• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Definisi II.A.1: Aljabar (Wahyudin, 1989:1) - AGUS TUSWANDI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Definisi II.A.1: Aljabar (Wahyudin, 1989:1) - AGUS TUSWANDI BAB II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aljabar

Definisi II.A.1: Aljabar (Wahyudin, 1989:1)

Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu, dengan batas waktu sekitar tahun 1800. Aljabar yang dibicarakan sebelum abad ke sembilanbelas disebut “aljabar klasik”, sedangkan aljabar sesudah abad ke sembilanbelas (hingga sekarang) disebut “aljabar medern”.

1. Aljabar Klasik

(2)

(awal) aljabar modern barulah diperoleh penjelasan yang baik tentang bilangan kompleks yang telah diketahui.

Tujuan pokok dari aljabar klasik adalah menggunakan manipulasi aljabar untuk menyelesaikan suatu persamaan polinom. Aljabar klasik berhasil memberikan algoritma-algoritma (aturan-aturan) untuk menyelesaikan semua permasalahan persamaan polinom dengan satu variabel dengan derajat tidak lebih dari empat.

2. Aljabar modern

Pada abad ke-19, secara berangsur-angsur ternyata bahwa simbol-simbol matematika tidak perlu menyatakan suatu bilangan, pada kenyataannya simbol-simbol tersebut dapat berupa apa saja. Dari kenyataan tersebut maka muncullah apa yang disebut aljabar modern.

Sebagai contoh misalnya simbol-simbol tersebut dapat melambangkan kesimetrian dari suatu benda/bangun, dapat melambangkan posisi dari suatu jaringan, dapat melambangkan instruksi dari suatu mesin, atau dapat melambangkan suatu rancangan/desain dari sebuah eksperimen statistik. Simbol-simbol tersebut dapat digunakan untuk memanipulasi sebarang aturan dari bilangan-bilangan. Misalnya, polinom 3𝑥𝑥2+ 2𝑥𝑥 −1 dapat dijumlahkan dan dikalikan dengan polinom-polinom lainnya, tanpa menginterpretasikan bahwa 𝑥𝑥 sebagai suatu bilangan.

(3)

3. Operasi Aljabar

Diberikan 𝑎𝑎,𝑏𝑏,𝑐𝑐,𝑑𝑑,𝑥𝑥 ∈ 𝑹𝑹 maka berlaku : a. Penjumlahan

𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑏𝑏𝑥𝑥 = (𝑎𝑎+𝑏𝑏)𝑥𝑥

𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑏𝑏+𝑐𝑐𝑥𝑥+𝑑𝑑 = (𝑎𝑎+𝑐𝑐)𝑥𝑥+ (𝑏𝑏+𝑑𝑑)

b. Pengurangan

𝑎𝑎𝑥𝑥 − 𝑏𝑏𝑥𝑥= (𝑎𝑎 − 𝑏𝑏)𝑥𝑥

𝑎𝑎𝑥𝑥 − 𝑏𝑏 − 𝑐𝑐𝑥𝑥 − 𝑑𝑑 = (𝑎𝑎 − 𝑐𝑐)𝑥𝑥 −(𝑏𝑏+𝑑𝑑)

c. Perkalian

1) Perkalian konstanta dengan bentuk aljabar 𝑎𝑎(𝑏𝑏𝑥𝑥+𝑐𝑐𝑦𝑦) =𝑎𝑎𝑏𝑏𝑥𝑥+𝑎𝑎𝑐𝑐𝑦𝑦

2) Perkalian bentuk aljabar dengan bentuk aljabar 𝑎𝑎𝑥𝑥(𝑏𝑏𝑥𝑥+𝑐𝑐𝑦𝑦) =𝑎𝑎𝑏𝑏𝑥𝑥2+𝑎𝑎𝑐𝑐𝑥𝑥𝑦𝑦

𝑎𝑎𝑦𝑦(𝑏𝑏𝑥𝑥+𝑐𝑐𝑦𝑦) =𝑎𝑎𝑏𝑏𝑥𝑥𝑦𝑦+𝑎𝑎𝑐𝑐𝑦𝑦2

(𝑥𝑥+𝑎𝑎)(𝑥𝑥+𝑏𝑏) =𝑥𝑥2+𝑏𝑏𝑥𝑥+𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑎𝑎𝑏𝑏

d. Pembagian

(𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑏𝑏𝑦𝑦):𝑐𝑐 =𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑏𝑏𝑦𝑦

𝑐𝑐 =

1

𝑐𝑐(𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑏𝑏𝑦𝑦) = 𝑎𝑎 𝑐𝑐 𝑥𝑥+

𝑏𝑏 𝑐𝑐 𝑦𝑦 e. Pangkat Bentuk Aljabar

(𝑎𝑎𝑥𝑥)𝑛𝑛 =𝑎𝑎𝑛𝑛𝑥𝑥𝑛𝑛

Contoh II.A.1 :

(4)

Jawab :

(3𝑥𝑥+𝑦𝑦)(𝑥𝑥 −2𝑦𝑦) = 3𝑥𝑥.𝑥𝑥+ (3𝑥𝑥.−2𝑦𝑦) +𝑦𝑦.𝑥𝑥+ (𝑦𝑦.−2𝑦𝑦)

= 3𝑥𝑥2+ (−6𝑥𝑥𝑦𝑦) +𝑥𝑥𝑦𝑦+ (−2𝑦𝑦2)

= 3𝑥𝑥2−2𝑦𝑦2−5𝑥𝑥𝑦𝑦

Contoh II.A.2 :

Hitunglah penjumlahan bentuk aljabar berikut : 1

(𝑥𝑥−1)+ 1

(𝑥𝑥+3)= ⋯

Jawab :

1 (𝑥𝑥 −1)+

1 (𝑥𝑥+ 3)=

(𝑥𝑥+ 3) (𝑥𝑥 −1)(𝑥𝑥+ 3)+

(𝑥𝑥 −1) (𝑥𝑥 −1)(𝑥𝑥+ 3)

=(𝑥𝑥+ 3) + (𝑥𝑥 −1) (𝑥𝑥 −1)(𝑥𝑥+ 3)

= 2𝑥𝑥+ 2 (𝑥𝑥 −1)(𝑥𝑥+ 3)

B. Bilangan Transcendental

Definisi II.B.1: Bilangan Transcendental (Leithold, 1991:141)

Bilangan Transcedental (transcendental number) adalah bilangan yang bukan merupakan akar dari fungsi polinom 𝑝𝑝(𝑥𝑥) berkoefisien bilangan rasional.

(5)

Misalkan ada fungsi polinom

𝑝𝑝(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑛𝑛𝑥𝑥𝑛𝑛 +𝑎𝑎𝑛𝑛−1𝑥𝑥𝑛𝑛−1+𝑎𝑎𝑛𝑛−2𝑥𝑥𝑛𝑛−2+𝑎𝑎𝑛𝑛−3𝑥𝑥𝑛𝑛−3+ … +𝑎𝑎0 dengan 𝑎𝑎𝑛𝑛 , 𝑎𝑎𝑛𝑛−1 ,𝑎𝑎𝑛𝑛 ,𝑎𝑎𝑛𝑛−2 , … , 𝑎𝑎0 adalah bilangan rasional.

Berapapun derajat𝑝𝑝(𝑥𝑥) yang diambil asalkan bukan nol dan apapun bilangan rasional yang dipilih sebagai koefisien maka bilangan transcendental bukanlah akar nya. Lawan dari bilangan transcendental adalah bilangan aljabar (algebraic number).

Bilangan 𝑒𝑒 merupakan bilangan transcendental, karena tidak dapat dinyatakan sebagai akar dari suatu polinom dengan koefisien bilangan rasional. Pembuktikan bahwa 𝑒𝑒 merupakan bilangan transcendental dilakukan oleh Charles Hermit pada tahun 1873. Dimana nilai dari bilangan 𝑒𝑒 sampai dengan tujuh desimal adalah 2,7182818. Contoh lain bilangan

transcendental adalah 𝜋𝜋, 2√2, 𝑡𝑡𝑡𝑡( 𝑡𝑡

𝑡𝑡−1) untuk 𝑡𝑡 ∈ 𝑹𝑹-{1,2}.

Contoh II.B.1 :

Termasuk bilangan aljabar atau bilangan transcendental kah √2 ? Jawab :

Kareana √2 merupakan akar dari polinomial bentuk 𝑥𝑥2−2 = 0, maka √2

bukan merupakan bilangan transcendental.

Contoh II.B.2 :

(6)

Jawab :

Karena tidak ditemukan bentuk polinomial yang 2√2 merupakan akarnya maka, 2√2 adalah bilangan transcendental.

C. Fungsi

Definisi II.C.1: Fungsi (Martono,1999:29)

Diberikan himpunan 𝐴𝐴,𝐵𝐵 ⊆ 𝑹𝑹, fungsi 𝑓𝑓:𝐴𝐴 → 𝐵𝐵 adalah suatu aturan yang mengkaitkan setiap unsur 𝑥𝑥 ∈ 𝐴𝐴 dengan tepat satu unsur 𝑦𝑦 ∈ 𝐵𝐵.

Unsur 𝑦𝑦 yang berkaitan dengan unsur 𝑥𝑥 diberi lambang 𝑦𝑦=𝑓𝑓(𝑥𝑥), yang dinamakan aturan fungsi. Di sini 𝑥𝑥dinamakan peubah bebas, dan 𝑦𝑦 yang nilainya bergantung pada 𝑥𝑥 dinamakan peubah tak bebas.

Jika terdapat y = f(x), x∈A, maka daerah asal fungsi f adalah himpunan 𝐴𝐴, ditulis 𝐴𝐴=𝐷𝐷𝑓𝑓, dan daerah nilai fungsi 𝑓𝑓 adalah himpunan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = {𝑦𝑦|𝑦𝑦 =𝑓𝑓(𝑥𝑥),𝑥𝑥 ∈ 𝐴𝐴}. Jika yang diketahui hanya 𝑦𝑦 =𝑓𝑓(𝑥𝑥), maka daerah

asal dan daerah nilai fungsi 𝑓𝑓 adalah :

𝐷𝐷𝑓𝑓 = {𝑥𝑥 ∈ 𝑹𝑹|𝑓𝑓(𝑥𝑥)∈ 𝑹𝑹} dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = {𝑓𝑓(𝑥𝑥)∈ 𝑹𝑹|𝑥𝑥 ∈ 𝐷𝐷𝑓𝑓}

(7)

Gambar II.C.1: Gambar fungsi real 𝑦𝑦 =𝑓𝑓(𝑥𝑥)

Contoh II.C.1:

Diberikan 𝑓𝑓:𝑹𝑹 → 𝑹𝑹 dengan aturan 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 1 +1−2𝑥𝑥

Agar 𝑓𝑓(𝑥𝑥) ∈ 𝑹𝑹, syaratnya adalah 1−2𝑥𝑥 ≥0 1−2𝑥𝑥 ≥0

⟺ −2𝑥𝑥 ≥ −1

⟺ 𝑥𝑥 ≤12

Sehingga daerah asal fungsi f adalah 𝐷𝐷𝑓𝑓 = {𝑥𝑥 ∈ 𝑹𝑹|𝑥𝑥 ≤

1 2}

Karena untuk setiap 𝑥𝑥 ∈ 𝐷𝐷𝑓𝑓 berlaku √1−2𝑥𝑥 ≥0, maka 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 1 +√1−2𝑥𝑥 ≥1

Sehingga daerah nilai fungsi 𝑓𝑓 adalah 𝑅𝑅𝑓𝑓 = {𝑦𝑦 ∈ 𝑹𝑹|𝑦𝑦 ≥1}

Fungsi digolongkan menjadi dua, yaitu fungsi aljabar dan fungsi transenden.

f(x) Rf

Df

f f

R R

(8)

Definisi II.C.2: Fungsi aljabar (Martono,1999:33)

Fungsi aljabar adalah suatu fungsi yang diperoleh dari sejumlah berhingga operasi aljabar atas fungsi konstan 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑘𝑘 dan fungsi identitas 𝑔𝑔(𝑥𝑥) = 𝑥𝑥. Operasi yang dilakukan terhadap kedua fungsi ini adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pemangkatan, dan penarikan akar ke-𝑛𝑛, untuk 𝑛𝑛 = 2,3, ….

Jenis-jenis fungsi aljabar :

1. Fungsi konstan (fungsi tetap), fungsi konstan adalah fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) yang dinyatakan dalam rumus 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑐𝑐, dengan 𝑐𝑐 suatu konstanta. Grafiknya jika dilukis dalam suatu sumbu koordinat dimana domainnya sumbu 𝑥𝑥 merupakan garis yang sejajar dengan sumbu 𝑥𝑥.

2. Fungsi identitas, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) disebut fungsi identitas apabila setiap anggota domain fungsi berlaku 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑥𝑥, atau setiap anggota domain fungsi dipetakan pada dirinya sendiri. Grafik fungsi identitas berupa garis lurus yang melalui titik asal dan semua titik absis maupun ordinatnya sama.

3. Fungsi linear, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) disebut fungsi linear apabila fungsi itu ditentukan oleh 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑏𝑏, di mana 𝑎𝑎 ≠0, 𝑎𝑎 dan 𝑏𝑏 bilangan konstan dan grafiknya berupa garis lurus.

4. Fungsi kuadrat, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) disebut fungsi kuadrat apabila fungsi itu ditentukan oleh 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑥𝑥2+𝑏𝑏𝑥𝑥+𝑐𝑐, di mana 𝑎𝑎 ≠0 dan 𝑎𝑎, 𝑏𝑏, dan 𝑐𝑐

(9)

5. Fungsi Polinomial, fungsi Polinomial adalah fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) yang dinyatakan dalam bentuk : 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑛𝑛𝑥𝑥𝑛𝑛 +𝑎𝑎𝑛𝑛−1𝑥𝑥𝑛𝑛−1+𝑎𝑎

𝑛𝑛−2𝑥𝑥𝑛𝑛−2+

𝑎𝑎𝑛𝑛−3𝑥𝑥𝑛𝑛−3+ … +𝑎𝑎0.

Jika 𝑛𝑛= 1 maka terbentuk fungsi linier (grafiknya berbentuk garis lurus).

Jika 𝑛𝑛= 2 maka terbentuk fungsi kuadrat( grafiknya berbentuk parabola).

6. Fungsi bilangan bulat terbesar, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) disebut fungsi bilangan bulat terbesar apabila setiap elemen domain dikawankan dengan bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan eleman tersebut. Fungsi bilangan bulat terbesar dinyatakan dalam bentuk 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = [𝑥𝑥].

7. Fungsi modulus, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) disebut fungsi modulus (mutlak) apabila fungsi ini memetakan setiap bilangan real pada domain fungsi ke unsur harga mutlaknya. Fungsi modulus dinyatakan dalam bentuk 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = |𝑥𝑥|.

Definisi II.C.3: Fungsi Transenden(Martono,1999:33)

Fungsi transenden adalah fungsi yang bukan merupakan fungsi aljabar.

Jenis-jenis fungsi transenden :

1. fungsi eksponensial : 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑥𝑥 dimana 𝑎𝑎 ≠0 𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑎𝑎 1.

(10)

yang dinamakan basis alami dari logaritma maka penulisan 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 4. Fungsi hiperbolik : didefinisikan dalam fungsi eksponensial sebagai

berikut :

5. Fungsi ganjil dan fungsi genap, fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) disebut fungsi ganjil apabila berlaku 𝑓𝑓(−𝑥𝑥) =−𝑓𝑓(𝑥𝑥), dan disebut fungsi genap apabila 𝑓𝑓(−𝑥𝑥) =

𝑓𝑓(𝑥𝑥).

(11)

Definisi II.C.4 : Fungsi Terbatas (Martono,1999:38)

Fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) dikatakan fungsi terbatas jika terdapat 𝑀𝑀> 0 sehingga

|𝑓𝑓(𝑥𝑥)|≤ 𝑀𝑀 untuk setiap 𝑥𝑥 ∈ 𝐷𝐷𝑓𝑓.

Contoh II.C.4 :

1. Fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = sin𝑥𝑥 terbatas karena |𝑓𝑓(𝑥𝑥)| = | sin𝑥𝑥|≤1 untuk setiap 𝑥𝑥 ∈ 𝐷𝐷𝑓𝑓.

2. Fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 1

𝑥𝑥 tidak terbatas pada selang (0,∞) karena untuk sebarang

𝑀𝑀 > 0, terdapat 𝑥𝑥0 = 1

2𝑀𝑀 > 0 sehingga |𝑓𝑓(𝑥𝑥0)| = 2𝑀𝑀 > 𝑀𝑀.

Definisi II.C.5 :

Fungsi 𝒇𝒇(𝒙𝒙) dikatakan :

1. Monoton naik pada selang I : 𝑎𝑎 <𝑣𝑣 ⟹ 𝑓𝑓(𝑎𝑎) <𝑓𝑓(𝑣𝑣) ∀𝑎𝑎,𝑣𝑣 ∈ 𝐼𝐼.

2. Monoton tak turun pada selang I : 𝑎𝑎 <𝑣𝑣 ⟹ 𝑓𝑓(𝑎𝑎) ≤ 𝑓𝑓(𝑣𝑣) ∀𝑎𝑎,𝑣𝑣 ∈ 𝐼𝐼.

3. Monoton turun pada selang I : 𝑎𝑎 < 𝑣𝑣 ⟹ 𝑓𝑓(𝑎𝑎) >𝑓𝑓(𝑣𝑣) ∀𝑎𝑎,𝑣𝑣 ∈ 𝐼𝐼.

4. Monoton tak naik pada selang I : 𝑎𝑎< 𝑣𝑣 ⟹ 𝑓𝑓(𝑎𝑎) ≥ 𝑓𝑓(𝑣𝑣) ∀𝑎𝑎,𝑣𝑣 ∈ 𝐼𝐼.

Sifat-sifat Fungsi :

1. Fungsi Injektif, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥):𝐴𝐴 → 𝐵𝐵 disebut fungsi injektif atau satu-satu jika setiap anggota himpunan A mempunyai bayangan berbeda di B.

(12)

3. Fungsi Bijektif, suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥):𝐴𝐴 → 𝐵𝐵 disebut fungsi bijektif jika fungsi tersebut injektif dan bijektif.

D. Limit Fungsi

Definisi II.D.1 : Limit (Martono,1999:49)

Diberikan fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) yang terdefinisi pada selang terbuka 𝐼𝐼 yang memuat 𝑐𝑐, kecuali mungkin di 𝑐𝑐 sendiri. Limit fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) di 𝑐𝑐 adalah 𝐿𝐿, (ditulis

lim𝑥𝑥→𝑐𝑐𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝐿𝐿, atau 𝑓𝑓(𝑥𝑥)→ 𝐿𝐿 bila 𝑥𝑥 → 𝑐𝑐) jika

∀𝜀𝜀 > 0,∃𝛿𝛿 > 0 sehingga 0 < |𝑥𝑥 − 𝑐𝑐| <𝛿𝛿 ⇒|𝑓𝑓(𝑥𝑥)− 𝐿𝐿| <𝜀𝜀.

Contoh II.D.1 :

Buktikan limx→−1(5x + 2) =−3

Jawab :

Diberikan 𝜀𝜀 > 0, akan ditentukan 𝛿𝛿> 0 sehingga memenuhi

0 < |𝑥𝑥+ 1| <𝛿𝛿 ⇒|(5𝑥𝑥+ 2) + 3| <𝜀𝜀, |(5𝑥𝑥+ 2) + 3| = |5𝑥𝑥+ 5| = 5|𝑥𝑥+ 1|

jika 0 < |𝑥𝑥+ 1| <𝛿𝛿 ⇒5|𝑥𝑥+ 1| < 5𝛿𝛿 5𝛿𝛿= 𝜀𝜀 ⟹ 𝛿𝛿= 𝜀𝜀

5

Agar |(5𝑥𝑥+ 2) + 3| <𝜀𝜀, dipilih 𝛿𝛿 =𝜀𝜀

5, maka

untuk 0 < |𝑥𝑥+ 1| <𝛿𝛿 ⇒|(5𝑥𝑥+ 2) + 3| <𝜀𝜀 ∎ Terbukti bahwa lim𝑥𝑥→−1(5𝑥𝑥+ 2) =−3 karena

∀𝜀𝜀 > 0, ∃𝛿𝛿=𝜀𝜀

(13)

0 < |𝑥𝑥 −(−1)| <𝛿𝛿 ⇒|(5𝑥𝑥+ 2)−(−3)| <𝜀𝜀.

Sifat-sifat Limit

Jika : lim𝑥𝑥→𝑐𝑐𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝐿𝐿 dan lim𝑥𝑥→𝑐𝑐𝑔𝑔(𝑥𝑥) = 𝑀𝑀

maka:

1. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐[𝑓𝑓(𝑥𝑥) ±𝑔𝑔(𝑥𝑥)] =𝐿𝐿±𝑀𝑀

2. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐 ∝.𝑓𝑓(𝑥𝑥) =∝.𝐿𝐿

3. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐[𝑓𝑓(𝑥𝑥).𝑔𝑔(𝑥𝑥)] =𝐿𝐿.𝑀𝑀

4. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐𝑓𝑓𝑔𝑔(𝑥𝑥) (𝑥𝑥)=

𝐿𝐿

𝑀𝑀 ;𝑀𝑀 ≠ 0

5. Untukn bilangan asli:

a. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐(𝑓𝑓(𝑥𝑥))𝑛𝑛 = 𝐿𝐿𝑛𝑛

b. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐(𝑓𝑓(𝑥𝑥))−𝑛𝑛 =𝐿𝐿−𝑛𝑛 = 1

𝐿𝐿𝑛𝑛 ,𝐿𝐿 ≠0

c. lim𝑥𝑥→𝑐𝑐(𝑓𝑓(𝑥𝑥))1𝑛𝑛 = 𝐿𝐿 1

𝑛𝑛 = 𝑛𝑛√𝐿𝐿 ;𝑛𝑛 ≥ 0, n bilangan genap

Definisi II.D.2 : Limit Menuju Tak Hingga Positif (Purcell,2003:85)

Diberikan fungsi 𝑓𝑓 yang didefinisikan pada [𝑐𝑐,∞) untuk beberapa bilangan 𝑐𝑐.

lim𝑥𝑥→∞𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝐿𝐿 jika untuk setiap 𝜀𝜀 > 0 terdapat bilangan 𝑀𝑀 yang bersesuaian sedemikian sehingga 𝑥𝑥> 𝑀𝑀 ⇒|𝑓𝑓(𝑥𝑥)− 𝐿𝐿| <𝜀𝜀.

Definisi II.D.3 : Limit Menuju Tak Hingga Negatif (Purcell,2003:86) Diberikan fungsi 𝑓𝑓 yang didefinisikan pada (−∞,𝑐𝑐] untuk beberapa bilangan

𝑐𝑐. lim𝑥𝑥→−∞𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝐿𝐿 jika untuk setiap 𝜀𝜀> 0 terdapat bilangan 𝑀𝑀 yang

(14)

Contoh II.D.1 :

Tunjukkan lim𝑥𝑥→∞ 1 𝑥𝑥𝑘𝑘 = 0 Jawab :

Akan ditunjukkan lim𝑥𝑥→∞ 1 𝑥𝑥𝑘𝑘 = 0

Diberikan 𝜀𝜀 > 0, akan ditentukan 𝑀𝑀 sehingga memenuhi 𝑥𝑥>𝑀𝑀 ⇒ �1

yang bersesuaian sedemikian sehingga 𝑥𝑥 >𝑀𝑀 ⇒ �1

(15)

Bentuk Limit dari 𝒆𝒆

Fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = ln𝑥𝑥 terdiferensialkan untuk 𝑥𝑥> 0 dengan 𝑓𝑓′(𝑥𝑥) =1 𝑥𝑥,

sehingga untuk 𝑥𝑥= 1, 𝑓𝑓′(𝑥𝑥) = 1 = ln𝑒𝑒.

Berdasarkan turunan fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥), dan sifat 𝑥𝑥ln𝑎𝑎= ln𝑎𝑎𝑥𝑥, dan kekontinuitasan fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥), karena fungsi logaritma natural satu-satu, maka diperoleh bentuk llimit dari 𝑒𝑒 yaitu :

ln𝑒𝑒= 𝑓𝑓′(1) = lim

Dengan menggantikan 𝑛𝑛 =1, maka dapat diperoleh bentuk limit lainnya dari 𝑒𝑒 yaitu :

Definisi II.E.1: Kekontinuan Fungsi di Suatu Titik (Leithold,1991:128) Fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) dikatakan kontinu di suatu titik 𝑎𝑎 jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi:

(16)

3. lim𝑥𝑥→𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑓𝑓(𝑎𝑎)

Jika satu atau lebih dari ketiga syarat di atas tidak di penuhi di titik 𝑎𝑎, maka fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) dikatakan tak kontinu di 𝑎𝑎.

Definisi II.E.2: Kekontinuan Fungsi pada Suatu Selang (Leithold,1991:128)

(17)

Definisi II.E.3: Kontinuitas Bagian Demi Bagian (Finizio,1988:175)

Suatu fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) dikatakan kontinu bagian demi bagian pada suatu selang I, jika f(x) dapat dibagi menjadi jumlah berhingga selang-selang bagian, di dalam selang-selang bagian itu f(x) kontinu dan mempunyai limit kiri dan kanan yang berhingga.

Gambar II.E.1:Gambar fungsi f(x) kontinu bagian demi bagian

F. Fungsi Eksponen

1. Fungsi Eksponen Natural

Definisi II.F.1: Fungsi Eksponen Natural (Martono, 1999:192)

Invers dari fungsi logaritma natural dinamakan fungsi eksponen natural, dan dinyatakan dengan 𝑒𝑒𝑥𝑥.

Terdapat relasi :

𝑥𝑥=𝑒𝑒𝑦𝑦 ⟺ 𝑦𝑦 = ln𝑥𝑥 , dimana 𝑥𝑥> 0 dan 𝑦𝑦 ∈ 𝑹𝑹 sehingga diperoleh :

eln x = 𝑥𝑥, 𝑥𝑥 > 0 dan ln𝑒𝑒𝑦𝑦 =𝑦𝑦, 𝑦𝑦 ∈ 𝑹𝑹

a x x x b

f(x)

(18)

Karena fungsi logaritma natural monoton naik, dan fungsi ini satu-satu akibatnya, persamaan ln𝑥𝑥= 1 mempunyai jawaban tunggal, sebutlah jawabnya bilangan 𝑒𝑒. Disini dapat didefinisikan bilangan 𝑒𝑒 adalah bilangan real yang memenuhi ln𝑒𝑒= 1.

Untuk 𝑥𝑥=𝑒𝑒,

eln e =𝑒𝑒1 = 𝑒𝑒

Nilai hampiran untuk bilangan irrasional 𝑒𝑒 adalah 2,71828…

Sifat grafik fungsi eksponen natural 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑒𝑒𝑥𝑥 adalah : - Kontinu pada 𝑹𝑹

- Monoton naik pada 𝑹𝑹 - Cekung ke atas pada 𝑹𝑹

- lim𝑥𝑥→−∞𝑒𝑒𝑥𝑥 = 0 dan lim𝑥𝑥→∞𝑒𝑒𝑥𝑥 =∞

Grafik fungsi eksponen natural adalah sebagai berikut :

Gambar II.F.1 : Grafik fungsi eksponen natural

0 x

y

1

(19)

2. Fungsi Eksponen dengan Bilangan Dasar 𝒂𝒂> 0

Definisi II.F.2: Fungsi Eksponen dengan Bilangan Dasar 𝒂𝒂> 0

(Martono, 1999:192)

Fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 𝑎𝑎𝑥𝑥, dimana 𝑎𝑎 > 0 dan 𝑎𝑎 ≠1 dinamakan fungsi eksponen dengan bilangan dasar 𝑎𝑎.

Sifat fungsi 𝒇𝒇(𝒙𝒙) =𝒂𝒂𝒙𝒙, 𝒂𝒂> 0 dan 𝒂𝒂 ≠ 𝟏𝟏

- Daerah asal dan daerah hasil fungsi 𝑓𝑓 adalah 𝐷𝐷𝑓𝑓 =𝑹𝑹 dan 𝑅𝑅𝑓𝑓 = (0,∞).

- Fungsi 𝑓𝑓 kontinu pada 𝑹𝑹.

- Fungsi 𝑓𝑓 naik untuk 𝑎𝑎 > 1 dan monoton turun untuk 0 <𝑎𝑎 < 1

- Fungsi 𝑓𝑓 selalu cekung ke atas pada daerah asalnya.

Grafik fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 𝑎𝑎𝑥𝑥 untuk 𝑎𝑎 > 1 diperlihatkan pada Gambar II.F.2.1.

Gambar II.F.2.1 : fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑥𝑥,𝑎𝑎> 0

𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 𝑎𝑎𝑥𝑥,𝑎𝑎> 0

1

0 x

(20)

G. Persamaan Eksponensial Definisi II.G.1 :

Persamaan eksponensial adalah persamaan yang eksponennya mengandung variabel dan tidak menutup kemungkinan bilangan pokoknya juga mengandung peubah variabel.

Teorema II.G.1 :

Diberikan 𝑥𝑥,𝑦𝑦 ∈ 𝑹𝑹 dan 𝑎𝑎,𝑏𝑏> 0 maka berlaku : 1. 𝑎𝑎𝑥𝑥.𝑎𝑎𝑦𝑦 = 𝑎𝑎𝑥𝑥+𝑦𝑦

2. 𝑎𝑎𝑥𝑥

𝑎𝑎𝑦𝑦 =𝑎𝑎𝑥𝑥−𝑦𝑦 3. (𝑎𝑎𝑏𝑏)𝑥𝑥 =𝑎𝑎𝑥𝑥.𝑏𝑏𝑥𝑥

4. 𝑎𝑎0 = 1

5. (𝑎𝑎𝑥𝑥)𝑦𝑦 =𝑎𝑎𝑥𝑥.𝑦𝑦

(Margha, 1985) Gambar II.F.2.2 : fungsi 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑥𝑥, 0 < 𝑎𝑎< 1

1

0 x

y 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 𝑎𝑎𝑥𝑥,

(21)

Bentuk-bentuk Persamaan Eksponensial : 1. 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 1

Jika 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)= 1 dengan 𝑎𝑎> 0 dan 𝑎𝑎 ≠1, maka 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 0

2. 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑝𝑝

Jika 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)= 𝑎𝑎𝑝𝑝 dengan 𝑎𝑎> 0 dan 𝑎𝑎 ≠1, maka 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑝𝑝

3. 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑎𝑎𝑔𝑔(𝑥𝑥)

Jika 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)= 𝑎𝑎𝑔𝑔(𝑥𝑥) dengan 𝑎𝑎 > 0 dan 𝑎𝑎 ≠1, maka 𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑔𝑔(𝑥𝑥)

4. 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑏𝑏𝑓𝑓(𝑥𝑥) dimana 𝑎𝑎 ≠ 𝑏𝑏

Jika 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)= 𝑏𝑏𝑓𝑓(𝑥𝑥) dengan 𝑎𝑎,𝑏𝑏> 0 dan 𝑎𝑎 ≠ 𝑏𝑏P

,

maka 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 0

5. 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑏𝑏𝑔𝑔(𝑥𝑥)

Jika 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) =𝑏𝑏𝑔𝑔(𝑥𝑥)

P dengan 𝑎𝑎,𝑏𝑏> 0 dan 𝑎𝑎,𝑏𝑏 ≠1 dapat diselesaikan dengan logaritma, yaitu:

log𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥) = log𝑏𝑏𝑔𝑔(𝑥𝑥)Patau f(x) log a = g(x) log b 6. (𝑈𝑈(𝑥𝑥))𝑓𝑓(𝑥𝑥) = (𝑈𝑈(𝑥𝑥))𝑔𝑔(𝑥𝑥)

Jika (𝑈𝑈(𝑥𝑥))𝑓𝑓(𝑥𝑥) = (𝑈𝑈(𝑥𝑥))𝑔𝑔(𝑥𝑥) maka nlai x diperoleh dari : a. 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 𝑔𝑔(𝑥𝑥)

b. 𝑈𝑈(𝑥𝑥) = 1

c. 𝑈𝑈(𝑥𝑥) = 0, jika nilai 𝑥𝑥 memenuhi syarat 𝑓𝑓(𝑥𝑥) ≥0 dan 𝑔𝑔(𝑥𝑥) > 0

(22)

7. 𝐴𝐴�𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)�2+𝐵𝐵�𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)�+𝐶𝐶 = 0

Himpunan penyelesaian dari persamaan eksponen 𝐴𝐴�𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)�2+

𝐵𝐵�𝑎𝑎𝑓𝑓(𝑥𝑥)+𝐶𝐶= 0 dengan (𝑎𝑎 > 0 dan 𝑎𝑎 ≠1, 𝐴𝐴,𝐵𝐵, dan 𝐶𝐶 bilangan real

dan 𝐴𝐴 ≠0) dapat ditentukan dengan cara mengubah persamaan eksponen itu ke dalam persamaan kuadrat.

Contoh II.G.1 :

Carilah himpunan penyelesaian dari 22𝑥𝑥 −12. 2𝑥𝑥 + 32 = 0

Jawab :

22𝑥𝑥 −12. 2𝑥𝑥 + 32 = 0 (2𝑥𝑥)212. (2𝑥𝑥) + 32 = 0

dimisalkan 2𝑥𝑥 =𝑦𝑦, maka persamaan (2𝑥𝑥)212. (2𝑥𝑥) + 32 = 0 dapat

dituliskan menjadi 𝑦𝑦212𝑦𝑦+ 32 = 0

(𝑦𝑦 −4)(𝑦𝑦 −8) = 0

𝑦𝑦= 4 atau 𝑦𝑦= 8

• untuk 𝑦𝑦 = 4, didapat

2𝑥𝑥 = 4

2𝑥𝑥 = 22

𝑥𝑥 = 2

• untuk 𝑦𝑦 = 8, didapat

2𝑥𝑥 = 8

(23)

𝑥𝑥 = 3

Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {2,3}

Contoh II.G.2 :

Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan berikut :

(𝑥𝑥25𝑥𝑥+ 5)2𝑥𝑥2−7𝑥𝑥−6 = (𝑥𝑥25𝑥𝑥+ 5)𝑥𝑥2+𝑥𝑥+3

Jawab :

(𝑥𝑥25𝑥𝑥+ 5)2𝑥𝑥2−7𝑥𝑥−6 = (𝑥𝑥25𝑥𝑥+ 5)𝑥𝑥2+𝑥𝑥+3

1) 2𝑥𝑥27𝑥𝑥 −6 = 𝑥𝑥2+𝑥𝑥+ 3

𝑥𝑥28𝑥𝑥 −9 = 0

(𝑥𝑥+ 1)(𝑥𝑥 −9) = 0

𝑥𝑥=−1 atau 𝑥𝑥 = 9

2) 𝑥𝑥2−5𝑥𝑥+ 5 = 1

𝑥𝑥25𝑥𝑥+ 4 = 0

(𝑥𝑥 −1)(𝑥𝑥 −4) = 0

𝑥𝑥= 1 atau 𝑥𝑥= 4

3) 𝑥𝑥2−5𝑥𝑥+ 5 = 0

𝑥𝑥1,2 =

−(−5) ±�(−5)2 4(1)(5) 2(1)

𝑥𝑥1,2 =

5 ±√25−20

2

𝑥𝑥1,2 =

5 ±√5

(24)
(25)

𝑔𝑔 �5− √2 5�= 61

2−6

1 2√5

untuk 𝑔𝑔(𝑥𝑥) hasilnya negatif, berarti 𝑥𝑥=5−√5

2 bukan merupakan anggota

himpunan penyelesaian.

4) 𝑥𝑥2−5𝑥𝑥+ 5 =−1

𝑥𝑥25𝑥𝑥+ 6 = 0

(𝑥𝑥 −2)(𝑥𝑥 −3) = 0

𝑥𝑥= 2 atau 𝑥𝑥= 3

𝑥𝑥= 2⟹ 𝑔𝑔(2) = 2(2)27(2)6

= 8−14−6

=−12

ℎ(2) = (2)2+ (2) + 3

= 9

𝑔𝑔(𝑥𝑥) dan ℎ(𝑥𝑥) keduanya tidak ganjil atau genap, berarti 𝑥𝑥= 2 bukan merupakan himpunan penyelesaian.

𝑥𝑥= 3⟹ 𝑔𝑔(3) = 2(3)27(3)6

= 18−21−6

=−9

ℎ(3) = (3)2+ (3) + 3

= 15

𝑔𝑔(𝑥𝑥) dan ℎ(𝑥𝑥) keduanya ganjil, berarti 𝑥𝑥 = 3 merupakan himpunan penyelesaian.

Gambar

Gambar II.C.1: Gambar fungsi real
Gambar II.E.1:Gambar fungsi f(x) kontinu bagian demi bagian
Gambar II.F.1 : Grafik fungsi eksponen natural
Grafik fungsi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi adalah suatu aturan korespondensi satu-satu yang menghubungkan setiap objek x dalam suatu himpunan, yang disebut daerah asal (domain) dengan sebuah nilai

sempit. Pembinanan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu objek untuk

Saat harus cuci tangan yaitu setiap tangan kita kotor (setelah memegang uang, memegang binatang, berkebun), setelah buang air besar atau buang air kecil,

Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan

Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan Yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen elemen

Fungsi adalah suatu aturan korespondensi satu-satu yang menghubungkan setiap objek x dalam suatu himpunan, yang disebut daerah asal ( domain ) dengan sebuah

Setiap elemen kapasitor dilengkapi fuse, apabila terjadi kegagalan elemen kapasitor maka fuse yang berfungsi sebagai pembatas arus akan memutuskan secara efektif

Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan Yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen elemen pada tingkat