• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tidak ada makanan yang lebih baik dari ASI bagi bayi yang baru lahir hingga beberapa bulan pertama kehidupannya. ASI merupakan makanan yang komplit dan spesifik, mengandung semua nutrisi yang diperlukan oleh bayi baru lahir dan memberikan berbagai faktor imunitas bagi bayi (Li et al, 2008).

Menyusui merupakan suatu kegiatan alamiah yang terjadi di antara ibu dengan bayinya. Menyusui dapat memberikan manfaat baik bagi ibu maupun bayi. Bayi yang disusui oleh ibunya selama 6 bulan pertama kelahiran mempunyai risiko yang lebih kecil terhadap permasalahan gastrointestinal, penyakit infeksi, alergi dan juga otitis. Manfaat menyusui bagi ibu antara lain mendapatkan amenore laktasi, mempercepat punurunan berat badan mengurangi faktor risiko osteoporosis serta dapat mencegah ibu terhadap kejadian kanker pada sistem reproduksi (Krammer dan Kakuma, 2012; Bevan et al, 2014). Oleh karena berbagai manfaat menyusui tersebut, sejak tahun 2001 WHO (World Health Organization) telah merekomendasikan untuk menyusui bayi secara ekslusif pada 6 bulan pertama dan dilanjutkan meyusui disertai pemberian makanan pendamping ASI sampai dengan dua tahun (Krammer dan Kakuma, 2012).

(2)

Menyusui bayi di Indonesia sudah menjadi budaya, akan tetapi praktik pemberian ASI secara ekslusif masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai hambatan untuk menyusui secara ekslusif telah diungkap dalam berbagai penelitian. Hambatan menyusui secara ekslusif dilihat dari faktor ibu diantaranya adalah dapat berasal dari tingkat pendidikan yang masih kurang, faktor budaya serta kurangnya kesadaran masyarakat (Bevan dan Brown, 2014). Kurangnya support system, persepsi bahwa ASI tidak cukup, ibu atau bayi yang sakit serta ibu yang kembali bekerja juga dapat menjadi faktor yang menghambat pemberian ASI (Olang et al, 2012; Brand et al., 2011).

Meskipun diketahui berbagai manfaat menyusui, akan tetapi angka cakupan menyusui di dunia masih tergolong rendah. Di Amerika Serikat angka cakupan menyusui ekslusif pada tahun 2010 adalah sekitar 43,4%, di Jerman sekitar 50% bayi disusui sampai dengan 6 bulan, sedangkan di Inggris sekitar 20 % bayi yang menerima ASI saja sampai dengan 6 bulan (Ahluwalia, 2012; Van den Berg et al, 2008).

Data pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012, didapatkan bahwa cakupan ASI ekslusif pada tahun 2012 adalah sebesar 48,6%. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2012 menunjukkan cakupan pemberian ASI ekslusif hanya sekitar 25,6%. Bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 45,18%, maka cakupan ASI ekslusif ini mengalami penurunan. Kota Surakarta mempunyai cakupan menyusui ekslusif tertinggi di Jawa Tengah yaitu sebesar 46,1%. Puskesmas Ngoresan pada tahun yang sama cakupan ASI ekslusifnya adalah 58%. Cakupan ini meskipun

(3)

sudah termasuk cukup tinggi tetapi angka ini masih jauh dari target nasional yang diharapkan yaitu sebesar 80%.

Untuk meningkatkan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan menyusui ekslusif maka berbagai penelitian telah dilakukan dengan tujuan mengungkap faktor yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan IMD dan menyusui secara ekslusif. Faktor yang dapat menunjang pelaksanaan IMD dan menyusui secara ekslusif diantaranya adalah kondisi sosial dan demografi dari ibu, kebijakan dan praktik pada ruang perawatan, kelompok pendukung menyusui, pendidikan kesehatan tentang menyusui dan pengaruh pandangan lingkungan serta norma subjektif yang diterima ibu misalkan dari tenaga kesehatan dan keluarga yang akan mempengaruhi pola pemberian makanan untuk bayi (Manganaro et al, 2008; Dyson et al, 2008; Chen et al., 2008; Swanson dan Power, 2005).

Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan cakupan menyusui secara ekslusif ini. Pada tingkat dunia terdapat rekomendasi ASI ekslusif dari WHO dan UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) untuk memberikan ASI saja tanpa campuran makanan dan minuman tambahan lain sampai dengan 6 bulan serta meneruskan menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI usia 2 tahun atau lebih sesuai kebutuhan (Krammer dan Kakuma, 2012). Sedangkan di Indonesia sendiri upaya untuk meningkatkan cakupan menyusui antara lain adalah dengan diterbitkannya SK Menteri Kesehatan No. 450/ Menkes/ SK/ IV/ 2004 dan adanya PP Nomor 33

(4)

Tahun 2012 serta adanya penerapan program sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui pada institusi pelayanan kesehatan dan masyarakat.

Salah satu langkah dalam keberhasilan menyusui adalah dengan merujuk ibu pada kelompok pendukung (KP) setelah ibu pulang dari pelayanan kesehatan. Keberadaan KP bagi ibu menyusui adalah faktor penting yang dapat menunjang keberhasilan ibu untuk menyusui. Berbagai alasan dikemukakan oleh ibu bahwa dengan adanya KP tersebut, maka ibu dapat berkomunikasi dengan baik, saling mempercayai, meningkatkan kepercayaan diri serta adanya penghargaan dari anggota kelompok (Bevan dan Brown, 2014). Keberadaan dukungan sebaya pada ibu menyusui ini juga dapat meningkatkan IMD, durasi menyusui secara ekslusif serta kepuasan ibu dengan menyusui (Vari et al., 2000; Lawrence, 2000).

Berbagai penelitian yang ada seperti penelitian di Uganda menunjukkan bahwa konseling yang dilakukan oleh konselor sebaya akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Ibu-ibu merasa senang karena ada seseorang yang bisa membantu dalam permasalahan menyusui. Suasana saling memberi dukungan akan lebih mudah terbangun bila kelompok sebaya mempunyai pengalaman dan situasi lingkungan yang sama (Nankunda et al., 2006). Youens et al. (2014) menyampaikan bahwa pendukung sebaya dapat menjadi salah satu bagian dalam mendukung dan memberdayakan ibu dengan pilihan mereka untuk menyusui. Sedangkan Laksmi (2011) mengatakan bahwa ibu yang mengikuti pertemuan pada KP Ibu lebih dari 3 kali lebih berpeluang untuk dapat memberikan ASI secara ekslusif. Sehingga hal ini menyatakan bahwa keberadaan sebuah kelompok

(5)

pendukung untuk menyusui bisa menjadi salah satu faktor yang menunjang keberhasilan ibu untuk menyusui.

Pemerintah Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta juga telah berupaya meningkatkan cakupan angka menyusui ekslusif ini. Sejak tahun 2010 Dinas Kesehatan Kota Surakarta telah mengembangkan program Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu) sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan cakupan menyusui secara ekslusif di Surakarta. Program ini merupakan replikasi program untuk meningkatkan cakupan IMD dan menyusui Ekslusif yang diadopsi dari pemerintah Kabupaten Bantul Yogyakarta.

Kelurahan Jebres sebagai wilayah kerja Puskesmas Ngoresan merupakan salah satu kelurahan dari dua kelurahan (Semanggi dan Jebres) yang menjadi rintisan awal program pengembangan KP Ibu di wilayah Surakarta. Program ini semula dilaksanakan oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Yayasan KAKAK dan Mercy Corps, dua LSM yang mempunyai konsentrasi terhadap isue tentang ASI. Hanya saja sejak konsep KP Ibu ini diterima sebagai program Pemerintah Kota Surakarta, maka KP Ibu menjadi kegiatan yang pelaksanaannya dikoordinasi oleh Pemerintah Kota Surakarta. Selain kerjasama dengan LSM tersebut, maka program ini juga melibatkan partisipasi berbagai pihak seperti Bapeda (Badan Pemerintah Daerah), Bapermas (Badan Permusyawaratan Masyarakat) dan kader PKK serta masyarakat. Jumlah KP Ibu ini juga mengalami peningkatan, dari 4 KP Ibu di tahun 2009, menjadi 34 KP Ibu di tahun 2010 dan pada tahun 2011 hingga sekarang jumlah total KP Ibu di Surakarta adalah 67 KP Ibu (Sholikhah, 2012).

(6)

Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan Kota Surakarta terdapat 12 KP Ibu. KP Ibu ini dipandu oleh kurang lebih 2-3 orang motivator yang sebelum melaksanakan tugasnya mereka mengikuti pelatihan kemudian selanjutnya dilakukan pembinaan dan mentoring oleh pembina KP Ibu Puskesmas Ngoresan. Pertemuan KP Ibu biasanya dilakukan antara 1-2 kali perbulan dengan sasaran KP Ibu adalah ibu hamil dan ibu menyusui bayi usia 0-6 bulan.

Keberadaan KP Ibu diharapkan bisa menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan capaian ASI ekslusif dan IMD di Surakarta. Meskipun diketahui terdapat KP Ibu yang berjalan dengan rutin dan pelaksanaan kegiatan lebih awal bila dibandingkan dengan KP Ibu di wilayah kerja Puskesmas yang lain, namun sampai saat ini diketahui bahwa cakupan ASI ekslusif di wilayah Puskesmas Ngoresan masih sekitar 58%. Oleh karena itu, menarik untuk dicermati apakah keberadaan KP Ibu di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan ini sudah berjalan sesuai dengan peran yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah penilaian peserta KP Ibu tentang peran KP Ibu terhadap perilaku pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan Kota Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Angka capaian ASI ekslusif di Indonesia masih dirasa cukup rendah. Salah satu upaya merubah perilaku menyusui pada ibu dapat dilaksanakan melalui peningkatan pengetahuan ibu untuk dapat memberikan ASI secara ekslusif. Hal

(7)

ini dapat dilakukan pada pertemuan KP Ibu, sehingga keberadaan KP Ibu diharapkan dapat mempunyai peran yang positif untuk meningkatkan pengetahuan serta kepatuhan ibu dalam pelaksanaan ASI ekslusif di wilayah Surakarta. Pada kenyataannya sampai dengan saat ini, pelaksanaan ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan masih belum tercapai seperti yang diharapkan. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah penilaian peserta KP Ibu tentang peran KP Ibu terhadap perilaku Ibu dalam pemberian ASI ekslusif?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis peran KP Ibu terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan Kota Surakarta menurut penilaian peserta KP Ibu.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh peran KP Ibu terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif.

b. Menganalisis pengaruh dukungan suami terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif.

c. Menganalisis pengaruh dukungan tenaga kesehatan terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif.

d. Menganalisis pengaruh dukungan sosial terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif.

(8)

e. Menganalisis pengaruh yang paling kuat dari faktor peran KP Ibu, dukungan suami, dukungan tenaga kesehatan dan dukungan sosial terhadap perilaku pemberian ASI esksklusif

D. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian ini, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat secara:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam memperkaya dan memperluas ilmu pengetahuan tentang salah satu faktor yang menunjang pemberian ASI ekslusif khususnya mengenai KP Ibu. 2. Praktis

a) Bagi Puskesmas Ngoresan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan menyusui ekslusif serta landasan ilmiah tentang peran KP Ibu di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan Kota Surakarta

b) Bagi peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam menambah wawasan terutama mengenai peran KP Ibu untuk menunjang pemberian ASI ekslusif serta sebagai masukan bagi peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian yang lebih lanjut atau serupa.

(9)

c) Bagi Profesi Kesehatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan landasan ilmiah tentang peran KP Ibu terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan referensi yang ada, penelitian tentang penilaian peserta KP Ibu mengenai peran KP Ibu terhadap perilaku pemberian ASI ekslusif belum pernah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan, sedangkan beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

1. Dewi, D.P. 2012. Pengaruh Kelompok Pendukung (KP) Ibu Terhadap Pengetahuan dan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI dan MP ASI Serta Status Gizi Balita 6-24 Bulan. Metode penelitian dengan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian: Terdapat perbedaan pengetahuan tentang ASI dan MP ASI antara ibu yang mengikuti KP Ibu dengan Ibu yang tidak mengikuti KP Ibu. Tidak ada pengaruh kelompok pendukung Ibu terhadap perilaku ibu dan status gizi balita. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel dan metode penelitian

2. Nugroho, A. 2010. Peranan kelompok Pendukung Ibu dalam Upaya Peningkatan Cakupan ASI ekslusif: Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Peran Kelompok Pendukung Ibu dalam Program Peningkatan ASI ekslusif di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Metode Penelitian deskriptif kualitatif. Hasil Penelitian: faktor-faktor yang dapat

(10)

menyebabkan rendahnya capaian ASI ekslusif di kelurahan Semanggi adalah pengetahuan, kepercayaan, budaya masyarakat, promosi susu formula dan Pengaruh penolong persalinan sedangkan peran KP Ibu adalah peran edukasi dan informasi, tempat berinteraksi serta membangun kepercayaan diri, memberikan sikap positif dan tidak menghakimi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan, metode penelitian dan subjek penelitiannya.

3. Pawestri dan Sulistyaningsih. 2012. Efektivitas Peran Kelompok Pendukung Ibu Terhadap Pemberian ASI ekslusif. Metode Penelitian survei dengan pendekatan retrospektif. Hasil penelitian menunjukkan Peran KP Ibu Efektif terhadap Pemberian ASI ekslusif, terdapat perbedaan antara ibu yang mengikuti KP Ibu dan Ibu yang tidak mengikuti KP Ibu dalam pemberian ASI ekslusif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel dan subyek penelitian.

4. Maryani, T. 2010. Analisis Kinerja Motivator Menyusui dalam Mengelola Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu) sebagai Upaya Peningkatan Pemberian ASI ekslusif di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan disain cross sectional. Variabel dependen kinerja motivator menyusui dalam mengelola KP Ibu dan variabel independen meliputi pengetahuan, motivasi, supervisi, beban kerja dan ketersediaan sarana prasarana. Hasil: motivasi dan supervisi merupakan faktor yang berpengaruh secara bersama-sama dan faktor yang paling dominan adalah motivasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel dependen dan independennya serta tempat penelitian.

(11)

5. Laksmi, T. 2011. Hubungan Kelompok Pendukung ibu Terhadap perilaku Menyusui di Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Metode: Rancangan penelitian potong lintang dengan menggunakan data sekunder Knowledge Practice Coverage Survey 2009 di kelurahan Banguntapan, kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul Yogyakarta. Hasil: Responden yang pernah mengikuti KP Ibu lebih dari 3 kali berpeluang untuk memberikan ASI secara ekslusif hampir dua kali lipat bila dibandingkan ibu yang tidak mengikuti KP Ibu. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel, tempat penelitian dan metode penelitian.

6. Nankunda et al. 2006. Community based peer counsellors for support of exclusive breastfeeding: experiences from rural Uganda. Metode: Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan FGD terhadap partisipan ataupun informan kunci. Hasil: Peserta pelatihan menghargai pengetahuan yang diperoleh dan membahas kepercayaan budaya yang mempengaruhi menyusui. Mereka mengidentifikasi masalah menyusui umum sebagai "ASI tidak cukup", puting sakit, pembengkakan payudara, mastitis dan posisi yang salah pada payudara. Selanjutnya mereka mengamati bahwa sebagian besar masalah ini mereda dengan posisi yang benar bayi pada payudara. Kesimpulan: Pelatihan dan tindak lanjut dari konselor sebaya untuk mendukung pemberian ASI ekslusif di distrik pedesaan ini adalah layak. Para konselor sebaya dapat diterima oleh komunitas mereka. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada subyek, metode dan juga tempat penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

1.03.01 Dinas PU Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2014 Pembangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat di Taman Bambu Runcing Kecamatan Langsa Kota 1 Keg. Belanja Modal

“Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Dampak Pemberian MP-ASI Pada Bayi Dibawah Usia 6 Bulan” karena diketahui di Kelurahan Tlogosari Wetan masih banyak bayi sebelum usia 6 bulah

Namun, penelitian yang akan dilakukan memiliki masalah penelitian dan populasi penelitian yang berbeda, yaitu persepsi ibu pekerja yang sedang menyusui di FK UGM

Artinya variable lingkungan kerja mempunyai pengaruh dominan terhadap prestasi kerja pegawai pada Kantor Kesekertariatan Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

Modul ini dikembangkan dengan tujuan agar mahasiswa mengerti, memahami masalah Penggunaan Obat yang Rasional ( POR ); memahami dan berkemampuan cara mengidentifikasi masalah POR;

Kelas eksperimen memiliki sikap kreatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan kriteria “cukup” yang dapat dilihat dari rata-rata nilai siswa disetiap

Dengan demikian dinyatakan Penelitian Tindakan Kelas ini telah mencapai target keberhasilan pada siklus ke II yang berakhir pada pertemuan ke 2, karena hal itulah