ANALISIS PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy)
DISUSUN OLEH DIANA VIRONIKA
NIM: 201-13-001
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH D III FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
i
ANALISIS PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN
Disusun Oleh:
DIANA VIRONIKA
NIM: 201-13-001
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
Gelar Ahli Madya Jurusan D III Perbankan Syariah
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka Tugas Akhir Saudara:
Nama : Diana Vironika
NIM : 201-13-001
Jurusan : D III Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul :ANALISIS PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
(BPRS)ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN Telah Kami Setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, Agustus 2016
Pembimbing
Dr. Hikmah Endraswati, S.E., M.Si
iii
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN
ANALISIS PEMBIAYAAN MUDHARABAH
PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN
DISUSUN OLEH: DIANA VIRONIKA
NIM. 201-13-001
Telah dipertahankan di depan panitia Dewan Penguji TUGAS AKHIR Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga, pada tanggal 10 Agustus 2016
dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy)
Susunan Panitia Penguji:
Ketua Sidang : Dr. Hikmah Endraswati, S.E.,M.Si ( ____________ )
Sekretaris Sidang : Taufikur Rahman, S.E.,M.Si ( ____________ )
Penguji I : Mochlasin, M.Ag ( ____________ )
Penguji II : Abdul Aziz NP, S.Ag.,M.M ( ____________ )
Salatiga, Agustus 2016 Dekan FEBI IAIN Salatiga
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Diana Vironika
NIM : 201-13-001
Jurusan : D III Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Menyatakan bahwa naskah Tugas Akhir ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Salatiga, Agustus 2016 Saya yang menyatakan,
Diana Vironika NIM: 201-13-001 Materai
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Diana Vironika
NIM : 201-13-001
Jurusan : D III Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Menyatakan bahwa naskah Tugas Akhir ini secara keseluruhan bebas dari plagiasi.Jika dikemudian hari terbukti melakukan plagiasi maka saya siap ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salatiga, Agustus 2016 Saya yang menyatakan,
Diana Vironika NIM: 201-13-001 Materai
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Mau menjadi baik atau buruk, kau sendiri yang menentukan…!!
Do the BEST…..!!!!
§
PERSEMBAHAN:
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah SWT berkat
Rahmat dan hidayah serta inayyahNya penyusunan Tugas Akhir ini bisa
terselesaikan tepat waktu. Semua ini tak lepas dari dukungan, bantuan, doa dan
bimbingan dari semua pihak yang terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini.
Solawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya nanti di yaumul qiyyamah, amin
Allah humma Amin.
Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat meraih gelar Ahli Madya Ekonomi
Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga dengan judul “ANALISIS PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK PEMBIAYAAN
RAKYAT SYARIAH (BPRS)ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN”.
penulis mengakui bahwa semua ini tak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
semua pihak yang terlibat didalam penyusunan karya tulis ini. Karena itu lah
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Ungkapan terimakasih kadang tidak bisa mewakili kata-kata, hingga kiranya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd
2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Bapak Dr. Anton Bawono,
M.Si.
3. Ketua Jurusan Perbankan Syariah D III Bapak Drs.Alfred L, M. SI
viii
5. Dosen Pembimbing Tugas Akhir Ibu Dr. Hikmah Endraswati, S.E,. M.Si.
yang senantiasa sabar membimbing penulis dalam segala bentuk keluh
kesah selama penelitian,
6. Seluruh staf dan karyawan di lingkungan IAIN Salatiga, pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam pada khususnya atas segala bentuk bantuannya,
7. Orang tua yang senantiasa mendoakan kelancaran dan mendukung
kegiatan ini sepenuhnya,
8. Seluruh karyawan di BPRS Artha Amanah Ummat yang sudah sangat
membantu dalam segala hal,
9. Seluruh teman-teman D III kelas A angkatan 2013,
10.Dan semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam kelancaran
penyusunan laporan penelitian ini.
Semoga Allah Membalas semua amal baik mereka dengan imbalan yang
lebih baik dari yang mereka berikan kepada penulis, dan senantiasa diberikan
kesehatan, keselamtan dan dilindungi Allah dengan cinta Nya.
Serta tak lupa pula kami juga mohon kritik dan saran atas hasil karya tulis
ilmiah ini karena kami menyadari betul bahwa karya tulis kami masih banyak
kekurangan dan kelemahan didalam penyusunan maupun isi.
Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi
pembaca dan seluruh pihak yang berkepentingan.
Salatiga, Agustus 2016
ix ABSTRAK
Vironika, Diana. 2016. Analisis Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Artha Amanah Ummat Ungaran. Tugas Akhir, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi D III-Perbankan Syariah IAIN Salatiga. Pembimbing: Dr. Hikmah Endraswati, S.E,.M.Si.
Kata kunci: Pembiayaan, Mudharabah, BPRS Artha Amanah Ummat, Bagi hasil.
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui prosedur dan ketentuan penilaian pembiayaan Mudharabah, kemudian untuk mengetahui bagaimana perhitungan bagi hasil untuk produk pembiayaan Mudharabahserta untuk mengetahui bagaimana tingkat perkembangan nasabah pembiayaan
Mudharabahdi BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran sejak tahun 2011 hingga sekarang.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu hasil analisa yang diperoleh dari pengolahan data primer dan skunder yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi dan kuesioner yang dilakukan di BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran.
Hasil dari penelitian ini adalah Ketentuan dan prosedur pembiayaan mudharabah di BPRS Artha Amanah Ummat tidak jauh berbeda dengan jenis pembiayaan lainnya, yaitu pertama mengajukan permohonan dan melengkapi persyaratan, bersedia di survey dan adanya rapat komite bank untuk menentukan pembiayaan diterima atau ditolak. Dalam memberikan pembiayaan Mudharabah
AO pembiayaan menggunakan faktor analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economy) untuk membantu menentukan kelayakan pemberian pembiayaan. Terjadi penyimpangan pada penghitungan bagi hasil, metode penghitungan angsuran menggunakan bunga efektif . Pertumbuhan jumlah nasabah yang dialami oleh BPRS Artha Amanah Ummat setiap tahunnya mengalami kenaikan jika dilihat secara jumlah total, tetapi jika jumlah difokuskan hanya pada pembiayaan Mudharabah maka pertumbuhannya bersifat fluktuatif dan setiap tahunnya tidak lebih dari 5 nasabah dalam pembiayaan Mudharabah
ini.
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
BEBAS PLAGIASI ... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Metode penelitian ... 10
F. Sistematika penulisan ... 13
BAB II LANDASAN TEORI ... 15
c. Fungsi pembiayaan... 25
d. Jenis-jenis pembiayaan... 27
xi
3. Metode menentukan nisbah... 31
4. Pembiayaan Mudharabah ... 35
f. Jaminan Pembiayaan Mudharabah ... 43
g. Alur pembiayaan Mudharabah ... 44
h. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah ... 45
5. Bagi Hasil ... 45
6. Cara menentukan Nisbah Bagi Hasil ... 47
7. Perhitungan Bagi Hasil dalam pembiayaan Mudharabah ... 49
BAB III DESKRIPSI BPRS ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN ... 55
A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ... 55
B. Gambaran Umum Objek ... 58
1. Sejarah dan perkembangan BPRS Artha Amanah Ummat ... 59
2. Struktur pada BPRS Artha Amanah Ummat ... 61
3. Visi, misi, dan tujuan BPRS Artha Amanah Ummat ... 62
C. Produk-Produk BPRS Artha Amanah Ummat ... 64
1. Produk simpanan ... 64
2. Produk pembiayaan ... 67
D. Sarana dan Prasarana di BPRS Artha Amanah Ummat ... 69
E. Data Nasabah ... 70
BAB IV ANALISIS ... 72
A. Prosedur dan Ketentuan Penilaian Nasabah PembiayaanMudharabah di BPRS ArthaAmanah Ummat ... 72
xii
Artha Amanah Ummat ... 96
BAB V PENUTUP ... 101
A. Kesimpulan ... 101
B. Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Mudharabah ... 44
Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Nasabah Pembiayaan Mudharabah
BPRS Artha Amanah Ummat ... 99
Gambar 4.2 Perkembangan Jumlah Outstanding Pembiayaan Mudharabah
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Proyeksi Pembayaran Mudharabah Dalam Rata-Rata ... 52
Tabel 3.1 Daftar Sarana dan Prasarana di BPRS Artha Amanah Ummat ... 69
Tabel 3.2 Pertumbuhan Jumlah Rekening Nasabah BPRS Artha
Amanah UmmatTahun 2011-2015 ... 70
Tabel 3.3Pertumbuhan Jumalah Outstanding BPRS Artha Amanah Ummat Tahun 2011-2015 ... 71
Tabel 4.1 Pertumbuhan Jumlah Rekening Nasabah BPRS Artha Amanah
Ummat Tahun 2011-2015 ... 79
Tabel 4.2Tabel Angsuran Pembiayaan Mudharabah BPRS Artha
AmanahUmmat ... 91
Tabel 4.3 Proyeksi Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah BPRS
Artha AmanahUmmat ... 94
Tabel 4.4 Pertumbuhan Jumlah Rekening Nasabah BPRS Artha
Amanah UmmatTahun 2011-2015 ... 97
Tabel 4.5Pertumbuhan Jumalah Outstanding BPRS Artha Amanah
Ummat Tahun 2011-2015 ... 97
Tabel 4.6Jumlah dan Nominal Pembiayaan Mudharabah
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan di Indonesia menurut aturan dalam
Undang-Undang yang dikeluarkan Bank Indonesia terbagi menjadi dua jenis yaitu
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.Lembaga
keuangan bank yang diakui di Indonesia ada dua jenis, yaitu bank umum
dan BPR. (Kasmir, 2004:2)
BPR sendiri awal mulanya hanya berupa Bank Perkreditan Rakyat,
namun seiring berkembangnya jaman BPR ada yang di konfersi menjadi
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Menurut Undang-Undang nomor 21
tahun 2008 pasal 1 ayat 9 yang dimaksud dengan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS dalam upaya
operasionalnya memiliki beberapa usaha meliputi penghimpunan dana
dalam bentuk simpanan maupun tabungan serta melakukan penyaluran
dana dalam bentuk pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan menurut
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 yaitu menyalurkan dana melalui
beberapa akad meliputi akad yang berbasis jual beli, akad yang berbasis
jasa dan akad yang berbasis bagi hasil. Salah satu akad yang berbasis bagi
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola.Keuntungan dibagi sesuai kesepakan di
dalam kontrak.Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian tersebut tidak disebabkan oleh pengelola (Antonio, 2001:
95).
Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang
menggunakan prinsip bagi-hasil.Namun pembiayaan Mudharabahkurang
diminati oleh bank syariah dibanding dengan produk pembiayaan yang
berprinsip jual-beli. Hal ini diakibatkan bank syariah kurang mengetahui
resiko ketidakpastian untung atau rugi ketika pengusaha mengelola
danaMudharabahnya. Walaupun berbagai prosedur telah digunakan oleh
pihak bank syariah namun risiko ketidakpastian ini tetap kurang bisa
diminimalisir.Masalah risiko ketidakpastian ini merupakan bagian yang
tidak bisa dipisahkan dari keberadaan prinsip bagi-hasil di bank
syariah.Oleh karenanya bank syariah dituntut ekstra hati-hati dalam
mengelola pembiayaan Mudharabah(Supriyadi, 2011: 27).
Jika kita lihat lagi kebelakang, prinsip dasar keuangan syariah yang
telah digembar-gemborkan saat ini adalah pelayanan dengan prinsip non
riba, non bunga, dan mengunggulkan prinsip bagi hasil.Tetapi pada
praktiknya masih banyak bank syariah yang lebih memilih aman dengan
lebih menggencarkan pembiayaan yang menggunakan prinsip jual-beli
3
pembiayaan yang berprinsip bagi hasil tersebut.Hal tersebut tidak hanya
terjadi di salah satu bank atau lembaga keuangan saja, melainkan hampir
di seluruh lembaga keuangan syariah yang melayani pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil Mudharabah di seluruh dunia (Nugroho, 2009:14).
Lebih jauh lagi, fenomena ini terjadi tidak hanya di bank syariah
yang baru atau belum lama berdiri (yang masih dalam masa transisi),
melainkan juga terjadi di bank syariah yang sudah cukup lama berdiri
(yang sudah dianggap established).Namun demikian, menurut Chapra
(2000) tahap-tahap kearah perbaikan telah tampak. Sebagai contoh, dari
data International Association of Islamic Banks atau IAIB tahun 1996,
proporsi murabahah yang sebelumnya mencapai 90% dari total
pembiayaan telah turun menjadi 40,3%. Sementara itu, pembiayaan
Mudharabah dan musyarakah telah meningkat menjadi 7,2% dan 12,7%.
Namun, penggunaan pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah masih
sangat marginal, yang angkanya masih dibawah 20%.Permasalahan
penggunaan pembiayaan bagi hasil yang masih sangat rendah ini
merupakan masalah yang tidak sederhana, bahkan merupakan masalah
yang memiliki multi dimensi.Beberapa pakar telah mencoba
mengidentifikasi sumber-sumber penyebab terjadinya masalah yang
kelihatannya sulit diuraikan ini. Dari berbagai pendapat pakar, penyebab
rendahnya pembiayaan bagi hasil dapat dilihat dari empat sisi, yaitu: 1)
internal bank syariah; 2) nasabah; 3) regulasi; dan 4) pemerintah dan
Rendahnya pembiayaan mudharabah menggambarkan bahwa
operasi bank syariah belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Bank syariah yang seharusnya memperbesar pangsa
produkMudharabahtersebut, bukan hanya terfokus pada produk
jual-beli.Keunggulan perbankan syariah justru pada produk Mudharabah dan
musyarakah yang dikenal sebagai Quasy Equity Financing yang
memberikan dampak pada kestabilan ekonomi. Namun ternyata bank
syariah kurang berminat untuk menawarkan produk
Mudharabahsepenuhnya, hal ini disebabkan pertama, sumber dana bank
yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai
bagi hasil yang biasanya jangka panjang. Kedua, pengusaha cenderung
kurang berminat mengunakan bagi-hasil karena lebih memilih bunga yang
memiliki tingkat keuntungan yang pasti, Ketiga, kebanyakan yang
memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko
tinggi.Keempat, untuk menyakinkan bank bahwa usahanya akan
memberikan keuntungan tinggi, pengusaha terdorong untuk membuat
proyeksi bisnis yang terlalu optimis. Kelima, banyak pengusaha memiliki
dua pembukuan, dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat
keuntungan lebih rendah (Nugroho, 2009:14).
Beberapa sebab di atas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam
menawarkan pembiayaan Mudharabah.Keadaaan ini menjadikan kesan
bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis,
5
posisi pembiayaan produk Mudharabahdalam konteks praktek hukum
ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah. Bank
syariah kurang mendapat jaminan dari hukum yang ada, jika terdapat
kecurangan dari pihak pengusaha dalam menggunakan dana. Keadaan ini
berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana
didasarkan atas kepercayaan (trust), dimana bank dapat percaya bila
didukung atas kelengkapan administrasi dari pihak pengusaha. Oleh
karena itu, masyarakat yang menggunakan prinsip bagi-hasil memiliki
status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di
sektor riil.Namun dengan kepercayaan ini, tidak berarti bank syariah
membiarkan pengusaha menjalankan usahanya sendiri sebab bank syariah
memiliki fungsi kemaslahatan. Jadi bank syariah memiliki peluang untuk
mengendalikan usaha nasabah, walaupun peluang ini hanya sebatas untuk
menjaga konsistensi nasabah untuk komitmen terhadap kesepakatan
pengunaan dana. Tetapi dalam prateknya bank syariah tidak memiliki
kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya.Inilah yang
menjadikan bank kurang bisa memprediksi bahkan cenderung berspekulasi
atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha, apalagi nanti pada
saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki kontrol penuh
melakukan visitasi dalam laporan keuangan tersebut (Supriyadi, 2011:28).
Karyawan (a) pada bagian AO pembiayaan, menyebutkan bahwa
secara umum pandangan masyarakat terutama pihak perbankan syariah
sangatrawan dan berisiko.Hal ini juga ternyata mempengaruhi sikap
kehati-hatian pihak bank dalam memberikan pembiayaan dengan prinsip
bagi hasilnya. Seperti halnya fakta yang terjadi di beberapa lingkungan
perbankan misalnya seperti pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Artha
Amanah Ummat di Ungaran, disana praktik pembiayaan dengan prinsip
bagi hasil cenderung lebih sedikit bila dibandingkan dengan pemberian
pembiayaan dengan prinsip jual beli atau sewa jasa. Hal ini dapat kita lihat
dari jumlah nasabah yang lolos dalam pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil yang di berikan oleh BPRS Artha Amanah Ummat dari tahun 2011
hingga tahun 2015.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil disini adalah pembiayaan
Mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Pembiayaan Mudharabah dari
tahun 2011 dan tahun 2012 hanya berjumlah 1 nasabah, sedangkan tahun
2013 meningkat menjadi 2 nasabah, yang dipercaya mengembangkan
proyek dengan pembiayaan Mudharabah, ditahun 2014 juga masih
berjumlah 2 nasabah, dan pada tahun 2015 jumlah nasabah yang dipercaya
BPRS untuk mengelola pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Mudharabah menjadi 3 nasabah. Perkembangan jumlah nasabah pada
produk pembiayaan Mudharabah ini tidak semata-mata selalu naik, sebab
pada dasarnya bisa juga nasabah yang telah dipercaya mengolah
danaMudharabah ini memperpanjang pinjamannya atau pun memperbarui
pinjamannya sehingga peningkatan nasabah pembiayaan Mudharabahini
7
Sedikitnya jumlah nasabah pembiayaan Mudharabah di BPRS
Artha Amanah Ummat ini tidak semata-mata karena tidak laku atau pun
karena rendahnya peminat, melainkan bentuk sikap kehati-hatian pihak
bank dalam memberikan pembiayaan. Pasalnya pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil ini memang besar sekali risikonya bilamana pihak
penyedia modal atau bank sendiri belum memahami secara benar-benar
terhadap calon pengelola atau proyek yang akan dijalankan pengelola.
Sebab modal yang diberikan bank sebagai shahibul maal adalah 100% dari
proyek yang akan dilakukan dengan risiko yang cukup besar jika memang
proyek tersebut hambatanya bukan berasal dari kesalahan pihak pengelola
proyek atau mudharib, maka kerugian modal akan ditanggung oleh pihak
bank.
Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis tertarik
mengadakan penelitian pada lembaga keuangan syariah BPRS Artha Amanah Ummat di Ungaran, dengan Judul: “ANALISIS PEMBIAYAAN
MUDHARABAH PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
(BPRS) ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN ”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur dan ketentuan penilaianpembiayaan Mudharabah
di BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran?
2. Bagaimana perhitungan bagi hasil untuk produk pembiayaan
3. Bagaimana tingkat perkembangan nasabah pembiayaan Mudharabah
BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran sejak tahun 2011 hingga
sekarang?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosedur dan ketentuan penilaian pembiayaan
Mudharabah di BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran.
2. Untuk mengetahui perhitungan bagi hasil untuk produk pembiayaan
Mudharabah di BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran.
3. Untuk mengetahui tingkat perkembangan nasabah pembiayaan
Mudharabah BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran sejak tahun 2011
hingga sekarang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara ilmiah
maupun secara praktis, adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis
1. Menambah pengetahuan tentang Analisis Pembiayaan
Mudharabah Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Artha Amanah Ummat Ungaran.
2. Memberikan pengalaman serta dapat memperluas wawasan
9
3. Peneliti dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah disampaikan
pada kuliah metodologi penelitian secara nyata.
4. Meningkatkan pola berfikir ilmiah.
b. Untuk pembaca dan penulis lain
1. Menambah informasi bermanfaat mengenai Analisis Pembiayaan
Mudharabah Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Artha Amanah Ummat Ungaran.
2. Dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut dengan menambah
permasalahan lain.
c. Untuk program studi perbankan syariah dan kampus tercinta:
1. Informasi tentang hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
referensi dalam perbaikan program studi perbankan syariah
khususnya.
2. Sebagai pengembangan dan perbaikan sistem pembelajaran dan
penyampaian perkuliahan.
3. Akan ada bentuk kerjasama lebih luas dengan pihak-pihak
perbankan syariah dan lembaga keuangan.
d. Untuk Dunia Keilmuan
1. Informasi tentang hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
referensi dalam dunia keimuan khususnya di bidang proyek bagi
hasil.
2. Penelitian ini dapat menggambarkan sedikit realita praktik
E. Metode penelitian
1. Jenis penelitian dan pendekatan
Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data penelitian. Penelitian yang dilakukan
menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi untuk
mendapatkan keterangan-keterangan secara factual (Emzir,
2011:30).Teknik ini untuk mengetahui tentang bagaimana praktik
secara umum yang diterapkan pada pembiayaan Mudharabah di BPRS
Artha Amanah Ummat mengenai prosedur pembiayaan, ketentuan
umum, teknik perhitungan bagi hasil, tingkat pertumbuhan nasabah,
serta penilaian nasabah yang dilakukan oleh BPRS terhadap nasabah
pembiayaan Mudharabah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif.Dimana lembaga keuangannya adalah sebagai
responden.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran
Kabupaten Semarang Jawa tengah.
3. Data dan sumber data
b. Sumber data primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung
11
yang diteliti.Objek dari penelitian ini adalah Customer Service
pada lembaga keuangan yang bersangkutan.
c. Sumber data skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang
sudah ada,atau data yang diperoleh dari tangan kedua, dari sumber
tidak langsung/pendukung. Sumber diperoleh dari buku-buku yang
berkaitan dengan judul penelitian.
4. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
respondendengan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara). Adapun objek yang akan diwawancarai adalah
pegawai lembaga keuangan yang bersangkutan.
b. Observasi
Observasi atau pengamatan dapat didevinisikan sebagai perhatian
yang berfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu. (Emzir,
2011:37)
c. Studi Pustaka
Yaitu penelitian yang mengambil data dari bahan-bahan tertulis
5. Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memastikan keabsahan data (uji kredibilitas)dilakukan
triangulasi dan diskusi dengan teman sejawat (per grup).triangulasi
dilakukan dengan cara teknik pengumpulan data, sumber data, dan
waktu. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menanyakan hal yang
sama dengan teknik yang berbeda yaitu dengan wawancara mendalam,
observasi dan dokumentasi. Tiangulasi sumber dilakukan dengan
menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda, yakni para
informan peneliti. Triangulasi waktu dilakukan dengan melakukan
pemgumpulan data dan sebagai kesempatan/ beberapa kali bisa pagi,
siang, sore, maupun malam hari.Sedangkan diskusi dengan teman
sejawat (per grup) dilakukan untuk mendiskusikan hasil penelitian
yang sifatnya sementara dengan dosen-dosen di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam. Melalui diskusi sejawat akan diperoleh apresiasi, kritik,
masukan, dan saran.
6. Analisis Data
Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi
informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat
dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab
masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.Dengan demikian,
teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis
terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi
13
mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah
yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan
deskripsi data maupun untuk membuat induksi, atau menarik
kesimpulan tentang karakteristik populasi (parameter) berdasarkan
data yang diperoleh dari sampel (Emzir, 2011: 41).
F. Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini terdiri dari 5 (lima) Bab. Yang mana setiap Bab
saling berkaitan satu sama lain. Sistematika penulisan dalam penelitian ini
adalah:
BAB I Pendahuluan, bab pendahuluan terdiri dari hal-hal yang
berkaitan dan berhubungan dengan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan penegasan istilah.
BAB II Landasan Teori, dimaksudkan sebagai bab untuk
mengantarkan pada pembahasan-pembahasan teori yang digunakan dalam
sebuah system ekonomi di masyarakat.
BAB III Metode Penelitian, berupa pemaparan data objek dan
teknik analisis yang digunakan oleh peneliti dalam mengolah hasil data
sebagai bentuk output berupa pemaparan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
BAB IV Analisis Data, pada bab ini akan semakin diperjelas lagi
kaitannya dengan bab sebelumnya, sebab data-data yang telah diperoleh
yang nanti dapat kita tarik sebagai kesimpulan dari hasil penelitian yang
dilakukan.
BAB V Penutup, pada bab ini akan kita bahas secata total atau
menyeluruh hingga kita peroleh sebuah kesimpulan dan menghasilkan
15 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Mazidah (2010) melakukan penelitian mengenai Tingkat
Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada BMT ANDA Salatiga,
menunjukkan bahwa ternyata pembiayaan Mudharabah di BMT ANDA
Salatiga tidak mengalami peningkatan akan tetapi mengalami penurunan.
Penurunan yang terjadi setiap tahunnya semakin bertambah. Faktor-faktor
yang menjadi penyebab penurunan tersebut adalah pertama, kebutuhan
anggota yang cenderung untuk pembelian barang bukan untuk modal
usaha, dari pihak BMT sendiri pembiayaan Mudharabah mempunyai
risiko yang tinggi karena pada pembiayaan Mudharabah ini bagi hasil
setiap bulannya tidak selalu sama tergantung keuntungan yang diperoleh.
Jika nasabah yang diberi pembiayaan tidak benar-benar orang yang
mempunyai karakter baik maka akan mengakibatkan kerugian bagi BMT.
Bertambahnya pesaing juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi menurunnya jumlah nasabah pembiayaan Mudharabah.
Kedua, berkurangnya dana dari pihak ketiga dan keadaan perekonomian
pada tahun yang bersangkutan juga sedikit banyak mempengaruhi jumlah
pembiayaan Mudharabah. Ketiga, faktor ekternal lain yang tidak kalah
pengaruhnya terhadap pertumbuhan jumlah nasabah Mudharabah adalah
membuka dua kantor cabang di Karanggede dan Ampel serta satu kantor
kas di Ngablak maka keuangan kantor pada saat itu sedang di fungsikan
sebagian untuk biaya perkantoran dan dengan demikian sedikit banyak
mengurangi dana yang dialokasikan untuk pembiayaan Mudharabah
Penelitian kedua oleh Sutrisno (2011), mengenai prosedur
pembiayaan Mudharabah di BMT Sumber Usaha Tengaran Kab.Semarang
dengan hasil penelitian bahwa pada BMT Sumber Usaha Tengaran
menerapkan sistem penilaian terhadap calon nasabah pembiayaan
Mudharabah dilakukan dengan pengumpulan data yang dikenal dengan
prinsip 5C.Pengajuan pembiayaan Mudharabah nasabah berhak membawa
syarat-syarat yang ditentukan oleh BMT.Pengembalian pembiayaan
Mudharabah pada BMT Sumber Usaha Tengaran dilakukan secara
mengangsur pada tiap bulan dan pembayarannya tidak boleh melebihi
waktu jatuh tempo yang ditentukan. Kemudian untuk proses perhitungan
bagi hasil dalam pembiayaan Mudharabah di BMT Sumber Usaha
Tengaran Menggunakan cara penghitungan flate rate dan anuitas menurun.
Perhitungan flate rate bagi hasil dimulai dari 1,5% s/d 1,8%. Sedangkan
untuk perhitungan anuitas menurun bagi hasil dimulai dari 20% s/d 28%.
Penelitian yang dilakukan oleh Waluyo (2015) mengenai
Implementasi Mudharabah pada pembiayaan di Bank Syariah dapat
menghasilkan kesimpulan bahwa Bank syariah akan lebih ideal apabila
menyalurkan pembiayaan dengan skema bagi hasil kepada nasabahnya
17
para nasabah penerima pembiayaan, bukan tranfer risk sebagaimana
yang terjadi pada pembiayaan berbasis jual beli. Ada agency problem
dan moral hazard yang melekat pada pembiayaan berbasis bagi hasil.
akan tetapi ada dua perjanjian yang dapat dilakukan untuk mengatasi
agency problem : (i) Mudharib diminta untuk memberikan kontribusi
modal. (ii) Mudharib diminta untuk berbagi dalam kerugian sampai
batas tertentu. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya moral
hazard, maka bank syariah menerapkan batasan-batasan tertentu ketika
menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu menerapkan batasan
agar porsi modal dari pihak mudharib-nya lebih besar dan
/mengenakan jaminan, menerapkan syarat agar mudharib melakukan
bisnis yang risiko operasinya lebih rendah, menetapkan syarat agar
mudharib melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan, dan
menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang biaya tidak
terkontrolnya rendah.
Susana dan Prasetyanti (2011), tentang Pelaksanaan dan Sistem
Bagi Hasil Pembiayaan Al- Mudharabah pada Bank Syariah memperoleh
hasil bahwa penyaluran pembiayaan Mudharabah pada BMI cabang
Malang pada dasarnya sudah tepat dan sesuai dengan pedoman analisis
pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah. Pengambilan keputusan
pembiayaan ini didasarkan pada analisis 6C (Character, Capacity,
Capital, Collateral, Condition of economy, dan Contains) dan dalam
terdiri dari analisis terhadap Aspek Legalitas, Aspek Manajemen, Aspek
Teknis, Aspek Pemasaran, dan Aspek Jaminan. Bank Muamalat
berimplementasi pada Kopkar, KPRI, dan BMT.Sehingga tidak secara
langsung melakukan pembiayaan kepada wirausaha untuk meminimalkan
risiko.Untuk mengetahui nisbah bagi hasil dalam suatu pembiayaan
prosentase keuntungan yang diharapkan dalam satu tahun dikalikan
dengan pendapatan rata-rata bulanan mitra kerja dalam satu tahun,
kemudian besarnya taksiran pendapatan atas pembiayaan dibagi dengan
total pembiayaan.Nisbah bagi hasil dapat diketahui dengan cara 100% di
kurangi nisbah bagi hasil bank.
Istahadi (2014), dalam penelitiannya mengenai Investasi Bagi
Hasil dalam Pembiayaan Akad Mudharabah Perbankan Syariah
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Operasional investasi
pembiayaan Mudharabah belum dilakukan secara maksimal karena
tingginya risiko pembiayaan pada jenis ini, dibandingkan dengan produk
pembiayaan lainnya. Bank syariah selaku shahibul maal melakukan risk
averse (penghindaran risiko) sebagai tindakan melindungi asetnya
terhadap moral hazard mudharib.Sikap risk averse tersebut merupakan
bentuk ketidakpastian menanggung kerugian terhadap produk investasi
pembiayaan Mudharabah dengan memberlakukan prinsip kehati-hatian,
yang pada dasarnya bank syariah akan menghentikan langkah syariah
hanya sampai pada tahap aman dan tidak beresiko. Sehingga pengaruh
19
tersirat dibalik aturan-aturan pelaksanaan operasionalisai perbankan
syariah.Bentuk ketidakpastian bank syariah dapat dipahami sebagai infant
industry (dalam tahap pertumbuhan) memiliki sumber daya insani yang
belum memadai dalam menangani produk pembiayaan bagi hasil. Hal
tersebut menimbulkan situasi ketidakjelasan dan ketidakseimbangan dalam
informasi sehingga sulit melihat level usaha mudharib serta terbatasnya
informasi mengenai produktifitas suatu usaha, yang mengakibatkan
absolute riskaversion dilakukan bank syariah.
Proses pengajuan investasi Mudharabah yang berbelit-belit akan
berakibat masyarakat kecil sebagai pangsa pasar potensial akan berpaling
kembali pada bank konvensional.Pemberlakuan jaminan dan pola bagi
hasil dengan sistem bagi hasil revenue sharing yang dilakukan bank-bank
syariah pada skema penyaluran dana khususnya investasi pembiayaan
Mudharabah sebenarnya merupakan suatu cerminan prinsip kehati-hatian
yang masih bernuansa konvensional. Secara keseluruhan dapat diambil
kesimpulan keberadaan bank syariah di Indonesia bersifat taktis strategis
dengan memanfaatkan situasi dan kondisi ekonomi global saat ini sebagai
salah satu cara untuk menggerakan roda perekonomian, sehingga para
pelaku usaha dapat menentukan pilihan diantara dua sistem perbankan
yang berlainan namun pada dasarnya dalam implementasi pelaksanaan
baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional tidak jauh
Yaningwati dan Zahroh (2014), mengenai analisis pengaruh
pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah terhadap tingkat profitabilitas
(Return On Equity) pada Bank umum syariah yang terdaftar di bank
Indonesia periode 2009-2012, hasil penelitiannya menunjukan bahwa
pembiayaan Mudharabah dan musyarakah memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat ROE secara simultan dan pembiayaan
Mudharabah berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat ROE
secara parsial. Pembiayaan Mudharabah merupakan pembiayaan bagi
hasil yang dominan dalam mempengaruhi tingkat ROE, sehingga pihak
bank diharapkan bisa lebih berhati-hati dalam memilih nasabah yang akan
bekerja sama dengan mengguanakan pembiayaan Mudharabah,
dikarenakan pembiayaan ini lebih memiliki risiko yang lebih tinggi dari
pada pembiayaan Musyarakah dan pihak bank juga seharusnya lebih
mengembangkan pembiayaan Mudharabah agar lebih menarik minat
nasabah dalam bekerjasama sehingga mempengaruhi pendapatan bank.
Melihat beberapa referensi diatas mengenai pembiayaan
Mudharabahmaka penulis memutuskan untuk mengkaji ulang pembiayaan
Mudharabahdengan fokus penelitian yang berbeda dengan beberapa hasil
penelitian di atas. Penelitian ini akan terfokus pada praktik penghitungan
bagi hasilnya pada pembiayaan Mudharabahdi BPRS Artha Amanah
21
B. Kerangka Teoritik 1. Teori Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Pengertian pembiayaan menurut kamus pintar Ekonomi
Syariah, pembiayaan diartikan sebagai penyediaan dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: (a) transaksi bagi
hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah; (b) transaksi
sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiyah bit tamlik; (c) transaksi jual beli dalam bentuk
piutang murabahah, salam, dan istishna’ ; (d) transaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan (e) transaksi sewa
menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa;
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah serta
atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan
atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa
imbalan, atau bagi hasil. Pembiayaan atau financing adalah
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik
dilakukan sendiri maupun lembaga (Asiyah, 2014: 2-3).
Menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 tahun 1998 tentang
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil; (12)
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina); (13)
Jika dilihat pada bank umum, pembiayaan disebut loan,
sementara di bank syariah disebut financing. Sedangkan balas jasa
yang diberikan atau diterima pada bankumum berupa bunga
(interest loan atau deposit) dalam presentasi pasti.Sementara pada
bank syariah, dengan memberi dan menerima balas jasa
berdasarkan perjanjian (akad) bagi hasil, margin dan jasa (Asiyah,
2014: 3).
Jadi, pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain sesuai dengan syarat dan ketentuan
23
b. Tujuan pembiayaan
Secara umum pembiayaan dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan
tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro (Asiyah, 2014: 4-6).
Secara makro dijelaskan bahwa pembiayaan untuk:
1) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak
dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan
mereka bisa akses ekonomi.
2) Tersediannya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk
pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana
tambahan ini dapat diperoleh melalui aktivitas pembiayaan.
Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak yang
minus dana sehingga dapat digulirkan.
3) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan
memberikan peluang bagi masyarakat agar mampu
meningkatkan daya produksinya.
4) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya
sektor-sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan,
maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja.
5) Terjadinya distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha
produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti
Menurut Asiyah (2014, 4-6), adapun secara mikro,
pembiayaan bertujuan untuk:
1) Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka
memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.
Setiap pengusaha menginginkan mampu mencapai laba
maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka
mereka perlu dukungan dana yang cukup.
2) Upaya meminimalkan risiko, usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus
mampu meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko
kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan
pembiayaan.
3) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya
ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara
sumber daya alam dengan sumber daya manusianya ada, dan
sumber daya modalnya ada, maka dipastikan memerlukan
pembiayaan. Dengan demikian pembiayaan pada dasarnya
dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.
4) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan
masyarakat ada pihak yang kelbihan dana, sementara ada pihak
yang kekurangan dana. Dalam kaitan dengan masalahdana
maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam
25
kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangfan (minus)
dana.
c. Fungsi pembiayaan
Pembiayaan yang disediakan bank syariah secara umum berfungsi
untuk (Asiyah, 2014: 8-11) :
1. Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk
giro, tabungan dan deposito.Uang tersebut dalam presentase
tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha
peningkatan produktifitas.Para pengusaha menikati
pembiaayaan dari bank untuk memperluas / memperbesar
usahanya baik untuk peningkatan produksi, perdagangan
maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha
baru.Secara mendasar melalui pembiayaan terdapat suatu usaha
peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Dengan
demikian dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari
para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan
untuk usaha-usaha yang bermanfaat baik kemanfaatan bagi
usaha maupun masyarakat.
2. Meningkatkan daya guna barang
a) Produsen dengan bantuan pembiayaan dari bank dapat
mengubah barang mentah menjadi barang jadi sehingga
b) Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan
barang dari suatu tempat yang kegunaanya kurang ketempat
yang lebih bermanfaat.
3. Meningkatkan peredaran uang
Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening
koran pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang
giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet, giro, wesel, promes dan
sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun
giral semakin berkembang, karena pembiayaan menciptakan
suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan
bertambah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
4. Menimbulkan kegairahan berusaha
Pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank kemudian
digunakan untuk memperbesar volume usaha dan
produktivitasnya.
5. Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah
stabilisasi diarahkan pada usaha-usaha:
(a) Pengendalian inflasi
(b) Peningkatan ekspor
27
(d) Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat untuk menekan
arus inflasi dan untuk usaha pembangunan ekonomi maka
pembiayaan memegang peran penting.
6. Jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Para usahawan memperoleh pembiayaan untuk
meningkatkan usahanya.Peningkatan usaha berarti peningkatan
profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi
dalam arti kata dikembalikan lagi kedalam struktur
permodalan, maka peningkatan akan berlangsung secara terus
menerus. Dengan pendapatan yang terus meningkat berarti
panjak semakin bertambah. Dilain pihak pembiayaan yang
disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor
akan menambah pertmabahan devisa Negara. Disamping itu
dengan makin efektifnya kegiatan swasembada
kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti akan dihemat devisa keuangan
Negara, akan diarahkan pada usaha-usaha kesejahteraan
ataupun ke sector-sektor lain yang lebih berguna.
d. Jenis-jenis pembiayaan
Jenis-jenis pembiayaan bank syariah Karim (2009: 231-254)
adalah:
1) Pembiayaan modal kerja syariah
2) Pembiayaan investasi syariah
4) Pembiayaan sindikasi
5) Pembiayaan berdasarkan take over
6) Pembiayaan letter of credit
2. Analisis kelayakan pembiayaan
Prinsip analisis pembiayaan merupakan pedoman-pedoman yang
harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syariah pada saat melaksanakan analisis pembiayaan (Rivai’I, 2008: 348), diantaranya:
a. Character
Artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pembiayaan.Hal ini
yang perlu ditekankan pada nasabah di bank syariah adalah
bagaimana sifat amanah, kejujuran, kepercayaan seorang
nasabah.Kegunaan nilai karakter adalah untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan nasabah untuk memenuhi kewajibannya sesuai
dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh
gambaran tentang karakter calon nasabah dapat ditempuh langkah
sebagai berikut:
1) Meneliti riwayat hidup calon Customer
2) Meneliti reputasi calon Customer
3) Meminta Bank to Bank Information
4) Meminta informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana
calon mudharib berada
29
6) Mencari informasi apakah calon Customer suka berfoya-foya
b. Capacity
Artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usahanya guna
memperoleh laba sehingga dapat mengembalikan pinjaman atau
pembiayaan dari laba yang dihasilkan.Penilaian ini bermanfaat
untuk mengukur sejauh mana mudharib mampu melunasi
utang-utangnya secara tepat waktu, dari hasil usaha yang diperolehnya.
Pengukuran ini dapat dilakukan dengan:
1) Pendekatan historis, yaitu menilai past performance apakah
menunjukan perkembangan dari waktu ke waktu.
2) Pendekatan financial, menilai latar belakang pendidikan para
pengurus. Hal ini untuk menjamin profesionalitas kerja
perusahaan.
3) Pendekatan yuridis, yaitu secara yurisdis apakah calon
mudharib mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha
untuk melakukan perjanjian pembiayaan dengan bank atau
tidak.
4) Pendekatan manajerial, yaitu untuk menilai sejauh mana
kemampuan atau ketrampilan customer melakukan
fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
5) Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana
kemampuan calon mudharib mengelola faktor-faktor produksi,
administrasi keuangan, industrial relation, sampai dengan
kemampuan merebut pasar.
c. Capital
Artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.Hal ini juga
termasuk dalam struktur modal, kinerja hasil dari modal bila
debiturnya merupakan perusahaan, dan segi pendapatan bila
debiturnya perorangan. Makin besar modal sendiri dalam
perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon mudharib
menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin
memberikan pembiayaan. Kemampuan modal sendiri akan
menjadibenteng yang kuat bagi usahanya tatkala ada goncangan
dari luar, misalnya karenatekanan inflasi. Kemampuan capital
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk penyediaan self financial
yang sebaiknya lebih besar dibandingakan dengan pembiayaan
yang diminta.Bentuk self financial tidak harus berupa uang tunai,
melainkan bisa juga berupa tanah, bangunan dan
mesin-mesin.Besar kecilnya capital bisa dilihat dari neraca perusahaan
yaitu komponen owner equity, laba ditahan dll.Untuk perorangan
dapat dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan setelah
dikurangi utang-utangnya.
d. Collateral
Artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan penjamin
31
bukti kepemilikan dan status hukumnya.Bentuk collateral tidak
hanya berbentuk kebendaan, melainkan bisa juga berbentuk
jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort,
rekomendasi dan avails. Penilaian collateral dapat ditinjau dari dua
segi:
1) Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis barang yang digunakan,
2) Segi yurisdis, yaitu apakah agunan tersebut memenuhi
syarat-syarat yurisdis untuk dipakai sebagai agunan.
e. Condition of economy
Artinya keadaan meliputi kebijakan pemerintah, politik, segi
budaya yang mempengaruhi perekonomian.
Penilaian terhadap kondisi ekonomi dapat dilihat dari:
1) Keadaan konjungtur
2) Peraturan-peraturan pemerintah
3) Situasi, politik dan perekonomian dunia
4) Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran.
3. Metode menentukan nisbah
Nisbah bagi hasil merupaka presentase keuntungan yang akan
diperoleh shohibul maal dan mudharib yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara keduanya (Asiyah, 2014: 168).
Karakteristik nisbah bagi hasil menurut Asiyah (2014: 169) adalah:
Nisbah bagi hasil harus dinyatakan dalam prosentase (%), bukan
dalam nominal uang tertentu.
b. Bagi untung dan bagi rugi
Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakat,
sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal
masing-masing pihak.
c. Jaminan
Jaminan yang akan diminta terkait dengan Character risk yang
dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian diakibatkan oleh
keburukan karakter mudharib maka yang akan menanggung adalah
mudharib.Akan tetapi jika kerugian disebabkan oleh business risk,
maka shohibul maal tidak diperbolehkan meminta jaminan pada
mudharib.
d. Besaran Nisbah
Angka besaran nisbah bagi hasil muncul sabagai hasil twar
menawar yang dilandari oleh kata sepakat dari pihak shohibul maal
dan mudharib.
e. Cara menyelesaikan kerugian
Kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu karena
keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian melebihi
keuntungan maka akan diambil dari pokok modal.
Menurut Karim (2009: 286), penetapan nisbah bagi hasil
33
a. Referensi tingkat (marjin) keuntungan
Yang dimaksud adalah referensi tingkat (margin) keuntungan yang
ditetapkan oleh rapat ALCO (Asset Liability Commite)
b. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai
Perkiraan keuntungan tingkat bisnis/proyek yang dibiayai dihitung
dengan mempertimbangkan sebagai berikut:
1) Perkiraan penjualan
a. Volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan
setiap bulan
b. Sales turn over atau frekuensi penjualan setiap bualan
c. Fluktuasi harga penjualan
d. Rentang harga penjualan yang daoat dinegosiasikan
e. Keuntungan setiap transaksi
2) Lama cash to cash cycle
a) Lama proses barang
b) Lama persediaan
c) Lama piutang
3) Perkiraan biaya-biaya langsung
Adalah biaya yang langsung berkaitan dengan kegiatan
penjualan seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan dan
4) Perkiraan biaya-biaya tidak langsung
Adalah biaya yang tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
penjualan, seperti biaya sewa kantor, biaya gaji karyawan, dan
biaya-biaya lain yang dikategorikan Overhead Cost (OHC)
5) Delayed Factor
Adalah tambahan waktu yang ditambahkan pada cash to cash
cycle untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan
pembayaran dari nasabah kepada bank.
c. Metode menentukan nisbah bagi hasil pembiayaan:
i. Penentuan nisbah bagi hasil keuntungan
Adalah penentuan nisbah yang didasarkan pada perkiraan
keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi
tingkat keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO.
ii. Penentuan nisbah bagi hasil pendapatan
Adalah penentuan nisbah yang didasarkan pada perkiraan
pendapatan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi
tingkat keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO.
iii. Penentuan nisbah bagi hasil penjualan
Adalah penentuan nisbah yang didasarkan pada perkiraan
penerimaan penjualan yang diperoleh nasabah yang diperoleh
nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang
ditetapkan dalam rapat ALCO.
35
a) Pembiayaan berjangka waktu dibawah satu tahun dapat
dilakukan dengan saat jatuh tempo.
b) Pembiayaan dengan jangka diatas satu tahun dapat diatur
secara proporsional selama jangka waktu pembiayaan.
4. Pembiayaan Mudharabah
a. PengertianMudharabah
Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal (100%),
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.Keuntungan dibagi
sesuai kesepakan di dalam kontrak.Sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut tidak
disebabkan oleh pengelola (Antonio, 2001: 95).
b. Landasan syariah
1) Q.S an-Nisa’ ayat 29
Artinya:
“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu,
2) Hadis Nabi riwayat Thabrani
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta
sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya
agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,
serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya.
Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.”(HR. Thabrani dari Ibnu
Abbas).
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 7/DSN-MUI/IV/2000
Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Fatwa Dewan
Syariah Nasional nomor 7/DSN-MUI/IV/2000maka diperoleh
ketentuan dalam pembiayaan Mudharabah yaitu meliputi:
a) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha
37
b) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul
maal(pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu
proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak
sebagai mudharib atau pengelola usaha.
c) Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan
pembagiankeuntungan ditentukan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
d) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha
yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen
perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan.
e) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
f) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian
akibat dari Mudharabah kecuali jika mudharib
(nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
g) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan Mudharabah tidak
ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama
h) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan
mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS
dengan memperhatikan fatwa DSN.
i) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan
kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau
biaya yang telah dikeluarkan.
Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah sesuai Fatwa
Dewan Syariah Nasional nomor 7/DSN-MUI/IV/2000:
a) Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib)
harus cakap hukum.
b) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para
pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
(1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
(2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat
39
(3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi,
atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi
modern.
c) Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang
diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk
tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
(1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
(2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang
dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka
aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
(3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus
dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap
maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
d) Keuntungan Mudharabah adalah jumlah yang didapat
sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut
ini harus dipenuhi:
e) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai
perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh
penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif
mudharib,Harus diperuntukkan bagi kedua pihak
(2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak
harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak
disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi
(nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.
Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
(3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan
dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
(4) tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
(5) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan Mudharabah, yaitu keuntungan.
(6) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah
Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
Mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang
berlaku dalam aktifitas itu.
Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan Mudharabah sesuai
aturan DSN Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
7/DSN-MUI/IV/2000:
41
b) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan
sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
c) Pada dasarnya, dalam Mudharabah tidak ada ganti
rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad
al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
d) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
c. Rukun Mudharabah
Rukun dalam akad Mudharabah menurut Asiyah (2014: 187)
adalah:
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Pelaku pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal
(shahibul maal) sedangkan pihak kedua bertindak sebagai
pelaksana usaha (Mudharib).
2) Objek Mudharabah
Pemilik modal menyerahkan modal kerjanya sebagai objek
Mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan
kerjanya sebagai objek Mudharabah.Modal yang diserahkan
uangnya.Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk
keahlian, ketrampilan, selling skil, management skill, dan
lain-lain.
3) Persetujuan kedua belah pihak (Ijab-Qobuli)
Persetujuan merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin
minkum (sama-sama rela). Kedua belah pihak harus sama rela
bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad Mudharabah.
4) Nisbah keuntungan
Nisbah keuntungan merupakan cermin imbalan yang berhak
diterima oleh kedua belah pihak yang
bermudharabah.Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,
sedangkan shahibul maal mendapatkan imbalan atas
penyertaan modalnya.
Menurut Muhamad (2004: 72), meliputi:
1) Malik, atau Shahibul maal ialah yang mempunyai modal.
2) Amil, atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal.
3) Amal, ialah usahanya.
4) Maal, ialah harta pokok atau modal.
5) Shigot, atau perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha.
6) Hasil.
d. Syarat sahnya Mudharabah