• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Komposisi Susu Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein yang Disuplementasi 3% Susu Bubuk Afkir pada Masa Awal Laktasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Produksi dan Komposisi Susu Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein yang Disuplementasi 3% Susu Bubuk Afkir pada Masa Awal Laktasi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

325

Produksi dan Komposisi Susu Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein

yang Disuplementasi 3% Susu Bubuk Afkir pada Masa Awal Laktasi

Rochijan

1

*, B. Rustamadji

1

dan Kustono

1

1) Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna No.3, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

*Contact email: rochijan@mail.ugm.ac.id

Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi 3% susu bubuk afk ir terhadap

produk si dan k omposisi susu sapi perah Peranak an Friesian Holstein (PFH) awal lak tasi. Delapan ek or sapi perah PFH awal lak tasi dibagi menjadi dua k elompok sehingga tiap k elompok terdiri dari empat ek or, yaitu k elompok k ontrol dan k elompok perlak uan. Pak an yang diberik an adalah hijauan dan k onsentrat dengan perbandingan 60 : 40. Kelompok k ontrol mendapatk an k onsentrat dengan k andungan BK 80,00%, PK 11,52% dan TDN 68,08%, sedangk an k elompok perlakuan mendapatkan k onsentrat dengan k andungan BK 82,90%, PK 15,52% dan TDN 73,53%. Air minum diberik an secara ad libitum. Data k onsumsi nutrien, produk si dan k omposisi susu yang diperoleh dianalisis dengan Uji Independent Sample T-test. Hasil penelitian menunjuk k an bahwa produk si susu (16,01 ± 2,43 vs. 20,92 ± 5,16 L/ek or/hari), produk si 4% FCM (16,39 ± 2,70 vs. 21,46 ± 5,53 k g/ek or/hari), k adar lemak (3,96 ± 0,25 vs. 3,97 ± 0,19%), k adar protein (3,18 ± 0,09 vs. 3,25 ± 0,17%), k adar lak tosa (4,18 ± 0,12 vs. 4,17 ± 0,12%), k adar solid non fat (7,56 ± 0,21 vs. 7,66 ± 0,27%) dan k adar total solid (11,50 ± 0,42 vs. 11,63 ± 0,17%) antara k elompok k o ntrol dan perlak uan tidak menunjuk k an pengaruh yang nyata terhadap pemberian suplementasi 3% susu bubuk afk ir pada sapi perah awal lak tasi. Pemberian suplementasi 3% susu bubuk afk ir dengan k andungan protein dan energi yang lebih tinggi pada sapi perah Peranak an Friesian Holstein awal lak tasi tidak berpengaruh nyata terhadap produk si dan k omposisi susu, walaupun demik ian pada k elompok perlak uan ada tendensi k enaik an pada parameter yang diuk ur.

Kata Kunci: suplementasi, sapi perah, susu bubuk afk ir, produk si dan k omposisi susu.

Abstract – This study was conducted to determine the effect of supplementation 3 % outdated milk powder to milk

production and composition of early lactation Friesian Holstein Crossbred (PFH). Eight early lactation Friesian Holstein Crossbred (PFH) cows were divided into two groups. Four animal s were used as a control group and another group as treatment object. The feed for cattle is forages and concentrates with a ratio of 60 : 40. The control group getting concentrate containing dry matter (DM) 80.00%, crude protein (CP) 11.52% and total digestible nutrien (TDN) 68.08%, while the treatment group getting concentrate containing dry matter (DM) 82.90%, crude protein (CP) 15.52% and total digestible nutrien (TDN) 73.53%. Water was given by ad libitum. Data nutrient consumption, milk production and composition were tested using T-test analysis. Result showed that milk production (16.01 ± 2.43 vs. 20.92 ± 5.16 L/head/day), 4% FCM (16.39 ± 2.70 vs. 21.46 ± 5.53 k g/head/day), fat content (3.96 ± 0.25 vs. 3.97 ± 0.19%), protein content (3.18 ± 0.09 vs. 3.25 ± 0.17%), lactose content (4.18 ± 0.12 vs. 4.17 ± 0.12%), solid non fat content (7.56 ± 0.21 vs. 7.66 ± 0.27%) and total solid content (11.50 ± 0.42 vs. 11.63 ± 0.17%) between control and treatment were not significant to supplementation 3% outdated milk powder on early lactation dairy cattle. Supplementation 3% outdated milk powder with high protein and energy content on early lactation Friesian Holstein Crossbred are not significant on milk production and composition, although the treatment group there are a tendency to increase in the measured parameter.

Keywords: supplementation, dairy cattle, outdated milk powder, milk production and composition.

1. PENDAHULUAN

Periode awal laktasi atau 3 bulan pertama laktasi merupakan periode kritis bagi produktivitas sapi perah, dimana sering ditandai dengan tidak tercukupinya kebutuhan nutrien khususnya bagi sapi perah berproduksi tinggi. Sapi perah tersebut membutuhkan nutrien dari pakan dalam jumlah yang tinggi pada saat laktasi, yaitu kira-kira 3 sampai 7 kali dari saat sapi dalam kondisi fisiologis kering. Apabila pakan yang diberikan tidak mencukupi, baik dari segi jumlah maupun mutunya,

maka sapi akan memanfaatkan persediaan zat-zat makanan yang ada di dalam tubuh dengan cara memobilisasi energi yang tersimpan di dalam jaringan tubuh. Sebagai akibat proses mobilisasi tersebut, maka sapi akan menjadi kurus, kondisi tubuh yang demikian akan berdampak terhadap turunnya kinerja produksi dan reproduksi ternak [1].

Usaha peningkatan produksi susu agar mencapai hasil yang optimal, maka diperlukan sapi perah dengan faktor genetik yang tinggi, juga harus memperhatikan faktor lingkungan dan manajemen

(2)

326

(pakan, pemeliharaan dan iklim), serta tata laksana yang baik. Kualitas dan manajemen pakan yang baik dalam arti mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi untuk memacu produktivitas ternak perlu dikaji lebih dalam mengingat feed cost adalah biaya paling tinggi dalam sebuah manajemen pengelolaan ternak perah dan sangat berpengaruh bagi produksi susu yakni komposisi susu yang nantinya akan berpengaruh terhadap harga susu tersebut.

Upaya perbaikan nutrisi sapi perah, diantaranya dengan meningkatkan kualitas konsentrat yang dikonsumsi. Peningkatan kualitas konsentrat dapat dilakukan dengan cara memberikan suplemen pakan konsentrat yang berkualitas tinggi, sehingga diperoleh perbaikan mutu konsentrat yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan ternak. Suplemen susu bubuk afkir adalah sebuah by product yang dihasilkan dari Industri Pengolahan Susu, yang masih mengandung nilai gizi dengan kandungan protein dan energi yang lebih tinggi, sehingga mampu memacu produksi dan komposisi susu yang lebih baik sesuai dengan kemampuan genetiknya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi 3% susu bubuk afkir terhadap produksi dan komposisi susu (kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, kadar solid non

fat, dan kadar total solid) sapi perah Peranakan

Friesian Holstein (PFH) awal laktasi.

2. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Murten, Sleman dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Chemix Pratama, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan delapan ekor sapi perah PFH awal laktasi. Ternak dibagi dua kelompok (kontrol dan perlakuan) yang dipelihara pada kandang permanen berlantai semen model stanchion bran yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Pakan yang diberikan (Tabel 1) berupa hijauan rumput raja (King grass), konsentrat kontrol dari koperasi Warga Mulya dan konsentrat dengan suplemen susu bubuk afkir. Pemberian pakan hijauan dan konsentrat dengan perbandingan 60 : 40. Air diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan diberikan dua kali sehari, yaitu pagi (07.30)

dan sore (16.30) hari, pakan hijauan dicacah dengan ukuran 10 - 15 cm.

Pemerahan dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi (05.30) dan siang (15.30) hari. Hasil setiap kali pemerahan tiap ternak ditampung dan diukur produksinya. Selanjutnya diambil sampel secara proporsional setiap kali pemerahan yang selanjutnya hasil pemerahan pagi dan siang hari dibawa ke laboratorium untuk dianalisis komposisinya.

Variabel yang diamati adalah produksi susu harian dan komposisi susu (kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, kadar solid non fat dan kadar

total solid). Analisis data

Data produksi dan komposisi susu dianalisis dengan Uji Independent Sample T-test

menggunakan Statistical Program for Social

Science atau SPSS [2].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien

Pengaruh perlakuan suplementasi 3% susu bubuk afkir terhadap konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan total digestible

nutrient (TDN dapat dilihat pada Tabel 2. Konsumsi bahan kering dan bahan organik

Konsumsi bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) pada kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok perlakuan yaitu BK 15,59 ± 1,75 vs. 18,81 ± 2,75 kg/ekor/hari dan BO 12,59 ± 1,75 vs. 15,81 ± 2,75 kg/ekor/hari. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi susu bubuk afkir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi BK dan BO (P>0,05). Pemberian konsentrat yang telah diberi tambahan susu bubuk afkir dengan BK 82,90% dan BO 90,02% pada kelompok perlakuan menyebabkan tingginya angka konsumsi BK dan BO. Konsumsi BO sangat berhubungan erat dengan konsumsi BK dan BO dapat digunakan sebagai sumber energi. Hal ini sejalan dengan pendapat Van Soest [3] yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsumsi bahan kering maka akan semakin tinggi konsumsi bahan organiknya. Parakkasi [4] menyatakan bahwa salah

Tabel 1. Komposisi bahan pakan dalam penelitian*)

Komposisi Nutrien Bahan Pakan (%)

Rumput raja Konsentrat kontrol Konsentrat suplemen

Bahan kering (BK) 20,05 80,00 82,90

Bahan organik (BO) 87,78 89,50 90.02

Protein kasar (PK) 9,02 11.52 15,52

Serat kasar (SK) 31,38 18,30 13,65

Lemak kasar LK) 1,03 1,41 1,69

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 46,35 58,27 59,16

Total digestible nutrient (TDN) 51,19 68,08 73,53

(3)

327

satu yang mempengaruhi konsumsi adalah kualitas pakan, pakan yang berkualitas baik mempunyai tingkat konsumsi relatif tinggi dibandingkan pakan yang berkualitas rendah. Menurut NRC [5], konsumsi BK dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: berat badan, tingkat produksi susu d an kualitas bahan pakan, konsumsi bahan kering sapi perah laktasi berkisar antara 2,25 - 4,32% dari berat badan.

Konsumsi protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar

Konsumsi protein kasar (PK) pada kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok perlakuan y aitu 1.91 ± 0,50 vs. 2,99 ± 0,68 kg/ekor/hari. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi susu bubuk afkir memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi PK (P<0,05). Suplemen susu bubuk afkir sebagai sumber protein mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga pemberiannya meningkatkan kandungan PK pada pakan kelompok perlakuan menjadi 15,52%, dan meningkatkan konsumsi nutriennya. Van Soest [3] menyatakan bahwa konsumsi protein kasar tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah konsumsi BK pakan, tetapi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan, kecernaan, fermentasi di dalam rumen, enzim pencernaan, metabolisme oleh mikrobia rumen serta kualitas pakan tersebut. Chan et al. [6] melaporkan bahwa beberapa macam suplemen lemak dan protein yang tidak diproteksi, didapat bahwa konsumsi PK tidak signifikan, dikarenakan bahwa kerja dari sintesis mikrobia dalam rumen menjadi tidak efektif dan efisien bila diberikan pakan dengan penambahan suplemen lemak.

Konsumsi serat kasar (SK) pada kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok perlakuan yaitu 5,23 ± 1,52 vs. 6,29 ± 2,92 kg/ekor/hari. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi susu bubuk afkir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi SK (P>0,05). Konsumsi SK dipengaruhi oleh konsumsi BK pakan dan kandungan SK pakan. Pada pakan kelompok kontrol dan perlakuan kandungan serat kasarnya terlihat berbeda, tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Menurut Harvatine dan Allen [7], bahwa penambahan suplemen atau asam lemak

pada pakan tidak diperoleh hasil yang signifikan terhadap konsumsi serat kasar, meskipun terjadi peningkatan atau penurunan kandungan nutriennya. Konsumsi lemak kasar (LK) pada kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok perlakuan yaitu 0,57 ± 0,06 vs. 0,67 ± 0,07 kg/ekor/hari. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi susu bubuk afkir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi LK (P>0,05). Suplemen susu bubuk afkir yang juga masih mengandung lemak, sehingga pemberiannya dapat meningkatkan kandungan LK pada pakan kelompok perlakuan menjadi 1,69%, walaupun tidak meningkatkan konsumsi nutriennya. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Harvatine dan Allen [7], bahwa dengan penambahan asam lemak pada pakan akan meningkatkan konsumsi lemak.

Konsumsi total digestible nutrient (TDN)

Konsumsi total digestible nutrient (TDN) pada kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok perlakuan yaitu 28,12 ± 2,92 vs. 32,38 ± 3,49 kg/ekor/hari. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi susu bubuk afkir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi TDN (P>0,05). Menurut Siregar [8] banyak sedikitnya konsumsi TDN dipengaruhi oleh nutrien dalam pakan karena total digestible nutrient merupakan jumlah energi yang dapat dicerna yang berasal dari kandungan nutrien pakan. Konsumsi TDN akan mengikuti pola konsumsi BK, hal ini disebabkan karena jumlah TDN terkonsumsi akan meningkat atau menurun sejalan dengan tinggi rendahnya konsumsi BK. Santos et al. [9] menambahkan bahwa konsumsi pakan sapi perah juga dipengaruhi oleh produksi susu.

Produksi Susu

Rata-rata produksi susu dan produksi 4% FCM sapi perah kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tercantum pada Tabel 3.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi susu dan produksi 4%

Tabel 5. Rata-rata konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan penyusun bahan organik pada sapi perah selama penelitian

Parameter Kelompok (kg/ekor/hari) Signifikan

Statistik

Kontrol Perlakuan

Bahan kering (BK) 15,59 ± 1,75 18,81 ± 2,75 ns

Bahan organik (BO) 12,59 ± 1,75 15,81 ± 2,75 ns

Protein kasar (PK) 1,91 ± 0,50 2,99 ± 0,68 *

Serat kasar(SK) 5,23 ± 1,52 6,29 ± 2,92 ns

Lemak kasar (LK) 0,57 ± 0,06 0,67 ± 0,07 ns

Total digestible nutrient (TDN) 28,12 ± 2,92 32,38 ± 3,49 ns ns = tidak berbeda nyata (P>0,05),

(4)

328

FCM. Rata-rata produksi susu untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 16,01 ± 2,43 vs. 20,92 ± 5,16 L/ekor/hari. Tingginya produksi susu merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan keberhasilan manajemen pemeliharaan sapi perah. Kecenderungan tingginya produksi susu kelompok perlakuan disebabkan sapi kelompok perlakuan mendapat pakan yang kualitasnya lebih tinggi daripada kelompok kontrol, sehingga perkembangbiakan mikrobia rumen lebih optimal, serta suplai energi dan asam amino untuk sintesis susu lebih tinggi. Budi [10] melaporkan bahwa kekurangan energi yang cukup drastis akan menurunkan produksi susu. Sapi akan memenuhi kebutuhan hidup pokoknya lebih dahulu sebelum kebutuhan akan menghasilkan produksi susu dan kebutuhan reproduksi.

Konversi produks i susu 4% FCM tidak menunjukkan pengaruh yang nyata antara kedua kelompok, karena produksi susu juga tidak menunjukkan pengaruh nyata diantara kedua kelompok tersebut. Dalam mengkonversikan produksi susu 4% FCM sangat dipengaruhi oleh produksi susu dan produksi lemak susu. Rata-rata produksi 4% FCM untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 16,39 ± 2,70 vs. 21,46 ± 5,53

kg/ekor/hari. Pada Gambar 1 menunjukkan persistensi produksi susu selama penelitian, yang menunjukkan bahwa produksi susu kelompok kontrol lebih rendah daripada kelompok perlakuan.

Suharyono et al. [11] melaporkan bahwa suplementasi pakan yang mengandung protein dan energi tinggi, dimana nutrien yang ditambahkan dapat ikut tercerna atau membantu pencernaan adalah salah satu alternatif untuk meningkatkan konsumsi energi pada ternak dengan ransum tinggi serat kasar. Energi merupakan faktor utama yang membatasi produksi susu. Konsumsi energi dapat ditingkatkan dengan s uplementasi energi pada ransum. Kekurangan energi pada sapi perah laktasi akan berakibat pada penurunan produksi susu dan kehilangan bobot badan. Akan tetapi pemberian sumber energi yang tidak diimbangi dengan pemberian protein, akan berdampak pada postur tubuh ternak yang terlihat terlalu gemuk (berlemak). Suplementasi pakan yang seimbang dapat meningkatkan sintesis produksi susu karena prekursor untuk pembentukan susu tersedia [12], melalui peningkatan sintesa protein mikrobia rumen, peningkatan daya cema di intestinum dan peningkatan konsumsi pakan.

Komposisi Susu

Rata-rata komposisi susu (kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, kadar solid non fat dan kadar

total) sapi perah kelompok kontrol dan perlakuan

yang diberi suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tercantum pada Tabel 3.

Kadar lemak

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak susu. Rata-rata kadar lemak susu untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 3,05 ± 0,19 vs. 2,88 ± 0,17%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir tidak menyebabkan terjadinya perubahan lemak susu,

yang dapat dilihat bahwa nilai diantara kedua kelompok tersebut hampir sama. Kadar lemak susu sangat tergantung dari ketersediaan asam-asam lemak rantai pendek (C2 sampai C14) dan (C16 dan C18), yang ditentukan oleh perbandingan antara hijauan dengan konsentrat. Makin tinggi konsumsi hijauan maka kadar lemak akan semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi konsumsi konsentrat akan menurunkan kadar lemak susu. Menurut Badan Standarisasi Nasional [13] dalam SNI 3141.1:2011 menginformasikan bahwa indikator susu segar yang sesuai standar kesehatan ialah mempunyai minimal kadar lemak sebesar 3,0%.

Nutrien lemak yang diperoleh dari absorpsi usus halus yang berada dalam darah dan dari fermentasi mikrobia rumen digunakan sepenuhnya untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga kadar

(5)

329

lemak susu menjadi rendah. Schor dan Gagliostro [14] melaporkan bahwa pakan dengan kandungan serat kasar tinggi akan meningkatkan kandungan lemak, karena serat kasar akan difermentasikan oleh mikrobia rumen menjadi VFA juga sebagai prekursor pembentukan lemak susu.

Kadar protein

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein susu. Rata-rata kadar protein susu untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 3,18 ± 0,09 vs. 3,25 ± 0,17%. Bath el al. [15] melaporkan bahwa kisaran normal kadar protein susu adalah 2,7 sampai 4,8%, sehingga kadar protein susu kedua kelompok kontrol berada dikisaran normal. Menurut Badan Standarisasi Nasional [13] dalam SNI 3141.1:2011 menginformasikan bahwa indikator susu segar yang sesuai standar kesehatan ialah mempunyai minimal kadar protein sebesar 2,80%. Kadar protein tersebut, membuktikan bahwa pemanfaatan asam amino (AA) melalui proses glukoneogenesis menjadi glukosa sebagai sumber energi bagi ternak telah terpenuhi, sehingga ketersediaan AA untuk sintesis protein susu juga telah terpenuhi.

Menurut Widyobroto [16], produksi dan komposisi susu pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik (bangsa, individu, umur, lama laktasi) dan lingkungan (iklim, pakan, penyakit, perawatan). Produksi, kadar lemak dan protein susu sangat sensitif terhadap jumlah, komposisi dan nilai nutrisi ransum yang diberikan, meskipun respon komposisi protein tidak secepat pada kadar lemak susu. Protein susu disintesis dalam kelenjar susu dari prekursor yang tersedia dan pada umumnya ketersediaan asam amino metionin dan lisin merupakan faktor pembatas sintesis produksi susu [17]. Sumber asam amino yang tercerna di intestinum pada sapi perah berasal dari dua sumber utama, yaitu protein mikrobia hasil sintesis di dalam rumen dan protein pakan yang tidak terdegradasi di dalam rumen [16].

Kadar laktosa

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar laktosa susu. Rata-rata

kadar laktosa susu untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 4,18 ± 0,12 vs. 4,17 ± 0,12%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian 3% susu bubuk afkir tidak menyebabkan terjadinya perubahan laktosa susu. Kadar laktosa di dalam susu pada sapi perah Friesian Holstein sekitar 4,60% dan ditemukan dalam keadaan larut, laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Sifat air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa [18].

Kadar laktosa berhubungan dengan protein dan lemak susu, sehingga tinggi rendahnya laktosa susu dikarenakan juga karena tinggi rendahnya protein susu yang dipengaruhi oleh konsumsi nutrien pada sapi perah, sebab nutrien yang diperoleh dari pakan digunakan terlebih dahulu untuk hidup pokok seperti pertumbuhan dan perkembangan sel dan jaringan baru kemudian untuk reproduksi dan produksi susu. Ma’arif [19] menyatakan bahwa respon dari kenaikan asam propionat sebagai akibat penambahan pakan konsentrat akan cenderung mendorong sapi perah menggunakan energi yang tersedia untuk deposisi lemak tubuh daripada untuk sintesis susu.

Kadar solid non fat

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar solid non fat susu. Rata-rata kadar solid non fat susu untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 7,56 ± 0,21 vs. 7,66 ± 0,27%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan 3% susu bubuk afkir tidak menyebabkan terjadinya perubahan SNF susu. Perubahan kadar SNF paling besar disebabkan oleh perubahan kadar protein susu, bila kadar protein susu meningkat maka kadar SNF juga akan meningkat.

Menurut Badan Standarisasi Nasional [13] dalam SNI 3141.1:2011 menginformasikan bahwa indikator susu segar yang sesuai standar kesehatan ialah mempunyai minimal kadar SNF sebesar 7,80%. Rata-rata kadar SNF susu dalam penelitian lebih rendah dari kisaran tersebut. Bahan kering tanpa lemak (SNF) tersusun atas protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Penurunan kadar

solid non fat (SNF) atau rendahnya kadar tersebut

diduga disebabkan oleh faktor prioritas penggunaan

Tabel 3. Rata-rata produksi susu, 4% FCM dan komposisi susu

Parameter Kelompok Signifikan

Statistik

Kontrol Perlakuan

Produksi susu (L/ekor/hari) 16,01 ± 2,43 20,92 ± 5,16 ns

Produksi 4% FCM (kg/ekor/hari) 16,39 ± 2,70 21,46 ± 5,53 ns

Kadar lemak (%) 3,96 ± 0,25 3,97 ± 0,19 ns

Kadar protein (%) 3,18 ± 0,09 3,25 ± 0,17 ns

Kadar laktosa (%) 4,18 ± 0,12 4,17 ± 0,12 ns

Kadar solid non fat (%) 7,56 ± 0,21 7,66 ± 0,27 ns

(6)

330

ns = tidak berbeda nyata (P>0,05).

glukosa yang berasal dari penambahan susu bubuk afkir ke dalam pakan konsentrat, sehingga pengaruh pemberian susu bubuk afkir dimungkinkan lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup pokok.

Kadar total solid

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian suplementasi 3% susu bubuk afkir pada masa awal laktasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar total solid susu. Rata-rata kadar total solid susu untuk kelompok kontrol dan perlakuan sebesar 11,50 ± 0,42 vs. 11,63 ± 0,17%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan 3% susu bubuk afkir tidak menyebabkan terjadinya perubahan total solid susu. Tinggi rendahnya total solid ini dipengaruhi oleh persentase kadar lemak dan SNF. Lampert [20] melaporkan bahwa tinggi rendahnya kadar total

solid disebabkan oleh persentase kadar lemak, solid non fat dan berat jenis susu. Total solid merupakan

komponen susu yang terdiri dari kadar lemak dan

solid non fat. Kandungan total solid sangat

tergantung pada kadar kedua komponen tersebut. Bahan kering atau total solid tersusun atas karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Menurut Badan Standarisasi Nasional [13] dalam SNI 3141.1:2011 menginformasikan bahwa indikator susu segar yang sesuai standar kesehatan adalah mempunyai minimal kadar bahan kering sebesar 10,80%. Rata-rata kadar total solid susu dalam penelitian lebih tinggi dari kisaran tersebut. Rendahnya kandungan total solid disebabkan karena sapi kekurangan nutrien baik energi maupun protein sehingga pengaruh pemberian susu bubuk afkir dimungkinkan lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup pokok.

4. KESIMPULAN

Pemberian suplementasi 3% s usu bubuk afkir dengan kandungan protein dan energi yang lebih tinggi pada sapi perah Peranakan Friesian Holstein awal laktasi tidak berpengaruh terhadap produksi dan komposisi susu, walaupun demikian pada kelompok perlakuan ada tendensi kenaikan pada parameter yang diukur.

DAFTAR REFERENSI

[1] R. D. Mundingsari, “Efek Substitusi Konsentrat Suplemen Energi dan Protein Terhadap Kinerja Produksi dan Reproduksi Sapi Perah PFH Awal Laktasi”, Tesis, 2006, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

[2] A. Pratisto, “Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan Dengan

SPSS 12”, 2004, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 262-265.

[3] P. J. Van Soest, “Nutritional Ecology of the Ruminant”, Cornell University Press, New York, USA, 1994.

[4] A. Parakkasi, “Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Rumnan”, University Indonesia Press, Bogor, 1988.

[5] National Research Council, “Nutrient Requirement of Dairy Cattle”, 7th Edition,

National Academic Press, Washington DC, 2001.

[6] S. C. Chan, J. T. Huber, C. B. Theurer, Z. Wu, K. H. Chen, and J. M. Simas, “Effects of Supplementasi Fat and Protein Source on Ruminal Fermentation and Nutrient Flow to the Duodenum in Dairy Cows”, J. Dairy Sci. 80, 1997, pp. 152-159.

[7] K. J. Harvatine and M. S. Allen, “Fat Supplements Affect Fractional Rates of Ruminal Fatty Acid Biohydrogenation and Passage in Dairy Cows”, American Society for Nutrition, 2005.

[8] S. Siregar, “Sapi Perah: Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha”, Penebar Swadaya, Jakarta, 1990.

[9] M. B. Santos, P. H. Robinson, P. Williams, and R. Losa, “Effects of addition of an essential oil complex to the diet of lactating dairy cows on whole tract digestion of nutrients and productive performance”, Anim. Feed Sci. Technol, 157, 2010, pp. 64-71.

[10] U. Budi, ”Dasar Ternak Perah” Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara, 2006.

[11] Suharyono, L. Farida, A. Kurniawati, dan Adiarto, “Efek Suplemen Pakan Terhadap Puncak Produksi Susu Sapi Perah pada Laktasi Pertama”, Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020, Puslitbangnak, BPTP, Departemen Pertanian RI, 2008, hal. 52-56.

[12] A. Ruwandari, “Produksi Susu Sapi Perah Friesian Holstein dengan Ransum Disuplementasi Energi dan Undegraded

Protein”, Skripsi, 2003, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [13] Standar Nasional Indonesia, “Susu Segar –

Bagian 1: Sapi”, SNI 3141.1:2011, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta, 2011, hal. 2-3. [14] A. Schor and G. A. Gagliostro, “Undegradable

Protein Supplementation to Early Lactation Dairy Cows in Grazing Conditions ”, J. Dairy Sci., 84 (7), 2001, pp. 1597-1606.

[15] D. L. Bath, F. N. Dickinson, A. Tucker, and D. A. Robert, “Dairy Cattle: Principles, Problems, Profits”, 3rd Edition, Lea and Febiger,

(7)

331

[16] B. P. Widyobroto, ”Implementasi Sistem Penyusunan Ransum Sapi Perah di Indonesia Berdasarkan Protein Tercerna di Intestinum”, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Peternakan, 2013, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

[17] Z. H. Chen, G. A. Broderick, N. D. Luchini, B. K. Sloan, and E. Devillard, “Effect of feeding different sources of rumen-protected methionine on milk production and N-utilization in lactating dairy cows”, J. Dairy Sci., 94 (4), 2011, pp. 1978-1988.

[18] Anonim, “Protein Susu”, 2011, Available at http://www.scribd.com/doc/51104474/Protein-Susu, Accession date May 5nd 2011.

[19] M. Y. Ma’arif, “Pengaruh Penambahan Pakan Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat Sumber Energi Terhadap Kinerja Produksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein”, Skripsi, 2004, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

[20] L. M. Lampert, “Modern Dairy Products Chemical”, Publishing Company Inc., New York, 1975.

Notulensi Diskusi:

PKO-305, Rochijan dkk, Produksi dan Komposisi Susu Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein yang Disuplementasi 3% Susu Bubuk Afkir pada Masa Awal Laktasi.

Saran: Akan lebih baik jika ditampilkan data

biaya produksi per satuan control dan treatmen. Hasil ns, akan lebih baik ditampilkan data konsumsi sehingga bisa ditelusuri dan terkoreksi, selain itu data konsumsi mencerminkan palatabilitas yang menjadi nilai tambah untuk peternak. (Hendra Herdian).

Jawab: Harga/kg pakan perlakuan lebih

mahal Rp 350,00 dari harga pakan control. Data konsumsi pakan sudah dianalisis akan tetapi belum ditampilkan, ternak yang

mendapat pakan perlakuan mempunyai nilai konsumsi yang tinggi akan tetapi palatabilitas belum diukur.

Tanya: Susu bubuk afkir seperti apa yang

dipakai? Tujuan diberikan untuk apa? Pemberian bagaimana? Mengapa dilakukan uji t-Test? (Elly Roza).

Jawab: Susu bubuk afkir masih standar,

didapatkan dari perusahaan (tanggal kadaluarsa dari pabrik tetapi masih layak digunakan untuk ternak). Susu bubuk afkir biasa digunakan untuk sapi potong. Sampel sebenarnya dua belas ekor akan tetapi pada saat pelaksanaan penelitian ternak sakit dan ada yang mati, sehingga hanya memakai delapan ekor ternak percobaan.

Gambar

Gambar 1. Persistensi produksi susu selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui program dan kegiatan pengelolaan tanah wakaf di mesjid al-Markaz al-Islami Makassar sebagai ekonomi umat, mengetahui metode pelaksanaan

Informasi dan data bergerak melalui kabel-kabel maupun dengan sistem wireless sehingga memungkinkan pengguna jaringan komputer dapat saling bertukar dokumen dan

Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa perawat menyusun intervensi keperawatan pada pasien TBC paru untuk intervensi kebutuhan oksigenasi paling banyak adalah

Dinamika perkembangan gampong dari masa ke masa sebagai unit pemerintahan terendah khas DI Aceh memperlihatkan perbedaan yang cukup kontras terutama

Fasihtas pendukung yang dimaksud disini adalah peraiatan yang mendukung berlangsungnya aktivitas pekerjaan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan peraiatan meliputi kapasitas

Bahwa puncak ketidak harmonisan rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat terjadi pada tanggal 28 Januari 2015, ketika itu Penggugat tanpa alasan yang jelas tiba-tiba

Segenap dosen dan mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana memberikan sumbangsih berupa kegiatan pengabdian

Apabila dana yang dimiliki suatu bank semakinbanyak, makasemakin besarpeluang bagi bank tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuannya (Sukma, 2013). Sesuai