• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PARADIGMA. Tradisi (bahasa latin traditio diteruskan ) atau kebiasaan, dalam pengertian yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PARADIGMA. Tradisi (bahasa latin traditio diteruskan ) atau kebiasaan, dalam pengertian yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PARADIGMA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Tradisi

Tradisi (bahasa latintraditio“diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu dan agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain.

Tradisi merupakan suatu kebiasaan dalam adat istiadat yang dipelihara turun-temurun yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan (G. Kartasapoetra, 1992; 427). Menurut Mursal Esten mengatakan tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan (Mursal Esten, 1999: 21).

(2)

Pendapat lain mangatakan tradisi ialah kebiasaan yang turun-temurun dalam sebuah masyarakat, ia merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat. Sifatnya luas sekali, meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga sukar disisih-sisihkan dengan pemerincian yang tetap dan pasti (Rendra, 1984: 3).

Dalam kehidupan setiap bangsa di dunia dan di dalam lingkup kebudayaannya masing-masing, tiap-tiap bangsa memiliki kebiasaan hidup (adat-istiadat) yang merupakan aturan tata hidupnya. Kebiasaan yang telah berpuluh-puluh tahun dianut oleh suatu kelompok masyarakat itu dikenal sebagai tradisi (Budiono Herusatoto, 2012: 1).

Tradisi merupakan gambaran sikap dan prilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. Masyarakat Jawa mengenal tradisi-tradisinya dalam bentuk upacara selametan. Oleh karenanya perlu diketahui juga pengertian tradisi selametankelahiran, yaitu sebagai berikut:

Ritual slametan itu sendiri merupakan cerminan bahwa manusia hendaknya memiliki hubungan erat yang harmonis dengan lingkungan masyarakat dan alam sekitar. Bahwa manusia wajib memelihara kerukunan, saling menjaga dan berintrospeksi dengan masyarakat dan alam sebagai sebuah hal yang tidak dapat ditinggalkan. Apabila manusia hanya memenangkan ego sendiri maka hal yang tidak baik akan mengikutinya. Tradisiselametan di masyarakat Jawa dilaksanakan secara turun temurun, walaupun terkadang ada yang tidak memiliki pengetahuan yang jelas mengenai makna slametan itu sendiri. Tradisi dijalankan lebih merupakan suatu kewajiban dan masyarakt merasakan hal yang kurang lengkap apabila tidak melaksanakannya. Tradisi selametan konon digali oleh Sunan Kalijaga. Tradisi selametan dilaksanakan berkaitan dengan kelahiran seorang bayi ada beberapa hal:

a. Selametan tingkeban, yaitu selametan sang ibu sewaktu mengandung dan usia kandungannya genap 7 bulan.

(3)

b. Selametankelahiran bayi

c. Selametan usia bayi tujuh hari, dalam selametan ini orang tua mengumumkan nama sang bayi.

d. Selametanselapanan, weton lahir sang bayi yang berusia 35 hari. e. SelametanMitoni, sewaktu usia anak mencapai 7 bulan (M.H, Yana 2012: 48)

2. Konsep Mitoni

Menurut Sutiyono “tradisi Mitoni berasal dari kata pitu yang berarti tujuh bulan masa kehamilan pada masyarakat Jawa. Tradisi Mitoni dilaksanakan setelah kehamilan berusia 7 bulan oleh masyarakat Jawa dan kehamilan yang pertama kali, sehingga untuk kehamilan yang selanjutnya tidak perlu diadakan acara slametan yang disebut dengan Mitoni atau tingkeban” (Sutiyono, 2013:44). Hal ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah lahir akan tetapi semenjak benih tertanam didalam rahim sang Ibu. Selama hamil banyak sekali sifat-sifat baik yang harus dijalankan sang Ibu dan berusaha menghindari hal-hal buruk, ini dimaksudkan agar sang jabang bayi yang dilahirkan menjadi anak yang baik (Thomas Wiyasa Brathawijaya, 1988:21).

Tradisi Mitoni dilakukan sebagai bentuk memohon kepada Tuhan agar selalu memberikan rahmat-Nya sehingga bayi yang akan dilahirkan tanpa adanya suatu gangguan apapun, dan demi keselamatan sang Ibu dan jabang bayi tersebut.

Tradisi ini dilakukan melalui beberapa tahap persiapan yaitu proses upacara inti dan penutup. Tahap awal persiapan dilakukan dengan mempersiapkan hal-hal berikut ini:

(4)

1. Persiapan waktu pelaksanaan

Dalam pepatah Jawa yang mengatakan “ desa mawa cara, negara mawa tata.” Artinya setiap tempat, masyarakat, kaum atau desa memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan segala hal, termasuk dalam waktu pelaksanaanMitoni. Namun, menurut beberapa sumber antara lain Serat tatacara 1( Padmasusastra, 1983), Penelitian Bambang Sularto, dkk. Dari Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional DIY, Dan Ibu Ani Santosa( perias danjuru paningkeb) menyatakan bahwa waktu pelaksanaan tingkeban mengarah pada pakem-pakem berikut ini:

1. Hari selasa atau sabtu

2. Waktu siang hingga sore sekitar pukul 11.00-16.00.

3. Dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama, lebih diutamakan pada tanggal 7.

2. Persiapan pelaksana yang memandikan

Upacara dipimpin oleh seorang ibu yang telah berpengalaman dalam hal upacra Mitoni atau biasa disebut dengan juru paningkeb. Yang memandikan calon ibu adalah para ibu yang jumlahnya harus tujuh orang yang terdiri dari para sesepuh. Termasuk juga ayah, ibu, nenek, ayah dan ibu mertua dan keluarga terdekat yang pasti harus cukup sampai tujuh orang.

3. Persiapan tempat pelaksanaan

Tempat pelaksanaan Mitoni, mempersiapkan semua tepat yang akan digunakan dalam pelaksanaanMitoni.

(5)

4. Persiapan peralatan

Peralatan adalah segala hal yang mendukung pelaksanaan tata upacara peralatan yang digunakan dalam pelaksanaanMitonitelah disiapkan sebelum acara dimulai, peralatan yang dibutuhkan antara lain:

- Pengaron janur kuning,

- toya suci perwita sari Keris pusakaKyai Brojol - sekar setaman/sritaman kunyit

- nyamping 7 dan mori telur ayam,

- dhingklik cengkir gadhing

- ron keluwih, dhawet/cendol, dan rujakan. - Siwur( gayung),

Selain persiapan peralatan ada pula pirantiMitoniyang cukup banyak, diantaranya adalah sebagai berikut:

- Tumpeng tujuh beserta lauknya

- Tumpeng robyong atau tumpeng gundul - Telur penyu - Jenang procot - Nasi punar - Jenang - pring sedapur - Babon angrem - Pasung - Kupat pletek - Apem

(6)

- Cenil dan klepon - Sego tiwul - Sayuran/ kulupan - Sekul gurih - Buah-buahan

5. Upacara Inti Dalam pelaksanaan Mitoni terdapat berbagai urutan acara yang akan dilaksanakan. Urutan acara dalam pelaksanan upacara Mitoni adalah sebagai berikut :

a. sungkeman h. luwaran dan simparan b. siraman i. wiyosan

c. sesuci j. kembulan dan unjukan d. pecah pamor k. rujakan dan dhawetan e. brojolan

f. sigaran g. nyampingan

6. Penutup pada saat acara penutup di akhiri dengan kenduri sebagai syukuran dengan menggunakan piranti ataupun sesaji yang menggambarkan sebuah harapan keselamatan dan kebahagiaan bagi bayi yang akan lahir. (Suwardi Endraswara, 2003 : 50)

3. Konsep Kebudayaan

Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Segala bentuk pemikiran intelektual dan keindahan seni dapat diekspresikan melalui budaya. Pada hakikatnya manusia di

(7)

ciptakan sebagai makhluk paling sempurna yang diciptakan agar dapat menggunakan akal dan pikirannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan semua keterbatasan sebagai manusia, dapat menggunakan akal dan pikiran nya untuk menciptakan hal-hal yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya.

Yang berarti keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-kebiasaan dan lain-lain kepandaian (Hassan Sadily, 1984 : 81). Menurut Soerjono Soekanto Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya serta menjadi kerangka landasan bagi terwujudnya kelakuan (Soerjono Soekanto, 1981 : 238). Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa kebudayaan merupakan pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti perasaan-perasaan manusia serta menjadi sistem nilainya. Hal itu terjadi karena kebudayaan diselimuti oleh nilai-nilai moral yang bersumber dari nilai-nilai yang pandangan hidup dan sistem Etika yang dimiliki manusia. Dengan demikian, kebudayaan Jawa adalah keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh umumnya orang Jawa dan digunakan sebagai acuan bertingkah laku.

Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa kebudayaan masyarakat Jawa , dimana tradisi secara tidak sengaja terus menerus diwariskan kepada generasi penerusnya melalui berbagai macam upacara-upacara tradisional daur hidup yang

(8)

pelaksanaannya terlanjur melekat kuat dalam sendi-sendi kehidupan masyarakatnya.

Upacara Tradisional adat Jawa dilakukan demi mencapai ketentraman hidup lahir batin. Dengan mengadakan upacara tradisional itu, orang Jawa memenuhi kebutuhan spritual, Eling Marang Purwa Deksina. Kehidupan ruhani orang Jawa memang bersumber dari ajaran agama yang diberi hiasan budaya lokal. Oleh karena itu, orientasi kehidupan keberagaman orang Jawa senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan nenek moyangnya. Disamping itu, upacara tradisional dilakukan orang Jawa dengan tujuan memperoleh solidaritas sosial, Lila Lan Legawa Kanggo Mulyaning Negara. Upacara tradisional juga menumbuhkan etos kerja kolektif, yang tercermin dalam ungkapan gotong-royong Nyambut Gawe. Dalam berbagai kesempatan, upacara tradisional memang dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang. Mereka melakukan ritual ini dengan dipimpin oleh para Sesepuh Dan Pini Sepuh masyarakat. Upacara tradisional juga berkaitan dengan lingkungan hidup. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu dilestarikan dengan cara ritual-ritual keagamaan yang mengandung nilai kearifan lokal (Purwadi, 2005: 254).

Tradisi Mitonimerupakan suatu kebiasaan yang diikuti masyarakat Jawa karena bagian dari kehidupan sebagai sarana permohonan kesehatan bagi Ibu dan bayi. B. Kerangka Pikir

Tradisi Mitoni merupakan bentuk eksistensi dari kebudayaan masyarakat Jawa yang masih diterus kan hingga saat ini dan mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tradisi Mitoni dilaksanakan sebagai wujud permohonan kelancaran, keselamatan pada saat melahirkan nanti, dalam pelaksanaan tradisiMitoniada beberapa tahap yaitu :

1. Tahap persiapan meliputi persiapan waktu pelaksanaan yang dilaksanakan pada hari selasa dan sabtu dan lebih dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama, lebih diutamakan pada tanggal 7 namun tetap menghitung neptu (hari lahir dan pasaran calon ibu dan calon bapak) .

(9)

2. Persiapan pelaksana yang memandikan dalam Tradisi Mitoni dipimpin oleh seorang ibu yang telah berpengalaman dalam hal upacra Mitoniatau biasa disebut denganjuru paningkeb.Yang memandikan calon ibu jumlahnya harus tujuh orang yang terdiri dari para sesepuh. Termasuk juga ayah, ibu, nenek, ayah dan ibu mertua dan keluarga terdekat yang pasti harus cukup sampai tujuh orang.

3. Persiapan tempat pelaksanaan mempersiapkan semua tepat yang akan digunakan dalam pelaksanaan Mitoni dilakukan di rumah pemangku hajat, atau pun bisa di rumah orang tua sang pemangku hajat.

4. Terakhir adalah persiapan Peralatan adalah segala hal yang mendukung pelaksanaan tata upacaraMitoni. Peralatan yang dibutuhkan antara lain: Pengaron atau tempat air, Air Suci 7 Sumur, Sekar Setaman/Kembang Tujuh Rupa, Nyamping 7/Kain Jarik dan Mori, Keris Pusaka Kyai Brojol dan Kunyit, Dhingklik/Kursi, Ron Kaluwih, Janur Kuning, Telur Ayam, Cengkir Gadhing, Siwur/Gayung, Dhawet/Cendol, dan Rujakan.

Selain dari peralatan masih ada lagi syarat yang harus dipenuhi yaitu Piranti Mitoni atau biasa disebut dengan sajen mandi dan pelengkap untuk acara makan bersama. Piranti Mitoni meliputi: Tumpeng Tujuh Beserta Lauknya, Tumpeng Robyong atau Tumpeng Gundul, Telur Penyu, Jenang Procot, Nasi Punar, Jenang yang terdiri dari berbagai macam jenis, Pring Sedhapur, Babon Angrem, Pasung, Kupat Pletek, Apem, Cenil Dan Klepon, Sego Tiwul, Sayuran/Kulupan, Sekul Gurih, dan yang terakhir adalah Buah-Buahan. Pada acara Inti Mitoni terdapat urutan acara meliputi : Sungkeman, Siraman, Sesuci, Pecah Pamor, Brojolan,

(10)

Sigaran, Nyampingan, Luwaran dan Simparan, Wiyosan, Kembulan dan Unjukan dan yang terakhir Rujakan dan Dhawetan.

Penutup, yang terakhir pada acara Mitoni di tutup dengan acara Kendurian yaitu membagi-bagi kan makanan kepada keluarga dan tetangga sekitar sebagai wujud ucapan terimakasih atas kedatangan dan doa yang telah diberikan.

(11)

C. Paradigma Keterangan: : Garis kegiatan : Garis tujuan TradisiMitoni Persiapan 1. Persiapan waktu 2. Persiapan pelaksana yang memandikan 3. Persiapan tempat pelaksanaan 4. Persiapan peralatan Penutup Acara Inti 1. Sungkeman 2. Siraman 3. Sesuci 4. pecah pamor 5. brojolan 6. sigaran 7. nyampingan 8. luwaran dan simparan 9. wiyosan 10. kembulan dan unjukan 11. rujakan dan dhawetan

(12)

REFERENSI

Budiono Herusatoto. 2011.Mitologi Jawa.Depok: Oncor. Halaman 1

Hartini dan Kartasapoetra. 1992. Kamus Sosiologi dan Kependudukan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 241

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropolgi. PT. Renika Cipta. Jakarta. Halaman 144

Mursal Esten. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa. Halaman 21.

Rendra. 1984.Mempertimbangkan Tradisi.Jakarta: Gramedia. Halaman 3 Sutiyono. 2013.Poros Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Graha Ilmu halaman 38. Ibid,halaman 44.

Soerjono Soekanto,. 2007.Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja grafindo Persada. Jakarta . Halaman 150

Ibid 151

1990.Sosiologi Suatu Pengantar.PT Grafindo; Jakarta. Halaman 164 Thomas Wiyasa B. 1985. Upacara Tradisional Masyarat Jawa. Pustaka Sinar

Referensi

Dokumen terkait

significanlty different at 5 % level of LSD). Hasil analisa statistik terhadap produksi bunga per ha ada perbedaan yang nyata. Rakitan teknologi budidaya madya menghasilkan

Perjudian yang dilarang oleh syariah Islam (sebagai perbuatan dosa) tidak disosialisasi dalam Pasal 2 UU No. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakikat dan tujuan

Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal

Siklus II diperoleh bahwa tindakan yang dilakukan peneliti sudah optimal, hal ini diketahui dari jumlah anak yang mengalami perkembangan bahasa lebih baik dari

Apakah dengan berbantukan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada siswa kelas V SDN Impres Bobolon.. Tujuan penilitian ini

Sulphasalazine dalam dos 3-6 g/hari telah menunjukkan kesan yang baik pada penyakit Crohn aktif; buktinya lebih kukuh pada penyakit di bahagian kolon berbanding de- ngan penyakit

Berdasarkan analisis pada hasil focus group discussion dan analisis instrumen ditemukan ada beberapa pandangan terkait dengan upaya pencegahan kekerasan dalam rumah

PESERTA NAMA ALAMAT SEKOLAH MATA PELAJARAN NAMA KELAS TANGGAL PLPG LOKASI PLPG 681 Kota Tasikmalaya 13026802010239 TRIANA DESANTY TK.. Kaliurang Km 6, Sambisari, Condongcatur,