• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pola perilaku seksual

Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai suatu bentuk kenakalan. Hubungan bebas diartikan sebagai hubungan seksual yang sambil lalu tanpa ikatan emosi sama sekali. Banyak diantara mereka melakukan hubungan seksual hanya dengan sedikit atau tanpa faktor-faktor emosi sama sekali (A. S. Grimble, 1987).

Perilaku seksual pada manusia selain dari hasil proses belajar juga merupakan kebutuhan biologis. Pada manusia faktor-faktor non hormonal menentukan waktu terjadinya dan sifat-sifat aktivitas seksual laki-laki dan perempuan (Petrus Adrianto, 1991).

Pola-pola untuk mencari kepuasan seksual pada sebagian besar wanita hampir seluruhnya berbeda dengan laki-laki. Aspek lain dari kebebasan dalam hubungan seksual termasuk homoseksualitas pada laki-laki dan orang-orang yang selalu berpergian pada umumnya. Problem ini kelihatannya tidak akan hilang begitu saja dengan makin bertambahnya penduduk dunia, dan meningkatkan perpindahan penduduk baik secara individu maupun kelompok-kelompok di dunia, baik dengan tujuan bekerja atau pariwisata atau keduanya (A. S. Grimble, 1987).

(2)

Pertumbuhan seksual berkaitan erat dengan segi-segi kehidupan lain seperti dari segi sosial, budaya, agama dan kesehatan. Adanya nilai-nilai atau norma-norma yang dominan dalam masyarakat, banyak hal yang masih mengandung kekayaan-kekayaan terhadap perilaku yang berhubungan dengan seksualitas. Dalam sistem budaya etnis tertentu cukup banyak terdapat nilai-nilai yang mendukung gambaran seksualitas dalam batas-batas tertentu di masyarakat, kekayaan dan kontrol sosial terhadap perilaku seksual wanita cenderung lebih ketat daripada laki-laki (Mulyana W. K, 1984).

Ketimpangan yang terjadi pada sebuah rumah tangga (dalam hal ini aktivitas seksual) menyebabkan sebagian orang mencari kepuasan pada jalur yang salah. Alasan-alasan mengapa menjadi pekerja seks komersial adalah mencari penghasilan guna memenuhi kehidupan sehari-hari baik untuk diri sendiri atau untuk keluarga, atau sekedar untuk memenuhi kebutuhan seks. Kenyataannya bahwa sulit untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan yang mencukupi bagi mereka yang berpendidikan rendah dan melihat faktor bahwa hidup sebagai wanita penghibur dapat memberikan penghasilan yang memadai, mereka memilih profesi ini dengan segala resikonya (Widowati S dkk, 1981). PSK merupakan sumber utama dari penularan penyakit kelamin (Marwali Harahap, 1990).

(3)

PHS mempunyai beberapa ciri antara lain adalah penularan penyakit didapat setelah ada hubungan seksual. Penyakit ini dapat pula terjadi karena seseorang sering berhubungan dekat dengan penderita, seperti perawat, dokter dan pekerja laboratorium (Soedarto, 1990). Di dalam masyarakat, penyakit akibat hubungan kelamin merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (King K. Holmes, 1999). Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya insiden PHS, antara lain :

1. Perubahan demografik secara luar biasa : a. Peledakan jumlah penduduk.

b. Pergerakan masyarakat yang bertambah, dengan berbagai alasan, misalnya: pekerjaan, liburan, pariwisata dan rapat.

c. Kemajuan sosial ekonomi, terutama dalam bidang industri menyebabkan lebih banyak kebebasan sosial dan lebih banyak waktu yang terluang.

2. Perubahan sikap dan tindakan akibat perubahan-perubahan demografik di atas terutama dalam bidang agama dan moral.

3. Kelalaian beberapa negara dalam pemberian pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual khususnya.

4. Perasaan aman pada penderita karena pemakaian obat antibiotik dan kontrasepsi. 5. Akibat pemakaian obat antibiotik tanpa petunjuk yang sebenarnya, maka timbul

resistensi kuman terhadap antibiotik tersebut.

6. Fasilitas kesehatan yang kurang memadai terutama fasilitas laboratorium dan klinik pengobatan.

(4)

7. Banyaknya kasus asimptomatik, merasa tidak sakit tetapi dapat menularkan pada orang lain (Sjaiful Fahmi Daili, 1987).

PHS disebarkan paling efisien pada populasi dengan seringnya perubahan pasangan seksual. Dengan makin meningkatnya perhatian pada penyakit ini dan perbaikan metode bagi diagnonis, maka telah timbul kesadaran akan konsekuensi pertumbuhan PHS dibidang kesehatan dan masyarakat (King K. Holmes, 1999). D. Sifilis

1. Definisi

Sifilis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum yang biasanya ditularkan secara seksual atau melalui tranfusi darah yang tercemar dan dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan plasenta sehingga dapat menginfeksi janin (Soedarto,1990).

2. Treponema pallidum

Mikroorganisme penyebab penyakit sifilis adalah Treponema pallidum, yang dapat ditemukan dalam serum yang berasal dari lesi. Lesi-lesi yang mengandung Treponema pallidum biasanya terdapat pada alat kelamin pria dan wanita, di dalam mulut, di dubur dan di ujung jari tangan penderita sifilis, juga kuman-kuman yang tersebar di seluruh tubuh dan dalam darah.

Treponema pallidum sebagai penyebab penyakit sifilis, mudah hidup di dalam suasana anaerob dan di dalam cairan asam. Di dalam suasana kering, banyak cahaya dan aerob hidupnya tidak bertahan lama. Namun sebelum mati, masih dapat terkontaminasi dengan suatu jaringan mukosa seseorang sehingga terjadi infeksi (B.D.R. Prabu,1991).

(5)

Treponema pallidum dapat tetap bergerak selama 3-6 hari pda suhu 25º C. sementara di dalam darah atau plasma yang disimpan pada suhu 4º C, organisme ini tetap hidup paling sedikit selama 24 jam (Ernets Jawetz dkk, 1996).

3. Patologi dan gambaran klinik

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita Sifilis terutama dengan hubungan seks, jarang melalui ciuman, hubungan mulut ke mulut, kontak dengan alat-alat dokter gigi yang pernah merawat penderita sifilis, bisa juga terjadi namun jarang yaitu melalui kontak dengan pakaian yang baru terkontaminasi dengan cairan-cairan dari lesi kulit penderita yang mengandung Treponema pallidum, juga melalui plasenta wanita hamil penderita sifilis masuk ke janin.

Masa tunas penyakit ini sejak kuman kontak dengan seseorang sehingga timbul gejala sifilis, ialah antara 2-6 minggu. Proses penyakit ini dapat dibagi dalam tiga stadium :

a. Stadium pertama, mula-mula akan terlihat benjolan nanah pada tempat yang terinfeksi. Prosesnya, mula-mula terlihat benjolan dengan warna kemerahan, bila ditekan tidak terasa sakit. Kemudian akan menjadi nanah, biasanya kelenjar-kelenjar yang berada di dekatnya akan membesar.

b. Stadium kedua, yaitu kira-kira setelah 6-12 minggu sejak terkena infeksi. Racun-racun penyakit ini mulai masuk ke dalam peredaran darah. Pada akhir stadium, rambut penderita mulai rontok dan pada ujung jari tangan pada penderita sifilis terkadang terdapat nanah. Pada selaput lendir mulut terlihat benjolan-benjolan yang mengandung nanah.

(6)

c. Pada stadium ketiga, umumnya gejala timbul setelah 2-10 tahun sejak pertama kali terkena infeksi, tetapi ada juga setelah enam bulan. Pada stadium ini, tulang-tulang, jaringan otot dan alat-alat lainnya sudah terinfeksi. Terdapat tumor yang lunak, dinamakan “Gumma”. Proses pertumbuhannya mula-mula berupa tumor keras, lambat laun menjadi lunak, terdapat nanah di daerah tersebut (B.D.R . Prabu,1991).

Ada bentuk lain yang dinamai sifilis laten, karena tanpa disertai manifestasi klinis penyakit sifilis, namun penderita dapat dibuktikan mengidap penyakit sifilis dari pemeriksaan darahnya. Dari keadaan laten ini dapat menjadi bentuk lanjut.

Pada bentuk lanjut dimulai dengan peradangan susunan saraf dan pembuluh nadi utama. Pada tahap dini mungkin tanpa gejala, namun bila diperiksa cairan otaknya telah ditemukan kelainan. Gejala peradangan otak ini dapat berupa penyakit jiwa, perubahan kepribadian, kebutaan, kelainan kulit, gangguan keseimbangan, kelumpuhan, impotensi, kerusakan sendi dan kelainan dinding serta katup nadi utama yang bisa menyebabkan kematian (Petrus Andrianto, 1991).

E. Macam-macam pemeriksaan laboratorium

Untuk mencari adanya antibodi terhadap Treponema pallidum dapat dilakukan dengan berbagai tes serologik untuk sifilis, antara lain:

1. Tes Antigen Non Treponema

Antigen yang digunakan adalah lipid yang diekstrak dari jaringan mamalia normal, biasanya menggunakan jantung sapi. Zat ini memerlukan tambahan lesitin dan kolesterol lainnya untuk bereaksi dengan “reagin” sifilis. Reagin

(7)

adalah campuran antibodi IgM dan IgA terhadap beberapa antigen yang banyak terdapat pada jaringan normal. Reagin ditemukan dalam serum penderita setelah 2-3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dan dalam cairan spinal setelah 4-8 minggu infeksi.

Tes non treponema mudah memberikan hasil positif palsu yang diakibatkan oleh adanya reagin pada berbagai macam penyakit manusia, diantaranya adalah Malaria, Lepra, Campak, Mononukleosis Infeksiosa, penyakit Kolagen Vaskuler dan keadaan-keadaan lainnya. Tes non treponema dapat menjadi negatif secara spontan pada sifilis tersier yang progresif. Dua jenis tes untuk menentukan adanya reagin adalah:

a. Tes Flokulasi (VDRL:Venereal Disease Research Laboratories dan RPR: Rapid Plasma Reagin).

Tes ini didasarkan bahwa pertikel lipid (kardiolipin jantung sapi) tetap tersebar dalam serum normal tetapi terlihat menggumpal bila bergabung dengan reagin. Tes VDRL atau RPR yang positif akan menjadi negatif dalam 6-18 bulan setelah pengobatan sifilis yang efektif. Tes VDRL dan RPR dapat juga digunakan pada cairan spinal. Antibodi tidak dapat mencapai cairan cerebrospinal dari aliran darah tetapi mungkin dibentuk dalam susunan saraf pusat sebagai respons terhadap infeksi sifilis.

b. Tes Ikatan Komplemen (CF : Complement Fixation)

Tes ini didasarkan pada serum yang mengandung reagin mengikat komplemen bila ada antigen kardiolipin jantung sapi. Tes ini jarang digunakan dibandingkan tes flokulasi. Tes flokulasi maupun tes CF dapat memberikan

(8)

hasil kuantitatif. Perkiraan jumlah reagin dalam serum dapat ditentukan dengan melakukan tes-tes dengan pengenceran serum dua kali, dan pengenceran tertinggi yang memberikan hasil positif dinyatakan sebagai titernya. Hasil kuantitatif bermanfaat untuk menentukan diagnosis, khususnya bayi yang baru lahir, dan untuk menilai efek pengobatan.

2. Tes Antibodi Treponemal

a. Tes Fluorescent Treponemal Antibodi (FTA-ABS)

Tes FTA –ABS adalah tes yang pertama kali positif pada sifilis dini, dan biasanya tetap positif bertahun-tahun setelah pengobatan efektif sifilis dini. Tes ini tidak dapat dipakai untuk menilai kemanjuran pengobatan.

b. TPHA ( Treponemal pallidum Haemoglutination Assay )

Sel darah merah diolah untuk dapat menyerap treponema pada permukaan. Bila sel darah merah tercampur dengan serum yang mengandung antibodi antitreponemal, sel ini akan menggumpal. Tes ini, spesifisitas dan kepekaannya sama dengan tes FTA-ABS, tetapi lebih lambat positif dalam masa infeksi.

c. Tes TPI (Treponema pallidum immobilization)

Antibodi spesifik dalam serum penderita setelah minggu kedua infeksi. Serum yang diencerkan dicampur dengan komplemen dan Treponema pallidum hidup yang bergerak aktif, yang diekstraksi dari testis kelinci, dan campuran ini dilihat di bawah mikroskop. Bila terdapat antibodi spesifik,

(9)

maka kuman tidak bergerak, namun dalam serum normal, kuman aktif bergerak. Tes ini sulit dikerjakan, akibatnya kini jarang dilakukan.memerlukan Treponema pallidum hidup dari hewan yang terinfeksi sehingga tes ini sulit dikerjakan (Ernest Jawetz dkk, 1996).

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2005) bahwa perbedaan viskositas krim minyak atsiri rimpang temu kunci ( Boesenbergia pandurata (Roxb) Schletcher)

Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran kooperatif dengan model ini menurut Ibrahim, dkk (2000:28) ada 4 yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir

konsep yang digunakan untuk menggambarkan berbagai konsep komputasi yang melibatkan beberapa konsep yang digunakan untuk menggambarkan berbagai konsep komputasi yang melibatkan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam praktik penegakan perlindungan hukum terhadap hak

¾ Determinasi/identifikasi Æ cabang ilmu taksonomi yang mempelajari tentang penetapan suatu jenis tumbuhan yang sama atau segolongan dengan tumbuh- tumbuhan yang telah diketahui

Berfungsi untuk mengolah gambar, berupa komputer dengan software khusus untuk medical imaging. Gambar dapat diolah tampilannya sehingga memudahkan

Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter.. Sedangkan racun rokok dalam tubuh

 Selanjutnya guru menjelaskan dengan detail kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam pembelajaran materi hari akhir sekaligus memberi kesempatan bertanya pada siswa yang masih