EMANSIPASI WANITA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Felicia Citra Wibawa
NIM : 079114114
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
v
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana sebuah karya ilmiah.
Yogyakarta,
Penulis,
vii
SIKAP WANITA KARIER DI INDONESIA TERHADAP EMANSIPASI WANITA
Felicia Citra Wibawa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap wanita karier di Indonesia terhadap emansipasi wanita. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita karier dengan rentang usia antara 22 – 55 tahun yang berjumlah 70 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Keseluruhan aitem berjumlah 40 aitem. Skala yang digunakan telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik Alpha Cronbach menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,940. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai minimum, mean empirik, mean teoritik, dan standar deviasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa wanita karier di Indonesia memiliki sikap positif yang signifikan terhadap emansipasi wanita. Hal ini didukung dengan adanya data bahwa mean empirik lebih besar dari mean teoritik (136,09 > 100) dengan p=0,000 (p<0,05). Lebih lanjut, hasil analisis menurut aspek sikap memperlihatkan hasil bahwa wanita karier memiliki aspek perilaku yang negatif terhadap emansipasi wanita, sedangkan aspek kognitif dan afektifnya adalah positif.
viii
THE ATTITUDE OF CAREER WOMEN IN INDONESIA TOWARDS THE EMANCIPATION OF WOMEN
Felicia Citra Wibawa
ABSTRACT
The purpose of this study was to determined the attitude of career women in Indonesia towards the emancipation of women. The research method used in this study was descriptive quantitative. Subjects in this study are career women with age ranged between 22-55 years, amounting to 70 people. The instrument used in this study was a scale compiled by researcher. All items were 40 items. Scale that used have been tested for validity and reliability. Reliability estimation was done using Cronbach Alpha technique produces reliability coefficient of 0.940. Data analysis methods used in this research was descriptive statistical method which includes the presentation of data through tables, calculating the maximum value, minimum value, mean empirical, theoretical mean and standard deviation. Results of data analysis showed that career women in Indonesia have significant positive attitude towards the emancipation of women. This result supported by the comparison result expressing the empirical mean that is greater than the theoretical mean (136.09> 100) with p = 0.000 (p <0,05). Furthermore, according to the analysis on the attitude aspects, its showed that career women have negative behavioral aspects of attitude towards the emancipation of women, while the cognitive and affective aspects of attitude towards the emancipation of women were positive.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Felicia Citra Wibawa
Nomor Mahasiswa : 079114114
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Sikap Wanita Karier di Indonesia Terhadap Emansipasi Wanita
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 22 Agustus 2013
Yang menyatakan,
( Felicia Citra Wibawa )
x
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang lebih tepat kecuali hatur sembah nuhun kepada Sang Hyang
Widhi Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, peneliti menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan
tugas akhir ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S. selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dengan saran dan pendapat yang
sangat bermanfaat bagi penelitian ini. Terimakasih atas bimbingan, kesabaran dan
diskusi yang mengantarkan pemikiran dan penalaran dalam mengembangkan pola
pikir.
2.
Bapak Agung Santoso, M.A. yang telah membantu menjelaskan kembali metode
SPSS kepada peneliti, thank you very much, sir. It means a lot.
3.
Segenap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendidik dan mengajar peneliti selama proses perkuliahan.
4.
Segenap staf kesekretariatan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Mas
Gandung, Bu Nanik dan Pak Gie yang membantu peneliti dalam pengurusan
xi
5.
Papa dan mama yang selalu memberikan dukungan moral dan telah sabar
mendampingi peneliti selama proses penulisan skripsi.
6.
Ko Brian yang sudah sangat membantu proses pengumpulan data.
7.
Tiok6strings.
It’s been a long way and a ridiculously complex road. But in the
end I got here. Thanx for the discussion and bearing with me.
8.
Mas Gendel, mas Bruno, mas Ndaru, mas Catax, mas Beni. Terimakasih atas
diskusi-diskusi filosofisnya.
9.
Ray yang setia mengantarkan peneliti kemana saja.
10.
Nyowo, Jumpes, Sukun, Lia “D-FIN”, you guys are wonderfull friends, thanx for
all the cheering me up.
11.
Semua subjek yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi skala
peneliti, baik pada proses try-out maupun proses penelitian.
12.
Semua pihak yang senantiasa memberikan dukungan dan doa untuk keberhasilan
peneliti dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab sebagai mahasiswa, yang
tidak dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan ini.
Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maya Esa berkenan membalas segala
kebaikan dan kemurahan hati semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan
dan doanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki keterbatasan dan
kekurangan. Oleh karena itu, saran, tanggapan dan kritik dari para pembaca sangat
xii
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
Psikologi.
Yogyakarta, Juni 2013
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 6
C.
Tujuan Penelitian ... 7
D.
Manfaat Penelitian ... 7
xiv
2.
Manfaat Praktis ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A.
Wanita Karier ... 8
1.
Pengertian Wanita Karier ... 8
2.
Konsep Peran Wanita menurut Budaya di Indonesia ... 9
3.
Alasan Wanita Melakukan Karier ... 10
4.
Hambatan Wanita Melakukan Karier... 11
B.
Emansipasi Wanita ... 12
1.
Pengertian Emansipasi Wanita ... 12
2.
Sejarah Emansipasi Wanita ... 13
3.
Indikator Emansipasi Wanita ... 16
C.
Sikap (
Attitude
) ... 18
1.
Pengertian Sikap... 18
2.
Komponen Sikap ... 19
3.
Pembentukan Sikap ... 19
4.
Fungsi Sikap ... 21
D.
Sikap Wanita Karier di Indonesia terhadap Emansipasi Wanita ... 23
BAB III METODE PENELITIAN... 28
A.
Desain Penelitian ... 28
xv
C.
Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28
D.
Subjek Penelitian ... 29
E.
Alat Ukur ... 30
F.
Uji Coba Penelitian ... 31
G.
Validitas dan Reliabilitas ... 32
1.
Validitas ... 32
2.
Seleksi Aitem ... 32
3.
Reliabilitas ... 34
H.
Metode Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A.
Persiapan Penelitian ... 36
B.
Pelaksanaan Penelitian ... 36
C.
Hasil Penelitian ... 38
1.
Karakteristik Subjek Penelitian ... 38
2.
Uji Normalitas ... 40
3.
Deskripsi Data Penelitian ... 40
4.
Uji t ... 41
D.
Analisis Khusus ... 42
1.
Aspek Sikap... 42
2.
Indikator Emansipasi Wanita ... 44
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A.
Kesimpulan ... 51
B.
Saran ... 52
1.
Bagi wanita karier di Indonesia... 52
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1:
Blue-print
Skala Sikap Wanita Karier di Indonesia
terhadap Emansipasi Wanita ... 31
Tabel 2: Distribusi Aitem Skala Sikap Wanita Karier di Indonesia
terhadap Emansipasi Wanita ... 34
Tabel 3: Koefisien Reliabilitas Skala Sikap Wanita Karier di Indonesia
terhadap Emansipasi Wanita ... 34
Tabel 4: Usia Subjek ... 38
Tabel 5: Pendidikan Terakhir Subjek ... 38
Tabel 6: Agama Subjek ... 39
Tabel 7: Status Pernikahan Subjek ... 39
Tabel 8: Pekerjaan Subjek ... 39
Tabel 9: Uji Normalitas ... 40
Tabel 10: Deskripsi Data Penelitian ... 41
Tabel 11: Uji t ... 42
Tabel 12: Statistik Aspek Sikap ... 42
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A: Skala Sikap Wanita Karier di Indonesia
terhadapEmansipasi Wanita (
Try Out
) ... 55
LAMPIRAN B: Data
Try Out
... 69
LAMPIRAN C: Uji Reliabilitas
Try Out
... 82
LAMPIRAN D: Skala Sikap Wanita Karier di Indonesia
terhadap Emansipasi Wanita ... 87
LAMPIRAN E: Data Penelitian ... 99
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bekerja pada masa sekarang ini adalah sebuah aktifitas atau kegiatan yang tidak asing lagi bagi manusia. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa manusia perlu bekerja demi kelangsungan hidupnya. Kegiatan bekerja sebenarnya selalu menyertai perkembangan hidup manusia. Pada jaman purbakala, manusia sudah harus bekerja agar bisa makan, yaitu dengan berburu. Lalu jaman berkembang, dan manusia mulai mencoba bercocok tanam untuk bisa makan. Kegiatan bekerja terus berkembang sehingga menjadi suatu kegiatan yang vital bagi tiap manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerja berarti sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Ada banyak jenis pekerjaan yang bisa dijalani seseorang, baik dalam hal jasa seperti dokter, guru, konselor, dan lain-lain, serta ada juga pekerjaan dalam bidang produksi, seperti petani, penulis, musisi, dan lain-lain. Tiap orang disarankan untuk memilih pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Tidak jarang ada wanita yang bekerja sebagai buruh pabrik ataupun kuli angkut barang di pasar. Dahulu wanita lebih dikenal dalam peran sebagai ibu rumah tangga (peran domestik), sehingga bila seorang wanita bekerja, maka pekerjaannya biasanya ada hubungannya dengan pekerjaan-pekerjaan di sekitar rumah tangganya. Rendahnya tingkat partisipasi wanita dalam pekerjaan disebabkan motivasi kerja wanita sering diwarnai oleh faktor-faktor sosial budaya yang akan membentuk sikap tertentu dalam bekerja, masih adanya anggapan bahwa wanita lebih baik melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga saja, serta kurangnya kesediaan masyarakat mengakui dan menghargai kemampuan wanita dalam pekerjaannya (Yuwana, 1984).
Perubahan peran wanita ini tentu saja tidak terjadi secara tiba-tiba. Proses ini telah dimulai sejak abad ke-18, oleh para pemikir awal feminis. Awalnya dimulai dengan munculnya para penulis wanita, dimana pada masa itu wanita dinilai tidak pantas untuk menulis buku, berpuisi, atau bermain drama. Kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh para pria aristokrat. Proses ini lalu dikenal dengan sebutan emansipasi wanita, yang bertujuan kesetaraan antara pria dan wanita, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain (Hollows, 2000). Gerakan emansipasi wanita tidak berhenti hanya sebatas untuk memberikan wanita kebebasan dalam menulis dan berpikir. Semenjak masa revolusi industri di Inggris pada tahun 1876, wanita juga diberikan kesempatan untuk bekerja, walaupun pada masa itu dengan upah yang lebih rendah daripada pria. Seiring dengan perkembangan jaman, kondisi wanita bekerja kini telah jauh berubah. Wanita yang bekerja kini memperoleh upah yang setara dengan pria dan telah adanya cuti-cuti khusus yang diberikan pada wanita, seperti cuti kehamilan dan cuti datang bulan, perkembangan yang seperti ini adalah contoh dari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah wanita bekerja pada masa kini.
dengan menghayati serta menerima bahwa pekerjaannya itu merupakan jalan untuk mengembangkan kemampuan dirinya (Masdani, 1981).
Bertentangan dengan apa yang pernah menjadi kepercayaan umum, sebagian besar wanita bekerja tidak hanya untuk “keluar dari rumah” atau memenuhi kebutuhan psikologisnya. Seperti halnya pria, alasan wanita bekerja bermacam-macam, namun utamanya adalah karena kebutuhan ekonomi (Bohlander , 2004). Dengan berkarier (bekerja) wanita bisa menyumbangkan hasil jerih payahnya untuk meningkatkan standar kehidupan keluarganya. Meskipun wanita karier bisa mendapatkan keuntungan sosial ekonomi, wanita tersebut dituntut tetap bijaksana dalam mengurus rumah tangga. Ketidakmampuan mengurus rumah tangga bisa menyebabkan ketidakharmonisan keluarga (Aminatun, 2008).
Ada juga ibu yang berperan sebagai wanita karier bukan sekedar karena situasi ekonomi atau demi mengejar pendapatan, melainkan juga mengangkat status dirinya sebagai wanita yang mampu berprestasi di tengah-tengah kehidupan keluarga dan masyarakat (Aminatun, 2008). Motivasi wanita karier tidaklah semata-mata demi mendapatkan keuntungan materi, tetapi juga mempunyai ciri khas aspek profesional dan idealisme. Aspek yang paling penting adalah adanya ambisi untuk maju dalam pekerjaan dengan meningkatkan jenjang-jenjang yang ada, dan keinginan melakukan pekerjaan seumur hidup dengan bekerja secara full-time (Aminatun,2008). Kehadiran wanita dalam dunia kerja sebagai suatu
mendesak. Sebagai wanita karier, wanita cenderung memiliki wawasan yang lebih luas, terbuka, dan bijaksana menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah keluarga dan masyarakat (Yuwana, 1984).
Apabila tugas seorang wanita yang telah berkeluarga hanya dibatasi mengurus rumah tangga dan mengasuh keluarga, bisa menyebabkan seorang wanita merasakan kejenuhan akan rutinitas hidup yang dijalani, karena pada kenyataannya tidak semua wanita hidup bahagia dalam lingkungan rumah tangga (Aminatun, 2008). Walaupun Harriet Taylor berpendapat bahwa secara psikologis, bekerja itu amat penting bagi wanita, dia juga mengisyaratkan dalam bukunya yang berjudul Enfranchisement, bahwa seorang wanita harus memilih antara fungsi
sebagai istri dan ibu, atau bekerja di luar rumah (Tong, 1998).
Di sisi lain, banyak juga ditemukan wanita karier yang mengalami konflik peran antara berkarier dan ibu rumah tangga. Sebagai ibu rumah tangga mereka memiliki peran domestik sebagai ibu dari anak-anaknya, sebagai istri dari suaminya, dan sebagai anggota masyarakat. Sedangkan di dunia kerja mereka harus selalu berorientasi pada kinerja yang profesional. (Aminatun, 2008). Ketidakseimbangan dalam menjalani peran sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga dapat menyebabkan ketidakharmonisan keluarga.
Budaya membentuk suatu pola tersendiri di masyarakat, dan wanita karier sebagai bagian dari masyarakat diharapkan untuk mengikuti pola yang ada ini.
Dengan menepis segala rintangan yang ada, baik dari sisi kepercayaan masyarakat umum maupun kemampuan individu, wanita bekerja telah menjadi hal yang lumrah di masa kini. Banyak wanita bekerja tak lagi sekedar “bekerja”, tetapi mereka telah bergerak ke arah mengejar karir, hingga wanita karir menjadi trend masa kini.
Ucapan “kan sekarang jamannya emansipasi wanita” tak jarang terdengar, diutarakan oleh para wanita bekerja. Kondisi di mana wanita mampu bekerja bahkan berkarier memang adalah hasil dari perjuangan panjang program kesetaraan gender yang dikenal dengan nama emansipasi wanita. Akan tetapi, apakah para wanita yang bekerja tersebut benar-benar memiliki sikap positif terhadap emansipasi wanita? Sementara emansipasi wanita itu sendiri masih menjadi pokok pembicaraan yang kontradiktif dari sudut pandang budaya dan agama. Oleh karena itu peneliti hendak melihat dengan pasti, apakah para wanita yang melakukan kerja karier itu benar-benar memiliki sikap positif terhadap emansipasi wanita.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui sikap wanita karir di Indonesia terhadap emansipasi wanita.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan dasar untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai konflik yang dialami wanita karier.
2. Manfaat Praktis
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Wanita Karier
1. Pengertian Wanita Karier
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan (KBBI Daring,
2008) menjabarkan wanita sebagai perempuan dewasa, sedangkan
perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai alat genital vagina,
dapat mestruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.
Dalam KBBI Daring (2008) disebutkan bahwa karier adalah
perkembangan dan kemajuan di kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan
sebagainya. Selain itu karier juga dapat diartikan sebagai pekerjaan yang
memberikan harapan untuk maju. Martaniah (1998 dalam Aminatun,
2008) menambahkan bahwa kerja karier adalah kerja yang berjenjang,
orang yang bekerja memiliki kemungkinan untuk mencapai jenjang yang
lebih tinggi.
Masdani (dalam Aminatun, 2008) menyebutkan wanita karier
adalah wanita yang bekerja pada pekerjaan yang berjenjang sehingga
memiliki kemungkinan mencapai jenjang yang lebih tinggi dan
menghayati serta menerima bahwa pekerjaannya itu merupakan jalan
2. Konsep Peran Wanita menurut Budaya di Indonesia
Indonesia memiliki banyak ragam budaya, salah satu budaya yang
mayoritas adalah budaya Jawa. Budaya Jawa memiliki istilah yang
menyebutkan wanita sebagai “kanca wingking” atau teman di garis
belakang, sebagai teman dalam mengelola urusan rumah tangga,
khususnya urusan anak, memasak, mencuci, dan lain-lain. Hardanti (2002)
mengatakan bahwa secara tradisional, peranan wanita selalu dikaitkan
dengan rumah, dapur, dan anak.
Fausia & Nasyiah (dalam Dewanti, 2008) membedakan peranan
wanita menjadi tiga kategori:
a. Peranan produktif
Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan oleh wanita
untuk memperoleh upah secara tunai atau menghasilkan
barang-barang yang tidak dikonsumsi sendiri. Contohnya bekerja di sektor
dormal dan informal
b. Peranan reproduktif
Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan
tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang
dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja
yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contohnya melahirkan,
memasak, mengasuh anak, mencuci, membersihkan rumah, dan
c. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik
Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial) mencakup
kegiatan yang sifatnya menjalin kebersamaan, solidaritas antar
masyarakat seperti arisan, upacara adat, sukarelawan, dan tanpa upah.
Sedangkan pengelolaan politik adalah peranan yang dilakukan pada
tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik,
biasanya dibayar dan meningkatkan status/kekuasaan.
3. Alasan Wanita Melakukan Karier
Tidak seperti apa yang pernah menjadi kepercayaan umum,
sebagian besar wanita memutuskan untuk bekerja tidak hanya karena
merasa jenuh berada di rumah atau demi memenuhi kebutuhan
psikologisnya. Seperti halnya pria, wanita memiliki bermacam-macam
alasan untuk bekerja, namun yang utama adalah karena kebutuhan
ekonomi (Bohlander , 2004).
Hardanti (2002) menyimpulkan, secara umum ada tiga hal yang
menyebabkan wanita melakukan karier, yaitu: tuntutan ekonomi, dorongan
keinginan membentuk karier, serta pembangunan memerlukan tenaga kerja
dan wanita sebagai sumber daya pembangunan (Saljo, 1983; Suratiyah
4. Hambatan Wanita Melakukan Karier
Yuwana (1984 dalam Aminatun, 2008) mengatakan rendahnya
tingkat partisipasi wanita dalam bidang pekerjaan disebabkan motivasi
kerja wanita sering diwarnai oleh faktor-faktor sosial budaya yang akan
membentuk sikap tertentu dalam bekerja, misalnya masih adanya
anggapan bahwa wanita lebih baik melakukan tugasnya sebagai ibu rumah
tangga saja, serta kurangnya kesediaan masyarakat mengakui dan
menghargai kemampuan wanita dalam pekerjaannya.
Aminatun (2008) menambahkan, wanita mengalami berbagai
faktor penghambat dalam meniti jenjang karier yang lebih tinggi. Berbagai
faktor penghambat tersebut diantaranya:
a. Masih adanya persepsi/ anggapan di kalangan masyarakat bahwa
wanita yang meniti karier sering menjadi biang keladi dari setiap
keretakan keluarga dan ketidakharmonisan suami dan anak
b. Tidak semua wanita karier mampu melakukan pembagian waktu antara
keluarga dan karier.
Berdasarkan seluruh keterangan di atas, wanita karier bisa didefinisikan
sebagai manusia perempuan yang memiliki pekerjaan yang memberikan harapan
untuk maju dan berkemungkinan untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi.
Dalam melaksanakan pekerjaannya wanita tersebut telah melalui seluruh
hambatan yang muncul (persepsi masyarakat ataupun pembagian waktu antara
tuntutan pembangunan) menjalani pekerjaannya dengan pemahaman bahwa
pekerjaannya itu adalah jalan untuk mengembangkan kemampuan dirinya.
B. Emansipasi Wanita
1. Pengertian Emansipasi Wanita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan (KBBI
Daring, 2008), emansipasi memiliki dua pengertian. Pertama adalah
pembebasan dari perbudakan; kedua, persamaan hak di berbagai aspek
kehidupan masyarakat.
KBBI Daring (2008) kemudian menjelaskan emansipasi wanita
sebagai proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi
yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan
untuk berkembang dan untuk maju.
Munthe (2003) menyatakan, di Indonesia gerakan emansipasi
dilakukan oleh organisasi-organisasi wanita berlandaskan pada gagasan
Kartini. Kartini menuntut pendidikan bagi kaum wanita, berarti
orientasinya lebih ditekankan pada tingkatan kecerdasan secara individual.
Sasaran yang lebih jauh ingin dicapai adalah mengangkat martabat
kaumnya, sehingga sejajar dengan martabat kaum pria. Dengan demikian,
maka gerakan emansipasi yang dilakukan oleh kaum wanita Indonesia
dapat diartikan sebagai gerakan pembebasan kaum wanita dari
ketergantungan pada orang lain, terutama pada kaum laki-laki. Tujuan
hak-haknya seperti halnya yang berlaku pada kaum laki-laki, sehingga mereka
tidak lagi menyandang sebutan “warga negara kelas dua”.
Emansipasi wanita pada intinya adalah upaya yang dilakukan kaum
perempuan untuk mengejar ketertinggalannya dari kaum laki-laki,
termasuk di dalamnya upaya untuk memperoleh kesamaan hak, peran, dan
fungsi dalam berbagai aspek kehidupan (Murfitriati dan Sopari, 2009).
2. Sejarah Emansipasi Wanita
Kesadaran kaum wanita atas kondisi sosial yang semakin tidak
memihak kaum wanita memunculkan perjuangan wanita. Kaum wanita
menyadari bahwa ketertinggalannya dari kaum laki-laki sangat merugikan
diri mereka, dan kondisi tersebut tidak terjadi dengan sendirinya. PBB
kemudian menanggapi isu ini dengan memasukkan konsep emansipasi
sebagai bagian dari Hak-hak Azasi Manusia (HAM), yang kemudian
dideklarasikan pada tahun 1948 (Murfitriati dan Sopari, 2009).
Dalam modul Isu Global Gender Pusat Pelatihan Gender dan
Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN yang diterbitkan pada tahun
2009 diceritakan secara singkat sejarah emansipasi wanita. Perjuangan
yang dimulai sejak deklarasi HAM ini berlanjut pada 12 Juli 1963, dengan
munculnya gerakan global yang dipelopori oleh gerakan kaum wanita.
Gerakan ini berhasil mendeklarasikan suatu resolusi melalui Badan
Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOK) nomor 861 F. resolusi ini
dibentuknya Komite Nasional kedudukan Wanita Indonesia (SK Menteri
Negara Kesra No. 34/KPTS/Kesra/1968).
Untuk menjalankan konsep emansipasi tersebut dikembangkan
berbagai program pemberdayaan perempuan (Women Empowerment
Programs). Pada tahun 1975 di Mexico City, PBB menyelenggarakan
World Conference International Year of Women. Selanjutnya pada tahun
1980 di Kopenhagen, diselenggarakan World Conference UN Decade of
Women. Konferensi ini mengesahkan konvensi tentang peniadaan seluruh
bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on the Elimination
of all Form of Discrimination Against Women, CEDAW). Dalam
konferensi ini, Indonesia hadir diwakili oleh Menteri Urusan Peranan
Wanita. Pada tahun 1984, pemerintah Indonesia meratifikasi hasil
konvensi tersebut.
Dalam ICPD Kairo tahun 1994 dilakukan penyamaan konsep,
yakni bahwa pemberdayaan perempuan merupakan kondisi dasar untuk
stabilisasi kependudukan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Kesepakatan ICPD ini memberikan kontribusi penting dalam banyak
konferensi yang diadakan selanjutnya, seperti Konferensi Puncak Sedunia
tentang Pembangunan Sosial dan Konferensi Wanita Sedunia keempat di
Beijing. FWCW di Beijing pada tahun 1995 menyatakan harus adanya
komitmen pemerintah untuk meningkatkan status perempuan.
Pada tahun 2000 wakil dari 187 negara berkumpul atas prakarsa
dengan Millenium Development Goals (MDG’s). MDG’s adalah
kesepakatan bersama untuk mengubah kehidupan masyarakat dunia,
termasuk mengurangi separuh dari jumlah masyarakat yang hidup di
bawah garis kemiskinan. Kesepakatan ini kemudian menjadi acuan dalam
pelaksanaan pembangunan di seluruh negara berkembang, termasuk
Indonesia. Di Indonesia, kesepakatan ini dikenal dengan nama delapan
tujuan pembangunan millenium, antara lain:
a. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
b. Memenuhi standar pendidikan dasar
c. Meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan
d. Mengurangi angka kematian bayi
e. Meningkatkan kesehatan ibu
f. Memerangi HIV dan AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
g. Mengelola lingkungan hidup secara berkelanjutan
h. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Dari paparan di atas alur perkembangan konsep dan program
Bagan 1
Bagan Perkembangan Konsep dan Program Gender
(Modul Isu Kesetaraan Gender, 2009)
3. Indikator Emansipasi Wanita
Pada awal milenium, istilah emansipasi wanita sudah jarang
digunakan, isu-isu emansipasi wanita berubah menjadi isu kesetaraan
gender (Daulay, 2007). Dalam buku Parameter Kesetaraan Gender dalam
Pembentukan Peraturan Perundangan (2011), indikator kesetaraan gender
diuraikan menjadi:
a. Akses
Adanya kesempatan yang setara antara pria dan wanita
untuk memiliki/memperoleh sumber daya dalam segala bidang
(misalnya pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lain-lain).
b. Partisipasi
Adanya kesempatan yang setara antara pria dan wanita
untuk ikut andil dalam melaksanakan hak dan kewajibannya pada
c. Kontrol
Adanya relasi kekuasaan yang setara antara pria dan wanita.
d. Manfaat
Adanya kesetaraan manfaat yang diterima baik oleh pria
maupun wanita dalam semua aspek kehidupan.
Berdasarkan empat indikator diatas, terdapat kemiripan antara
indikator akses dan indikator partisipasi, sehingga kedua indikator ini
dapat digabungkan. Kemiripan tersebut dapat dilihat dari penjabaran
indikator akses, dimana pria dan wanita memiliki kesempatan yang setara
untuk memiliki/ memperoleh sumber daya dalam segala bidang.
Penjabaran ini sudah mencakup penjabaran indikator partisipasi dimana
pria dan wanita memiliki kesempatan yang setara untuk melaksanakan
haknya. Oleh karena aspek sumber daya juga merupakan bagian dari
indikator partisipasi, maka kedua indikator ini dapat diukur dengan
menggunakan aitem yang sama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa emansipasi wanita adalah
sebuah proses perjuangan panjang yang dilakukan tidak hanya oleh para wanita,
bertujuan mencapai kesetaraan antara pria dan wanita dalam berbagai aspek
kehidupan. Kemudian istilah ini mengalami perubahan istilah menjadi kesetaraan
C. Sikap (Attitude)
1. Pengertian Sikap
Ostrom (dalam Roeckelein, 1998) mengatakan ada lebih dari 30
perumusan teoritis yang berbeda yang dijelaskan dalam buku-buku teks
mengenai teori sikap. Secara sederhana, sikap adalah kecenderungan untuk
menyukai atau tidak menyukai sesuatu (Hewstone, Fincham, & Foster.
2005). Lebih lanjut lagi, Rokeach (dalam Gross, 2005) mendefinisikan
sikap sebagai orientasi atau kecenderungan yang dipelajari, terhadap suatu
objek atau situasi, yang menyediakan sebuah kecenderungan untuk
merespon objek atau situasi tersebut secara positif (favourably) atau
negatif (unfavourably).
Definisi lainnya menyebutkan sikap sebagai sebuah kecenderungan
yang dipelajari untuk merespon objek tertentu secara kognitif, afektif dan
perilaku (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000). Wolman (dalam
Roeckelein, 1998) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecenderungan
yang dipelajari untuk mengevaluasi atau bereaksi secara konsisten dengan
cara tertentu, baik secara positif ataupun negatif, terhadap orang, tempat,
konsep, atau benda tertentu.
Objek dari kecenderungan-kecenderungan ini sering disebut objek
sikap (attitude object). Sikap secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perilaku dalam hampir tiap interaksi sosial (Hewstone,
2. Komponen Sikap
Para psikolog sosial secara umum sepakat, ada tiga komponen
sikap (Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000), yaitu:
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif terdiri dari pikiran-pikiran dan
kepercayaan-kepercayaan individu mengenai objek sikap.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif meliputi perasaan dan emosi yang dirasakan
individu mengenai objek sikap.
c. Komponen Perilaku (Behavioural)
Komponen perilaku terdiri dari kecenderungan untuk bertindak
dengan cara-cara tertentu terhadap sebuah objek sikap.
3. Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut
Azwar (2011) adalah sebagai berikut:
a. Pengalaman pribadi
Apa yang dialami individu akan membentuk dan
mempengaruhi penghayatan individu terhadap stimulus sosial.
Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk
memiliki tanggapan dan penghayatan, seseorang harus memiliki
pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apabila seorang
psikologis, individu tersebut akan cenderung membentuk sikap negatif
terhadap objek tersebut (Middlebrook dalam Azwar, 2011).
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar individu merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap individu. Seseorang
yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan persetujuannya,
seseorang yang tidak ingin dikecewakan, atau seseorang yang berarti
khusus bagi individu; akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap
individu terhadap sesuatu.
c. Pengaruh budaya
Budaya dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Tanpa disadari budaya
telah menanamkan garis pengaruh sikap individu terhadap berbagai
masalah. Budaya telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena
budayalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang
menjadi anggota kelompok masyarakat.
d. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
memiliki pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pesan-pesan berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu
terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh
informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem
memiliki pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
f. Pengaruh faktor emosional
Terkadang suatu bentuk sikap adalah pernyataan yang didasari
oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyalur frustasi atau
pengalihan untuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat
merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah
hilang.
4. Fungsi Sikap
Hogg & Vaughan (dalam Gross, 2005) mengatakan bahwa tanpa
konsep sikap, individu akan mengalami kesulitan dalam menjelaskan dan
bereaksi terhadap kejadian-kejadian tertentu, membuat keputusan, dan
melakukan interaksi sosial. Gross (2005) menyimpulkan bahwa sikap
menyediakan reaksi siap-pakai, dan interpretasi dari kejadian-kejadian
bagi individu, seperti halnya aspek-aspek kognitif lainnya dalam diri
Smith et al (dalam Haddock & Maio, 2004) menyatakan bahwa
sikap dapat berfungsi sebagai penilai-objek (object-appraisal),
penyesuaian sosial (social-adjustment), dan/atau eksternalisasi
(externalization). Fungsi sebagai penilai objek meliputi kemampuan sikap
untuk menyimpulkan katakter positif dan negatif dari objek-objek yang
ada di lingkungan individu. Fungsi penyesuaian sosial adalah fungsi sikap
yang membantu individu untuk mengenali individu lain yang dinilai baik
dan menjauhkan diri dari individu lain yang tidak disukai. Fungsi
eksternalisasi adalah fungsi sikap yang melindungi diri individu dari
konflik internal.
Katz (dalam Gross, 2005) membagi fungsi sikap dalam empat
kategori utama:
a. Fungsi Pengetahuan (Knowledge Fuction)
Sikap memberikan makna dan arahan pada pengalaman,
menyediakan kerangka referensi untuk menilai kejadian, objek, dan
orang.
b. Fungsi Penyesuaian (Adjustive Function)
Individu menerima respon positif dari individu lain dengan
menunjukkan sikap yang diterima secara sosial, sehingga individu
tersebut mendapatkan ganjaran (reward) penting, misalnya penerimaan
c. Fungsi Menyatakan-nilai (Value-expressive Function)
Ganjaran (reward) yang diterima individu mungkin bukan
berupa persetujuan sosial, tetapi konfirmasi terhadap aspek positif dari
konsep diri individu, terutama integritas personalnya.
d. Fungsi Pertahanan-ego (Ego-defensive Function)
Sikap membantu melindungi individu dari mengakui
kekurangan personalnya. Pertahanan-ego sering berarti penghindaran
dan penyangkalan pengetahuan diri (self-knowledge).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
sebuah kecenderungan yang dipelajari, terbentuk dari gabungan antara
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain dan budaya, media massa, lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosional. Sikap terdiri dari 3
komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan prilaku. Sikap digunakan
untuk mengevaluasi atau bereaksi secara konsisten dengan cara tertentu
terhadap objek sikap, baik secara positif ataupun negatif.
D. Sikap Wanita Karier di Indonesia terhadap Emansipasi Wanita
Setelah melalui perjuangan panjang, wanita akhirnya mendapatkan
persamaan hak dengan kaum pria dalam hampir segala bidang.
Perkembangan yang paling menonjol akhir-akhir ini adalah meningkatnya
jumlah wanita yang meniti karir. Kesetaraan yang dinikmati oleh kaum
wanita saat ini merupakan hasil dari sebuah perjuangan yang berawal dengan
Wanita pada masa kini lebih bebas untuk bekerja, akan tetapi mereka
tetap bersalah bila “meninggalkan” keluarga dan rumah tangganya. Hal ini
dikarenakan masih kuatnya pengaruh peran budaya mengenai peran
tradisional wanita, dimana secara tradisional wanita selalu dikaitkan dengan
rumah, dapur, dan anak (Hardanti, 2002). Pada kenyataannya, masih banyak
wanita Indonesia yang mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari
perspektif tradisional ini.
Wanita karier adalah wanita yang bekerja dengan pemahaman dan
harapan bahwa pekerjaannya itu merupakan jalan untuk mengembangkan
kemampuan dirinya (Masdani, 1981 dalam Aminatun, 2008). Mereka tentu
memiliki sikap tertentu terhadap emansipasi wanita. Istilah emansipasi wanita
sendiri saat ini telah berubah menjadi kesetaraan gender (Daulay, 2007).
Indikator dari kesetaraan gender adalah partisipasi dan akses, kontrol, dan
manfaat.
Sikap (attitude) adalah sebuah kecenderungan yang dipelajari untuk
mengevaluasi atau bereaksi secara konsisten dengan cara tertentu, baik secara
positif ataupun negatif, terhadap orang, tempat, konsep, atau benda tertentu
(Wolman, 1973 dalam Roeckelein, 1998). Secara umum telah disepakati
bahwa sikap memiliki komponen kognitif, afektif dan perilaku (Huffman,
Vernoy, & Vernoy, 2000). Ketiga komponen ini mempengaruhi bagaimana
sikap seseorang terhadap sesuatu. Komponen kognitif terdiri dari pikiran dan
kepercayaan individu mengenai objek sikap. Komponen afektif meliputi
Komponen perilaku terdiri dari kecenderungan individu untuk bertindak
terhadap objek sikap. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh pengalaman
pribadi, pengaruh orang lain dan budaya, media massa, lembaga pendidikan
dan lembaga agama, serta faktor emosional.
Sikap wanita karier terhadap emansipasi wanita adalah bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan positif atau negatif wanita karier terhadap
emansipasi wanita. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan indikator
sikap wanita karier terhadap emansipasi wanita (kesetaraan gender) adalah:
1. Komponen Kognitif
a. Meyakini bahwa pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang
setara untuk terlibat/ berpartisipasi dalam melaksanakan hak dan
kewajiban mereka.
b. Adanya keyakinan bahwa pria ataupun wanita memiliki relasi
kekuasaan yang setara.
c. Memiliki keyakinan bahwa baik pria maupun wanita harus
memperoleh manfaat yang sama dari segala aspek kehidupan.
2. Komponen Afektif
a. Sebagai wanita, merasa bahwa dirinya memiliki hak dan kewajiban
yang setara dengan pria, untuk berpartisipasi melaksanakan hak dan
kewajibannya.
b. Sebagai wanita, tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah
c. Merasa bahwa adanya manfaat yang setara bagi pria dan wanita
dalam setiap aspek kehidupan adalah hal yang wajar.
3. Komponen perilaku (behavioural)
a. Baik pria maupun wanita melaksanakan hak dan kewajibannya tanpa
ada halangan dari salah satu pihak.
b. Tidak bertindak semena-mena terhadap lawan jenis dan tidak
merendahkan diri di hadapan lawan jenis.
Skema II. 1
Skema Sikap Wanita Karier di Indonesia terhadap Emansipasi Wanita
Sikap wanita karier terhadap emansipasi wanita
Pengalaman pribadi
Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pengaruh budaya
Media massa
Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Pengaruh faktor emosional
Wanita Karier Emansipasi Wanita
Partisipasi dan Akses
Kontrol
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian
kuantitatif deskriptif adalah penelitian non-eksperimen yang bertujuan untuk
menggambarkan suatu fenomena dengan angka-angka. (Kerlinger, 2006).
B.
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitan ini adalah sikap wanita karier terhadap
emansipasi wanita.
C.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Sikap wanita karier terhadap emansipasi wanita adalah bentuk evaluasi
atau reaksi perasaan positif atau negatif wanita karier terhadap emansipasi
wanita.
1.
Aspek Kognitif : pikiran-pikiran dan kepercayaan-kepercayaan wanita
karier mengenai emansipasi wanita.
2.
Aspek afektif : perasaan dan emosi yang dirasakan wanita karier
mengenai emansipasi wanita.
3.
Aspek perilaku : kecenderungan wanita karier untuk bertindak dengan
cara-cara tertentu terhadap emansipasi wanita.
Emansipasi wanita adalah upaya yang dilakukan kaum perempuan
untuk mengejar ketertinggalannya dari kaum laki-laki, termasuk di dalamnya
upaya untuk memperoleh kesamaan hak, peran, dan fungsi dalam berbagai
aspek kehidupan (Murfitriati dan Sopari, 2009). Istilah emansipasi wanita
sendiri saat ini telah berubah menjadi kesetaraan gender (Daulay, 2007).
Indikator dari kesetaraan gender adalah:
1.
Partisipasi dan Akses : adanya kesempatan yang setara antara pria dan
wanita untuk mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya dalam
setiap aspek kebijakan dan program pembangunan pemerintah.
2.
Kontrol : adanya relasi kekuasaan yang setara antara pria dan wanita.
3.
Manfaat : adanya kesetaraan manfaat yang diterima baik oleh pria maupun
wanita dalam semua aspek kehidupan.
D.
Subjek Penelitian
untuk maju dan berkemungkinan untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi.
Subejek dalam penelitian ini berjumlah 70 orang dengan batasan usia 22-55
tahun, yaitu usia produktif wanita. Pemilihan usia produktif wanita karena
dimaksudkan bahwa wanita usia produktif adalah wanita yang masih mampu
bekerja secara aktif. Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah
random sampling
. Dengan menggunakan tekhnik ini
setiap individu dalam populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk
dipilih (Creswell, 2010).
E.
Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan satu alat ukur yaitu skala sikap wanita
karier terhadap emansipasi wanita. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan
3 indikator kesetaraan gender yang diuraikan lagi berdasarkan 3 komponen
sikap, hingga akhirnya dihasilkan 9 indikator sikap wanita karier terhadap
emansipasi wanita. Berdasarkan masing-masing indikator sikap wanita karier
terhadap emansipasi wanita disusun 3 aitem
favorable
dan 3 aitem
unfavorable
. Sehingga skala ini berisi 54 aitem yang terdiri dari 27 aitem
Skala ini bertujuan untuk mengetahui sikap wanita karier terhadap
emansipasi wanita. Metode pengisiannya menggunakan model skala Likert
dengan alternatif jawaban ”sangat tidak setuju (STS)” , ”tidak setuju (TS)”,
”setuju (S)”, dan ”sangat setuju (SS)”. Dengan pemberian skor 1 (untuk STS)
– 4 (untuk SS) pada aitem
favorable
, dan skor 1 (untuk SS) – 4 (untuk STS)
pada aitem
unfavorable
.
Tabel 1
Blue-print Skala Sikap Wanita Karier di Indonesia
terhadap Emansipasi Wanita
Afektif
Kognitif
(Behavioural)
Perilaku
G.
Validitas dan Reliabilitas
1.
Validitas
Validitas untuk alat ukur menggunakan validitas isi. Validitasi isi
merupakan validitas yang diestimasikan lewat pengujuan terhadap isi tes
dengan analisis rasional dan penilaian dari individu yang dianggap pakar
dalam bidangnya (
professional judgement
) (Azwar, 2008). Dalam hal ini
adalah dosen pembimbing, sehingga aitem – aitem dalam alat ukur dinilai
telah mencakup seluruh objek penelitian yang hendak diukur.
2.
Seleksi Aitem
dianggap buruk karena dapat diinterpretasikan sebagai item yang
memiliki daya diskriminasi rendah sehingga tidak dimasukkan dalam
item yang digunakan dalam penelitian atau dinyatakan gugur
(Nurgiyantoro, dkk, 2002). Penyeleksian aitem dilakukan dengan
komputer menggunakan program
SPSS for windows 17
.
Tabel 2
Distribusi Aitem Skala Sikap Wanita Karir di Indonesia
terhadap Emansipasi Wanita
Kognitif Afektif Perilaku
Favor
Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
pendekatan konsistensi, yaitu pengujian akan konsistensi antar bagian atau
konsistensi antar aitem tes. Suatu tes dinyatakan reliabel jika memiliki
konsistensi yang tinggi di antara komponen – komponen yang membentuk
tes secara keseluruhan (Azwar, 2008). Skala yang memiliki nilai di atas
0,500 dianggap memiliki reliabilitas yang memuaskan (Azwar, 2012).
Pengukuran koefisien reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik
Alpha Cronbach
program
SPSS for windows 17
,
reliabilitas skala yang diperoleh sebesar 0,941 sehingga diketahui bahwa
reliabilitas memuaskan.
Tabel 3
Koefisien Reliabilitas Skala Sikap Wanita Karier
di Indonesia terhadap Emansipasi Wanita
Koefisien Alpha Cronbach
N Item
N Subjek
H.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel,
perhitunhan nilai maksimum, nilai minimum, mean teoritis, mean empiris,
dan standar deviasi.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Proses penelitian dimulai dengan penyebaran skala dalam
situs-situs jejaring sosial sebagai uji coba penelitian. Uji coba penelitian
dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012 hingga 15 Juli 2012. Subjek
penelitian adalah wanita karier yang berusia 22-55 tahun. Jumlah subjek
yang digunakan dalam uji coba penelitian berjumlah 50 orang. Uji coba
penelitian memerlukan waktu yang lama untuk memenuhi kuota jumlah
subjek penelitian. Jumlah aitem skala pada skala uji coba berjumlah 54
aitem, yang terdiri dari 27 aitem favorable dan 27 aitem unfavorable.
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari tanggal 20 September 2012
hingga tanggal 10 November 2012. Skala penelitian terdiri dari 40 aitem
dengan distribusi 23 aitem favorable dan 17 aitem unfavorable. Subjek penelitian adalah wanita karier yang berusia 22-50 tahun. Jumlah subjek
dalam penelitian ini adalah 70 orang.
Penyebaran skala dilakukan secara online dengan menggunakan
beberapa keunggulan dibandingkan dengan situs penyedian layanan survey online lainnya. Google Docs memberikan layanan tanpa batas secara gratis, sementara beberapa situs memberikan batasan jumlah aitem skala
dan/atau jumlah subjek penelitian. Google Docs juga mudah untuk disusun dan disebarkan. Google Docs menampilkan hasil skala secara lengkap dalam format Microsoft Excel, sehingga memudahkan peneliti pada saat proses akhir pengumpulan data.
Penyusunan skala pada Google Docs sederhana dan mudah karena
Google Docs memberikan pilihan lengkap tentang bagaimana aitem skala hendak disajikan. Pilihan tersebut berupa multiple choices, pada pilihan ini berarti aitem skala hanya dapat dijawab dengan menggunakan satu
jawaban. Pilihan selanjutnya adalah checkboxes, pilihan ini berarti aitem skala dapat dijawab dengan lebih dari satu jawaban. Selain itu juga ada
pilihan text, pada pilihan ini subjek dapat mengisi sendiri jawaban mereka terhadap aitem skala.
Setiap aitem skala yang disusun Google Docs memberikan pilihan pada penyusun skala apakah aitem tersebut wajib diisi atau tidak, sehingga
saat subjek melewatkan satu aitem yang wajib diisi Google Docs secara otomatis akan mengingatkan subjek dengan memberikan peringatan dan
mewarnai merah kotak yang berisi aitem yang terlewatkan. Kelemahan
penggunaan Google Docs adalah penyusunan aitem memakan waktu yang lama. Ketika menulis aitem baru penyusun skala harus mengatur pilihan
dari aitem sebelumnya. Apabila penyusun menggunakan pilihan copy-paste, maka pada saat penampilan data dalam format Microsoft Excel
aitem skala akan tampil secara acak.
C. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan data identitas pada skala penelitian yang diperoleh,
maka dibuat rangkuman gambaran subjek penelitian.
a. Usia Subjek
Tabel 4
Usia Subjek
Usia Jumlah Presentase
22 – 30 37 53%
30 – 40 21 30%
> 40 12 17%
b. Pendidikan Terakhir Subjek
Tabel 5
Pendidikan Terakhir Subjek
Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase
SMA 4 6%
D3 15 21%
S1 44 63%
c. Agama Subjek
Tabel 6
Agama Subjek
Agama Jumlah Presentase
Islam 28 40%
Status Pernikahan Jumlah Presentase
Sudah menikah 33 47%
Belum menikah 37 53%
e. Pekerjaan Subjek
Tabel 8
Pekerjaan Subjek
Jenis Pekerjaan Subjek Jumlah Presentase
Staff 38 54%
Manager 9 13%
Kepala Bagian dan Supervisor 6 9%
HRD 5 7%
Administrasi dan Resepsionis 4 6%
Asisten Manager dan sekretaris 3 4%
Pimpinan Proyek dan
Coorperate Affair 3 4%
Lektor Kepala 1 1%
2. Uji Normalitas
Normal Parametersa,,b Mean 136.09
Std. Deviation 11.579
Most Extreme Differences Absolute .091
Positive .091
Negative -.089
Kolmogorov-Smirnov Z .760
Asymp. Sig. (2-tailed) .611
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Uji normalitas dilakukan dengan mnggunakan tekhnik
Kolmogorov-Smirnov yang menyatakan bahwa jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (P > 0,05) maka sebaran data adalah normal.
Berdasarkan analisis tekhnik Kolmogorov-Smirnov menggunakan program SPSS for windows 17 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,611. Nilai ini menunjukkan bahwa sampel yang diambil berasal dari
sebuah distribusi normal.
3. Deskripsi Data Penelitian
perbedaan mean, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum sikap
wanita karier terhadap emansipasi wanita adalah positif.
Tabel 10
Deskripsi Data Penelitian
Keterangan Teoritik Empirik
N 70
Minimum 40 109
Maksimum 160 158
Mean 100 136,09
SD 20 11,579
Median 134,50
Modus 131
Range 49
Varians 134,080
4. Uji t
Untuk lebih memperkuat hasil dari perbedaan mean, maka
dilakukan uji t. Uji t atau uji perbedaan dilakukan untuk melihat
signifikansi pernedaan antara mean empirik dan mean teoritik. Jika p ≥
0,05 maka tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean empirik
dan mean teoritik. Sebaliknya, jika p < 0,05 maka terdapat perbedaan
Tabel 11
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara mean empirik
dan mean teoritik. Artinya sikap wanita karier positif secara signifikan
terhadap emansipasi wanita.
D. Analisis Khusus 1. Aspek Sikap
Tabel 12
Statistik Aspek Sikap
N Mean Empirik Mean Teoritik
ST_Kognitif 70 57.81 35
ST_Afektif 70 41.46 27.5
ST_Perilaku 70 36.81 37.5
Jumlah aitem aspek kognitif dalam skala adalah 14 aitem
(35%), skor minimum teoritik yang mungkin diperoleh subjek dari
aspek kognitif adalah 14, dan skor maksimum teoritik yang
teoritik aspek kognitif adalah (56+14)/2=35. Mean empirik aspek
kognitif adalah 36,63. Berdasarkan perbandingan mean diketahui
bahwa aspek kognitif sikap wanita karier terhadap emansipasi
wanita adalah positif.
Jumlah aitem aspek afektif dalam skala adalah 11 aitem
(27,5%), skor minimum teoritik yang mungkin diperoleh subjek
dari aspek afektif adalah 11, dan skor maksimum teoritik yang
mungkin diperoleh subjek dari aspek afektif adalah 44. Mean
teoritik aspek afektif adalah (44+11)/2=27,5. Mean empirik aspek
afektif adalah 41,46. Berdasarkan perbandingan mean diketahui
bahwa aspek afektif sikap wanita karier terhadap emansipasi wanita
adalah positif.
Jumlah aitem aspek perilaku dalam skala adalah 15 aitem
(37,5%), skor minimum teoritik yang mungkin diperoleh subjek
dari aspek perilaku adalah 15, dan skor maksimum teoritik yang
mungkin diperoleh subjek dari aspek perilaku adalah 60. Mean
teoritik aspek perilaku adalah (60+15)/2=37,5. Mean empirik aspek
perilaku adalah 36,81. Berdasarkan perbandingan mean diketahui
bahwa aspek perilaku sikap wanita karier terhadap emansipasi
2. Indikator Emansipasi Wanita
Tabel 13
Statistik Indikator Emansipasi Wanita
N Mean Empirik Mean Teoritik
ST_PA 70 49.13 42.5
ST_K 70 36.63 30
ST_M 70 50.33 27.5
Jumlah aitem indikator partisipasi dan akses dalam skala
adalah 17 aitem (42,5%), skor minimum teoritik yang mungkin
diperoleh subjek dari indikator partisipasi dan akses adalah 17, dan
skor maksimum teoritik yang mungkin diperoleh subjek dari
indikator partisipasi dan akses adalah 68. Mean teoritik indikator
partisipasi dan akses adalah (68+17)/2=42,5. Mean empirik
indikator partisipasi dan akses adalah 49,13. Berdasarkan
perbandingan mean diketahui bahwa sikap wanita karier positif
terhadap indikator partisipasi dan akses emansipasi wanita.
Jumlah aitem indikator kontrol dalam skala adalah 12 aitem
(30%), skor minimum teoritik yang mungkin diperoleh subjek dari
indikator kontrol adalah 12, dan skor maksimum teoritik yang
mungkin diperoleh subjek dari indikator kontrol adalah 48. Mean
teoritik indikator kontrol adalah (48+12)/2=30. Mean empirik
indikator kontrol adalah 36,63. Berdasarkan perbandingan mean
diketahui bahwa sikap wanita karier positif terhadap indikator
Jumlah aitem indikator manfaat dalam skala adalah 11
aitem (27,5%), skor minimum teoritik yang mungkin diperoleh
subjek dari indikator manfaat adalah 11, dan skor maksimum
teoritik yang mungkin diperoleh subjek dari indikator manfaat
adalah 44. Mean teoritik indikator manfaat adalah (44+11)/2=27,5.
Mean empirik indikator manfaat adalah 50,33. Berdasarkan
perbandingan mean diketahui bahwa sikap wanita karier positif
terhadap indikator manfaat emansipasi wanita.
E. Pembahasan
Berdasarkan uji perbandingan mean dan melalui uji-t, maka dapat
diketahui bahwa wanita karier di Indonesia secara signifikan memiliki
sikap positif terhadap emansipasi wanita. Sikap positif berarti, wanita
karier di Indonesia merasa setuju dan mendukung tehadap emansipasi
wanita (kesetaraan gender).
Faktor-faktor yang mempengaruhi subjek memiliki sikap positif
terhadap emansipasi wanita antara lain adalah usia, pendidikan terakhir,
agama, dan status pernikahan. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita
karier dengan rentang usia 22 – 55 tahun, berdasarkan hasil analisis data,
subjek memiliki sikap yang positif terhadap emansipasi wanita. Hal ini
mungkin disebabkan oleh usia yang semakin matang, sehingga subjek
telah mendapatkan informasi-informasi dari berbagai media tentang
juga telah memiliki pengalaman meniti karier sehingga telah lebih
memahami mengenai emansipasi wanita. Sehingga melalui informasi dan
pengalaman yang telah mereka dapatkan mereka mampu membentuk sikap
positif terhadap emansipasi wanita. Faktor pendidikan terakhir juga
mempengaruhi subjek dalam menentukan sikapnya terhadap emansipasi
wanita. Di dalam lembaga pendidikan juga ditekankan betapa pentingnya
wanita untuk menjadi lebih proaktif dalam kehidupannya, sehingga wanita
yang meniti karier mampu bersikap positif terhadap emansipasi wanita
yang memungkinkan mereka untuk melakukan hal tersebut. Faktor status
pernikahan juga membentuk sikap positif wanita karier terhadap
emansipasi wanita, karena melalui berkarier, wanita bisa menyumbangkan
hasil jerih payahnya untuk meningkatkan standar kehidupan keluarga
(Aminatun, 2008). Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara subjek yang sudah menikan dengan
subjek yang belum menikah.
Sikap positif yang dimiliki subjek terbentuk dari tiga aspek yang
saling berhubungan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan perilaku. Hasil
analisis terhadap aspek kognitif menunjukkan bahwa mean empirik lebih
besar daripada mean teoritik (36,63 > 35), yang artinya wanita karier
memiliki sikap positif terhadap emansipasi wanita, pada konsep
pemikirannya dan apa yang mereka percayai serta yakini, mereka setuju
Aspek kognitif berarti bahwa wanita karier telah memiliki
pengetahuan yang cukup tentang emansipasi wanita. Subjek mendapatkan
informasi dari berbagai media yang menjelaskan mengenai emansipasi
wanita dan dampaknya, sehingga subjek mampu membentuk sikap yang
positif.
Aspek selanjutnya dari sikap adalah aspek afektif. Aspek ini
mengungkap dimensi emosional dari sikap (Azwar, 2011). Hasil uji
perbandingan mean menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari
mean teoritik (41,46 > 27,5), artinya wanita karier memiliki perasaan
positif terhadap emansipasi wanita.
Aspek afektif menandakan bahwa subjek memiliki hubungan emosi
yang kuat terhadap emansipasi wanita shingga mereka membentuk sikap
yang positif. Setelah mendapatkan informasi-informasi mengenai
emansipasi wanita, dan juga nilai moral yang telah tertanam dalam diri
subjek, subjek memiliki hubungan emosi yang kuat terhadap emansipasi
wanita, sehingga mereka merasakan bahwa emansipasi wanita merupakan
hal yang penting dan dibutuhkan terlebih untuk pengembangan diri mereka
masing-masing.
Aspek terakhir dari sikap adalah aspek perilaku. Aspek ini
memberikan gambaran mengenai kecenderungan berperilaku dalam diri
seseorang. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mean empirik lebih
kecil daripada mean teoritik (36,81 < 37,5). Hal ini berarti bahwa wanita
Aspek perilaku merupakan tindakan yang dilakukan oleh subjek
untuk menunjukkan sikap mereka terhadap emansipasi wanita. Pada aspek
ini tampak bahwa wanita memiliki sikap negatif terhadap emansipasi
wanita, hal ini berarti bahwa wanita masih belum mencerminkan konsep
emasipasi wanita dalam tindakannya sehari-hari. Menurut Azwar (2011)
budaya mempengaruhi pembentukan sikap, dalam hal ini sikap negatif
dalam aspek perilaku ini mungkin disebabkan karena adanya norma
masyarakat dan kebudayaan yang scara tidak langsung telah tertanam
dalam diri subjek. Wanita sekarang lebih bebas untuk bekerja, akan tetapi
mereka tetap merasa bersalah bila “meninggalkan” keluarga dan rumah
tangganya. Mayoritas wanita Indonesia mengalami kesulitan untuk
melepaskan diri dari perspektif tradisional yang ada dalam masyarakat.
Terkadang wanita karier tidak mendapatkan dukungan dari keluarga
maupun masyarakat untuk berkembang (Hardanti, 2002).
Berdasarkan data pekerjaan subjek juga dapat dilihat bahwa data
diperoleh sangat beragam, dan banyak dari jenis pekerjaan yang ditekuni
subjek memiliki tuntutan berat, baik dari segi waktu maupun tenaga
pikiran. Hal ini dapat menyebabkan wanita karier secara kognitif dan
afektif setuju terhadap emansipasi wanita. Akan tetapi saat menghadapi
situasi nyata, dimana mereka harus mengorbankan waktu untuk kehidupan
pribadi mereka demi pekerjaannya, mereka merasa tidak siap dan