seluruh kom-ponen yang saling mendukung yaitu gabungan dari ciri-ciri bentuk tari dan pendukung tari rejang. Bentuk tarinya memiliki ciri-ciri struktur gerak A-B, desain atas horisontal dan dalam, dinamika yang datar, tipe gerak murni, pola lantai melingkar dan segi empat, penari dan gamelan khusus, serta busana glamor di de-sanya. Bentuk tari itu di dukung oleh ciri-ciri mengenai tempat, waktu, dan suasana yang sakral. Bentuk pertunjukan ritual rejang merupakan satu kesatuan gaya daerah Abang yang dilandasi de-ngan konsep simbolis. Gaya yang khas itu memiliki nilai estetika tersendiri. Bentuk ritual itu mempengaruhi semangat kedaerahan

(3)

masyarakat untuk memelihara tradisi sehingga itu menjadi bagian integral kehidupan.

Berdasarkan ciri-ciri bentuk pertunjukan rejang kuningan di Kecamatan Abang dapat direfleksikan bahwa semua jenis tari ritual yang dapat digolongkan sebagai tari wali memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama tujuan kegiatan pementasan adalah per-sembahan kepada Tuhan, Déwa, leluhur, atau kepada sesuatu yang dianggap lebih berkuasa, misalnya kepada raja. Kedua, tari wali ditampilkan khusus pada tempat, waktu, dan proses ritual (bukan disajikan sebagai seni pertunjukan). Ketiga, setiap tari wali memiliki struktur gerak tertentu. Keempat, bentuk gerak, pola lan-tai, dan busana tari terikat makna dan fungsi. Kelima, tari wali di-mainkan oleh penari yang terpilih biasanya ditentukan berdasar-kan tingkat kesucian. Keenam, gending pengiring tari wali adalah khusus.

5.3 Fungsi Tari Rejang Kuningan

Kesimpulan ditemukan bahwa ada tiga fungsi tari rejang pada hari Kuningan di Kecamatan Abang yaitu pertama rejang ber-fungsi sebagai persembahan suci (yadña), kedua sebagai sebuah bentuk penampilan, dan ketiga rejang berfungsi sebagai media ko-munikasi.

(4)

Pertama, rejang berfungsi sebagai persembahan suci atau perwujudan yadña masyarakat Abang kepada Tuhan. Rejang disa-jikan untuk kebutuhan ritual Kuningan. Bentuk pertunjukan re-jang memiliki ciri-ciri fungsi yang sesuai dengan ciri-ciri fungsi seni pertunjukan untuk ritual yang dikemukakan oleh R.M. Soe-darsono. Namun demikian fungsi ritual rejang pada hakikatnya harus dilandasi oleh tujuan yadña. Yadña sebagai landasan tuju-an dapat dinyataktuju-an bahwa pelaku kegiattuju-an tidak memiliki harap-an lain selain mengabdi kepada Tuhharap-an atau kepada yharap-ang diharap-anggap dapat memberi perlindungan hidup.

Kegiatan seni pertunjukan ritual jika tidak didasari oleh yadña maka seni pertunjukan itu berfungsi ritual secara fisik. Ri-tual yang benar-benar riRi-tual adalah penuh pengorbanan, ikhlas tanpa pamrih. Yadña melandasi seluruh aktivitas ritual. Ritual ti-dak hanya terjadi pada waktu rejang ditampilkan, tetapi ritual juga telah terjadi ketika melakukan kerja persiapan-persiapan sampai kepada kegiatan menempatkan gelungan setelah pertunjukan re-jang selesai. Membuat banten adalah sebuah ritual yang bentuk-nya tidak seperti ritual doa, tetapi ritual kerja. Tari berfungsi un-tuk ritual jika tujuan dan aktivitasnya adalah yadña. Jika akti-vitas dan tujuan penyajian tari itu untuk kepentingan politik, komersial, seni pertunjukan dan lain-lain maka fungsi tari itu ti-dak untuk ritual.

(5)

Kedua, rejang sebagai bagian dari bentuk yadña dipergu-nakan sebagai „materi‟ aktivitas yadña. Rejang itu berfungsi seba-gai sebuah bentuk penampilan. Kehadiran tari rejang dalam ritual Kuningan menunjukan keberadaannya sebagai materi yadña yang tidak bisa dipisahkan dari ritual Kuningan. Rejang memiliki kedu-dukan yang sangat penting dalam ritual Kuningan. Kehadirannya tidak bisa diganti dengan acara ritual yang hanya menggunakan doa-doa, atau sajen-sajen belaka tanpa menghadirkan sebuah ta-rian. Kehadiran rejang sebagai bentuk tari diikat oleh struktur yang terdiri dari bentuk gerak, pola lantai, kriteria penari, busana tari, gamelan pengiring, tempat dan waktu penyajian, banten run-tutan rejang, pemedek sebagai penonton, dan lain-lain. Fungsi re-jang sebagai bentuk penampilan adalah memberi suasana yang le-bih sakral, lele-bih bersifat religius, khidmat, ada suasana yang „le-bih‟ dibandingkan ritual yang hanya menyajikan sajen dan doa-doa saja. Sajian rejang itu adalah sebuah bentuk tontonan yang penting untuk disaksikan dan dinikmati.

Ketiga, tari rejang berfungsi sebagai media komunikasi. Ekspresi yang disajikan dalam rejang adalah bentuk-bentuk sim-bolis yang dipersembahkan kepada Déwa. Rejang sebagai yadña merupakan proses komunikasi. Rejang berfungsi sebagai media komunikasi kepada aspek pertama kebudayaan dari masyarakat Abang. Masyarakat menyajikan rejang sebagai media untuk

(6)

meng-hubungkan dirinya dengan Tuhan. Diri itu adalah ide atau pesan yang dikomunikasikan. Rejang sebagai seni pertunjukan berfungsi mengomunikasikan gagasan kepada Tuhan. Rejang merupakan persembahan simbolis yaitu tari yang mewadahi makna. Rejang ti-dak hanya mengomunikasikan pesan kepada Tuhan tetapi juga mengomunikasikannya kepada masyarakat. Bentuk simbolis re-jang dikomunikasikan kepada Tuhan dan kepada manusia sebagai persembahan. Rejang berfungsi untuk media komunikasi ritual dan juga berfungsi untuk media komunikasi sosial. Masyarakat Abang memanfaatkan rejang sebagai media komunikasi bertujuan untuk kelangsungan hidup, mencapai kebahagiaan dan ketente-raman skala-niskala. Ketentketente-raman sosial tertuju untuk skala dan ketentraman ritual untuk memenuhi kebutuhan niskala.

Berdasarkan seluruh sajian fungsi-fungsi tersebut di atas dapat direfleksikan bahwa fungsi tari sebagai yadña adalah untuk “dipersembahkan” disebut tari persembahan atau tari wali ; tari sebagai bentuk penampilan adalah untuk “ditonton atau dinik-mati” disebut tari tontonan atau hiburan ; tari sebagai media alah untuk “mewadahi ide,” tari ini tidak berciri, bergabung ke da-lam tari wali atau tari tontonan.

Tari sebagai yadña pada hakikatnya adalah tari itu ber-fungsi untuk dipersembahkan. Semua jenis tari jika dianalisis dari aktivitasnya, atau dari “mengapa tari itu dibuat” maka tari itu

(7)

akan berfungsi untuk dipersembahkan. Kepada siapa tari diper-sembahkan, itu tergantung kepada tujuan yang memiliki tari itu. Ada tari yang dipersembahkan kepada manusia atau ada pula yang dipersembahkan kepada yang tidak tampak, misalnya kepa-da Déwa, Tuhan, atau kekuatan gaib lainnya. Akepa-da juga tari dicip-takan bukan untuk dipersembahkan kepada penonton atau kepa-da yang tikepa-dak tampak itu, tetapi kepakepa-da dirinya, yaitu kepakepa-da pe-nari sendiri. Semua itu berfungsi untuk dipersembahkan. Untuk membatasinya maka tari sebagai yadña dikhususkan untuk me-nyebut jenis tari wali.

Tari sebagai bentuk penampilan berfungsi untuk ditonton atau dinikmati. Ditonton berarti disaksikan oleh manusia atau bi-sa juga bukan orang sebagai penonton, sedangkan dinikmati sela-in ditonton juga untuk dihayati atau dilibati. Terkadang penyajian sebuah karya seni pertunjukan tidak pasti melibatkan penoton. Ada pertunjukan tanpa penonton, yaitu sajian tari untuk penari itu sendiri. Ini seni bukan untuk ditonton, tetapi untuk dinikmati oleh pemain. Demikian pula pada seni pertunjukan hiburan atau pergaulan, itu lebih berfungsi untuk dinikmati daripada untuk di-tonton.

Tari sebagai media komunikasi pada hakikatnya adalah ta-ri berfungsi untuk mewadahi ide yang terkandung dalam tata-ri itu. Baik tari sebagai media komunikasi ataupun tari sebagai media

(8)

ekspresi, tari itu berfungsi sebagai alat untuk mewadahi ide atau gagasan koreografer.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebuah hasil kar-ya seni pertunjukan memiliki tiga fungsi mendasar kar-yaitu untuk dipersembahkan, untuk dinikmati, dan untuk mewadahi (sebagai media). Tiga fungsi mendasar itu jika dikelompokan berdasarkan pembagian budaya dapat digolongkan menjadi tiga yaitu fungsi bentuk, fungsi aktivitas, dan fungsi ide. Bentuk karya bermanfaat untuk dinikmati. Penyajian aktivitas bermanfaat untuk dipersem-bahkan, dan fungsi ide adalah untuk dipahami.

Pertunjukan rejang adalah sebuah ritual yang berbeda de-ngan pertunjukan tari yang bertema ritual. Berdasarkan simpulan itu dapat didefinisikan bahwa tari ritual adalah tari yang berfungsi untuk ritual bukan untuk seni pertunjukan. Tari ritual merupa-kan ritual yang menggunamerupa-kan tari sebagai bagian pokok, atau pe-lengkap, atau sebagai pendukung kegiatan. Bentuk tari dalam tari ritual tidak bersifat mengikat, namun sebaliknya tari wali memiliki ciri-ciri bentuk.

Tari ritual dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tari wali, tari bebali, dan tari balih-balihan. Istilah yang digunakan itu sama dengan fungsi tari Bali pada umumnya, namun pengertiannya da-lam tulisan ini sangatlah berbeda. Tari wali adalah tari ritual yaitu tari sebagai bagian pokok atau persembahan yang diikat oleh

(9)

waktu, tempat, dan proses ritual. Tari bebali adalah tari ritual yang menggunakan tari sebagai pelengkap ritual dan masih diikat waktu, tempat, dan proses ritual. Tari balih-balihan adalah tari sebagai „pendukung‟ atau meramaikan suasana ritual yang dilak-sanakan di luar waktu, tempat, dan proses ritual. Waktu, tempat, dan proses ritual yang dimaksud adalah prosesi upacara yang memiliki waktu, tempat, dan keadaan sakral. Odalan dapat dilak-sanakan selama tiga hari, namun dalam masing-masing hari ada prosesi upacara. Proses upacara itu merupakan proses sakral.

Sebuah tari Bali dapat berfungsi ganda, misalnya tari Pa-nyembrama dapat berfungsi sebagai tari tontonan atau tari ritual. Panyembrama disajikan dalam acara pembukaan seminar tertentu adalah tari tontonan. Panyembrama disajikan dalam acara odalan tetapi di luar prosesi upacara adalah balih-balihan, sedangkan jika dipentaskan di dalam prosesi upacara akan berfungsi sebagai tari bebali.

5.4 Makna Rejang Kuningan

Pemunculan anugerah dan bentuk anugerah merupakan dua hal yang tidak mudah dicapai. Menurut keyakinan masyara

-kat Abang anugerah dapat dilahirkan melalui kegiatan yadña. Ri-tual rejang yang telah dilakukan akan memiliki makna seperti itu.

(10)

Interaksi simbolis antara rejang dengan Pjjt Pura (pelinggih-pe-linggih, jeroan, dan jaba tengah) mengandung makna penciptaan atau kelahiran. Jadi dengan melaksanakan yadña ritual rejang maka Tuhan akan menciptakan atau melahirkan anugerah.

Pradhāna merupakan makna utama pada makna dari la

-pisan khusus pertunjukan rejang. Makna itu didukung baik oleh makna dari lapis pemain maupun oleh makna dari lapis genre pertunjukan rejang, yaitu oleh seluruh sajian tari rejang. Penari wanita, ukuran tinggi penari, kesucian penari, gerak kontinu, pola lantai, dinamika gerak, busana penari, tipe tari, tema tari, dan na

-ma tari itu semua mendukung -makna mengenai pradhāna. Pada analisis co-textual itu yadña dapat diartikan sebagai persembahan suci berwujud pradhāna. Tujuan dari persembahan itu agar Tu

-han yang termanifestasi „bisa hadir‟ dan benar-benar bisa menjadi Maha Penyayang, Pemberi, dan Maha Pemurah.

Pada konteks pertunjukan lapis-lapis itu berkorelasi mem-bentuk satu-kesatuan. Semua lapisan khusus pertunjukan rejang itu membentuk makna pradhāna. Sebaliknya pusat lingkaran di halaman kosong di jeroan dan jaba tengah, pelinggih-pelinggih su-ci, bangunan-bangunan pura, dan pohon kepel membentuk makna purusha. Perpaduan gerak dan diam dari pusat lingkaran demi-kian pula perpaduan pola lantai lingkaran dan pelinggih-pelinggih, bangunan-bangunan pura, dan pohon kepel adalah konteks

(11)

puru-sha dan pradhāna yang membentuk makna baru yaitu ardhana-reswari. Ardhanareswari adalah makna perpaduan dari lapisan khusus dan lapisan umum dalam konteks pertunjukan. Makna itu merupakan makna yang paling utama yang didukung oleh makna mengenai purusha dan pradhāna.

Pada analisis kontekstual ini makna dari lapisan khusus yang terjadi adalah ardhanareswari yang dapat digambarkan seba-gai kemanunggalan suci yang merupakan harapan yadña. Terben-tuknya ardhanareswari merupakan konsep penciptaan yang akan memudahkan proses anugrah dari Tuhan. Anugerah yang diper-oleh dapat diketahui jika makna tersebut dikorelasikan dengan makna dari lapisan umum dalam konteks budaya. Sehubungan dengan itu pada konteks budaya makna ardhanareswari berkon-teks dengan makna Kuningan dan aktivitas warga.

Hari suci Kuningan memiliki seluruh anugerah déwa penju

-ru arah mata angin. Secara garis besar anugerah para déwa itu tergabung menjadi tiga anugerah utama dari Tri Murti yaitu dari Déwa Brahma, Déwa Siwa, dan Déwa Wisnu. Berdasarkan tempat rejang menari yang paling sering digunakan adalah Pura Désa-Bale Agung yang dimiliki oleh Déwa Brahma, maka hari Kuningan dimi

-liki oleh yang utama Déwa Brahma Siwa. Jadi makna rejang di-tampilkan pada hari Kuningan itu agar memperoleh anugerah ke-bijaksanaan yang selamat, jaya, dan sejahtera.

(12)

Ardhanareswari sebagai makna dalam konteks pertunjuk-an berkorelasi dengpertunjuk-an pertunjuk-anugerah Tri Murti terutama pertunjuk-anugerah dari Déwa Brahma Siwa, kesungguhan yadña, pemanfaatan fungsi-fungsi kekuatan gaib sebagai makna lapisan umum dalam konteks budaya. Ardhanareswari memunculkan makna penciptaan “anu-gerah” sedangkan makna dari lapisan umum pertunjukan adalah “kebijaksanaan yang selamat, jaya, dan sejahtera.” Korelasi dua makna itu membentuk satu makna yaitu “anugerah kebijaksana-an ykebijaksana-ang selamat, jaya, dkebijaksana-an sejahtera.”

Jadi makna pertunjukan rejang pada hari Kuningan di Ke-camatan Abang adalah kegiatan persembahan tarian simbolis un-tuk menciptakan anugerah kebijaksanaan yang selamat, jaya, dan sejahtera dari Déwa Brahma, Déwa Wisnu, dan Déwa Siwa. Mak-na-makna itu merupakan makna yang ada dalam ide yang terkan-dung dalam bentuk pertunjukan rejang. Makna rejang sebagai bentuk penampilan merupakan cerminan dari ciri-ciri bentuk re-jang yang ada pada masing-masing daerah di Kecamatan Abang, sedangkan makna dari aktivitasnya adalah yadña.

Ada satu makna yang diperoleh dari seluruh makna yang ada yaitu yadña. Makna itu menjadi pegangan pokok masyarakat désa-désa adat di Kecamatan Abang. Yadña yang ditujukan kepa-da Déwa atau Tuhan berfungsi sebagai pengenkepa-dali segala kegiatan dalam kehidupan di dunia. Jika konsep ini direflesikan ke dalam

(13)

kehidupan umum maka kehidupan itu niscaya akan menjadi har-monis, penuh kasih sayang, dan bahagia.

Referensi

Dokumen terkait

Everyone always has needs to fulfill. Motivation leads someone to do anything to fulfill his/her needs. People will do actions that will help them to achieve the goal, which is

Namun guna mendukung nilai pemanfaatan dari system yang telah dibangun, dilakukanlah penelitian yang lebih menyeluruh terutama berkaitan dengan kemampuan dalam adopsi

Dalam hal ini, layout ruang dirancang untuk terus dapat bergerak dari waktu ke waktu, sesuai dengan kebutuhan penghuni (time cycle and time management) ,

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Sedangkan dalam penelitian ini penulis berfokus kepada bagaimana Indonesia sebagai negara anggota ILO yang sudah meratifikasi Konvensi ILO No.182 tentang Pelarangan

879 Yani Ida Lestari, A.Md.Kep Perempuan Puskesmas Kelurahan Jati 1 Lulus. 880 Yani Iryaningsih Perempuan RSUD Cipayung

Konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan dari proses hidrolisis sebesar 16,6-17,9 g/L dan konsentrasi asam laktat tertinggi 0.568 g/L didapatkan dengan penambahan

EtenA&bilit&s..[r]