• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2002 Nomor 8 Seri : E Nomor : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2002 Nomor 8 Seri : E Nomor : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2002 Nomor 8 Seri : E Nomor : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG

NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG

PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BATANG,

Menimbang : a. bahwa untuk ketertiban dan kelestarian fungsi lingkungan, maka perlu mengatur Pengelolaan Sarang Burung Walet dengan penataan perizinan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a perlu

ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang ( Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2757 );

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lem-baran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 );

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419 );

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699 );

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ( Lem-baran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 );

(2)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258 );

7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang ( Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3381 );

8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Baru (Lem-baran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3542 );

9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3803 );

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838 );

11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden ( Lem-baran Negara Tahun 1999 Nomor 70 );

12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Muatan Materi Produk-produk Hukum Daerah ;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Nomor 6 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Tahun 1988 Nomor 1 Seri : C );

14. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Retribusi Pelayanan Administrasi ( Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2000 Nomor 21 Seri : B No.: 4) ;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG

(3)

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Batang;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Batang; c. Bupati adalah Bupati Batang;

d. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan sarang burung walet;

e. Izin adalah izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet yang diberikan oleh Bupati;

f. Burung walet adalah Satwa Liar yang termasuk marga collocalia yaitu collocalia fuciphagus, collocalia Gigas, collocalia maxima, dan collocalia brevirostis, collocalia vanikorensis, collocalia esculenta ;

g. Pengelolaan Burung Walet adalah rangkaian pembinaan habitat dan pengendalian burung walet di habitat alami dan di luar habitat alami;

h. Habitat Burung Walet adalah lingkungan tempat burung walet dan berkembang secara alami; i. Di Luar Habitat Alami Burung Walet adalah lingkungan tempat burung walet dan

berkembang yang diusahakan dan dibudidayakan;

j. Kawasan Hutan Negara adalah kawasan hutan lindung, hutan produksi, kawasan suaka dan kawasan pelestarian alam;

k. Lokasi adalah suatu kawasan/tempat tertentu dimana terdapat sarang burung walet baik pada habitat alami maupun di luar habitat alami;

l. Kawasan Pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam alami hayati dan ekosistemnya;

m. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya;

BAB II PERIZINAN

Pasal 2

(1) Setiap pengusaha yang akan atau telah melakukan kegiatan pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh Bupati dan dikenakan Retribusi Pelayanan Administrasi.

(4)

(2) Untuk memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha harus mengajukan permohonan izin kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Setiap permohonan izin akan diadakan peninjauan oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati. (4) Dengan memperhatikan hasil peninjauan Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Bupati

dapat menolak atau mengabulkan permohonan yang diajukan kepadanya.

(5) Dalam hal permohonan dikabulkan, maka izin harus sudah selesai diproses dalam waktu selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal diterimanya permohonan.

(6) Dalam hal dianggap perlu, Bupati dapat memperpanjang jangka waktu proses pemberian izin paling lambat 15 (lima belas) hari, terhitung sejak habisnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan memberitahukan kepada pemohon.

(7) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon izin dengan menyebutkan alasan-alasannya.

(8) Tata cara persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

BAB III

JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN Pasal 3

(1) Jangka waktu berlakunya izin ditetapkan selama usaha tersebut masih berjalan.

(2) Terhadap izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan pendaftaran ulang setiap 3 (tiga) tahun sekali dalam rangka pengendalian, pembinaan dan pengawasan oleh Bupati.

(3) Pemegang izin diwajibkan mengajukan permohonan izin baru apabila tempat tersebut diperluas atau diubah.

(4) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Bupati selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tanggal jatuh tempo.

(5) Pengusaha yang mengalihkan hak usaha dan atau kepemilikannya diwajibkan mengajukan balik nama kepada Bupati.

(6) Balik nama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), diajukan kepada Bupati selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah peralihan hak usaha dan atau kepemilikannya.

(7) Tata cara pengajuan balik nama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan oleh Bupati.

(5)

BAB IV

KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 4

(1) Pemegang izin diwajibkan :

a. menjaga ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan dan kesehatan di dalam dan di luar lingkungan tempat usahanya;

b. mencegah terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan;

c. mematuhi setiap petunjuk yang diberikan oleh instansi/petugas yang ditunjuk; d. melaporkan kepada Bupati apabila ada perubahan tempat usahanya;

e. mematuhi setiap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha dan tenaga kerja.

(2) Pemegang izin dilarang :

a. memperluas atau memindahkan usahanya tanpa izin dari Bupati; b. mengalihkan kepemilikan izin usahanya tanpa izin dari Bupati; c. menjalankan usaha selain yang ditetapkan dalam izin.

BAB V

PENCABUTAN IZIN Pasal 5

(1) Izin dicabut apabila :

a. izin diperoleh secara tidak sah;

b. pemegang izin melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dan atau kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam izin;

c. 1 (satu) bulan terhitung sejak meninggalnya pemegang izin atau terjadinya peralihan hak atas tempat usaha, ahli waris atau orang-orang yang mendapatkan hak tidak mengajukan permohonan balik nama;

d. pemegang izin tidak melakukan daftar ulang tepat pada waktunya.

(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan peringatan kepada pemegang izin.

(3) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemegang izin dengan menyebutkan alasan-alasannya.

(6)

BAB VI

KETENTUAN PIDANA Pasal 6

(1) Setiap pengusaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2), diancam pidana kurungan paling lama 6 ( enam ) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB VII

PENYIDIKAN Pasal 7

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan perizinan pengelolaan sarang burung walet, diberi wewenang khusus sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana..

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perizinan tertentu agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perizinan tertentu;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perizinan tertentu;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perizinan tertentu;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perizinan tertentu; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perizinan tertentu menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi

(7)

Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 8

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 9

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaan teknis diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 10

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Batang.

Disahkan di Batang

pada tanggal 10 Agustus 2002

BUPATI BATANG, dto

BAMBANG BINTORO

Diundangkan di Batang pada tanggal 10 Agustus 2002

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG dto

ABDUL SYUKUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2002 NOMOR 8 SERI : E NO. : 2

(8)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 8 TAHUN 2002

TENTANG

PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET I. PENJELASAN UMUM

Dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup, perlu dijaga keserasian anta usaha. Setiap usaha dan atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Kehutanan kepada Daerah. Sarang Burung Walet termasuk yang diserahkan kepada Daerah Kabupaten atau Daerah Kota. Pemerintah telah menetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999 tentang Pedoman Pengelolaan Sarang Burung Walet. Dalam rangka ketertiban, keindahan dan kenyamanan lingkungan di Kabupaten Batang, perlu ada pengaturan terhadap Pengelolaan Sarang Burung Walet.

Bahwa sehubungan dengan maksud tersebut di atas, maka perlu menetapkan Pengelolaan Sarang Burung Walet dengan Peraturan Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1

Huruf f

Yang dimaksud dengan :

- Collocalia fuciphagus adalah Walet putih; - Collocalia Gigas adalah Walet besar; - Collocalia maxima adalahWalet hitam; - Collocalia brevirostis adalah Walet gunung;

- Collocalia vanikorensis adalah Walet sarang lumut; - Collocalia esculenta adalah Walet sapi;

Pasal 2

(9)

Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. ============ ooo0ooo ==========

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di kelas III SD Negeri 19 Muara Telang mengenal sifat mustahil bagi Allah SWT yaitu masalah pemahaman belajar dimana pemahaman

a) Dalam persekutuan antar Jemaat Gereja Gerakan Pentakosta maupun antar gereja, setiap anggota jemaat terpanggil untuk mewujudkan tugas dan pelayanannya

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 7 Tahun 2001, tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

Metode inverse telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dengan penggabungan BEM dan genetic algorithm (GA) untuk keperluan deteksi korosi beton bertulang (Ridha et. Metode

Maka dari itu, dibutuhkan sebuah cara penyimpanan yang tepat setelah susu tersebut dipasteurisasi agar pengolahan yang sudah dilakukan tidak menjadi sia-sia karena suhu dan

Taman Nasional Baluran akan lebih dikenal calon wisatawan di Indonesia dengan adanya strategi promosi dan media promosi yang efektif dan efisien sehingga dapat memperkuat citra

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Piezolectric sendiri ditemukan oleh Curie bersaudara yang terdiri dari Pierre Curie dan Jacques Curie pada tahun 1880. Mereka menggabungkan pengetahuan mereka